Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara Chapter III V

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Oktober - Desember 2016. Penelitian
ini dilakukan di Desa Habincaran dan Desa Hutagodang, Kecamatan Ulu Pungkut,
Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Analisis fitokimia
dilaksanakan di Laboratorium Pascasarjana Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat dan Bahan Analisis Vegetasi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital untuk
dokumentasi, pita ukur untuk mengukur diameter, parang untuk membuka jalan
hutan, tali tambang untuk membuat plot, kompas untuk menentuan azimuth,
kalkulator untuk menghitung INP, kantung plastik untuk membawa sampel daun,
alat tulis untuk menulis data. Alat yang digunakan untuk pengkoleksian dan
pengawetan jenis yang belum dikenali guna identifikasi lebih lanjut adalah
gunting, kertas koran, dan kertas label.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet untuk menulis
data jenis tumbuhan, peta lokasi penelitian, dan buku identifikasi tumbuhan.
2. Alat dan Bahan Pengujian Fitokimia
Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah Pipet tetes untuk

mengambil larutan, tabung reaksi untuk pengujian, erlenmeyer untuk ekstraksi
sampel, plat kromatografi lapis tipis (KLT) untuk pengujian asam sulfat, hot plate

Universitas Sumatera Utara

untuk memanaskan kaca KLT dan sprayer untuk menyemprotkan larutan CeSO4
pada kaca KLT.
Bahan

yang

digunakan dalam pengujian

adalah

Methanol untuk

mengekstraksi sampel daun yang akan diuji dan sebagai reagensianya adalah
Pereaksi Lieberman-Bouchard untuk uji alkaloid, Pereaksi Maeyer, Pereaksi
Dragendorff untuk uji flavonoid/tanin, Cerium Sulfat (CeSO4) 1% untuk uji

terpen, FeCl3 1% untuk uji fenolik, dan aquades untuk uji saponin.
Prosedur Penelitian
1. Aspek Pengetahuan Lokal
Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui informasi
tumbuhan beracun di masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara. Informan
kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah pimpinan mayarakat setempat dan
ahli pengobatan tradisional. Data yang diperoleh dari hasil wawancara bersama
informan kunci ditabulasikan dan dianalisa secara deskriptif.
2. Aspek Keanekaragaman
Pengumpulan data tumbuhan beracun dilakukan dengan menggunakan
metode sampling plot dimana penentuan titik awal ditentukan dengan Kombinasi
Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak. Plot dibuat dengan ukuran 20 x 20
m, dengan jumlah 126 plot (IS = 0,1 %), kemudian dilakukan pengamatan
langsung di lapangan. Apabila ada jenis tertentu yang tidak diketahui maka
sampel diherbariumkan dan diidentifikasi dengan buku panduan tumbuhan
(P.67/Menhut-II/20).
.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Desain Plot Tumbuhan Beracun

Untuk mengetahui komposisi jenis pohon yang mendominasi komunitas
tegakan dihitung nilai pentingnya menggunakan rumus Soerianegara & Indrawan
(1988) :
a. Kerapatan suatu jenis (K)
�=

∑�������� ����� �����
���� ����� �����ℎ

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
KR =

� ����� �����
� 100%
∑� ������ℎ �����

c. Frekwensi suatu jenis (F)
F=


∑��� ����� ��������� ����� �����
∑ ������ℎ ��� �����

d. Frekwensi relatif suatu jenis (FR)
FR =

� ����� �����
� 100%
∑� ������ℎ �����

Universitas Sumatera Utara

e. Dominansi (D)
�=

∑���� ������ ����� ����� �����
���� ����� �����ℎ

f. Dominansi Relatif (DR)

DR =

� ����� �����
� 100%
∑� ������ℎ �����

Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tumbuhan bawah (under stories),
semai (seedling), dan pancang (sapling) dihitung dari nilai kerapatan relatif (KR)
dan frekuensi relatif (FR) :
INP = KR + FR + DR
Untuk

mengetahui

keanekaragaman

jenis

(H’)


dihitung

dengan

menggunakan rumus Shannor-Wienner (Kent & Paddy, 1992) :
H’ = - Σ (ni/N) ln (ni/N)
Keterangan :
H’ = indeks Shannon = indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Ni = jumlah individu dari suatu jenis i
N = jumlah total individu seluruh jenis
Besarnya

indeks keanekaragaman

jenis

menurut

Shannon-Wiener


didefenisikan sebagai berikut :
a. Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
adalah melimpah tinggi
b. Nilai H’ 2- 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
sedang melimpah
c. Nilai H’ < 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
adalah sedikit atau rendah (Indriyanto, 2006).

