PEMANFAATAN ABU DASAR BATUBARA (BOTTOM ASH) SEBAGAI ADSORBEN BAHAN ORGANIK PADA AIR PAYAU.

SKRIPSI

PEMANFAATAN ABU DASAR BATUBARA
(BOTTOM ASH) SEBAGAI ADSORBEN
BAHAN ORGANIK PADA AIR PAYAU

Oleh :

I GEDE BAGUS SIDHARTA
0452010027

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI


PEMANFAATAN ABU DASAR BATUBARA
(BOTTOM ASH) SEBAGAI ADSORBEN
BAHAN ORGANIK PADA AIR PAYAU
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh
Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :

I GEDE BAGUS SIDHARTA
0452010027

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
2011


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI
PEMANFAATAN ABU DASAR BATUBARA (BOTTOM ASH)
SEBAGAI ADSORBEN BAHAN ORGANIK PADA AIR PAYAU
oleh :
I GEDE BAGUS SIDHARTA
0452010027
Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada hari : Jumat Tanggal : 09 Desember 2011
Menyetujui
Pembimbing

Penguji I

Ir. Putu Wesen, MS
NIP: 19520920 198303 1 00 1


Dr. Ir. Rudi Laksmono W., MS
NIP: 19580812 198503 1 00 2
Penguji II
Okik Hendriyanto C., ST, MT
NPT: 37507 99 0172 1

Mengetahui
Ketua Jurusan

Penguji III

Dr. Ir. Munawar Ali, MT
NIP: 19600401 198803 1 00 1

Dr. Ir. Munawar Ali, MT
NIP: 19600401 198803 1 00 1

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal : …

Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni JAR.,M.Kes
NIP: 19590729 198603 2 00 1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

CURRICULUM VITAE
Penelit i
Nama Lengkap
NPM

:
:

I Gede Bagus Sidharta
0452010027

Tempat/ tanggal lahir


:

Mataram, 16 September 1986

Alamat

:

Jln. Tumarintis No. 9 Cakranegara, Mataram

Telp rumah

:

(0370)643575

Nomor Hp.

:


082143888677

Email

:

Gedebagus04@yahoo.co.id

Pendidik an
No.

Nama Univ / Sekolah

Jurusan
Dari
2004

Mulai
sampai

2011

Keterangan

2001

2004

Lulus

1

FTSP UPN”Veteran” Jatim

2

SMUN 4 Mataram

Teknik
Lingkungan

I PA

Lulus

3

SLTPN 15 Mataram

Umum

1998

2001

Lulus

4

SDN 8 Cakranegara


Umum

1992

1998

Lulus

Tugas Ak adem ik
No.

Kegiatan

1

Kuliah Lapangan

2

Tempat/Judul


Selesai tahun
2006

Kunj. Pabrik

Pier Pasuruan. PDAM Karang Pilang surabaya.
TPA Gianyar Bali.
PT. Semen Gresik, PT. Petrokimia Gresik

3

KKN

PPM Medokan Ayu, Surabaya

2007

4


Kerja Praktek

2009

5

PBPAB

6

SKRI PSI

Studi Pengolahan Air Minum PDAM Karang
Pilang II Surabaya
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
I ndustri Gula
Pemanfaatan Abu Dasar Batubara ( Bottom ash )
Sebagai Adsorben Bahan Organik Pada Air
Payau

Orang Tua
Nama

: I Ketut Sudiartha

Alamat

: Jln. Tumarintis No. 9 Cakranegara, Mataram

Telp

: (0370)643575

Pekerjaan

: Pegawai Negri

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2007

2007
2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah –
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul
PEMANFAATAN ABU DASAR BATU BARA ( BOTTOM ASH ) SEBAGAI
ADSORBEN BAHAN ORGANIK PADA AIR PAYAU . Tugas ini merupakan
salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “ Veteran “ Jawa Timur untuk
mendapatkan gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, penyusun telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini
penyusun pengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ir. Putu Wesen, MS
selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan selama
penyusunan skripsi dan tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Naniek Ratni Jar.,Mkes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. DR. Ir. Muanawar Ali., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UPN
“Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu – Bapak Asisten Laboratorium Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa
Timur.
4. Ibu – Bapak Dosen UPN ” Veteran” Jawa Timur yang memberi ilmu
pengetahuan kepada penyusun selama menjadi mahasiswa.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan semangat, do’a dan
material selama menyusun skripsi ini.
Apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, saran
dan kritik yang membangun dengan senang hati akan diterima. Akhir kata
penyusun ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
didalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang
dipahami.

Surabaya, Desember 2011

Penyusun

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

KATA PENGATAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL...............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix
INTISARI..............................................................................................................iii
ABSTRACT...........................................................................................................iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang.................................................................................1

1.2

Perumusan Masalah.........................................................................2

1.3

Tujuan Penelitian.............................................................................2

1.4

Manfaat Penelitian...........................................................................2

1.5

Ruang Lingkup................................................................................3

BAB 2
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1

Batu bara..........................................................................................4
2.1.1 Sisa Pembakaran batu bara....................................................4
2.1.2 Pemanfaatan Abu Batubara (Bottom ash)............................7

2.2

Air....................................................................................................8
2.2.1 Air payau..............................................................................9

2.3. Senyawa Organik...........................................................................10

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.4

Adsorpsi………………………………………………………….11
2.4.1 Adsorben……………………………………………...…..11
2.4.2 Proses Adsorpsi………………………………………...…11
2.4.3 Kinetika Proses Adsorpsi…………...…………………….15
2.4.4 Faktor faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi………...…..16

