Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain,perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individuyang bersangkutan (Winardi, 2004).

Skinner dalam Notoatmodjo (2012) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar),oleh karena perilaku itu terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan organisme tersebut merespons. Respons dapat dibedakan menjadi dua,yaitu:

a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respons yang timbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Misalnya cahaya terang menyebabkan mata tertutup. Respons ini mencakup perilaku emosional,misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih.

b. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul dan berkembang yang diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Misalnya apabila petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baikakan memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik dalam melaksanakan tugasnya.


(2)

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakanmenjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentukterselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masihterbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, sikap yang terjadipada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuktindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelasdalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2012).

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Menurut Benjamin Bloom dalam Notoatmodjo ( 2012), ranah perilaku terbagi dalam 3 domain, yaitu : pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan tindakan (psikomotor).

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor dominan yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh


(3)

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007)

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2010), pengetahuan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Awareness knowledge (Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada ini inovasi diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui keberadaan suatu inovasi.

b. How-to-knowlegde (Pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan cukup tentang penggunaan inovasi ini.

c. Principles-knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja.


(4)

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat (Notoatmodjo, 2010), yaitu:

1. Mengetahui (knowledge)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, yang termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, menormalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau pengunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisa (analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi


(5)

tersebut, dan masih dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesa (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu materi atau objek. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang di tentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyakan isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat disesuaikan dengan tingkat tersebut di atas.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan adalah : 1. Pendidikan

Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga yang dapat meningkatkan kualitas hidup, sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan semakin


(6)

pengetahuan yang dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara efektif akan dapat melakukannya (Notoatmojo, 2007).

2. Sumber Informasi

Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu keseluruhan makna yang menunjang pesan atau amanat.Pengetahuan diperoleh melalui informasi yaitu kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri. Informasi kesehatan biasanya berasal dari petugas kesehatan atau instansi pemerintah atau media massa. Pada umumnya petugas kesehatan melakukan pendekatan dengan ceramah atau penyuluhan kesehatan, sedangkan melalui media massa dapat berupa elektronik seperti televisi, radio, dan lain-lain.Adapun media cetak seperti majalah, koran, buku, dan lain-lain. Sumber informasi kesehatan yang tepat mempunyai peran besar dalam meningkatkan pengetahuan seseorang.

3. Sosial Ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi, sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga (Notoatmodjo, 2007)

4. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut (Notoatmodjo, 2007)


(7)

2.1.2. Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek ,baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari sikap yang tertutup tersebut. Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.Sedangkan menurut Winardi (2004) sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu.Allport dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (Objek).

2. Menanggapi (Responding)

Menanggapi diartikan sebagai memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.


(8)

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasanya dengan orang lain, bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. 4. Bertanggung jawab (Responsible)

Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Bertanggungjawab merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Azwar (2005) ada beberapa faktor yang memengaruhi sikap terhadap obyek sikap antara lain :

1. Pengalaman pribadi, untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghargai konflik dengan orang lain yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis yang mengarahkan sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai


(9)

sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media massa dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhui oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruhui terhadap sikap konsumenya.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan, tidak mengherankan jika pada giliranya konsep tersebut mempengaruhui sikap.

Menurut Mar’at dalam Rahayuningsih (2008), Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan sikap adalah :

1. Pengalaman pribadi

Dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat dan sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional.

2. Kebudayaan

Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan, contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan.

3. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)

Orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus, misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya


(10)

individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggap penting.

4. Media massa

Media massa berupa media cetak dan elektronik. Dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat memengaruhi opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk sikap tertentu.

5. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama

Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseoranghingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang

6. Faktor Emosional

Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego sehingga dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama).Contoh: Prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair).

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi sebuah perbuatan diperlukan menanamkan pengertian terlebih dahulu, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang sangat baik


(11)

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor pendukung dari berbagai pihak (Notoatmodjo, 2007).

