Artikel Review: DAMPAK PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 451.2 474 2003 TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DAYAH | Muhammad | OJS Center 1535 2951 1 SM

ARTICLE REVIEW
DAMPAK PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 451.2/474/2003
TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DAYAH
Penulis
Reviewer
Penerbit
Jumlah

: Arfiansyah, Muhammad Riza
: Muhammad
: Jurnal Ilmiah Islam Futura
: 36 halaman

A. Latar Belakang
Dayah adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang terdapat di Daerah
Istimewa Aceh. Lembaga pendidikan ini sama halnya dengan pesantren yang ada di
pulau Jawa baik dari aspek fungsi maupun tujuannya kendatipun di sana terdapat
juga beberapa perbedaan yang penting. Di antara perbedaan itu, seperti dilihat di
Jawa Timur ialah bahwa pesantren itu merupakan satu tempat yang dipersiapkan
untuk memberikan pendidikan agama, sejak dari tingkat rendah sampai ke tingkat
belajar lebih lanjut.

Dalam istilahnya, pesantren merupakan sekolah pendidikan umum yang
persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu
umum. Bahkan ada pula pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja.
Model seperti ini disebut dengan pesantren Salaf. Pesantren atau pondok pesantren
biasanya juga sering disebut pondok, adalah sekolah Islam berasrama (Islamic
boarding school) dimana para santri belajar pada sekolah ini sekaligus tinggal pada
asrama yang disediakan pesantren yang dipimpin oleh seorang kyai.
Pendidikan dayah di Aceh dapat dibagi dalam dua bahagian, yaitu tingkat
menengah dan tingkat tinggi. Santri-santri yang belajar pada tingkat menengah pada
umumnya mereka mondok di dayah. Dalam masa belajar ini mereka

mengurus

semua keperluannya maupun memasak, menyuci pakaian. Pendidikan dayah Tingkat
Menengah disebut dengan istilah Rangkang dan guru

yang mengajar di sini disebut

teungku rangkang biasanya terdiri dari santri yang belajar di dayah tingkat tinggi
yang disebut bale.1

Kemajuan suatu dayah sangat bergantung kepada ulama yang memimpin,
bukan kepada nama dayah. Oleh karena itu kita mengetahui mengapa seseorang santri
itu pergi belajar ke dayah yang jauh sedangkan di dekatnya ada dayah. Hal ini
menunjukkan adanya kebebasan untuk memilih guru dan ilmu yang ingin dipelajari
seseorang. Adapun mata pelajaran yang dipelajari di dayah tingkat rangkang ini
antara lain: hukum-hukum agama (dalam bahasa Jawi), Ilmu Tauhid, Akhlak, Bahasa
Arab.

Penelitian ini bersifat kualitatif dan menyajikan data tentang efek bantuan
pemerintah kepada dayah-dayah yang ada di Aceh. Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dengan beberapa pimpinan dayah
baik tradisional maupun modern. Juga ada metode studi literasi atau kepustakaan
yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan atau masukan bagi peningkatan kualitas dayah serta
menjadi referensi bagi paran pembuat kebijakan khususnya yang menyangkut dengan
pembinaan dayah.
B. Pembahasan
1. Manajemen PendidikanDayah
Ada beberapa aspek kompetensi pendidikan dayah yaitu aspek kompetensi
dasar, kompetensi menengah atau lanjutan, dan kompetensi kepakaran. Kompetensi

dasar adalah standar keilmuan dan keterampilan keagamaan yang wajib dimiliki oleh
santri yang belajar di dayah dan memenuhi kebutuhannya untuk melaksankan praktik
agama dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi menengah adalah standar
1

Arfia syah Arfia syah a d Muha
ad Riza, DAMPAK PERATURAN GUBERNUR ACEH
NOMOR
. /
/
TERHADAP PENINGKATAN KUALITA“ PENDIDIKAN DAYAH
, o.
177–212.

