Kesesuaian Lahan Tanah Mineral dan Tanah Histosol Untuk Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan

14

TINJAUAN PUSTAKA
Survei Tanah
Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan
biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan lahan
umum maupun khusus.Survei merupakan sebagian dari proyek, sedangkan proyek
adalah suaturangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai sasaran
tertentu dan membutuhkan banyak sarana. Oleh karena itu agar survei dapat
mencapai sasaran dengan biaya dan waktu seoptimal mungkin, perlu dilakukan
perencanaan survei (Abdullah, 1993).
Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling
melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan
survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei
berisikan uraian secara terperinci tentang tujuan survei, keadaan fisik dan
lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan
lahan serta saran/rekomendasi (Sutanto, 2005).
Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan
memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah - tanah yang sama dan hampir
sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati profil tanah
atas warna, struktur, tekstur, konsistensi, sifat - sifat kimia


dan lain- lain

(Hardjowigeno, 2003).
Menurut Rayes (2007) dalam survey tanah dikenal 3 macam metode
survey, yaitu metode grid (menggunakan prinsip pendekatan sintetik), sistem
fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara (menggunakan prinsip
pendekatan analitik), dan grid bebas yang merupakan penerapan gabungan dari

Universitas Sumatera Utara

15

kedua pendekatan. Menurut Saragih (2009) meyatakan

bahwa survey yang

dilakukan mempunyai dua kegunaan yakni : (1) sebagai ilmu

pengetahuan


tentang asal dan genesis dari suatu tanah; dan (2) sebagai dasar pelayanan untuk
mengaplikasikan teknologi dalam pertanian.
Dalam melaksanakan survei tanah, ada 3 tahapan kegiatan yang perlu
dilakukan agar survei tanah dapat berjalan lancar, sistematis, dan efektif, yaitu :
1.Tahap persiapan
2.Tahap survei lapangan yang dibedakan atas :
a. Pra –survei
b.Survei utama
3.Analisis data dan pembuatan peta dan laporan.
(Rayes, 2007).
Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Menurut FAO dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun
kualitatif, tergantung dari data yang tersedia. Kerangka dari sistem klasifikasi
kesesuaian lahan ini mengenal 4 (empat) kategori, yaitu :
Ordo

: menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu.


Kelas

: menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan

Sub- kelas

: menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus
dijalankan dalam masing - masing kelas

Unit

: menunjukkan perbedaan - perbedaan besarnya faktor penghambat
yang berpengaruh dalam pengelolaan suatu sub - kelas

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007)

Universitas Sumatera Utara

16


Banyaknya kelas setiap ordo sebetulnya

tidak terbatas, akan tetapi

dianjurkan hanya memakai tiga sampai lima kelas dalam ordo S dan dua kelas
dalam ordo N. Jumlah kelas tersebut harus

didasarkan kepada keperluan

minimum untuk mencapai tujuan- tujuan penafsiran. Jika tiga kelas yang dipakai
dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai dalam ordo N, maka pembagian serta
defenisinya secara kualitatif adalah sebagai berikut :
1 Kelas S1 : sangat sesuai (Highly suitable)
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan
secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti berpengaruh
secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa
yang telah bisa diberikan.
2. Kelas S2 : cukup sesuai (Moderately suitable)
Lahan yang mempunyai pembatas - pembatas agak berat untuk suatu
usaha penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktifitas dan

keuntungan, perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.
3. Kelas S3 : sesuai marginal (Marginally suitable)
Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu
penggunaan lestari. Pembatas akan mengurangi produktifitas atau keuntungan dan
perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
4. Kelas N1 : tidak sesuai pada saat ini (Currently not suitable)
Lahan

mempunyai

pembatas

yang

sangat

berat,

tetapi


masih

memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat
pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional.