Adapun tingkatan dari tindakan adalah : 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek yang pertama.

2. Respon Terpimpin (Guide Response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh-contoh adalah indikator tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan maka ia sudah mencapai tingkat ketiga. 4. Adaptasi (Adaptation)

Tindakan yang sudah berkembang dengan baik (Notoatmodjo, 2007). 2.1.4. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikaskan menjadi 3 kelompok : Pertama, perilaku pemeliharaan kesehatan (haelth maintenance), seperti perilaku pencegahan penyakit, perilaku peningkatan kesehatan dan erilaku pemenuhan kebutuhan gizi. Kedua, perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan (health seeking behavior),


(12)

seperti mengobati sendiri (self treatment) dan pengobatan di dalam/luar negeri. Ketiga, perilaku kesehatan lingkungan, yang meliputi:

1. Perilaku hidup sehat, seperti : makan dengan menu seimbang (appropriate diet), olahraga teratur, tidak merokok dan tidak minum-minuman keras, istirahat cukup, mengendalikan stres, gaya hidup yang positif.

2. Perilaku sakit, yaitu pengetahuan tentang penyebab, gejala, dan pengobatan 3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

3. Peran pasien yaitu hak-hak orang sakit (right) seperti : memeperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan lain-lain, kewajiban orang sakit (obligation) seperti : memberitahukan penyakit kepada orang lain terutama kepada dokter, tidak menularkan penyakit kepada orang lain, dan lain-lain, perilaku peran orang sakit (the sick role) seperti : tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal fasilitas penyembuhan yang layak, megetahui hak dan kewajiban orang sakit dan lain-lain (Mubarak, 2009).

2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karenaperilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal(lingkungan).Menurut teori Lawrance Green dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwaperilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviorcauses) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itusendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:


(13)

a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan,sikap, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,tingkat sosial ekonomi dan sebagainya

b. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik,tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

c. Faktor penguat (reinforcement factor), yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

2.2. Imunisasi

Imunisasimerupakan suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh bayi dan anak. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes RI, 2005). Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan.

Menurut Ranuh (dalam Lisnawati, 2011) yang dimaksud dengan imunisasidasar adalahpemberian imunisasi BCG (1x), Hepatitis B (3x), DPT (3x), Polio (4x), dan campak (1x) sebelum bayi berusia setahun dan biasanya diberikan pada bayi berusia sembilan bulan. Imunisasi diberikan mempunyai tujuan yaitu: mencegah terjadinya penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat populasi atau


(14)

bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti imunisasi campak. Memberikan kekebalan terhadap penyakit yag dapat dicegah dengan imunisasi yaitu Polio, Campak , Difteri, Pertusis, Tetanus, TBCdan Hepatitis B.

Menurut Lisnawati (2011) tujuan dari pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan maksud angka kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut Mulyani dan Rinawati (2013), imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut karena sistem imun tubuh mempunyai sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam tubuh maka akan dibentuk natibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman.

Istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisassi pasif adalah suatu pemindahan atau transfer anti body secara pasif. Vaksinasi adalah imunisaai aktif dengan pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (anti bodi) dari sistem imun dalam tubuh. Imunitas secara pasif dapat di peroleh dari pemberian dua macam imunoglobulin, yaitu imunoglobulin yang non-spesifik atau gammaglobulin dan imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yan sudah sembuh atau baru saja mendapatkan vaksiinasi penyakit tertentu (Hedinegroho, 2011).


(15)

2.2.1. Vaksinasi

Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan antigen yang berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun mampu memproduksi limfosit yang peka sebagai anti bodi dan sel memori. Cara ini meniru infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuan nya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup unutuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya di kemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk anti bodi dan mematikan penyakit (antigen)yang masuk kedalam tubuh.