:

pengetahuan dan keterampilan tingkat lanjut yang mencakup wawasan yang lebih
luas dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai ilmu-ilmu agama yang lebih
beragam dan fungsinya dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Kompetensi kepakaran
adalah suatu standar dimana santri menguasai secara utuh dan mendalam suatu

bidang ilmu agama, seperti Fiqh, Ushul Fiqh, Ilmu Falak, Hadis, Ulumul Quran,
Tafsir, Lughah, Tarikh, Tasawuf dan sebagainya.
Peningkatan mutu pendidikan dayah mencakup:
a. Biayapendidikan.
b. Kurikulumpendidikan
c. Pengendalian mutupendidikan
Biaya pendidikan meliputi penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan
pendidikan formal, nonformal dan pendidikan dayah sesuai kewenangannya,
pengelolaan dana pendidikan pada satuan pendidikan dayah yang berasal dari semua
sumber penerimaan ditetapkan dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja
dayah (RAPB Dayah) atas hasil musyawarah pimpinan dan teungku dayah dengan
disetujui oleh instansi pembina di kabupaten/kota.
Kurikulum pendidikan dayah ditetapkan oleh lembaga itu sendiri sesuai
dengan hasil rapat pimpinan dayah, sementara pada dayah modern mengikuti
kurikulum yang diterapkan di madrasah/sekolah Islam. Sehingga kurikulum pada
setiap dayah akan berbeda dengan dayah lainnya karena standar dari dayah yang
berbeda-beda

dalam


menerapkan

satuan

pembelajarannya.

Hal

ini

tentu

mempengaruhi kualitas lulusan dayah itu sendiri.
Dalam peningkatan mutu dayah maka aspek- aspek peningkatan mutu yang
harus diperhatikan yaitu: Sumber Daya Manusia mencakup pimpinan dayah, tenaga
pengajar. Pimpinan dayah di Aceh disebut abu, abah, abi dan walid. Murid/santri
merupakan unsur yang sangat penting dalam perkembangan sebuah dayah karena
langkah pertama dalam tahapan pembangunan dayah adalah harus ada murid yang
belajar dan menetap di rumah seorang alim baru memungkinkan untuk membangun


fasilitas yang lain. Murid biasanya terdiri dari dua kelompok yaitu murid lepas dan
murid mukim/meudagang. Santri lepas merupakan bagian santri yang tidak menetap
dalam dayah tetapi pulang ke rumah masing- masing sesudah selesai mengikuti suatu
pelajaran di dayah. Murid lepas biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar dayah.
Sedangkan murid meudagang yaitu murid yang menetap dalam dayah dan biasanya
mereka adalah berasal dari daerah yang jauh.
Sementara untuk meningkatkan mutu guru, dayah/teungku selama ini masih
kurang usaha untuk meningkatkan mutu mengajar mereka di dayah. Hanya sedikit
dari dayah yang melakukan peningkatan mutu guru dengan usaha mengirim guru
untuk mengikuti penataran yang melibatkan guru dayah se Aceh. Usaha lain yang
dilakukan adalah penyediaan kitab/buku bagi guru. Untuk meningkatkan mutu
pengajaran dan kualitas guru dayah perlu diadakan pembinaan teungku diantaranya:
a. Upgrading (penataran) melalui kursus atau pelatihan.
b. Pengkaderan (untuk guru madrasah atau pengganti abu)
c. Pencangkokan dengan mengambil orang luar dayah yang memiliki
kompetensi keilmuan yang cukup sebagai pengganti abu.
d. Perangkat pendidikan seperti asrama, masjid dan fasilitas lainnya sebagai
penunjang pendidikan, kurikulum.
2. Sumber Pembiayaan Pendidikan Dayah
Dalam menjalankan Proses Belajar Mengajar (PBM) di dayah, sangat

dibutuhkan ketersediaan biaya yang cukup demi kesuksesan proses belajar mengajar.
Sumber pendapatan pesantren (dayah) antara lain sebagai berikut:
1) kontribusi santri,
2) sumbangan dari individu atau organisasi,
3) sumbangan dari pemerintah bila ada,
4) dari hasil usaha, misalnya koperasi (syirkah) pesantren, kerjasama dengan
pihak luar, hasil penanaman modal, dan sumber-sumberlain yang sah
danhalal.
Pendidikan dayah yang merupakan salah satu bentuk dari pendidikan non
formal sudah barang tentu akan mendapatkan pembiayaan dari pemerintah. Menurut