Universitas Sumatera Utara

17

5. Kelas N2 : tidak sesuai permanen (Permanently not suitable)
Lahan

mempunyai

pembatas

yang sangat

berat


sehingga

tidak

memungkinkan untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan (sifat -sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi
faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas
kondisi perakaran (rc=rooting condition) (Ritung, dkk., 2007).
Tabel 1. Jenis Usaha Perbaikan Karakteristik Lahan Aktual (Saat Ini) untuk
Menjadi Potensial Menurut Tingkat Pengelolaannya
Kualitas/
Karakteristik Lahan

Jenis Usaha Perbaikan

Tingkat
Pengelolaan


Tidak dapat dilakuakan perbaikan

-

Tidak dapat dilakukan perbaikan

-

Suhu rerata
terdingin

bulan Tidak dapat dilakukan perbaikan

-

Suhu rerata
terpanas

bulan Tidak dapat dilakukan perbaikan


-

1. Rezim radiasi
Panjang/lama
penyinaran matahari
2. Rezim suhu
Suhu rerata tahunan

3. Rezim
kelembaban udara
Kelembaban nisbi

Tidak dapat dilakukan perbaikan

-

Sisitem irigasi/pengairan

Sedang, tinggi


4. Ketersediaan air
Bulan kering

Universitas Sumatera Utara

18

Curah hujan

Sisitem irigasi/pengairan

Sedang, tinggi

5. Media perakaran
Drainase

Perbaikan sistem drainase, seperti Sedang, tinggi
pembuatan saluran drainase


Tekstur

Tidak dapat dilakukan perbaikan

Kedalaman efektif

Umumnya tidak dapat dilakukan Tinggi
perbaikan kecuali pada lapisan
padas lunak dan tipis dengan
membongkarnya saat pengolahan
tanah.

-

6. Retensi hara
KTK

Pengapuran
atau
bahan organic

Ph

Pengapuran

7. Ketersediaan hara

Pengapuran

N total

Pemupukan

P2O5 tersedia

Pemupukan

K2O dapat ditukar

Pemupukan

penambahan Sedang, tinggi

Sedang, tinggi

8. Bahaya banjir
Periode frekuensi

Pembuatan tanggul penahan banjir Tinggi
serta pembuatan saluran drainase
untuk mempercepat pengaturan air

9. Kegaraman
Salinitas

Reklamasi

Sedang, tinggi

10. Toksisitas
Kejenuhan aluminium Pengapuran
Lapisan pirit

Sedang, tinggi

Pengaturan sisitem tata air tanah, Sedang, tinggi
tinggi permukaan air tanah harus di
atas lapisan bahan sulfidik

Universitas Sumatera Utara

19

11. Kemudahan
pengolahan

Pengaturan kelembaban tanah Sedang, tinggi
untuk mempermudah pengolahan
tanah.

12. Terrain/potensi
mekanisasi
13. Bahaya erosi

Tidak dapat dilakukan perbaikan

-

Usaha pengurangan laju erosi, Sedang, tinggi
pembuatan teras, peneneman sejajar
kontur,
penanaman
tanaman
penutup tanah.

Sumber : (Rayes, 2007).
Keterangan:


Tingkat pengelolaan rendah: pengelolaan dapat dilakukan oleh petani
dengan biaya yang relatif rendah.



Tingkat pengelolaan sedang: pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat
petani menengah, memerlukan modal yang cukup besar dan teknik
pertanian sedang.



Tingkat pengelolaan tinggi: pengelolaan hanya dilakukan dengan modal
yang relatif besar atau menengah.

Tabel 2. Asumsi Tingkat Perbaikan Kualitas Lahan Aktual untuk Menjadi
Potensial Menurut Tingkat Pengelolaannya
Kualitas/karakteristik lahan
Tingkat pengelolaan
1. Rezim radiasi