2.5

Proses Bacth…..………………………...……………..…………19

2.6 Landasan Teori……………………………………………………19
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Bahan Penelitian.............................................................................22

3.2

Peralatan Penelitian........................................................................22

3.3

Variable..........................................................................................22

3.4

Prosedur Kerja................................................................................23

3.5

Gambar Alat...................................................................................24

BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian..............................................................................25
4.1.1 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase
penyisihan pada berbagai ukuran (mesh) dengan berat buttom ash
........................................................................................................26
4.1.2 Hubungan antara waktu pengambilan sampling terhadap
prosentase penyisihan COD (%) untuk mencari nilai penyisihan
maksimum……………………………………………………..…31

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.1.3 Hubungan antara waktu pengambilan sampling terhadap
prosentase penyisihan COD (%) untuk menentukan waktu
kesetimbangan……………………………………………...…….32
4.1.4 Hubungan antara waktu ( t ) terhadap kapasitas adsorpsi pada
berbagai ukuran ( mesh )…………………………………………33
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan....................................................................................36

5.2

Saran..............................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Komposisi Senyawa Kimia Penyusun Bottom Ash Dari Beberapa
Sumber Batu Bara di Indonesia...........................................................6

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase penyisihan
pada berbagai ukuran dengan berat buttom ash 500 mg…….................26
Gambar 4.2 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase penyisihan
pada berbagai ukuran dengan berat buttom ash 600 mg……………….26
Gambar 4.3 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase penyisihan
pada berbagai ukuran dengan berat buttom ash 700 mg…………….…27
Gambar 4.4 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase penyisihan
pada berbagai ukuran dengan berat buttom ash 800 mg……………….27
Gambar 4.5 Hubungan antara waktu pengambilan sampling terhadap prosentase
penyisihan COD (%) untuk mencari nilai penyisihan maksimum……..31
Gambar 4.6 Hubungan antara waktu pengambilan sampling terhadap prosentase
penyisihan COD (%) untuk menentukan waktu kesetimbangan.........…32
Gambar 4.7 Hubungan antara waktu (t ) terhadap kapasitas adsorpsi pada berbagai
ukuran (mesh)………………………..…………………………………33
Gambar 4.9 Hubungan antara waktu (t ) terhadap kapasitas adsorpsi pada berbagai
ukuran (mesh)……………………………………………………..……34
Gambar 4.10 Hubungan antara waktu (t ) terhadap kapasitas adsorpsi pada
berbagai ukuran (mesh)…………………………………………...……34

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

INT ISARI

Penggunaan batubara dalam jumlah besar, akan menghasilkan abu terbang
(fly ash) dan abu dasar (buttom ash). Hal ini berpotensi menimbulkan bahaya bagi
lingkungan dan masyarakat sekitar, jika abu batu bara terbawa ke perairan saat
hujan dan jika abu batu bara tertiup angin akan mengganggu pernafasan. Abu
batubara mengandung silica (SiO2), Alumina (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3),
sisanya adalah karbon, magnesium, dan belerang, Berdasarkan kandungan silica
pada abu batubara, berpotensi sebagai adsorben. Untuk mengetahui kemampuan
adsorben abu batubara, dilakukan penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kemampuan abu dasar
batubara (bottom ash) sebagai adsorben untuk menyisihkan bahan organik
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berat abu batu bara
dengan kisaran 500 sampai dengan 800 (mg), waktu agitasi pada kisaran 1 – 4 jam
dan ukuran mesh pada kisaran 8 – 60 mesh. Sedangkan ketetapan yang digunakan
adalah kecepatan putaran paddle pada jar tes 100 Rpm.
Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada ukuran 60 mesh
berat adsorben 800 mg dan waktu pengadukan 4 jam menghasilkan penyisihan
COD sebesar 90.6 % dengan penurunan kadar awal COD 469,2 mg/l menjadi 43.9
mg/l, nilai ini sudah memenuhi syarat kimia pada criteria sesuai Peraturan Daerah
Kota Surabaya No. 02/PERDA/2004, yaitu 50 mg/l.
Kata kunci : abu dasar batu bara (bottom ash), adsorbsi

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT

The use of coal in large quantities, will produce fly ash and bottom ash.
This is potentially dangerous for the environmental and surrounding communities,
if the coal fly ash and bottom ash carried into the waters when it rains, and if the
coal ash in the wind will disrupt brething. Bottom ash containing silica (SiO2),
alumina (Al2O3), iron oxide (Fe2O3), the rest is carbon, magnesium, and sulfur.
Based on silica content of bottom ash, potentially as an adsorbent. To determine
the ability of bottom ash adsorbent, conducted the research.
Purpose of this research was to study the ability of bottom ash as adsorbent
to remove dissolved organic materials
Variables used in this study is the weight of bottom ash with the range of
500 to 800 (mg), agitation time on the range of 1-4 hours and the mesh size in the
range of 80-60 mesh. While the provision is used paddle rotation speed of 100 rpm
on a jar test.
The best result obtained from this research that the size of 60 mesh, vehicles
adsorben 800 mg and stirring time of 4 hours resulting in the allowance for cod at
90.6 % with decreased initial consentration 469,2 mg/l , this is value is already
qualified chemical criteria based on rules Surabaya city area no. 02 regulations in
2004, ie 50 mg/l
Key words : bottom ash, adsorbtion