Qanun Nomor 5 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, menyebutkan
bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk membiayai pendidikan dayah dalam
bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Bayah (RAPB Dayah). Selain itu,
bantuan dari pemerintah ini juga dapat dialokasikan dari benrbagai dana subsidi yang
sifatnya tidak mutlak mengikat, artinya besarannya tidak menentu karena yang
bersumber dari dana subsidi ini tidak bisa ditetapkan besarannya untuk dialokasikan
untuk pembinaan dan pemberdayaan dayah. Di Aceh, keberadaan Badan Pembinaan
Pendidikan Dayah ini salah satunya adalah sebagai penyalur bantuan dari pemerintah
untuk dayah-dayah yang ada di Aceh.

3. Komponen Pendidikan Dayah
Ada beberapa elemen penting dalam pendidikan dayah, elemen-elemen itu
adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Teungku
Masjid
Murid atau santri
Metode Pengajaran

4. Kendala PendidikanDayah
Ada sebagian permasalahan yang dianggap kendala oleh para pemerhati
pendidikan maupun pemerintah,tetapi bagi para pengelola dayah sendiri maupun
para santri-santrinya bukanlah dianggap kendala. Hal ini mengingat berbedanya
paradigma dan orientasi pendidikan yang ada di dayah dengan lembaga-lembaga
pendidikan lainnya. Di antara hal yang paling nyata adalah bahwa dayah
mempunyaiorientasi


pendidikan untuk semata-mata mencari ilmu dan dapat

mengembangkan ilmu tersebut ke berbagai pelosok, baik dengan cara berdakwah,
pengajian bahkan dengan mendirikan dayah-dayah lainnya di tempat mereka hidup.
Berikut ini beberapa kendala yang dianggap cukup berpengaruh dalam
perkembangan dayah:
a. Penyusunan Kurikulum
b. Manajemen Dayah

c. Pendanaan
d. Regenerasi pemimpin
e. Teknologi dan Informasi
Dalam sistem pendidikan dayah salafiyyah, hampir tidak ada dayah yang
menggunakan kurikulum pendidikan. Kebanyakan dayah di Aceh kurikulum
pendidikannya adalah murni dari kebijakan pimpinan dayah, sehingga tidak ada
patokan atau standar dari pembelajaran yang ingin dicapai. Selain itu, metode
pembelajaran yang berbeda-beda antara satu dayah dengan dayah lainnya juga
menjadi faktor yang menjadi kendala dalam pendidikan dayah. Jika kita ingin
melihat tentang landasan atau dasar dalam penyusunan kurikulum dayah, kita harus

melihat pribadi pimpinan dayah itu

sendiri terlebih dahulu. Artinya kita harus

mengetahui pandangan hidup pimpinan dayah tentang faktor-faktor yang melandasi
penyusunan kurikulum dayah itu.Di samping itu para pimpinan dayah juga sangat
jarang memperoleh pendidikan dalam bidang kurikulum, sehingga ia kurang mampu
menyusun kurikulum dalam periode-periode tertentu serta tidak dapat mengejar
target-target pengajaran tertentu.
Dalam tata kelola atau manajemen dayah juga banyak hal yang harus
dibenahi, umumnya para pimpinan dayah kurang memiliki pengetahuan dalam segi
manajemen keorganisasian. Kepemimpinan yang mereka laksanakan lebih cenderung
berdasarkan pengalaman serta hasil renungan mereka sendiri, bukan dari berbagai
teori manajemen ataupun pelatihan-pelatihan.
Dalam hal pendanaan juga ditemukan banyak kendala, ini disebabkan karena
umumnya dayah adalah usaha pribadi seorang ulama, bukan usaha suatu yayasan.
Dayah-dayah ini didirikan atas dasar dorongan tanggung jawab pribadi masingmasing ulama untuk mengembangkan pendidikan agama Islam selain dari tujuan
yang telah disebutkan di atas. Umumnya para pendiri dayah itu sendiri merupakan
alumni dari suatu dayah pula. Ia dianggap oleh masyarakat sekitarnya mempunyai
kemampuan