-

-

-

2. Rezim suhu

-

-

-

3. Rezim lengas udara

-

-

-

Bulan kering

-

+

++

Curah hujan

-

+

++

1. Ketersediaan air



2. Media perakaran

Universitas Sumatera Utara

20


Drainase

-

+

++

Tekstur

-

-

-

Kedalaman efektif

-

-

+

Gambut: kematangan

-

-

+

Gambut: ketebalan

-

-

+

KTK

-

+

++

Ph

-

+

++

N total

+

++

+++

P2O5 tersedia

+

++

+++

K2Odapat ditukar

+

++

+++

Periode

-

+

++

Frekuensi

-

+

++

-

+

++

Kejenuhan aluminium

-

+

++

Lapisan pirit

-

+

++

8. Kemudahan pengolahan

-

+

++

12. Terrain/potensi mekanisasi

-

-

+

13. Bahaya Erosi

-

+

++






3. Retensi hara



4. Ketersediaan hara




5. Bahaya banjir



6. Kegaraman


Salinitas

7. Toksisitas



Sumber: (Rayes, 2007).
Keterangan :
• - tidak dapat dilakukan perbaikan

Universitas Sumatera Utara

21


+ Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu kelas
tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S2)
• ++ Kenaikan kelas dua tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S1)
• +++ Kenaikan kelas tiga tingkat lebih tinggi (N1 menjadi S1)
Evaluasi Lahan
Daya guna tanah untuk pertanian ditentukan oleh sejumlah faktor, yang
terpenting diantaranya adalah kecuraman lereng yang menyangkut bahaya erosi,
bahaya banjir, drainase, kelembaban, permeabilitas, kepadatan massa, reaksi
kimia, tingkat salinitas, daya tampung air, struktur lapisan permukaan serta
kesuburan alamiah tanah tersebut (Rayes, 2007)
Berdasarkan sejumlah faktor tersebut suatu proses pendugaan potensi
lahan untuk macam - macam penggunaan yang disebut dengan evaluasi lahan
Evaluasi lahan ini merupakan alat yang biasa digunakan

dalam proyek

perencanaan. Alat ini sangat fleksibel, bergantung pada keperluan dan komoditas
wilayah yang hendak dievaluasi (Abdullah, 1993).
Menurut FAO (1976) kegiatan utama dalam mengevaluasi lahan adalah
sebagai berikut :
1. Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan - pekerjaan persiapan antara lain
penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang
akan digunakan mengevaluasi, daerah penelitian serta intensitas dan skala
survei.
2. Deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan
persyaratan - persyaratan yang diperlukan.
3. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe - tipe lahan yang ada. Ini
merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data penggunaan

Universitas Sumatera Utara

22

lahan serta informasi – informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan
dianalisis secara bersama - sama.
4. Hasil dari empat butir tersebut adalah klasifikasi kesesuaian lahan.
5. Penyajian dari hasil - hasil evaluasi.
Evaluasi lahan memerlukan sifat - sifat fisik lingkungan suatu wilayah
yang

dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas

lahanbiasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics).
Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya
di dalam
penggunaan

pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis
dan/atau pertumbu han tanaman dan komoditas lainnya yang

berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan) (Djaenudin, dkk., 2011).
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu. FAO ( 1976 ) mengusulkan untuk negara–negara
berkembang sangat bermanfaat dan disarankan adanya pemisahan antara
kesesuaian lahan sekarang (Current Suitability) dan kesesuaian lahan potensial
(Potensial Suitability). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan
berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan
tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala.
Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan
dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi ( Sastrohartono, 2011 )
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat
biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala.Data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh

Universitas Sumatera Utara

23

tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang
dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau
lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih
memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan
tanaman yang lebih sesuai ( Ritung, dkk. 2007 ).
Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan
menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang
ditulis dibelakang simbol ordo, dimana nomor ini menunjukkan tingkat kelas yang
makin jelek bila makin tinggi nomornya.
Lahan Histosol
Tanah gambut terbentuk dari timbunan sisa - sisa tanaman yang telah mati,
baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses
dekomposisi

terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan

lainnyayang menyebabkan

rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik , yaitu pembentukan
tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan
proses pembentukan tanah mineral yang umumnya merupakan proses pedogenik
( Sukarman, 2014 ).
Secara garis besar, penyebaran tanah gambut di Indonesia cukup luas dan
sudah mulai dikenal sejak tahun 1865. Para peneliti dari negeri Belanda dalam
ekspedisi Ijzerman yang dipimpin oleh Koorders menyatakan bahwa di Sumatera
terdapat tanah gambut sekitar 1/5 bagian dari luas pulau ini, terutama di pantai
timur. Sementara itu, hasil eksplorasi geologi di Kalimantan Tengah dan