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Abu batu bara pada masa kini banyak dihasilkan dari pembangkit
listrik yang menggunakan pembakaran batubara. Abu batubara umumnya dibuang
di landfill atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penanganan abu
batubara masih terbatas pada penimbunan dilahan kosong. Hal ini berpotensi
berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar jika terbawa ke perairan. Sudut
pandang terhadap abu batubara harus dirubah, abu batubara adalah bahan baku
potensial yang dapat digunakan sebagai adsorben murah. Beberapa investigasi
menyimpulkan bahwa abu batubara memiliki kapasitas adsorpsi yang baik untuk
menyerap gas organik, ion logam berat, gas polutan. Modifikasi fisik dan kimia
perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi. Berdasarkan paparan
diatas sudah terbukti bahwa abu batubara memiliki potensi yang besar sebagai
adsorben yang ramah lingkungan
Industri berbahan bakar batu bara biasanya menghasilakan limbah
padat dalam bentuk abu. Abu batubara yang merupakan limbah dari proses
pembangkit tenaga listrik tersebut dapat berupa abu terbang dan abu dasar. Abu
tesebut kemudian dipindahkan kelokasi penimbunan abu dan terakumulasi
dilokasi tersebut dalam jumlah yang sangat banyak. Dengan bertambahnya jumlah
abu batubara, maka perlu usaha usaha untuk memanfaatkan limbah padat tersebut.
Hingga saat ini abu batubara tersebut banyak dimanfaatkan untuk keperluan

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

industri semen dan beton, bahan pengisi untuk bahan tambang dan bahan galian
serta berbagai pemanfaatan lainnya. Guna memanfaatkan limbah-limbah hasil
industry seperti halnya abu batubara, dipandang perlu dilakukan penelitian tentang
pemanfaatan abu batubara sebagai adsorben murah.

1.2 Per umusan Masalah
Abu batubara pada masa kini banyak dihasilkan dari pembangkit listirk
yang menggunakan pembakaran batubara. Abu batubara umumnya dibuang
dilandfill atau ditumpuk begitu saja didalam area industri. Penanganan abu
batubara masih terbatas pada penimbunan dilahan kosong.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.

Pemanfaatan limbah abu dasar batubara sebagai adsorben untuk
menyisihkan senyawa organik terlarut

2.

Mempelajari kemampuan abu dasar batubara sebagai adsorben

1.4 Manfaat Penelitian
1.

Mengurangi timbunan limbah padat abu batubara

2.

Diharapkan dapat benilai lebih dari pemanfaatan abu dasar batubara
Sebagai adsorben.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini dibatasi pada
1.

Abu dasar batubara (bottom ash) di ambil dari PT Algaemas Singosari

2.

Digunakan air payau yang diambil dari sungai yang masuk ke tambak.
Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2. 1 Batu bar a
Batubara merupakan salah satu bahan tambang andalan yang banyak
terdapat di Indonesia karena potensinya sebagai bahan bakar alternative. Batu
bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Secara umum
batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang terpendam dan tertekan selama
berabad abad, sehingga mengalami perubahan fisika dan kimia menjadi batuan
yang heterogen. Komponen utama dari batu bara adalah karbon, hydrogen dan
oksigen. Sedangkan nitrogen, belerang dan partikel pembentuk debu merupakan
komponen penyusun batubara dalam jumlah sedikit. Batubara merupakan padatan
alam yang mudah terbakar dan terdiri dari atas elemen karbon yang tidak teratur.
(Anonim, 2010)

2. 1.1 Sisa pembakaran batubar a
Batu bara sebagai bahan bakar banyak digunakan di PLTU. Sisa hasil
pembakaran dengan batu bara menghasilkan abu yang disebut dengan fly ash dan
bottom ash (5-10%), dan sisanya SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO. (Anonim, 2006)

4
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

Fly ash merupakan hasil pemisahan sisa pembakaran yang halus dari
pembakaran batu bara yang dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa
semburan asap yang di Inggris dikenal sebagai serbuk abu pembakaran.
Bottom ash adalah bahan buangan dari proses pembakaran batu bara
pada pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih
berat daripada fly ash, oleh sebab itu bottom ash akan jatuh pada dasar tungku
pembakaran (boiler) dan terkumpul pada penampung debu (ash hopper) lalu
dikeluarkan dari tungku dengan cara disemprot dengan air untuk kemudian
dibuang atau dipakai untuk keperluan tertentu.
Bottom ash dikategorikan menjadi dry bottom ash dan wet bottom ash
(boiler slag) berdasarkan jenis tungkunya. Debu yang berada dalam keadaan padat
(solid) di dasar tungku disebut dry bottom ash sedangkan debu yang yang berada
dalam keadaan cair atau meleleh ketika jatuh kedalam air yang berada di ash
hopper dimana didalam air tersebut debu yang berada dalam keadaan meleleh itu
akan mengkristal dan membentuk butiran-butiran yang disebut wet bottom ash
(boiler slag). Kedua jenis debu ini dihasilkan oleh tungku yang berbeda yaitu dry
bottom boiler

yang menghasilkan dry bottom ash dan slag top boiler serta

cyclone boiler yang menghasilkan wet bottom ash (boiler slag).
Wet bottom ash (boiler slag) berbentuk angular (bersiku), berwarna
hitam, keras mempunyai permukaan yang mengkilap. Wet bottom ash (boiler
slag) pada dasarnya merupakan pasir berbutir kasar sampai sedang (coarse to
medium sand), berukuran antara 5,0 sampai dengan 0,5 mm.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