Universitas Sumatera Utara

3. Aspek Fitokimia
Aspek fitokimia mengacu kepada pendeteksian kandungan metabolit
sekunder yang berpotensi sebagai biopestisida. Jenis-jenis tumbuhan beracun
dideteksi kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu
senyawa alkaloid, terpen, tanin dan saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang
dilakukan berdasarkan Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam (2010) adalah
sebagai berikut:
a. Pengujian Alkaloid
Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya
direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Kemudian masukkan

larutan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan reagen Lieberman-Bouchardad,
reagen Maeyer, dan reagen Dragendorff. Kocok dan perhatikan perubahan
warna.
b. Pengujian Terpen
Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya
direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Kemudian ambil
sedikit ekstraksi sampel teteskan pada media KLT, semprotkat Cerium sulfat
(CeSO 4 ) pada permukaan KLT yang telah di tetesi ekstraksi sampel tadi, lalu
panaskan KLT dengan hotplate, perhatikan perubahan warnanya.
c. Pengujian Flavonoid/Tanin
Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya
direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Masukkan ekstraksi ke
dalam tabung reaksi, tambahkan FeCl3 lalu dikocok. Perhatikan perubahan
warnanya.

Universitas Sumatera Utara

d. Pengujian Saponin
Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya
direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Masukkan ekstraksi

kedalam tabung reaksi lalu tambahkan aquades. dimasukkan ke dalam tabung
reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Kocok dan perhatikan apa berbusa
atau tidak.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tumbuhan Beracun yang Dikenal Masyarakat Sekitar Ulu Pungkut,
Mandailing Natal
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang dikenal masyarakat sekitar hutan
lindung Ulu Pungkut ada 5 jenis. Informasi diperoleh dari wawancara bersama
seorang informan kunci yang merupakan salah satu informan kepercayaan ketua
balai Taman Nasional Batang Gadis. Namun setelah diuji kandungan fitokimia
pada daun, tumbuhan yang diidentifikasi mengandung racun bertotal 7 jenis.
Umumnya tumbuhan beracun memiiki ciri-ciri antara lain warnanya mencolok,
memiliki getah berwarna putih susu, daunnya berbulu halus, berduri, serta dijauhi
oleh hewan-hewan herbivora. Tumbuhan beracun yang ditemukan di desa
Habincaran dan Hutagodang memiliki respon langsung apabila terkena bagian
tubuh manusia seperti menimbulkan rasa gatal, rasa terbakar, perih, serta kulit

terkelupas.
Bagian tumbuhan yang beracun biasanya terdapat pada daun, bunga, getah
serta umbinya. Sebagian besar masyarakat cukup mengenal dengan baik beberapa
jenis tumbuhan beracun, namun ada juga yang masih belum mengetahuinya.
B. Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Desa
Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten
Mandailing Natal
Masyarakat sekitar Hutan Lindung Ulu Pungkut pada umumnya masih
bergantung pada hutan, karena sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan
areal sekitar hutan untuk berkebun. Beberapa tumbuhan hutan juga dijadikan

Universitas Sumatera Utara

sebagai bahan masakan sehari-hari, mengingat kondisi desa yang jauh dari
perkotaan dan pasar tradisional terdekat hanya buka pada hari tertentu. Jenis
tumbuhan beracun yang tumbuh di Hutan Lindung Ulu Pungkut dari tingkat
tumbuhan bawah sampai pohon dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Desa Habincaran
dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal.
No

1.

Tingkat
Tumbuhan
Bawah

Nama Lokal
Antoladan
Langge
Ringgu
Supi

2.

Semai

3.
4.
5.