untuk

mengajarkan

anak-anak

mereka,

sehingga

masyarakat

mendukungnya. Kebanyakan pimpinan dayah mempunyai mata pencaharian layaknya
masyarakat perkampungan seperti bertani, berkebun serta hasil uluran tangan
masyarakat yang menyerahkan anak-anak mereka kepadanya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa dayah tidak memiliki suntikan dana untuk pembangunannya karena
ia bersifat milik pribadi dan sumber dananya hanya dari dana pribadi pimpinan serta
sumbangan dari pihak santri atau masyarakat sekitar saja.
Dalam hal regenerasi pemimpin, Kebanyakan dayah bertahan sampai
wafatnya pimpinan dayah tersebut. Hal ini dikarenakan para pimpinan tidak
mempersiapkan generasi yang akan memimpin lembaga dimaksud.2 Di samping itu,
karena dayah merupakan lembaga pribadi, bukan yayasan ataupun lembaga yang
melibatkan orang banyak, maka sulit kiranya mempertahankan eksistensi dayah
apabila pimpinannya telah meninggal dunia. Walaupun demikian terdapat juga
dayah-dayah yang sanggup mengatasi hal ini dengan cara mempersiapkan generasi
dari kalangan sendiri seperti anak kandung pimpinan atau menantu pimpinan untuk
melanjutkan lembaga dayah tersebut. Salah satu problema yang sulit dapat dirubah
adalah kebanyakan dayah tradisional memandang teknologi dan informasi modern
sebagai sesuatu yang tabu dan bahkan dianggap sebagai “barang haram” untuk
dibawa masuk ke dalam lingkungan dayah. Karena paradigma seperti itu, maka dalam
hal penyesuaian diri dayah tradisional dengan kemajuan teknologi dan informasi
mengalami

ketertinggalan. Ketertinggalan seperti ini sangat sulit untuk diubah

karena pimpinan dayah sulit untuk diajak beralih ke sistem manajemen dan
informatika modern.3
5. Kurikulum Pendidikan Dayah
Isi kurikulum pendidikan pondok pesantren adalah:
2

Lihat juga “uardi Ishak, Metode Pe belajara “ai s Dala Perspektif Pe didika Isla ,
Jurnal Ilmiah Islam Futura , o.
:
, doi: .
/jiif.v i .
; Mu tazul Fikri, KON“EP
PENDIDIKAN ISLAM ; Pe dekata Metode Pe gajara , Jurnal Ilmiah Islam Futura 11, no. 1 (2011):
116– ; )A Tabra i, I“U-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PERSPEKTIF PEDAGOGIK
KRITI“, Jurnal Ilmiah Islam Futura 13, no. 2 (2014): 250–70.
3
Arfia syah a d Riza, DAMPAK PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR
. /
/
TERHADAP PENINGKATAN KUALITA“ PENDIDIKAN DAYAH.

Cabang ilmu fiqh, terdiri dari: Safinah al-Najah, Fath al-Qarib, Taqrib,
Fath alMu’in, Minjah al-Qawim, al-Iqna’, dan Fath al-Wahhab.
b) Cabang ilmu tauhid, terdiri dari: „Aqidah al-‘Awam, Badi al-‘Amal, dan
al- Sanusiah.
c) Cabang ilmu tasawuf terdiri dari: al-Nasa’ih al-Diniyah, Irsyad al-Ibad,
Tanbih al-Ghafilin, Minjah al-‘Abidin, al-Da’wah al-Tammah, alHikmah, dan Bidayah al-Bidayah.
d) Cabang ilmu nahwu sharaf terdiri dari: al-Jurumiyah, al-Maqsud, al‘Awamil, al-Imrithy, Kailany, Mirhat al-I’rab, Alfiah Ibn Malik, dan
Ibn‘Aqil.
a)