Berbagai jenis vaksin yang beredar di masyarakat sejak sepuluh tahun terakhir, merupakan vaksin yang aman dan ampuh. Berarti, vaksin yang dipergunakan seluruh dunia mempunyai keamanan yang sama karna mempergunakan standar internasional. Vaksin tersebut juga dapat menimbulkan kekebalan yang lebih baik dan lebih tinggi kadarnya, sehingga bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama dari pada vaksin terdahulu.

Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoit yang diubah sedemkian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas (Hadinegroho,2011).

Berbagai keuntungan vaksinansi antara lain: (1) pertahanan tubuh yang dibentuk olehbeberapa vaksin akan dibawa seumur hidupnya, (2) vaksinasi adalah “cost-effective” karena murah dan efektif, (3) vaksinasi tidak berbahaya, karena


(16)

reaksi yang serius sangat jarang terjadi jauh lebih jarang terjadi dari komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara alami.

2.2.2. Tujuan Imunisasi

Tujuan utama kegiatan imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31).PD31 adalah penyakit-penyakit menular yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah dan kematian balita .Sebelum kegiatan-kegiatan imunisasi dipergunakan luas di dunia, banyak anak yang terinfeksi penyakit seperti polio, campak, pertussis dan difteri yang dapat berakibat kematian dan kecacatan. Keadaan tersebut akan diperberat bila disertai dengan gizi buruk dan menyebabkan peningkatan Case fatality rate (CFR) penyakit PD31 tersebut (Depkes RI, 2010).

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria dan poliomielitis (Hadinegroho, 2011 ). Secara umum tujuan imunisasi antara lain: (1) imunisasi dapat menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada bayi dan balita, (2) imunisasi sangat efektif untuk mencegah penyakit menular, (3) melalui imunisasi tubuh tidak akan mudah terserang penyakit menular.


(17)

2.2.3. Jenis-Jenis Imunisasi

Menurut Wahab (2002), beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah adalah sebaga iberikut :

a) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin )

Merupakanimunisasi yang paling banyak digunakandi dunia untukmencegahpenyakit TBC. BCG mampu melindungi anak dari meningitis tuberkulosis dan tuberkulosis milier dengan derajat proteksi sekitar 86% . BCG melindungi terhadap penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada tuberkolusis paru. BCG juga melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan proteksi dari 20% di Birma, sampai 80% di Uganda.

b) Imunisasi DPT (Diphteria, Pertusis, Tetanus)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis dantetanus. Difteri adalah preparat toksin difteri yang di non aktifkan dengan foemal dehit dan di absorbsi pada garam alumunium untuk menaikkan anti genesitasnya. Toksit ini melindungi tubuh terhadap kerja toksin. Toksoit tetanus (TT) adalh preparat toksin tetanus yang di non aktifkan dengan formal dehit dan di absorbsi pada garam alumunium untuk meningkatkan anti genesitasnya. TT merangsang pembentukan anti toksin untuk menetralkan toksin tentanus. Anti toksin yang melewati plasenta ke janin pasca imunisasi aktif pada ibu dapat mencegah kejadian tetanus neonatorum. Ada 2 jenis vaksin feetusis adalah 1. Vaksin seluruh sel yaitu vaksin yang mengandung


(18)

seluruh vaksin vertusis yang dimatikan dengan bahan kimia atau panas, 2 vaksin a seluler yang baru baru ini diperkenalkan di beberapa negara maju. c) Imunisasi Polio.

Ada 2 jenis vaksin polio poliomielitis, yaitu vaksin yang di berikan per oral dan diberikan secara suntikan. Antibodi terhadap virus folio dapat ditransmisikan melalui plasenta. imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit poliomielitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak.

d) Imunisasi Campak

Vaksin campak adalah preparad virus hidup yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain virus campak yang diisolasi pada tahun 1950. Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi dibeberapa negara masih mempunyai anti bodi dari ibu yang dapat menganggu respon terhadap imunisasi merupakanimunisasi yang digunakanuntukmencegahpenyakitcampakpadaanak.

e) Imunisasi Hepatitis B

Merupakanimunisasi yang digunakanuntukmencegahpenyakit hepatitis. Ada 2 tipe vaksin hepatitis B yanag mengandung HsbAg yaitu 1): vaksin yang berasal dari plasma dan (2) vaksin rekombinan. Kedua vaksin ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat lahir karena antibodi anti HbsAg ibu tidak mengganggu respons terhadap vaksin.


