Identifikasi dan Penentuan Radioaktivitas Alam dalam Abu Dasar (Bottom Ash) Batubara dengan Spektrometer Gamma Detektor HPGe

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang
Saat ini penggunaan batubara di kalangan industri semakin meningkat, hal
ini disebabkan karena harganya yang relatif murah dan harga bahan bakar minyak
untuk industri cenderung naik. Penggunaan batubara sebagai sumber energi
pengganti bahan bakar minyak, disatu sisi sangat menguntungkan namun disisi
lain menimbulkan masalah yaitu abu batubara yang merupakan hasil samping
pembakaran batubara. Dari sejumlah pemakaian batubara akan dihasilkan abu
batubara sekitar 2-10 % (tergantung jenis batubaranya, low calory atau high
calory). Sampai saat ini pengolahan limbah abu batubara oleh kalangan industri
hanya ditimbun dalam areal pabrik saja (ash disposal). Abu batubara adalah
sebagian dari sisa pembakaran batubara yang berbentuk partikel halus amorf dan
abu tersebut merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan
mineral karena proses pembakaran. Dari proses pembakaran batubara pada unit
pembangkit uap (boiler) akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu terbang ( fly ash)
dan abu dasar ( bottom ash). Komposisi abu batubara yang dihasilkan terdiri dari
10-20% abu dasar (bottom ash), sedang sisanya sekitar 80-90% berupa abu
terbang (fly ash). Abu terbang ditangkap dengan electric precipitator sebelum
dibuang ke udara melalui cerobong (Edy, 2007).

Limbah abu dasar batubara (bottom ash) dari proses pembakaran batubara yang
dikeluarkan dari bawah tungku pembakaran, banyak dimanfaatkan sebagai bahan
baku atau sebagai bahan campuran untuk pembuatan semen dan batako (Rasito et
al, 2008).
Pemakaian batubara dalam berbagai macam kegiatan industri dan
teknologi sangat banyak. Batubara, terutama yang digunakan dalam tanur
peleburan baja dan juga pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pada
pembakaran dan pemecahan batubara (cracking), selain dihasilkan gas buangan
berupa CO, NO x, dan SO x , juga dihasilkan partikel-partikel lain seperti Karbon,

Universitas Sumatera Utara

SiO 2,

Al2 O 3, serta

oksida-oksida

besi.


Partikel-partikel

tersebut

dapat

menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa pembakaran batubara juga melepaskan partikel-partikel radioaktif. Hal ini
terjadi karena batubara juga mengandung unsur-unsur radioaktif alam yang pada
saat pembakaran akan ikut keluar bersama gas emisi lainnya. Dari hasil penelitian,
unsur-unsur radioaktif yang dihasilkan pada saat pembakaran batubara cukup
banyak, yaitu sekitar 36 jenis, tetapi unsur-unsur dominan adalah Pb-210, Po-210,
Pa-231, Ra-226, Th-232 serta U-238. Keenam jenis unsur radioaktif tersebut
termasuk kedalam logam berat yang apabila masuk kedalam tubuh manusia akan
mengikuti lever route dan berdampak buruk bagi tubuh manusia ( Wardhana,
1996).
Menurut PP RI No. 101 tahun 2014, dinyatakan bahwa setiap orang yang
menghasilkan limbah B-3 dilarang melakukan pemanfaatan sebagai substitusi
bahan baku, substitusi sumber energi, sebagai bahan baku, dari sumber spesifik
dan tidak spesifik yang memiliki tingkat kontaminasi radioaktif lebih besar atau

sama dengan 1 Bq/cm2 (satu Bacquerel per sentimeter persegi) dan/atau
konsentrasi aktivitas sebesar 1 Bq/gr untuk radionuklida deret uranium dan
thorium. Radionuklida yang dimaksud adalah anggota deret uranium dan thorium
pada limbah B-3 yang berasal dari kegiatan eksploitasi dan pengilangan gas bumi.
Larangan pemanfaatan limbah B-3 ini dikecualikan jika tingkat radioaktivitasnya
dapat diturunkan dibawah konsentrasi aktivitas radioaktif minimum.
Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap limbah batubara baik abu terbang
(fly ash) maupun abu dasar (bottom ash). Diantaranya adalah sebagai berikut.
Sukirno et al (2016) telah meneliti mengenai radioaktivitas alam hasil
pembakaran batubara dari PLTU Pacitan dimana PLTU ini menggunakan
batubara sebagai pembangkit listriknya dan dianalisis menggunakan Spektrometer
Gamma dengan Detektor HPGe. Radionuklida alam yang di tentukan konsentrasi
aktivitasnya adalah Ra-226, Th-232, K-40, U-238 dan Pb-210.
Rasito et al (2008) telah meneliti konsentrasi uranium, thorium, dan
kalium pada berbagai produk semen yang dipasarkan di Indonesia dengan
menggunakan spektrometer gamma. Pada penelitian ini diperoleh konsentrasi