Pancang
Tiang
Pohon

Jelatong
Ginje
Jelatong
Jelatong
Jelatong
Ginje
Monton

Nama Latin
Philodendron
ligulatum
Homalomena
propinqua
Philodendron
ornatum
Rubus
moluccanus
Litsea grandis
Gluta spp.
Litsea grandis
Litsea grandis
Litsea grandis
Gluta renghas
Antidesma
bunius

KR

FR

0.76

2.14

1.42

DR

INP

H’

-

2.90

2.09

2.44

-

3.87

0.09

0.31

-

0.40

0.85

2.14

-

2.99

0.97
0.32
2.55
4.44
0.35
0.35

1.90
0.63
3.10
4.84
0.38
0.38

3.41
0.14
0.72

2.88
0.96
5.64
12.70
0.87
1.44

0.70

0.76

0.61

2.06

2.23
2.81
3.06
3.31

Berdasarkan pada Tabel 1, terdapat lima tingkatan klasifikasi aspek
keanekaragaman yang di analisis. Pada tingkat tumbuhan bawah, INP tertinggi
tumbuhan beracun terdapat pada tumbuhan Langge (Homalomena propinqua),
dengan nilai KR sebesar 0,76 % dan FR sebesar 2,14 %, sehingga nilai INP nya
adalah 2,90. Sedangkan INP terendah terdapat pada tumbuhan Ringgu
(Philodendron ornatum), dengan nilai KR 0,09 % dan nilai FR 0,31 %. Jumlah
INP nya menjadi 0,40 %.
Tingkat semai hanya ditemukan 2 jenis tumbuhan beracun. INP tertinggi
tumbuhan

beracun

tingkat

semai

terdapat

pada

tumbuhan

Jelatong

(Litsea grandis), dengan INP 2,88 %. Nilai KR tumbuhan Jelatong adalah sebesar
0,97 %, sedangkan nilai FR nya sebesar 1,90 %. Lalu terdapat juga tumbuhan

Universitas Sumatera Utara

dengan nilai INP terendah yaitu tumbuhan Ginje (Gluta spp.). Nilai KR yang
dimiliki Ginje adalah sebesar 0,32 %, dengan nilai FR sebesar 0,63 %, sehingga
total INP nya hanya mencapai 0,96 % saja.
Tingkat pancang, hanya ditemukan satu jenis tumbuhan beracun, yaitu
Jelatong (Litsea grandis), dengan INP sebesar 5,64. Dengan nilai KR sebesar 2,55
% dan FR sebesar 3,10 %.
Tingkat tiang juga hanya ditemukan satu jenis, Jelatong (Litsea grandis),
dengan nilai KR, FR, dan DR masing-masing adalah sebesar 4,44 %, 4,48 %, dan
3,41 %, sehingga total INP nya adalah 12,70 %. Beragamnya nilai INP ini
menunjukkan adanya pengaruh lingkungan tempat tumbuh seperti kelembaban,
suhu dan tidak mampu atau kalah berkompetisi, seperti perebutan akan zat hara,
sinar matahari dan ruang tumbuh dengan jenis-jenis lainnya yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan dari diameter batang pohon. Selain INP ditentukan
dengan diameter batang, nilai ini juga dipengaruhi oleh umur suatu pohon.
Menurut Odum (1971), jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar,
dan dalam menentukan suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah
diameter batangnya. Keberadaan jenis dominan pada lokasi penelitian menjadi
suatu indikator bahwa komunitas tersebut berada pada habitat yang sesuai dan
mendukung pertumbuhannya.
Tingkat terakhir, yaitu pohon, tumbuhan dengan INP tertinggi adalah
Monton (Antidesma bunius), dengan nilai KR sebesar 0,70 %, nilai FR sebesar
0,76 %, dan nilai DR sebesar 0,61 %. INP yang dimiliki tumbuhan Monton di
tingkat pohon ini adalah sebesar 2,06 %. Tumbuhan dengan INP terendah adalah
Jelatong (Litsea grandis), dengan KR 0,35 %, FR 0,38 % dan DR 0,14 %,