(19)

2.2.4. Sasaran Imunisasi

Seseorang yang beresiko untuk terkena penyakit dapat dicegah dengan pemberian imunisasi, yaitu :

1. Bayi dan anak balita, anak sekolah dan remaja 2. Calon jemaah haji/ umroh

3. Orang tua, manula

4. Orang yang bepergian ke luar negeri

Imunisasi yang dilakukan akan melindungi anak terhadap penyakit. Walaupun pada saat ini fasilitas ini telah tersedia dimasyarakat, akan tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap.

2.2.5. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ( KIPI )

Menurut Chen dalam Purnamaningrum(2014) ada beberapa penyebab KIPI diantaranya adalah :

1. Kesalahan program atau teknik pelaksanaan

Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.

2. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat reaksi KIPI.


(20)

3. Reaksi vaksin

Gejala KIPI yang disebkan oleh induksivaksin pada umumnyasudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi samping vaksin dan secara klinis biasanya ringan.

4. Faktor kebetulan (koinsiden)

Kejadian yang timbul secara kebetulansaja setelah imunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat.

5. Penyebab tidak diketahui

Kejadian atau masalah yang tidak diketahui sebelumnya. 2.2.6. Tenaga Kerja yang Berhubungan dengan Imunisasi

l. Jurim ( Juru Imunisasi )

Petugas imunisasi yang ditunjuk langsung oleh dinas kesehatan untuk berperan langsung mengambil vaksin di dinas kesehatan dan mendatangi tiap –tiap yang mengadakan posyandu.

2. Petugas kesehatan di bagian poliklinik anak di puskesmas 3. Bidan baik yang ada di puskesmas maupun yang ada di desa.

2.3. Landasan Teori

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu:


(21)

aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010).

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner maka Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan seseorang diselenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive), penyembuhan penyakit (curative) dan pemulihan kesehatan (rehabilitative).Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat pasif dan bersifat aktif.Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice).Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna fasilitas, petugas, dan obat-obatan. Perilaku seseorang di pengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain ; susunan


(22)

saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu :

a. Faktor perilaku (behavioral causes)

b. Faktor diluar perilaku (non behavioral causes)

Selanjutnya faktor perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor-faktor-faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).Faktor-faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung untuk mewujudkan perilaku kesehatan, maka faktor ini disebut dengan faktor pendukung atau faktor pemungkin.Misalnya termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit.

Faktor-faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu


(23)

pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan.

Gambar 2.1 Landasan teori

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka penulis dapat merumuskan kerangka konsep penelitian, yaitu faktor presdiposisi dan faktor penguat memengaruhi kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen. Kerangka konsep dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Faktor Predisposisi - Pengetahuan - Sikap - Nilai - Pendidikan - Penghasilan

Faktor Penguat

- Dukungan Keluarga

- Dukungan Petugas Kesehatan - Dukungan Tokoh Masyarakat Faktor Pemungkin

- Ketersediaan fasilitas - Jarak pelayanan kesehatan

dengan tempat tinggal


(24)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa variabel independen terdiri dari faktor presdiposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan dan penghasilan) dan faktor penguat (dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) memengaruhi variabel dependen yaitu kelengkapan imunisasi dasar.