Dry bottom ash merupakan material berbutir kecil (granular),
mempunyai berat yang lebih ringan daripada wet bottom ash (boiler slag),
berwarna abu-abu gelap tampak seperti pasir halus serta memiliki pernukaan yang
sangat berpori. Ukuran partikel dry bottom ash berada antara kerikil halus (fine
gravel) sampai pasir halus (fine sand) dengan sejumlah kecil partikel berukuran
lempung lunak (silt clay). Dry bottom ash pada umumnya bergradasi, dan ukuran
terbesarnya berkisar antara 19 – 38,1 mm.
Komposisi kimia pada bottom ash pada umumnya tersusun dari
senyawa Silikat (SiO2), Alumina Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3), Kalsium
(CaO), Magnesium Oksida (MgO), Natrium Oksida (Na2O), dan (SO3). Contoh
komposisi unsur kimia penyusun bottom ash dari beberapa sumber batu bara di
Indonesia dapat dilihat pada tabel II.1
Tabel II.1. Komposisi Senyawa Kimia Penyusun Bottom Ash Dar i Beberapa
Sumber Batu Bara di Indonesia
Per sentase Kadar Unsur Kimia
Unsur Kimia

Adaro

Bentals

Ber au

BBE

MHU

Kal-Sel Kal-Sel Kal-Tim Kal-Tim Kal-Tim
SiO2

37,06

-

-

38,97

37,76

Al2O3

15,70

7,12

21,76

19,95

14,65

Fe2O3

17,58

12,50

18,00

18,02

18,09

CaO

17,38

31,73

13,95

10,42

15,97

MgO

6,08

16,89

6,26

4,45

5,29

Na2O

0,51

0,37

0,47

1,51

0,44

SO3

3,38

8,8

2,14

2,98

4,4

(Sumber : Megawati dan Henny, 2000)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

2.1.2 Pemanfaatan Abu Batubara (Bottom ash)
Salah satu produk samping dari hasil pembangkitan tenaga listrik
PLTU batubara adalah abu batubara. Pada awalnya abu ini merupakan limbah
yang tidak bisa dimanfaatkan lagi, tetapi setelah dikaji lebih jauh ternyata abu
batubara dapat dimanfaatkan karena berbentuk partikel halus amorf dan bersifat
Pozzolan dan dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air dan
membentuk senyawa yang bersifat mengikat.( Anonim, 2008)
Secara kimia abu batubara merupakan mineral alumino silikat yang
banyak mengandung unsur-unsur Ca, K, dan Na di samping juga mengandung
sejumlah kecil unsur C dan N. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang
diperlukan dalam tanah diantaranya ialah B, P dan unsur-unsur kelumit seperti Cu,
Zn, Mn, Mo dan Se. Abu batubara sendiri dapat bersifat sangat asam (pH 3 – 4)
tetapi pada umumnya bersifat basa (pH 10 – 12). Secara fisika abu batubara
tersusun dari partikel berukuran silt yang mempunyai karakteristik kapasitas
pengikatan air dari sedang sampai tinggi. Abu batubara merupakan media yang
mempunyai kemapuan adsorbsi yang cukup baik untuk zat-zat organik karna abu
batubara memiliki kecenderungan bersifat non polar terutama pada zat cair.
Sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam
antara lain (Anonim, 2008) :
1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan
2. Penimbun lahan bekas pertambangan
3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

5. Bahan penggosok (polisher)
6. Filler aspal, plastik, dan kertas
7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)
9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben
Abu dasar batubara adalah bahan baku potensial yang dapat digunakan sebagai
adsorben murah. Beberapa investigasi menyimpulkan bahwa abu dasar memiliki
kapasitas adsorpsi yang baik untuk menyerap gas organik, ion logam berat, gas
polutan.
Berdasarkan sifat-sifat dan manfaat

abu batubara tersebut, pada

penelitian ini akan dilakukan percobaan terhadap pemanfaatan abu batubara
sebagai adsorben yang ramah lingkungan

2.2 Air
Air Merupakan sumber utama bagi kelangsungan kehidupan di muka
bumi ini, air hamper menutupi 71% permukaan bumi. Air di katakan
sebagai sumber kehidupan karena tanpa air manusia, hewan dan tumbuhan serta
penghuni kehidupan dimuka bumi ini tidak bisa berlangsung. Air di bumi dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.

Air tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawar permukaan tanah. Air tanah

dapat kita bagi lagi menjadi dua, yaitu :
a.

Air tanah preatis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

Air tanah preatis adalah air tanah yang letaknya tidak jauh dari
permukaan tanah serta berada di atas lapisan kedap air
b.

Air tanah artesis
Air tanah artesis adalah air yang letaknya sangat jauh di dalam tanah
serta berada di antara dua lapisan kedap air.

2. Air pemukaan
Air pemukaan adalah air yang berada di permukaan tanah dan dapat
dengan mudah dilihat oleh mata kita. Contoh air permukaan seperti laut, sungai,
danau, kali, rawa, empang, payau dan lain sebagainya. Air permukaan dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a.

Perairan Darat
Perairan darat adalah air permukaan yang berada di atas daratan
misalnya seperti rawa-rawa, danau, sungai, dan lain sebagainya.

b.

Perairan Laut
Perairan laut adalah air permukaan yang berada di lautan luas.
Contohnya seperti air laut yang berada di laut.
(Anonim, 2010)

2.2.1 Air payau
Air payau adalah campuran antara air tawar dan air laut (air asin). Jika
kadar garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5 sampai 30
gram, maka air ini disebut air payau. Namun jika lebih, disebut air asin.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

Air payau terjadi karena intrusi air asin ke air tawar. Hal ini di
karenakan adaya degradasi lingkungan. Pencemaran air tawar juga dapat terjadi
karena fenomena air pasang naik, saat air laut naik masuk kemedian sungai
kemudian terjadi pendangkalan di sekitar sungai sehingga air asin ini masuk
kedalam air tanah dangkal dan menjadi payau. Air payau saat ini sudah tercemar
oleh limbah yang berasal dari rumh tangga maupun industri sehingga
mempengaruhi penggunaannya.

