Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Dengan Pupuk Hayati Pada Perbedaan Volume Media Tanam

19

TINJAUAN PUSTAKA
Pembibitan Kelapa Sawit
Pembibitan adalah kegiatan untuk mempersiapkan bahan tanam meliputi
media, pemeliharaan, seleksi bibit hingga siap untuk ditanam yang dilaksakan
dalam satu tahap atau lebih. Pembibitan kelapa sawit merupakan hal yang sangat
penting untuk menghasilkan produksi kelapa sawit dalam jangka panjang.
Pertumbuhan awal bibit menentukan keberhasilan tanaman dan adaptasi pindah
tanam bibit dari pembibitan awal ke pembibitan utama (BBPPTP, 2013).
Kecambah yang ditanam harus dipelihara dengan baik agar mencapai
standar pertumbuhan bibit normal dan berkualitas. Adapun faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah ketersediaan air, ketersediaan unsur
hara

yang

dapat

diserap


oleh

tanaman,

mineral

tanah,

jenis

tanah

yang digunakan, iklim pada lingkungan sekitar, intensitas cahaya matahari.
Jika salah satu faktor tersebut tidak sesuai dan tidak tersedia dalam jumlah
yang dibutuhkan oleh tanaman maka pertumbuhan tanaman

akan terhambat

(Salisbury dan Ross, 1995).
Pembibitan kelapa sawit pada tahap awal menhendaki keadaan media yang

baik dan mampu menunjang pertumbuhan optimal. Penggunaan media yang dipih
juga menyangkut volume ataupun bobot tanah yang digunakan pada pembibitan.
Bobot tanah akan mempengaruhi bibit kelapa sawit baik pertumbuhan dan
perkembangan akar didalam tanah maupun keberlanjutan pertumbuhan tajuk pada
tanaman. Demikian pula Baldwin, 1988 menyatakan bahwa volume media tanam
yang lebih kecil menunjukkan penampang keadaan akar yang lebih panjang dan

Universitas Sumatera Utara

20

melebar, hal ini disebabkan oleh jelajah akar yang terbatas mengakibatkan
pertumbuhan akar lebih cepat berkembang (Pamungkas, 2004).
Bobot

tanah

dalam

keberlanjutan


media

pembibitan

juga akan

mempengaruhi kepadatan tanah. Berdasarkan penelitian Haridjaja, 2010
menyatakan bahwa semakin padat suatu tanah secara berkelanjutan akan
menghambat pertumbuhan tanaman karena akar dipaksa bekerja menembus tanah
dengan partikel–partikel padatan yang rapat, mengurangi aerasi tanah dan
mengurangi ketersediaan air bagi tanaman. Selain itu Ningsih, 2007 dalam hasil
penelitiannya menyatakan bahwa makin tinggi tingkat kepadatan tanah
maka semakin berkurang persentase pori makro dan resistensi terhadap
penetrasi akar akan meningkat.
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan asosiasi simbiotik antara
akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini
memberi manfaat yang baik bagi tanah dan tanaman inang sebagai tempat jamur
tumbuh dan berkembang biak. Fungi Mikoriza Arbuskular adalah fungi yang

secara alamiah bersimbiosis dengan tanaman kelapa sawit bersifat obligat
(Rungkat, 2009).
Secara alami jamur ini mengkolonisasi kelapa sawit namun beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa inokulasi FMA terseleksi menyebabkan
peningkatan efesiensi pemupukan P. Prinsip kerja FMA ini adalah menginfeksi
sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa eksternal secara
intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu

Universitas Sumatera Utara

21

meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara dan kebutuhan air
(Iskandar, 2002).
Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang,
mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza
dan endomikoriza. Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok
dengan menambahkan jenis ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang
disebut ektoendomikoriza. Pola asosiasi antara cendawan dengan akar tanaman
inang menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza

dengan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jaringan hifa cendawan tidak sampai
masuk kedalam sel tetapi berkembang diantara sel kortek akar membentuk
jaringan hifa dan mantel dipermukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan
hifa cendawan masuk ke dalam sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas
membentuk oval yang disebut vesikula dan simtem percabangan hifa yang disebut
arbuskula (Rao, 1998).
Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskular dipengaruhi oleh faktor lingkungan
tanah yang meliputi faktor abiotik yakni konsentrasi hara yang terdapat pada
media, pH tanah, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk
maupun pestisida yang digunakan dan faktor biotik meliputi interaksi mikrobial,
spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanamn inang dan kompetisi
antar cendawan mikoriza (Parmer, 2006).
Cendawan mikoriza, terutama FMA mempunyai kemampuan untuk
berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman, dan telah banyak dibuktikan
mampu memperbaiki nutrisi dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Cendawan
mikoriza dapat membentuk akar tanaman yang kuat, cepat menjalar kedalam