Universitas Sumatera Utara

sehingga total INP dari tumbuhan Jelatong adalah 0,87. Soerianegara (1967),
menyatakan bahwa didalam masyarakat hutan, sebagai akibat persaingan,jenisjenis tertentu lebih berkuasa (dominan) dari pada yang lain.
Menurut Indriyanto (2006), untuk memperkirakan keanekaragaman
spesies, indeks keanekaragaman yang dapat digunakan dalam analisis komunitas
tumbuhan adalah indeks Shanon-Wiener (H’). Berdasarkan Tabel 1, pada tingkat
tumbuhan bawah, memiliki nilai H’ sebesar 2,09. Tingkat semai, memiliki nilai
H’ sebesar 2,23. Tingkat pancang, memiliki nilai H’ sebesar 2,81. Tingkat tiang,
memiliki nilai H’ sebesar 3,06. Dan tingkat pohon, memiliki nilai H’ sebesar 3,31.
Berdasarkan nilai H’ yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat

tumbuhan

bawah,

semai,

dan

pancang

menunjukkan

bahwa

keanekaragaman spesies cukup melimpah. Pada tingkat tiang dan pohon,
menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies melimpah tinggi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Indriyanto (2006) yang menyatakan bahwa nilai H’ lebih dari
3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah
melimpah tinggi. Nilai H’ 2- 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada
suatu transek sedang

melimpah. Nilai H’ < 2

menunjukkan

bahwa

keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah.
C. Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Desa Habincaran dan
Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal
Berikut adalah jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung
Ulu Pungkut dapat dilihat pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Data Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Lindung Ulu Pungkut
No.

Nama Jenis

Bagian yang
Beracun

1.

Antoladan

Getah

2.

Ginje

Getah

3.

Jelatong

Daun, Getah,
Bunga

4.

Langge

Umbi

5.

Monton

Daun

6.

Ringgu

Getah, Umbi

7.

Supi

Daun

Ciri-ciri Umum

Efek Racun

Daun berbentuk oval panjang dengan
ujung runcing, memiliki buah
berbentuk bulat panjang.
Getah berwarna hitam, daun lebar,
tinggi pohon mencapai 15 m.

Gatal, kulit
terkelupas

Daun lebar, bunga berwarna putih

Gatal

Daun mirip talas namun dengan
ukuran lebih kecil serta tulang daun
yang rapat.
Pohon dengan daun lebar, memiliki
buah
Tumbuhan bawah, mirip talas tetapi
permukaan daun lebih licin dan
mengkilap, berwarna hijau tua.
Buah berry berwarna merah, daun
menjari bergerigi, batang berduri.

Gatal

Gatal
Mengganggu
pencernaan
Gatal
Mengganggu
pencernaan

Deskripsi tumbuhan beracun yang ditemukan dapat dilihat pada gambar 3
sampai dengan gambar 9.
1. Antoladan (Philodendron ligulatum Schott.)
Antoladan merupakan jenis tumbuhan beracun dari tingkat tumbuhan
bawah yang berasal dari family Araceae. Kandungan metabolit sekunder
yang terkandung pada tumbuhan ini adalah terpen. Karakteristik tumbuhan
ini dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Antoladan (P. ligulatum)

Universitas Sumatera Utara

Tumbuhan yang ditemukan pada ketinggian 1150-1215 mdpl ini,
dari hasil wawancara bersama informan kunci, apabila getahnya terkena
kulit, maka akan menimbulkan rasa gatal. Filmer (2012) menyatakan
bahwa getah tumbuhan ini mengandung kristal oksalat. Kristal yang
berbentuk jarum ini dapat mengiritasi kulit, mulut, lidah, dan tenggorokan,
sehingga tenggorokan bengkak, kesulitan bernafas, menimbulkan sakit
seperti terbakar, dan sakit perut. Getah tumbuhan ini dapat menyebabkan
dermatitis seperti ruam pada kulit. Tumbuhan yang termasuk tumbuhan
hias ini berbahaya bagi beberapa hewan peliharaan rumah seperti kucing,
anjing, ikan dan kelinci (WPC, 2012).
2. Ginje (Gluta renghas)
Tumbuhan Ginje adalah pohon yang termasuk dalam famili
Anacardiaceae merupakan sumber kayu yang penting di Indonesia. Spesies
yang ditemukan pada ketinggian 1150 Mdpl ini, dikenal karena getahnya
sangat beracun yang dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan dapat
melumpuhkan orang (Balittra, 2013). Menurut Gussuwana et al (2015),
rengas memiliki musim berbunga disepanjang tahun. Rengas tumbuh di
hutan primer, rawa, rawa gambut, daerah pantai, tepi sungai, dan hutan
dataran rendah hingga perbukitan.Rengas dapat ditemukan di daerah
Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Karakteristik
tumbuhan ini disajikan pada gambar 4.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Ginje (G. renghas)