Universitas Sumatera Utara

24

Kalimantan Timur (Molengraff) serta di Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur (Schwaner) menunjukkan adanya penyebaran tanah gambut di sepanjang
daratan pantai barat dan selatan Kalimantan
Umumnya lahan gambut tergolong sesuai marjinal untuk berbagai jenis
tanaman pangan dengan faktor pembatas utama kondisi media perakaran tanaman
yang kurang kondusif bagi perkembangan akar. Beberapa faktor pembatas yang
dominan adalah kondisi lahan yang jenuh air, bereaksi masam dan mengandung
asam organik yang beracun serta status unsur hara rendah. Upaya meningkatkan
produktivitas lahan gambut, dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi
pengelolaan air, ameliorasi dan pemupukan serta pemilihan komoditas yang tepat
( Subiksa, dkk 2000 ).
Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
•Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan
bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas
kandungan seratnya < 15%.
•Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk,
sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas
bahan seratnya 15 – 75%.
•Gambut fibrik (mentah) (Gambar 2, atas) adalah gambut yang belum
melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila
diremas>75% seratnya masih tersisa.
( Subiksa, dkk 2000 ).
Penggunaan kriteria utama kesesuaian lahan gambut sudah banyak
dilakukan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan

Universitas Sumatera Utara

25

Pertanian saat ini menggunakan kriteria yang tercantum dalam Petunjuk Teknis
Evaluasi Lahan Komoditas Pertanian (Ritung dkk, 2007 ). Setidaknya ada
sembilan parameter yang digunakan seperti temperatur ,ketersediaan air,
ketersediaan oksigen, media perakaran termasuk kematangan gambut dan
ketebalan gambut ,retensi hara , hara tersedia , toksisitas , bahaya sulfidik , dan
bahaya banjir.
Lahan Mineral Inseptisol
Inceptisol adalah tanah – tanah yang dapat memiliki epipedon okhrik dan
horizon albik seperti yang dimiliki tanah Entisol juga yang menpunyai beberapa
sifat penciri lain ( misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi
ordo tanah yang lain. Inceptisoladalahtanah yang belum matang(immature) yang
perkembangan pprofil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan
masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno,2003).
Warna tanah Inceptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan
induknya. Warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna coklat
kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, warna hitam mengandung
bahan organik yang tinggi Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol antara lain; bobot
jenis 1,0 g/cm3, kalsium karbonat kurang dari 40 %, pH mendekati netral atau
lebih (pH < 4 tanah bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50 % pada
kedalaman 1,8 m, nilai porositas 68 % sampai 85 %, air yang tersedia cukup
banyak antara 0,1 – 1 atm (Resman dkk.,2006).
Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya
mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini
tergantung tingkat pelapukan bahan induknya.Masalah yang dijumpai karena nilai

Universitas Sumatera Utara

26

pH yang sangat rendah, sehingga sulit untuk dibudidayakan.Kesuburan tanahnya
rendah, jeluk efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah
pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah - daerah lereng curam solumnya
tipis. Pada tanah berlereng cocok untuk tanaman tahunan atau tanaman permanen
untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996) .
Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Iklim
Tumbuh di daerah tropis/subtropics pada 45 derajat LU sampai 45 derajat
LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.
Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000
mm/tahun.Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan.Pada musim kemarau
produksimeningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun
air melimpah prduksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif
( Subandi , 2010 ).
Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan
temperatur 22-27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan
temperatur 19-23 derajat C. Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari
penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan
tetapi jika terlalu kencangakan merobohkan tanaman ( BPTP , 2008 ).
Tanah
Kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi sangat
ditentukan

oleh oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan

dengan kondisi hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat keasaman
tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi system alam oleh

Universitas Sumatera Utara

27

kegiatan manusia . Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah
tanah

sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung

dalam

perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi
dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya 18 -22 cm
dengan pH 4,0 – 7,0 ( Subandi 2010 )
Tanaman padi dapat tumbuh pada pH tanah berkisar antara 4,5–8,2. Nilai
pH tanah yang optimum untuk tanaman padi berkisar antara 5,5 -7,5.
Permeabilitas tanah pada subhorizon kurang dari 0,5 cm/jam. Tanaman padi
termasuk tanaman yang peka terhadap salinitas tanah (DHL). Nilai DHL sebesar
2 Ds/m dianggap optimal, tetapi jika mencapai 4- 6 Ds/m tergolong marginal
(Hardjowigeno dan Rayes, 2005)

Universitas Sumatera Utara