Universitas Sumatera Utara

22


tanah, akar sehat, dan hijauan daun tajuk tanaman cepat menutup. Akar bibit
tanaman yang telah terinfeksi FMA mampu bertahan hidup dari kondisi
lingkungan yang tidak bersahabat, FMA ini dapat membantu logistik tanaman dan
perlindungan akar tanaman dari gangguan lingkungan, sehingga tanaman dapat
hidup lebih baik di lapangan (Schulzt et al., 2005).
Menurut Pang dan Cheng (1998) akar yang ber Fungi Mikoriza
Arbuskular selain aktif menyerap unsur hara seperti N, P, K, Mg, Mn dan Zn,
hifa eksternal membantu penyerapan air. Penyerapan air sangat berguna dalam
proses fotosintesis, dimana air merupakan salah satu bahan baku fotosintesis
(Samah et al., 2001).
Menurut Puryono (1998) secara umum peranan mikoriza terhadap
pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut :
1. Adanya mikoriza sangat penting bagi persediaan unsur hara dan
pertumbuhan tanaman.

simbiosis mikoriza pada akar tanaman akan

mengatasi kekurangan unsur hara terutama Phospor (P) yang tersedia
dalam tanah. Hal ini disebabkan mikoriza mampu melepaskan ikatan

Aluminium fospat (AlPO4) dan Besi fospat (FePO4) pada tanah-tanah yang
asam.
2. Mikoriza dapat meningkatkan unsur hara dengan jalan memperkecil jarak
antara akar dengan unsur hara tersebut. Hal ini terjadi melalui
pembentukan

hifa

pada

pemukaan

akar

yang

befungsi

sebagai


perpanjangan akar.
3. Dengan perluasan hifanya, mikoriza akan meningkatkan daya serap dari
elemen-elemen yang imobil dalam tanah, misalnya : P, Cu, Zn.

Universitas Sumatera Utara

23

4. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat
struktur agregat tanah.
5. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan
tanaman terutama di daerah yang kondisinya sangat miskin hara, pH
rendah, dan kekurangan air.
Menurut penelitian Novriani (2010) di dapatkan bahwa aplikasi mikoriza
10 g / bibit kelapa sawit nyata meningkatkan persen kolonisasi mikoriza, serapan
hara N, serapan hara P, berat kering tajuk, berat kering akar pada bibit kelapa
sawit dibandingkan tanpa mikoriza dan menurut penelitian Harahap (2014) telah
di dapat bahwa pemberian FMA 10 g / polibek pada pembibitan kelapa sawit
berpengaruh nyata terhadap parameter derajat infeksi akar, volume akar dan bobot
kering tajuk.

Azotobacter chroococcum
Penambatan nitrogen merupakan proses yang menyebabkan nitrogen bebas
digabungkan secara kimia dengan unsur lain (Wedhastri, 2002). Jumlah nitrogen
di atmosfer lebih dari 80%, bahkan dengan satuan luas satu acre (0,46 ha)
diperkirakan tanah mengandung kurang lebih 30.000 ton nitrogen bebas
(Jeneng, 1998). Dengan banyaknya jumlah nitrogen seperti tidak ada tumbuhan
eukaryotik yang mampu menggunakan secara langsung sehingga nitrogen harus
berikatan dengan unsur lain seperti halnya hidrogen sehingga akan membentuk
persenyawaan. Dalam mengikat nitrogen dibutuhkan campur tangan jasad mikro
penambat nitrogen. Bakteri yang dapat mengikat nitrogen nonsimbiotik salah
satunya adalah bakteri Azotobacter spp. (Supriyadi, 2013).