II.3. Senyawa Organik

Senyawa organik adalah golongan besar senyawa kimia yang
molekulnya mengandung karbon, kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon.
Studi mengenai senyawaan organik disebut kimia organik. Banyak di antara
senyawaan organik, seperti protein, lemak, dan karbohidrat, merupakan
komponen penting dalam biokimia. Di antara beberapa golongan senyawaan
organik adalah senyawa alifatik, rantai karbon yang dapat diubah gugus
fungsinya; hidrokarbon aromatik, senyawaan yang mengandung paling tidak satu
cincin benzena; senyawa heterosiklik yang mencakup atom-atom nonkarbon
dalam struktur cincinnya; dan polimer, molekul rantai panjang gugus berulang.
Pembeda antara kimia organik dan anorganik adalah ada/tidaknya ikatan karbonhidrogen. Sehingga, asam karbonat termasuk anorganik, sedangkan asam format,
asam lemak pertama, organik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

2.4. Adsor psi
Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika
suatu fluida, cairan maupun gas , terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat
penjerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat
terjerap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan
penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
(Anonim, 2010)

2.4.1 Adsor bent
Zat pengadsorpsi (adsorbent) adalah material yang sangat berpori.
Lokasi proses adsorpsi terjadi pada dinding dinding pori-pori atau letak tertentu
dalam partikel adsorbent. Karena pori-pori itu biasanya sangat kecil, luas
permukaan dalam menjadi beberapa orde lebih besar daripada permukaan luar.
Pemisahan terjadi karena perbedaan berat molekul atau karena perbedaan polaritas
menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan itu lebih erat daripada
molekul molekul lainnya.

2.4.2 Pr oses Adsor psi
1. Adsorpsi Fisika
Pada proses adsorpsi fisika proses penjerapan terjadi karena daya tarik
Van der Waals atau gaya tarik yang lemah antar molekuk menarik bahan terlarut
dari larutan adsorbat kedalam permukaan adsorben. Setelah bahan terlarut terikat
didalam adsorben maka bahan terlarut tersisihkan dari dalam air.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

Adsorpsi ini berlangsung cepat, dapat membentuk lapisan jamak
(multilayer), dan dapat bereaksi balik (reversible), karena energi yang dibutuhkan
relatif rendah. Energi aktivasi untuk terjadinya adsorpsi fisika biasanya adalah
tidak lebih dari 1 kkal/gr-mol, sehingga gaya yang terjadi pada adsorpsi fisika
termasuk lemah. Adsorpsi fisika dapat berlangsung di bawah temperatur kritis
adsorbat yang relatif rendah sehingga panas adsorpsi yang dilepaskan juga rendah
yaitu sekitar 5 – 10 kkal/gr-mol gas, lebih rendah dari panas adsorpsi kimia
(Slamet and Masduki, 2000)
2. Adsorbsi Kimia
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara molekul-molekul
adsorbat dengan adsorben dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion. Gaya ikat
adsorpsi ini bervariasi tergantung pada zat yang bereaksi. Adsorpsi jenis ini
bersifat tidak reversible dan hanya dapat membentuk lapisan tunggal (monolayer).
Umumnya terjadi pada temperatur tinggi di atas temperatur kritis adsorbat,
sehingga panas adsorpsi yang dilepaskan juga tinggi, yaitu sekitar 10-100 kkal/grmol. Untuk dapat terjadinya peristiwa desorpsi dibutuhkan energi lebih tinggi
untuk memutuskan ikatan yang terjadi antara adsorbat dengan adsorben. Adsorpsi
kimia menyebabkan terbentuknya suatu lapisan pada permukaan adsorben yang
mempunyai sifat kimia lain sebagai akibat adanya reaksi antara adsorbat dengan
adsorben (Slamet and Masduki).
3. Isoterm adsorpsi
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi
adsorben antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang
umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi.
1. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa:
a.

Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat
mengadsorpsi

satu

molekul

adsorbat untuk setiap

molekul

adsorbennya.

Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang

terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut: selalu ada
ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan
mekanisme adsorpsi pada molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme
pada molekul terakhir yang teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi
adalah sebagai berikut: A(g) + S

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.4.3 Kinetika Pr oses Adsor psi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.4.4 Faktor – Faktor Yang Mempengar uhi Adsorpsi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.5. Pr oses Batch

2.6. Landasan Teor i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian :
1.

Limbah abu dasar batu bara diambil dari sisa pembakaran batubara PT
Algaemas Singosari Malang

2.

Air payau yang diambil dari aliran sungai yang masuk ke tambak

3.2 Per alatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian :
1.

Jar tes

2.

Beaker glass

3.

Bak effluent

4.

Kertas saring

5.

Gelas ukur

3.3 Var iabel
1.

Variasi waktu pada proses bacth 1- 4 jam

2.

Variasi berat buttom ash 500 – 800 mg

3.

Ukuran bottom ash 8 – 60 mesh

4.

Kecepatan putaran paddle pada jar tes 100 Rpm.

22
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

3.4. Prosedur Ker ja
Penelitian ini dilakukan secara bacth
Cara kerja :
1.

1 liter air payau dengan senyawa organik yang sudah diketahui
konsentrasinya dimasukan kedalam beaker glass

2.

Bottom ash dengan ukuran pada kisaran 8 sampai 60 mesh dan berat
bottom ash dengan kisaran 500 sampai 800 mg dimasukan kedalam beaker
glas yang berisi air payau.