Menurut hasil wawancara, getah dari pohon ginje sangat
berbahaya, dan sering digunakan manusia untuk keperluan kejahatan.
Getah dari pohon ini, berwarna hitam pekat seperti warna aspal cair.
Apabila getahnya terkena kulit, akan menimbulkan iritasi yang sangat
parah, rasa gatal serta terbakar, bahkan kulit akan terkelupas. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Gussuwana et al (2015), yang menyatakan
bahwa, getah rengas sangat beracun. Apabila terkena kulit, getah rengas
bisa menyebabkan iritasi berat, bahkan bisa melumpuhkan manusia.
Hasil uji daun yang dilakukan menunjukkan bahwa tumbuhan ini
memiliki kandungan terpen. Saat ditemukan pohon ini sedang berbunga.
Bunganya sangat lebat dengan ukuran sangat kecil, hanya berdiameter 0,2
cm saja. Bunganya pun sangat berbahaya namun tidak seberbahaya
getahnya. Menurut ITD Guidelines (2012), bagian yang beracun dari
genus Gluta adalah serbuk kayu, kayu, daun, kulit kayu dan getahnya yang

Universitas Sumatera Utara

sangat sensitif apabila terkena kulit, menyebabkan dermatitis (infeksi
kulit), mengiritasi kulit, melepuh, serta bernanah.
Meski bersifat iritan, getah rengas punya khasiat untuk membasmi
jamur. Beberapa penelitian menyebutkan rengas mengandung senyawa
ursiol, rengol, glutarengol, laccol, dan thitsiol. Sedangkan kayunya punya
senyawa

golongan

steroid,

lipid,

benzenoid

dan

flavonaloid

(Balittra, 2013)
3. Jelatong (Litsea grandis)
Tumbuhan Jelatong merupakan jenis pohon yang termasuk dalam
famili Lauraceae. Tinggi pohon dapat mencapai lebih dari 5 meter dengan
diameter lebih dari 20 cm. Ditemukan tumbuh pada ketinggian 1000 –
1500 Mdpl.. Deskripsi tumbuhan ini saat dijumpai di lokasi penelitian
adalah lokasi tempat tumbuhnya terkena cahaya matahari. Menurut
Silitonga (2015), Tumbuhan ini hidup di tanah kering berserasah. Hidup
secara soliter. Bunganya majemuk, bentuk malai, berwarna putih. Tipe
perakaran tumbuhan ini adalah tipe akar tunggang. Karakteristik tumbuhan
ini dapat dilihat pada gambar 5.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Jelatong (L. grandis)

Berdasarkan hasil wawancara, tumbuhan ini akan menimbulkan
rasa gatal dan menyebabkan iritasi apabila daun atau bunganya menyentuh
kulit. Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan tannin,
flavonoid, alkaloid, dan saponin pada daun.
4. Langge (Homalomena propinqua Ridl.)
Langge merupakan tumbuhan bawah yang masih satu family
dengan talas-talasan. Pada umumnya tumbuhan ini tumbuh baik pada
daerah yang lembab dan intensitas cahaya kurang dan biasa hidup secara
berkelompok (Silitonga, 2015). Tumbuhan yang termasuk dalam family
Araceae ini, dapat ditemukan pada ketinggian sampai 1450 mdpl. Sama
seperti tumbuhan family Araceae lainnya, tumbuhan Langge mengandung
kristal oksalat. Karakteristik tumbuhan Langge dapat dilihat pada
gambar 6.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Langge (H. propinqua)

Kandungan kimia yang terkandung adalah terpen. Daun tunggal,
tangkai panjangnya 50-60 cm, bulat berdaging. Helaian daun bentuknya
bangun jantung, ujung runcing, pangkal rompang, tepi rata, kedua
permukaan licin, pertulangan menyirip, panjang 70-90 cm, lebar 20-35 cm,
dan berwarna hijau tua. Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi. Biji
tidak ditemukan pada saat diidentifikasi. Tipe perakarannya merupakan
tipe perakaran serabut.
5. Monton (Antidesma bunius (L.) Spreng)
Monton merupakan pohon dari family Euphorbiaceae. Ditemukan
tumbuh pada ketinggian 1000-1200 Mdpl. Menurut KPS (2013), Tinggi
tumbuhan ini dapat mencapai 30 m, diameter dapat mencapai 85 cm,
percabangan dekat permukaan tanah, tajuk cukup padat, daun lonjong agak
memanjang dengan bentuk pangkal agak membulat, bunga majemuk
tersusun daam malai dan bertangkai pendek, buat berbentuk bulat dan

Universitas Sumatera Utara

matang tidak secara bersamaan. Karakteristik tumbuhan ini dapat dilihat
pada gambar 7.