Sementara kurikulum pesantren modern dibagi menjadi empat
kelompok yakni:
a. Ilmu Umum melingkupi Sejarah Indonesia, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa
Indonesia, Ekonomi, Akuntansi, Sejarah, Tata Negara, Antropologi,
Geografi, Jurnalistik, Administrasi, Komputer, Teknologi Informasi.
b. Ilmu Bahasa Inggris meliputi Conversation, Reading, Writing, Listening
c. Bahasa Arab antara lain: Muhaddatsah,Insya‟Muthala‟ah, Mahfudhat,
Nahwu, Sharaf, Balaghah, Tamrin Lughah, Tarikh Adab, Mantiqh
d. Pelajaran agama mencakup AlQurán, Hadits dengankitabTajwid,Hadits
tanpakitabTafsir, MusthalahHadits, Tauhid, Fiqih, UsulFiqih, Faraid,
PerbandinganAgamaTarikhIslam, terjemahan AlQuran.
6. Tipologi PendidikanDayah
Provinsi Aceh satu-satunya provinsi yang mengurus penyelenggaraan
pendidikan dayah. Di Provinsi Aceh, pendidikan dayah dikendalikan oleh dua
lembaga, yaitu Badan Pembinaan dan Pendidikan Dayah (BPPD) dan Departemen
Keagamaan (Kemenag) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
7. Bantuan Pendidikan Dayah
Untuk mendapatkan bantuan, pemerintah telah menerapkan tipologi atau
persyaratan khusus. Untuk BPPD Aceh, bantuan diberikan berdasarkan tipologi A,
B, C, D, Non Tipe dan Balai Pengajian.
1. Bentuk bantuan dari BPPD
Program yang berdampak langsung dengan pendidikan dayah adalah
sebagai berikut :

a. Kategori Program Peningkatan Sarana & Prasarana Aparatur yang
meliputi :Pengadaan, Perlengkapan GedungKantor, Pengadaan
Peralatan
GedungKantor,
Pemeliharaan
Rutin/Berkala
GedungKantor,
Pemeliharaan
Rutin/Berkala
KendaraanDinas/operasional, Pemeliharaan Rutin/Berkala Peralatan
GedungKantor.
b. Kategori Program Pendidikan Dayah antara lain: Pelatihan
PembinaanKaligrafi,
PembinaanSantri,
Pembinaan
ManajemenDayah,
Pelatihan
SurveyDayah,
Pelatihan
KomputerUntuk SantriDayah, Pengembangan KurikulumDayah,
Pembinaan Kelembagaan Dayah &PengembanganDayah, Pengadaan
Alat
Praktek
&
PeragaSantri,
Penyediaan
Kitab/Buku
PendidikanDayah, Penyediaan Dana OperasionalDayah, Peningkatan
Sarana & PrasaranaDayah, Peningkatan Sarana & Prasarana Dayah
di Kabupaten/Kota(Otsus).
c. Kategori
Program
Peningkatan
Sarana
&
Prasarana
Dayahmeliputi: Pembangunan & Pengembangan Sarana dan
PrasanaDayah, Pembangunan &Pengembangan Sarana dan Prasarana
Dayah Kabupaten/Kota(Otsus), Pembangunan Pesantren Bertaraf
Internasional di MalikulSaleh, Pembangunan Pesantren Perbatasan
(4Kabupaten/Kota), Bantuan Dayah/BalaiPengajian.
d. Kategori Program Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Dayah
mencakup: Pelatihan Kompetensi TeungkuDayah, Pendidikan
Lanjutan Bagi Teungku Dayah ke LuarNegeri, Penyediaan insentif
Pimpinan dan TeungkuDayah, Bantuan Untuk Tenaga Pengajar
Kursus Matematika & IPA UntukSantri, Bantuan Untuk Tenaga
Pengajar Bahasa Inggris & BahasaArab, Bantuan UlamaDayah.
e. Kategori Program Pembinaan Manajemen Dayahseperti: Pelatihan
ManajemenDayah, Legalisasi dan Sertifikasi Kepemilikan
TanahDayah, Pelatihan Aset ManagemenDayah, Evaluasi &
Pelaporan Pembinaan PendidikanDayah, Pelatihan Usaha Kesehatan
Dayah(UKD), Bantuan Modal Usaha Ekonomi ProduktifDayah
f. Kategori Program
Pengembangan
Tehnologi
Informasi dan
Pengembangan
PerpustakaanDayahmeliputi:
Pengadaan Kitab/Buku Dayah/ biayaPengiriman, Penerbitan
Berkala Majalah/Jurnal InfotainmentDayah, Penyediaan Alat Bantu
Proses Belajar Mengajar diDayah, Penyediaan Alat bantu
Pendidikan Olah Ragasantri.
g. Kategori Program Penelitian dan Pengembangan Dayahmencakup:
Penelitian dan PengembanganDayah, Forum Silahturahmi