3.

Kemudian diaduk menggunakan jar tes dengan kecepatan 100 rpm, dengan
waktu variasi waktu 1 - 4 jam jam hingga mencapai hasil maksimal

4.

Diendapkan dan dianalisa kandungan COD nya

5.

Lakukan percobaan seperti 1 s/d 3 untuk berat bottom ash, waktu dan
ukuran mesh yang bebeda

6.

Pengujian konsentrasi effluent dilakukan di laboratorium riset teknik
lingkungan UPN Jatim.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

3.5. Gambar Alat

Gambar 3.1 Sistem Jar Test

Keterangan :
a. Paddle

c. Pengatur Kecepatan (rpm)

b. Beaker Glass

d.

Penunjuk waktu

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur kerja yang tercantum
dalam bab tiga. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium menggunakan air
payau dengan konsentrasi awal COD sebesar 469.2 mg/l. Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan, diperoleh hasil penyisihan bahan organik yang terkandung
dalam air payau dengan media abu dasar batu bara

(bottom ash), yang di

tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Percobaan dilakukan secara bacth dengan menggunakan jar test dengan
volume air payau 1 liter, kecepatan putaran paddle 100 rpm (Christie J.
Geankoplis, 1978) variasi berat buttom ash dengan kisaran 500 – 800 mg (Ronald
W Sundstrom, 1979) variasi ukuran buttom ash dengan kisaran 8 – 60 mesh dan
waktu pengadukan 1 – 4 jam. Hasil penelitian disusun dalam bentuk tabel dan
grafik yang merupakan pengaruh mesh dan lama pengadukan terhadap prosentase
penurunan COD. Pengaruh mesh dan waktu pengadukan dalam proses adsorpsi
merupakan faktor penting karena semakin kecil ukuran mesh dan semakin lama
waktu pengadukan dalam adsorpsi maka prosentase penurunan COD semakin
meningkat. Untuk pengaruh ukuran mesh dan waktu pengadukan terhadap
prosentase penurunan COD dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

25
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

Dari tabel pengaruh waktu pengadukan terhadap % penurunan COD
diatas dapat di ketahui hubungan antara prosentase penurunan COD dengan
ukuran mesh buttom ash sebagai berikut :

4.1.1 Hubungan antara lama pengadukan ter hadap prosentase penyisihan

Prosent ase penyisihan COD
( %)

pada berbagai ukuran (mesh) dengan ber at buttom ash

100
80
mesh 60
60

mesh 30
mesh 16

40

mesh 8
20
0
1

2

3

4

wakt u ( jam )

Gambar 4.1 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase penyisihan
pada berbagai ukuran (mesh) dengan berat buttom ash 500 mg

Prosent ase penyisihan COD
( %)

100
80

mesh 60

60

mesh 30

40

mesh 16

20

mesh 8

0
1

2

3

4

wakt u ( jam )

Gambar 4.2 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase penyisihan
pada berbagai ukuran (mesh) dengan berat buttom ash 600 mg

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

Prosent ase penyisihan COD
( %)

100
80

mesh 60
mesh 30

60

mesh 16
40

mesh 8

20
0
1

2

3

4

wakt u ( jam )

Gambar 4.3 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase penyisihan
pada berbagai ukuran (mesh) dengan berat buttom ash 700 mg

Prosent ase penyisihan COD
( %)

100
80

mesh 60
mesh 30

60

mesh 16
40
mesh 8
20
0
1

2

3

4

wakt u ( jam )

Gambar 4.4 Hubungan antara lama pengadukan terhadap prosentase penyisihan
pada berbagai ukuran (mesh) dengan berat buttom ash 800 mg

Grafik diatas menunjukan hubungan antara prosentase penurunan COD
dengan ukuran mesh dan waktu pengadukan, terlihat bahwa semakin kecil ukuran
butir, maka semakin besar tingkat prosentase penurunan COD dan semakin lama
waktu pengadukan/agitasi maka semakin besar pula tingkat penurunan COD. Hal

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

28

ini terjadi karena semakin besar ukuran mesh maka ukuran butir pada adsorben
akan semakin kecil, sehingga besar luas permukaan kontak persatuan berat
menjadi semakin besar, Dengan demikian dapat menyerap adsorbat lebih banyak
dan kecepatan adsorpsi bertambah. Ukuran butir adsorben yang kecil bersifat
seperti molecular sieve, dimana unit material yang memiliki pori- pori kecil/halus,
pori-pori tersebeut dapat dengan selektif melanjutkan atau menangkap
molekul/adsorbat yang lewat (Anonim, 2008). Semakin kecil ukuran butir
adsorben maka semakin cepat pula pergerakan butiran adsorben sehingga
kecepatan difusi makin tinggi, semakin besar luas area adsorben semakin cepat
kecepatan difusi. Sebaliknya dengan ukuran butir yang besar (ukuran mesh kecil)
akan menghambat kecepatan proses adsorpsi, karena bentuk butiran yang besar
tidak beraturan dan pergerakannya yang konstan dan lamban akan memperlambat
proses adsorbsi (Dwiharto A, 2002). Ukuran butir yang besar mengakibatkan luas
permukaan menjadi kecil, dengan kata lain banyak celah pada air yang tidak
terkena kontak atau bersinggungan dengan adsorben. Ukuran partikel yang baik
untuk proses penyerapan antara -100/+200 mesh ( Anonim, 2008), struktur pori
merupakan factor yang sangat penting untuk di perhatikan. Pengadukan di
magsudkan untuk memberi kesempatan pada adsorben untuk bersinggungan
dengan adsorbat. Pada setiap grafik di atas, membutuhkan waktu singgung yang
lama untuk memperoleh hasil maksimal. Dalam proses batch waktu yang
digunakan cukup lama, ha1 ini dikarenakan tejadinya kesetimbangan adsorpsi
memerlukan waktu yang cukup lama, tidak hanya dalam waktu satu jam atau
dua

jam

saja.