Faktor Predisposisi - Pengetahuan - Sikap - Pendidikan - Nilai

- Penghasilan

Faktor Penguat - Dukungan Keluarga

- Dukungan petugas kesehatan - Dukungan tokoh masyarakat

KelengkapanImunisasi Dasar

Faktor Pemungkin

- Jarak dengan Pelayanan kesehatan


(1)

2.2.4. Sasaran Imunisasi

Seseorang yang beresiko untuk terkena penyakit dapat dicegah dengan pemberian imunisasi, yaitu :

1. Bayi dan anak balita, anak sekolah dan remaja 2. Calon jemaah haji/ umroh

3. Orang tua, manula

4. Orang yang bepergian ke luar negeri

Imunisasi yang dilakukan akan melindungi anak terhadap penyakit. Walaupun pada saat ini fasilitas ini telah tersedia dimasyarakat, akan tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap.

2.2.5. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ( KIPI )

Menurut Chen dalam Purnamaningrum(2014) ada beberapa penyebab KIPI diantaranya adalah :

1. Kesalahan program atau teknik pelaksanaan

Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.

2. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat reaksi KIPI.


(2)

3. Reaksi vaksin

Gejala KIPI yang disebkan oleh induksivaksin pada umumnyasudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi samping vaksin dan secara klinis biasanya ringan.

4. Faktor kebetulan (koinsiden)

Kejadian yang timbul secara kebetulansaja setelah imunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat.

5. Penyebab tidak diketahui

Kejadian atau masalah yang tidak diketahui sebelumnya. 2.2.6. Tenaga Kerja yang Berhubungan dengan Imunisasi

l. Jurim ( Juru Imunisasi )

Petugas imunisasi yang ditunjuk langsung oleh dinas kesehatan untuk berperan langsung mengambil vaksin di dinas kesehatan dan mendatangi tiap –tiap yang mengadakan posyandu.

2. Petugas kesehatan di bagian poliklinik anak di puskesmas 3. Bidan baik yang ada di puskesmas maupun yang ada di desa.

2.3. Landasan Teori

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu:


(3)

aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010).

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner maka Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan seseorang diselenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive), penyembuhan penyakit (curative) dan pemulihan kesehatan (rehabilitative).Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat pasif dan bersifat aktif.Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice).Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna fasilitas, petugas, dan obat-obatan. Perilaku seseorang di pengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain ; susunan


(4)

saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu :

a. Faktor perilaku (behavioral causes)

b. Faktor diluar perilaku (non behavioral causes)

Selanjutnya faktor perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor-faktor-faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).Faktor-faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung untuk mewujudkan perilaku kesehatan, maka faktor ini disebut dengan faktor pendukung atau faktor pemungkin.Misalnya termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit.

Faktor-faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas


(5)

pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan.

Gambar 2.1 Landasan teori

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka penulis dapat merumuskan kerangka konsep penelitian, yaitu faktor presdiposisi dan faktor penguat memengaruhi kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen. Kerangka konsep dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Faktor Predisposisi - Pengetahuan - Sikap - Nilai - Pendidikan - Penghasilan

Faktor Penguat

- Dukungan Keluarga

- Dukungan Petugas Kesehatan - Dukungan Tokoh Masyarakat Faktor Pemungkin

- Ketersediaan fasilitas - Jarak pelayanan kesehatan

dengan tempat tinggal


(6)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa variabel independen terdiri dari faktor presdiposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan dan penghasilan) dan faktor penguat (dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat) memengaruhi variabel dependen yaitu kelengkapan imunisasi dasar.

Faktor Predisposisi - Pengetahuan - Sikap - Pendidikan - Nilai

- Penghasilan

Faktor Penguat - Dukungan Keluarga

- Dukungan petugas kesehatan - Dukungan tokoh masyarakat

KelengkapanImunisasi Dasar

Faktor Pemungkin

- Jarak dengan Pelayanan kesehatan


Dokumen yang terkait

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

2 36 136

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEBERANG PADANG TAHUN 2014.

0 0 11

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

0 0 19

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

0 0 2

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

0 1 7

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

0 1 3

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

0 0 28

Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kelengkapan Status Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh Tahun 2014

0 0 18

Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kelengkapan Status Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh Tahun 2014

0 0 2

Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kelengkapan Status Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh Tahun 2014

0 0 9