Gambar 7. Daun dan Buah Monton (A. bunius)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, tumbuhan
monton tidaklah beracun dan buahnya bisa dikonsumsi, namun saat
dilakukan uji kandungan metabolit sekunder, terdapat kandungan terpen
pada daun tumbuhan ini. Dalam penelitian beberapa tumbuhan yang
termasuk dalam marga Antidesma juga menunjukkan adanya efek
antibakteri (Narod et al., 2004), efek antiinflamasi (Rizvi et al., 2005), dan
efek sitotoksik (Puspitasari, 2009).
6. Ringgu (Philodendron ornatum Schott)
Ringgu merupakan jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada
ketinggian kurang dari 1100 Mdpl. Merupakan family dari Araceae.
Kandungan metabolit sekunder yang teridentifikasi adalah berasal dari
senyawa terpen. Daun berbentuk seperti hati, permukaan atas mengkilap,
tipe perakaran serabut. Dilihat dari kondisi lapangan saat ditemukan,

Universitas Sumatera Utara

tumbuhan ini hidup pada kondisi yang sedikit lembab dan berada dibawah
naungan tajuk pohon. Karakteristik tumbuhan Ringgu dapat dilihat pada
gambar 8.

Gambar 8. Ringgu (P. ornatum)

Berdasarkan hasil wawancara, getah dari tumbuhan ini akan
berefek gatal apabila terkena kontak langsung dengan kulit. Berdasarkan
dari riset Fisher (2007), daun, batang, dan getah dari tumbuhan
Philodendron dapat menyebabkan keracunan apabila di konsumsi oleh
hewan ternak atau hewan peliharaan.
7. Supi (Rubus moluccanus L.)
Supi merupakan tumbuhan merambat yang ditemukan hidup di
ketinggian 1200-1400 Mdpl. Merupakan family dari Rosaceae. Ditemukan
tumbuh pada lingkungan yang terlindung dari sinar matahari, hidup di
tanah agak lembab hingga lembab. Tepi daun bergerigi dan permukaan
daun berbulu. Bunga majemuk berwarna putih tersusun dalam malai. Buah
berwarna

merah

cerah

mencolok

apabila

sudang

matang.

Tipe

Universitas Sumatera Utara

perakarannya adalah akar tunggang. Karakteristik tumbuhan ini dapat
dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Supi (R. moluccanus)

Berdasarkan hasil wawancara, tumbuhan supi tidaklah beracun,
bahkan buahnya dapat dikonsumsi dengan rasa yang asam. Namun setelah
dibawa ke laboratorium, ternyata terdapat kandungan terpen pada uji daun
yang dilakukan.
D. Hasil Uji Fitokimia Tumbuhan Beracun
Kandungan metabolit sekunder yang diuji pada tumbuhan sebagai
indikator adanya racun didalam tubuh tumbuhan ada 4 golongan yang umum diuji
yaitu senyawa tanin, terpen, alkaloid, dan saponin. Data hasil pengujian fitokimia
tumbuhan beracun dapat ditunjukkan dalam Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Aktifitas Tanin
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa
pahit dan kelat,