PimpinanDayah, Rakor Badan
Penyusunan Buku ProfilDayah.
2. Dampak dari bantuan

Pembinaan

PendidikanDayah,

Secara umum, ada tiga dampak positif bantuan yaitu: Bertambahnya
sarana & prasaranadayah, Peningkatan kapasitas insan dayah (pengelola,
teungku,santri), Mendorong bertambahnya lembaga pendidikan dayah
(penguatan institusi dayah). Oleh karena itu, eksistensi dayah harus tetap
didukung dengan berbagai bentuk.
Sementara dampak negatifnya adalah:
a. Mengubah paradigma teungku dayah dari yang dulunya berbicara
soal kajian kitab atau ilmu ke pembicaraan seputar proposal
bantuan (proposal oriented). Ini akhirnya melahirkan stigma
negatif terhadap pemimpin (teungku) dayah dan memudarkan
kharismamereka.
b. Terjadinya tumpang tindih pemberian bantuan oleh BPPD Aceh
dan Kemenag, seperti yang diutarakan diatas.
c. Kurang efektifnya bantuan yang diberikan. Misalnya ada kitab
yang tidak dipelajari namun tetap dibagikan. Contoh lain adalah
pelatihan yang tidak tepat sasaran dan terkesan tidak transparan.
d. Anggaran bantuan dayah khususnya melalui BPPD Aceh sangat
tergantung
kepadadanaaspirasianggotaDewanPerwakilanRakyatAceh(DPRA).
e. Mengurangi minat swadaya masyarakat dalam membantu dayah.
Ini berdampak jangka panjang karena pada akhirnya akan
menghilangkan sikap sosial dari masyarakat untuk membantu
eksistensi proses belajar mengajar sebuah dayah. Masyarakat tidak
peduli dengan dayah karena sudah menjadi wilayah birokrasi
pemerintah. Selain itu, pudarnya rasa memiliki bahwa dayah itu
milik masyarakat, karena pemerintah sudah mengeluarkan regulasi
bahwa semua dayah itu harus memiliki landasan hukum (akte
notaris).
Regulasi yang demikian tentunya akan menjadi sekat antara masyarakat
dengan dayah, sehingga minat masyarakat untuk membantu pembangunan dayah
seperti dilepaskan ke tangan pemerintah karena dengan ikut campur pemerintah
dalam meningkatkan mutu dan pendidikan dayah itu sendiri.

C. Penutup
Secara umum, memang realita menggambarkan bahwa dayah salafiyyah
atau tradisional lebih membutuhkan perhatian dari pemerintah ketimbang dayah
modern. Meskipun demikian, dalam hal kualitas lulusan, dayah tradisional sudah
bisa disandingkan dengan lulusan dayah modern. Hanya saja, dalam hal pengelolaan
dan manajemen, dayah tradisional masih sangat banyak membutuhkan perbaikan
dan peningkatan. Sementara dalam hal pengajaran atau metode belajar, dayah
tradisional masih kurang dalam hal pembentukan kurikulum bagi pembelajarannya,
ini karena kurikulum dayah masih berpatokan pada pimpinan dayah itu sendiri.
Bantuan dari pemerintah memang sangat membantu dalam hal peningkatan
kualitas dayah, namun juga meminimalisir minat masyarakat untuk berperan dalam
pembangunan dan peningkatan kualitas dayah. Meskipun demikian,