proses

pengadukan yang singkat mungkin

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

menyebabkan

29

penyerapan adsorben tidak begitu sempurna sehingga diperoleh hasil yang
lebih sedikit atau penurunan konsentrasi setelah proses adsorpsi hanya sedikit.
Dari grafik didapat setiap bertambahnya waktu per tiap jam, terjadi kenaikan yang
cukup konstan. Pada grafik 4.1 sampai 4.4 dengan waktu kontak selama 4 jam
dapat menghasilkan penyisihan COD yang terbaik.
Pada grafik 4.1 sampai 4.4 di atas terlihat kenaikan yang signifikan dari
16 mesh menuju 30 mesh, kenaikan ini terjadi pada proses pengadukan selama 4
jam, hal ini terjadi karena pada ukuran butir yang besar maka akan membutuhkan
waktu kontak yang cukup lama untuk memperoleh hasil yang optimal dan juga
dikarenakan luas permukaan pada 16 mesh lebih kecil dari 30 mesh yang
mempengaruhi kapasitas adsorbsi. Begitu pula pada 8 mesh dan 60 mesh,
mengalami kenaikan yang sangat drastis, factor utama dari kenaikan yang sangat
drastis tersebut ialah pengaruh ukuran mesh. Dari grafik 4.1 terdapat fenomena
penurunan kualitas adsorben pada 30 mesh pada rentang waktu 2 jam dan pada
grafik 4.3 pada 30 dan 60 mesh pada rentang waktu 4 jam. Dari semua proses
terlihat penyisihan COD terjadi secara bertahap, dengan bertambahnya berat
media adsorben, semakin lama waktu pengadukan dan semakin kecil ukuran butir
adsorben , maka proses penyisihan COD mengalami kenaikan walaupun tidak
begitu signifikan, akan tetapi pada fenomena grafik 4.1 dan 4.3 malah mengalami
penurunan, kemungkinan hal ini terjadi karena pada saat semua sisi adsorben
terisi oleh adsorbat, media menjadi jenuh dan telah mencapai kapasitasnya. Pada
saat seperti itu adsorbat tidak dapat lagi diserap atau mungkin beberapa adsorbat
terlepas kembali ke dalam air. Selain itu juga dimungkinkan adanya fenomena

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

30

fisisorpsi karena ikatan yang tidak kuat, (Anonim, 2010), begitu pula pada pola
grafik lainnya yang mengalami kenaikan maupun penurunan kualitas hasil yang
tidak beratur. Adsorbsi menjadi semakin berkurang dengan semakin banyaknya
jumlah adsorbat yang diserap. Banyak sedikitnya masa (berat) adsorben tidak
terlalu mempengaruhi kualitas penyerapan karena semakin banyak media
penyerap begitu pula luas permukaan yang besar sedangkan partikel – partikel
adsorbat atau kontaminan tidak sebanding dengan banyaknya partikel penyerap
maka hal ini dapat menimbulkan adsorbat/kontaminan akan bersaing untuk
berikatan dengan adsorben dan kemungkinan adsorbat yang sudah terikat akan
terlepas kembali, karena adsorben memiliki gaya tarik menarik yang di sebut
dengan gugus hidroksil yang berada di permukaan pori. (Anonim, 2008) Oleh
karena itu perlu dilakukan pengujian masa optimal untuk mengukur dan
menentukan banyak sedikitnya jumlah adsorben yang

diperlukan

untuk

mendapatkan hasil yang maksimal, yang ditentukan dari banyak sedikitnya
adsorbat/kontaminan yang terkandung dalam air. Adsorpsi tergantung dari luas
permukaan adsorben, makin porous adsorben makin besar daya adsorpsinya.
Dengan semakin besar ukuran mesh dan semakin lama waktu pengadukan/agitasi
maka kemampuan adsorben dalam mengadsorbsi adsorbat akan menjadi
maksimal. Pada tiap mesh 8- 60 dan lama pengadukan 1 – 4 jam mengalami
penurunan,

tetapi

tidak semua penurunan/penyisihan yang di peroleh dapat

memenuhi syarat baku mutu no2/PERDA/2004. Dari grafik 4.4 dapat dilihat
bahwa dengan lama waktu pengadukan 4 jam menggunakan media bottom ash
dengan ukuran 60 mesh sudah memenuhi baku mutu dengan penyisihan COD

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

31

91.3 % atau konsentrasi akhir 40.8 mg/l dari konsentrasi awal 469.2 mg/l dan
memenuhi baku mutu yang di persyaratkan sebesar 50 mg/l

4.1.2 Hubungan antara waktu pengambilan sampling ter hadap prosentase
penyisihan COD (% ) untuk mencar i nilai penyisihan maksimum

Prosent ase penyisihan COD
( %)

100
80
60
60 m esh
40
20
0
1

2

3

4

5

Wakt u ( jam )

Gambar 4.5 Hubungan antara waktu pengambilan sampling terhadap prosentase
penyisihan COD (%) untuk mencari nilai penyisihan maksimum.