yang bereaksi dan menggumpalkan protein atau berbagai

senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa
tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berperan penting untuk melindungi
tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan
pertumbuhan (Simanullang, 2015)
Senyawa tanin dan flavonoid adalah senyawa turunan fenolik. Struktur
senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa tanin atau
flavonoid. Fungsi aktifitas senyawa tanin menurut Goldstein dan Swain (1965)
adalah sebagai penghambat enzim hama. Fungsi aktivitas senyawa Flavonoid
adalah sebagai antimikroba (Leo, 2004), antibakteri (Schütz, 1995) dan antifungi
(Tahara,1994).
Pereaksi dalam pengujian tanin adalah FeCl3 . Uji skrining menunjukkan
adanya kandungan tanin apabila muncul perubahan warna menjadi hitam saat
tumbuhan direaksikan dengan senyawa pereaksi. Berdasarkan sampel dari data
hasil pengujian pada Tabel 2, hanya tumbuhan L. grandis yang mengandung
senyawa tannin. Tumbuhan yang mengandung senyawa golongan tanin
merupakan jenis-jenis yang berpotensi sebagai pestisida.
Aktifitas Terpen
Terpen adalah suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh
tumbuhan dan terutama terkandung pada getah serta vakuola selnya. Modifikasi
dari senyawa golongan terpen, yaitu terpenoid, merupakan metabolit sekunder
tumbuhan. Selain telah ditemukannya kamper melalui penelitian mengenai terpen,

Universitas Sumatera Utara

telah banyak juga ditemukan bahan aktif ideal sebagai pestisida alami
(Sirait, 2013). Fungsi aktifitas senyawa terpen adalah sebagai antibakteri

(Wang

et al, 1997), antivirus (Nakatani et al, 2002), pestisida dan insektisida (Siddiqui et
al, 2002).
Pereaksi dalam pengujian terpen adalah Lieberman Bouchard dan CeSO 4 .
Uji skrining menunjukkan adanya kandungan terpen apabila muncul perubahan
warna menjadi coklat saat sampel tumbuhan direaksikan dengan senyawa pereaksi
Lieberman Bouchard dan merah saat sampel tumbuhan direaksikan dengan
senyawa pereaksi CeSO 4 . Berdasarkan dari data hasil pengujian pada Tabel 2,
hampir seluruh sampel tumbuhan yang diuji mengandung senyawa terpen.
Tumbuhan dari jenis P. ligulatum, G. renghas, H. propinqua, A. bunias,
P. ornatum, R. moluccanus berpotensi sebagai insektisida ataupun fungisida.
Aktifitas Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan banyak terdapat pada tumbuhan. Fungsi alkaloid
yang dikenal sebagian besar terkait pada sistem perlindungan, misalnya senyawa
aporphine

alkaloid

liriodenine

dihasilkan

oleh

tumbuhan

tulip

untuk

melindunginya dari serangan jamur parasit dan senyawa alkaloid lainnya pada
tumbuhan tertentu untuk mencegah serangga memakan bagian tubuh tumbuhan.
Fungsi aktifitas senyawa alkaloid menurut Atta-ur-Rahman et al (1997) adalah
sebagai antibakteri dan antifungi.
Pereaksi dalam pengujian alkaloid adalah Bouchardart, Maeyer, dan
Dragendorf. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan alkaloid ditandai dan
dengan munculnya endapan berwarna coklat ketika sampel di reaksikan dengan