bantuan

pemerintah tidak bisa dikerdilkan karena dengan adanya bantuan itu, akan
meningkatkan kualitas dayah baik dalam metode pembelajaran, manajemen atau
lulusannya nanti.
D. Kelebihan dan Kekurangan
a. Kelebihan
Jurnal ini memiliki kelebihan sebagai berikut:
1. Mengupas kekurangan dayah tradisional dalam hal manajemen
sehingga bisa menjadi acuan bagi peningkatan mutu dayah
2. Membandingkan dayah tradisional dengan dayah modern sehingga
ada standar baru bagi dayah dalam memperbaiki manajemen
pendidikannya.
3. Menyorot peran masyarakat dalam membina dayah dan mengaitkan
dengan bantuan dari pemerintah sehingga bisa terlihat adanya
kesenjangan terhadap dayah jika dibandingkan dengan dayah
modern. Ini akan menjadi titik kunci dalam peningkatan bantuan bagi
pembinaan pendidikan dan pengelolaan dayah dari pemerintah,

sehingga aka nada kesetaraan bagi dayah dalam hal bantuan.
b. Kekurangan
Kekurangan jurnal ini diantaranya adalah:
1. Responden yang diambil hanya pada dayah salafi yang sudah terkenal
sehingga terkesan kurang objektif dalam hal penerapan metode
pembelajaran atau kurikulumnya, seandainya ada responden yang
berasal dari dayah dayah yang masih kecil tentu akan menjadi
masukan berharga dalam meningkatkan mutu dayah.
2. Penjelasan terhadap pemberian bantuan kepada dayah terkesan hanya
dipaksakan pada dayah tertentu yang memiliki kedekatan dengan
pejabat, sehingga ini akan menimbulkan stigma yang tidak baik pada
dayah dan badan dayah.
3. Tidak menjelaskan secara gamblang pada poin tipologi dayah,
seharusnya ada kriteria tertentu yang menjadi patokan pemberian
bantuan kepada dayah.

DAFTAR PUSTAKA
Arfiansyah, Arfiansyah, and Muhammad Riza. “DAMPAK PERATURAN
GUBERNUR ACEH NOMOR 451.2/474/2003 TERHADAP PENINGKATAN
KUALITAS PENDIDIKAN DAYAH” 15, no. 2 (2016): 177–212.
Ahmad, Zakaria. Sekitar Kerajaan Aceh Dalam Tahun 1520-1675, Medan: Monora,
t.th
Daud Zamzami M., dkk. Pemikiran Ulama Dayah Aceh. Jakarta: Predana Media
Group, 2007.
Dhofier, Zamaksyari. Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3I, 1986.
Dinas Syariat Islam kab. Aceh Utara dan MPU Aceh Utara serta STAIN
Mallikussalleh, Pedoman Umum Manajemen Dayah Aceh Utara,
(Lhokseumawe, 2006)
Fikri, Mumtazul. “KONSEP PENDIDIKAN ISLAM ; Pendekatan
Pengajaran.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 11, no. 1 (2011): 116–28.

Metode

Hasjmy, A. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta: Beuna, 1983.
Husei , Ibrahi . Dayah sebagai Pusat Pe ge ba ga Koperasi . Sinar Darussalam, Nomor
168/169,1988.

Instruksi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam No 03/INSTR/2008 Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembangunan Dan Pengembangan Sarana Dan
Prasarana Dayah/Pesantren Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Provinsi
Nanggroe AcehDarussalam
Ishak, Suardi. “Metode Pembelajaran Sains Dalam Perspektif Pendidikan Islam.”
Jurnal Ilmiah Islam Futura 15, no. 1 (2015): 143. doi:10.22373/jiif.v15i1.563.
Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No 451.2/474/2003 tentang
Penetapan Kriteria Dan Bantuan Dayah dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Tabrani, ZA. “ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
PERSPEKTIF PEDAGOGIK KRITIS.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 13, no. 2
(2014): 250–70.