Dari Gambar 4.5 pengaruh waktu pengambilan sampling terhadap
penyisihan COD (%) dengan menggunakan perhitungan statistik yaitu analysis
quadratic, didapatkan nilai maksimum 98.5 % dengan waktu 5 jam, adsorben
mengalami kapasitas penyerapan optimal, apabila di lanjutkan pada jam
berikutnya maka adsorben akan mengalami kesetimbangan di tandai dengan
pergerakan grafik yang konstan dan stabil yang bisa di lihat pada pola grafik
berikut ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

32

4.1.3 Hubungan antara waktu pengambilan sampling ter hadap prosentase

Prosent ase Penyisihan COD
( %)

penyisihan COD (% ) untuk menentukan waktu kesetimbangan.

100
80
60

60 m esh

40
20
0
1

2

3

4

5

6

7

wakt u ( jam )

Gambar 4.6 Hubungan antara waktu pengambilan sampling terhadap prosentase
penyisihan COD (%) untuk menentukan waktu kesetimbangan.

Pada grafik 4.6 ketika adsorben telah mengalami kesetimbangan di
tandai dengan pergerakan grafik yang konstan dimana konsetrasi suatu produk
atau larutan tidak berubah oleh waktu.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

33

4.1.4 Hubungan antar a waktu ( t ) ter hadap kapasitas adsorpsi pada
ber bagai ukuran ( mesh )

Kapasit as Adsorpsi (mg solut e/ mg
adsorben )

500 mg
7 y = 1.573x + 0.085
y = 1.362x + 0.175
R² = 0.997
6
R² = 0.999
5
y = 0.891x + 0.52
R² = 0.928
4

60
30

3

16

2

8

y = 0.707x + 0.51
R² = 0.894

1
0
0

1

2

3

4

5

Wakt u ( jam )

Gambar 4.7 Hubungan antara waktu (t ) terhadap kapasitas adsorpsi pada berbagai
ukuran (mesh)

Kapasit as Adsorpsi (mg solut e/ mg
adsorben )

600 mg
4.5

y = 0.763x + 1.175
R² = 0.837

4
3.5

60

y = 0.598x + 1.08
R² = 0.794

3
2.5

30

2

16

1.5

8

1

y = 0.507x + 0.985
R² = 0.817

0.5
0
0

1

y = 0.094x + 1.39
R² = 0.047
2

3

4

5

Wakt u ( jam )

Gambar 4.8 Hubungan antara waktu (t ) terhadap kapasitas adsorpsi pada berbagai
ukuran (mesh)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

34

Kapasit as Adsorpsi (mg solut e/ mg
adsorben

700 mg
y = 0.985x + 0.41
R² = 0.977

5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

y = 0.205x + 0.675
R² = 0.635

y = 0.621x + 0.63
R² = 0.994

y = 0.342x + 0.765
R² = 0.883

60
30
16
8

0

1

2

3

4

5

Wakt u ( jam )

Gambar 4.9 Hubungan antara waktu (t ) terhadap kapasitas adsorpsi pada berbagai
ukuran (mesh)

Kapasit as Adsorpsi (mg solut e/ mg
adsorben

800 mg
y = 1.159x - 0.185
R² = 0.989
y = 0.006x + 1.115
R² = 0.000
y = 0.649x + 0.465

5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

60

R² = 0.943

30

y = -0.078x + 0.93
R² = 0.113

16
8

0

1

2

3

4

5

Wakt u ( jam )

Gambar 4.10 Hubungan antara waktu (t ) terhadap kapasitas adsorpsi pada
berbagai ukuran (mesh)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

35

Dari grafik di atas

hubungan antara waktu ( t ) terhadap kapasitas

adsorpsi pada berbagai ukuran ( mesh ), bisa di lihat pada ukuran 60 mesh waktu
pengadukan selama 4 jam dan berat media 800 mg dapat mencapai kapasitas
adsorpsi terbaik yaitu sebesar 0.54 mg solute / mg adsorben

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap air payau yaitu air yang
berada di daerah pantai timur surabaya, dapat diambil kesimpulan seperti di
bawah ini :
1. Kemapuan penyisihan kandungan COD air payau dapat mencapai hasil terbaik
yaitu sebesar 91.3 %. Hal ini terjadi pada waktu pengadukan 4 jam dengan
ukuran media bottom ash 60 mesh dan berat media bottom ash 800 mg di
dapat COD akhir sebesar 40..8 mg/l. Nilai ini sudah memenuhi syarat kimia
pada criteria sesuai Peraturan Daerah Kota Surabaya No.02/PERDA/2004,
yaitu 50 mg/l. Besar kecilnya ukuran mesh sangat mempengaruhi penyisihan
konsentrasi COD. Kecepatan adsorpsi akan semakin bertambah dengan
semakin kecilnya ukuran dari diameter adsorben.
2. Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben sangat mempengaruhi suatu
proses adsorbsi. Semakin lama waktu kontak yang terjadi pada suatu proses
adsorbsi akan semakin besar adsorbat yang teradsorbsi sampai menemukan
titik kesetimbangan Semakin besar luas area permukaan adsorben maka
semakin cepat kecepatan difusi. Bottom ash dapat dipakai untuk menurunkan
kandungan bahan organik (COD) air payau

36
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

37

5.2 Saran
Perlu dilakukan uji coba di lapangan terhadap air payau yang masuk ke
tambak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAF T AR P UST AK A

Adriyani, R., 1999, Uji Kemampuan Furnance Buttom Ash (FBA) sebagai Media
Adsorpsi untuk Menurunkan Tembaga (Cu) dalam Air.
Aini, N., 2002, Kemampuan adsorpsi Karbon Aktif Tempurung Kemiri untuk
Menurunkan Phenol.
Anonim, 2008, Abu Batubara Sebagai Adsorben, majarimagazine.
Anonim, 2010, Adsorpsi ion Logam