Universitas Sumatera Utara

uranium dalam semen lebih tinggi dari thorium dan kalium, namun kontribusi

radium termasuk rendah dilihat dari aktivitas radium yang diperoleh adalah 147
Bq/kg.
Ranyco tondang (2016) melakukan penelitian “Penentuan Konsentrasi
Radionuklida Alam pada Abu Terbang (fly ash) Batubara dengan Metode Analisis
Aktivasi Neutron (AAN)”. Pada penelitian ini diketahui bahwa unsur radionuklida
alam yang terdapat dalam abu terbang batubara (fly ash) adalah Th232 dan U238
serta kadar uranium dan thorium dalam abu terbang (fly ash) batubara masingmasing adalah 2405,00±72,15 mg/kg dan 19,48±1,32 mg/kg. Pada hasil analisa
terdapat beberapa unsur lainnya pada abu terbang (fly ash) batubara seperti Al28
dan Zn69, dengan konsentrasi masing-masing adalah 81953±807 mg/kg dan
337,90±19,94 mg/kg.
Berdasarkan latarbelakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk
menentukan radioaktivitas alam dalam abu dasar (bottom ash) batubara
menggunakan spektrometer gamma detektor HPGe.

1.2. Permasalahan
1. Radionuklida Alam apakah yang terdapat dalam sampel abu dasar
batubara dan berapa radioaktivitasnya?
2. Apakah sampel abu dasar (bottom ash) batubara masih dapat dimanfaatkan
sebagai substitusi bahan baku, substitusi bahan energi, sebagai bahan baku
berdasarkan PP RI No.101 Tahun 2014?

3. Berapa nilai deteksi konsentrasi minimum dari alat spektrometer gamma
yang digunakan pada penelitian?
4. Apa manfaat dari sampel abu dasar batubara yang memiliki aktivitas
radiasi yang tinggi?

Universitas Sumatera Utara

1.3. Pembatasan Masalah
1. Sampel yang digunakan adalah abu dasar (bottom ash) batubara yang
diambil dari dua tempat penimbunan limbah abu dasar (ash disposal)
batubara di Kawasan Industri Medan (KIM). Di tempat penimbunan
limbah abu dasar batubara yang pertama, sumber batubaranya berasal dari
Palembang, dan di tempat penimbunan limbah abu dasar yang kedua,
batubaranya berasal dari Padang.
2. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.

1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui unsur radionuklida alam yang terdapat dalam abu dasar
(bottom ash) batubara dan berapa aktivitas radiasinya
2. Untuk mengetahui apakah limbah abu dasar (bottom ash) batubara masih

dapat dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku, substitusi sumber
energi, sebagai bahan baku berdasarkan PP RI No.101 tahun 2014.
3. Untuk mengetahui nilai deteksi konsentrasi minimum alat spektrometer
gamma yang digunakan pada penelitian.
4. Untuk mengetahui manfaat dari abu dasar batubara yang memiliki
aktivitas radiasi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

1.5. Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui radionuklida alam apa saja yang terdapat pada sampel
abu dasar batubara serta mengetahui berapa besar aktivitas radiasinya.
2. Dapat mengetahui apakah limbah abu dasar (bottom ash) batubara dapat
dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku, substitusi sumber energi,
sebagai bahan baku berdasarkan PP RI No. 101 tahun 2014.
3. Dapat

mengetahui

nilai deteksi konsentrasi


minimum dari alat

spektrometer gamma yang digunakan pada penelitian.
4. Dapat mengetahui manfaat dari radionuklida alam yang memiliki aktivitas
radiasi yang tinggi.
5.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi
ataupun referensi ilmiah bagi peneliti-peneliti selanjutnya dan bagi instansi
terkait yang memerlukan.

1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik F-MIPA USU untuk
proses penghalusan sampel. Untuk tahap lanjut dari preparasi sampel sampai
pengukuran menggunakan spektrometer gamma detektor HPGe dilakukan di
Laboratorium Pusat Teknologi Keselamatan Meterologi dan Radiasi (PTKMR)
Badan Tenaga Nuklir (BATAN) Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Universitas Sumatera Utara


1.7. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan secara ekperimen Laboratorium
2. Sampel diambil secara acak dari tempat penimbunan limbah abu dasar
(ash disposal) batubara di daerah Kawasan Industri Medan (KIM).
3. Sampel abu dasar (bottom ash) kemudian dipreparasi dengan cara
dihaluskan sehingga didapatkan abu dasar (bottom ash) batubara
berukuran 200 mesh sebanyak 1500 g. Sampel disimpan di dalam plastik
klip dan dibawa ke Laboratorium PTKMR BATAN Lebak Bulus Jakarta
Selatan.
4. Sampel abu dasar (bottom ash) batubara 200 mesh dikeringkan
mengunakan oven kemudian dimasukkan ke dalam beaker marinelli yang
telah diberi label, direkatkan menggunakan lem araldite lalu di simpan
dalam kondisi kedap udara selama 39 hari.
5. Dilakukan pengukuran sampel abu dasar batubara menggunakan
spektrometer gamma dengan detektor HPGe selama 17 jam.
6. Dianalisis hasil pengukuran sampel untuk mengetahui radionuklida alam
yang terdapat di dalamnya dan untuk menentukan radioaktivitasnya.

Universitas Sumatera Utara