Universitas Sumatera Utara

pereaksi Bouchardart, coklat sampai hitam ketika sampel di reaksikan dengan
pereaksi Dragendorf dan kuning ketika sampel di reaksikan dengan pereaksi
Maeyer. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada Tabel 2, daun L. grandis
menunjukkan hasil positif ketika sampel daun direaksikan dengan pereaksi
Dragendorf. Sedangkan tumbuhan lainnya menunjukkan tanda negatif. Sampel
L. grandis yang mengandung senyawa golongan alkaloid ini merupakan jenis
yang berpotensi sebagai insektisida ataupun fungisida.
Aktifitas Saponin
Saponin adalah sebuah kelas senyawa kimia, salah satu dari banyak
metabolit sekunder yang dapat ditemukan di sumber-sumber alam, ditemukan
berlimpah dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa ini bersifat amfipatik, dan
menghasilkan buih saat diguncang dalam larutan air. Saponin yang umumnya
larut dalam air beracun bagi ikan dan kebanyakan jenis tumbuhan beracun
mematikan seperti Deadly Nightshade (Atropa belladonna L.) mengandung racun
golongan senyawa saponin. Fungsi aktifitas senyawa saponin menunut
Hostettmann dan Marston (1995) adalah sebagai antimikroba, fungisida,
antibakteri, antivirus, pestisida, molluscisida, dan insektisida.
Pereaksi dalam pengujian saponin adalah Aquades. Uji skrining
menunjukkan adanya kandungan saponin ditandai dengan munculnya buih
permanen saat sampel tumbuhan dicampur dan diguncangkan bersama dengan
senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada Tabel 2, daun
L. grandis memunculkan buih permanen saat diguncang dengan Aquades. Hal ini
menunjukkan bahwa daun L. grandis mengandung senyawa golongan saponin.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini menyimpulkan bahwa daun dari L. grandis ini berpotensi sebagai
pestisida.
E. Manfaat Potensial Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Desa
Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten
Mandailing Natal
Data hasil pengujian pada Tabel 2 menunjukkan ketujuh jenis tumbuhan
beracun di Hutan Lindung Desa Habincaran dan Desa Hutagodang dapat
berpotensi sebagai pestisida, insektisida ataupun fungisida meskipun belum dapat
dipastikan penentuan secara rinci sasaran hamanya agar penerapannya tepat
sasaran. Jenis-jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan terpen dengan
kadar tinggi adalah A. bunias dan P. ligulatum Hasil uji skrining terpen pada
kedua jenis ini sama-sama positif tiga. Kedua jenis ini memiliki manfaat potensial
sebagai bahan alami pestisida. Namun bukan berarti tumbuhan yang lain tidak
berpotensi sebagai pestisida alami, hanya saja yang paling berpotensi adalah dari
kedua jenis ini.
Satu-satunya jenis tumbuhan beracun yang memiliki kandungan alkaloid,
tannin dan saponin adalah L. grandis. Hasil uji skrining alkaloid, tannin, dan
saponin dari jenis ini sama-sama menunjukkan hasil positif satu. Jenis ini
memiliki manfaat potensial sebagai bahan alami insektisida ataupun fungisida.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti juga masih memiliki manfaat
potensial lainnya seperti pada jenis P. ligulatum, H. propinqua, P. ornatum
berpotensi sebagai tumbuhan hias; jenis R. moluccanus berpotensi sebagai obat
tradisional untuk penyakit muntaber; jenis G. renghas kayunya sangat bagus

Universitas Sumatera Utara

dijadikan sebagai bahan bangunan; jenis L. grandis dapat dijadikan tumbuhan
obat, dan jenis Antidesma bunius buahnya bisa dijadikan olahan makanan.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Tumbuhan beracun yang diketahui oleh masyarakat pada kawasan Hutan
Lindung Desa Habincaran dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut
Kabupaten Mandailing Natal ada lima jenis antara lain adalah Antoladan
(P. ligulatum), Langge (H. propinqua), Ringgu (P. ornatum), Ginje
(G. renghas), dan Jelatong (L. grandis).

2.

Jenis tumbuhan beracun yang diidentifikasi mengandung racun ada tujuh
jenis, yaitu Antoladan (P. ligulatum), Langge (H. propinqua), Ringgu
(P. ornatum), Ginje (G. renghas), dan Jelatong (L. grandis), Supi
(R. moluccanus), dan Monton (A. bunius).

3.

Jenis tumbuhan beracun yang paling banyak dan dominan tumbuh serta
memiliki potensi tinggi adalah L. grandis dan tingkat keanekaragaman
tumbuhan beracun pada kawasan Hutan Lindung Desa Habincaran dan Desa
Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal adalah
tergolong kategori rendah.

4.

Kandungan kimia yang terkandung di dalam tujuh tumbuhan beracun yang
diteliti antara lain adalah senyawa golongan terpen terkandung hampir di
semua tumbuhan beracun kecuali L. grandis. Senyawa golongan tannin,
alkaloid, dan saponin lah yang terkandung pada tumbuhan L. grandis.

Universitas Sumatera Utara

Saran
Dibutuhkan eksplorasi lebih lanjut agar dapat menemukan jenis tumbuhan
beracun lainnya yang belum diteliti khususnya pada ketinggian diatas 1500 Mdpl.
Selain itu perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi
pemanfaatan tumbuhan beracun sebagai biopestisida dan penanggulangan hama
agar penerapannya tepat sasaran.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab. Mandailing Natal (Studi Kasus : Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak)

2 62 69

Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab. Mandailing Natal (Studi Kasus : Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak)

0 0 11

Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab. Mandailing Natal (Studi Kasus : Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak)

0 0 2

Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab. Mandailing Natal (Studi Kasus : Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak)

1 6 3

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

0 0 12

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

0 0 2

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

0 0 3

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

0 0 8

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

0 2 4

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

0 1 12