Universitas Sumatera Utara

24

Azotobacter spp. merupakan bakteri gram - negatif aerob nonsimbiotik
yang berfungsi sebagai pengikat N bebas sehingga bakteri ini

mempunyai


pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah dalam meningkatkan kesuburan
tanah (Supriyadi, 2009). Azotobacter spp. memiliki ukuran dan bentuk yang
berbeda-beda. Bentuk sel Azotobacter biasanya berbentuk batang pendek, batang,
dan oval serta bentuk yang lain yang bermacam-macam. Dengan bentuk sel yang
bermacam-macam seperti ini, bakteri Azotobacter dikenal sebagai dengan bentuk
sel pleomorfik. Menurut (Hans, 1994) ada beberapa jenis bakteri Azotobacter
penting, diantaranya A.Chroococcum, A.agilis, A.paspali dan A.vinelandi. Untuk
dapat menemukannya bakteri Azotobacter ini dapat kita temukan pada tempat
dengan jenis tanah yang netral sampai dengan tanah yang basa, air dan beberapa
tanaman (Kader, 2002).
Kemampuan Azotobacter chroococcum dalam menambat nitrogen, bakteri
ini dikenal sebagai agen penambat nitrogen yang mengkonversi dinitrogen (N2)
ke dalam bentuk (NH3) melalui reduksi elektron dan protonisasi gas dinitrogen.
Dan dalam kemampuannya menambat nitrogen bakteri Azotobacter termasuk
bakteri yang dapat menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi.
Menurut (Hans, 1995) bakteri Azotobacter mampu menambat kurang lebih
20 mg nitrogen/g gula. Ketika menambat nitrogen terdapat enzim yang
bertanggung jawab yaitu nitrogenase. Bakteri Azotobacter memiliki struktur
nitrogenase yang unik, karena pada Azotobacter memiliki struktur nitrogenase

yang terdiri dari 3 kompleks protein, yaitu nitrogenase I (Molybdenum
nitrogenase), nitrogenase II (Vanidium nitrogenase), dan nitrogenase III (Ferrum
nitrogenase) (Tjahjadi, 2007). Pada umumnya bakteri itu memiliki struktur

Universitas Sumatera Utara

25

nitrogenase yang terdiri 2 kompleks protein. Maka dari itu Azotobacter dikatakan
unik pada struktur nitrogenasenya. Faktor-faktor yang mempengaruhi bakteri
Azotobacter dalam penambatan nitrogen adalah faktor lingkungan, terutama ciri
kimia dan fisika habitatnya. Faktor-faktor tersebut meliputi ketersediaan senyawa
nitrogen, kesediaan nutrien anorganik, pH, dan suhu (Nasahi, 2010).
Azotobacter chroococcum selain dalam menambat nitrogen, bakteri ini
juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon
pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Bakteri
ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara,
pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam
menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk
pertumbuhan tanaman (Rahmawati, 2005).
Azotobacter spp. memiliki kelebihan dibandingkan dengan bakteri
penambat N atmosfer nonsimbiotik lainnya, karena mampu mensintesis hormon
seperti IAA. Sintesis IAA pada bakteri melalui jalur asam indol piruvat. IAA yang
disekresikan bakteri memacu pertumbuhan akar secara langsung dengan
menstimulasi pemanjangan atau pembelahan sel atau secara tidak langsung
mempengaruhi aktivitas ACC deaminase. ACC deaminase yang dihasilkan oleh
banyak bakteri pemacu pertumbuhan tanaman mencegah produksi etilen pada
tingkat yang menghambat pertumbuhan tanaman (Patten dan Glick, 2002).
Upaya mempertahankan kesehatan tanah dan sekaligus produktivitas
tanaman dengan inokulasi Azotobacter perlu dilakukan karena rizobakteri ini
berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman melalui produksi
fitohormon yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, input rizobakteri

Universitas Sumatera Utara

26

dalam suatu sistem pertanian sejalan dengan konsep Mekanisme Pembangunan
Bersih (Clea Development Mechanism, CDM) yang penting diupayakan untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan serapan karbon
(carbon sequestration) sehingga karbon berada dalam bentuk yang lebih stabil
(Murdiyarso, 2003).
Pseudomonas fluorescens
Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri berbentuk batang dengan
ukuran sel 0.5 – 1.0 x 1.5 – 5.0 μm, motil dengan satu atau lebih flagella,
tergolong dalam bakteri gram negatif, memiliki habitat didalam tanah, air,
tanaman. Bakteri ini hidup aerob, tidak membentuk spora dan katalase positif,
menggunakan H2 atau karbon sebagai sumber energinya. Bakteri ini menghasilkan
pigmen fluorescent yang larut didalam air. Bakteri ini memiliki kemampuan
melindungi akar tanaman dari infeksi patogen penyebab penyakit dengan cara
mengkolonisasi

permukaan

akar,

menghasilkan

senyawa

kimia

seperti

anti jamur dan antibiotik serta kompetisi dalam penyerapan kation Fe
(Patten dan Glick, 2002).
Pseudomonas fluorescens mampu meningkatkan kelarutan hara P didalam
tanah dan termasuk dalam golongan bakteri pelarut fosfat. Bakteri pelarut fosfat
merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang berkemampuan melarutkan P
yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia.
Bakteri pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai
macam asam organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat,
fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat
(kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion

Universitas Sumatera Utara

27

H2P04 menjadi bebas dari ikatannya dan hara P menjadi tersedia bagi tanaman
untuk diserap (Dewi, 2007).
Mekanisme mikroorganisme dalam melarutkan P tanah yang terikat dan P
yang berasal dari alam diduga karena asam-asam organik yang dihasilkan akan
bereaksi dengan AlPO4, FePO4, dan Ca(PO4), dari reaksi tersebut terbentuk khelat
organik dari Al, Fe, dan Ca sehingga P terbebaskan dan larut serta tersedia untuk
tanaman (Subba rao, 1982b; Illmer et al., 1995). Menurut Illmer dan Schinner
(1995) jenis bakteri Pseudomonas spp lebih efektif dalam melarutkan hara P.
Menurut Rodriquezz dan Fraga (1999) dari beberapa strain bakteri, ternyata genus
Pseudomonas mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan fosfat.
Kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh
kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah, waktu kontak antara asam
organik dan permukaan mineral, tingkat dissosiasi asam organik, tipe dan letak
gugus fungsi asam organik, affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan
kadar asam organik dalam larutan tanah (Dubey, 1997).
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa efektifnya bakteri pelarut P tidak
hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan hara P
tetapi juga disebabkan karena kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur
tumbuh bagi tanaman, terutama oleh mikroba yang hidup dalam permukaan akar
seperti Pseudomonas fluorescens, P.putida, dan P. striata. Mikroba-mikroba
tersebut dapat mebngasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA)
dan asam giberelin (GA3) (Patten dan Glick, 2002).
Beberapa bakteri pelarut P juga dapat berperan sebagai biokontrol yang
dapat meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui

Universitas Sumatera Utara

28

proteksinya terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas spp. Dapat
mencegah tanaman dari aptogen fungi yang berasal dari tanah dan potensial
sebagai agen biokontrol untuk digunakan secara komersial di rumah kaca maupun
di lapangan (Arshad dan Frankenberger, 1993). Kemampuan bakteri ini terutama
karena menghasilkan 2,4-diacethylplorogucinol, suatu metabolit sekunder yang
dapat menghalangi dumping-off Phytium ultium (frenton et al., 1992). Bakteri
Pseudomonas fluorescens ini juga dapat mengontrol perkembangan jamur
Sclerotium roefsii pada tanaman kacang kacangan (Dewi, 2007).
Volume Media Tanam
Metabolisme pertumbuhan tanaman berawal dari pembentukan akar dan
pembentukan tunas hingga terbentuk daun yang selanjutnya berfotosintesis dan
terus tumbuh. Pada pembibitan kelapa sawit sistem perakaran yang baik akan
menopang pertumbuhan bibit yang baik. Volume rooting memegang peranan
penting dalam biokontrol pertumbuhan tanaman. (Poorter, et al., 2012) sistem
perakaran dalam volume rooting mempengaruhi mekanisme fotosintesis,
morfologi dan fisiologi akar, biomassa tanaman, efektifivitas mikroorganisme.
Volume media tanam

yang digunakan memberi pengaruh arah

pertumbuhan akar dan mekanisme akar dalam penyerapan hara. Volume media
tanam berpengaruh pada bobot biomassa tanaman diasumsikan karena
keterbatasan media dapat menurunkan pembentukan tajuk tanaman, laju
fotosintesis pada tanaman menurun menyebabkan pasokan nitrogen dan fosfor
berkurang, ketersedian air, hara dan stres pada tanaman. Penggunaan volume
media tanam tidak berlaku sama pada seluruh tanaman. Dilaporkan presentasi

Universitas Sumatera Utara

29

kenaikan biomassa tanaman menghasilkan rata – rata meningkat 43% dalam
massa untuk setiap peningkatan ukuran volume media tanam (Poorter et al, 2012).
Mekanisme penyerapan unsur hara oleh akar dapat dilakukan dengan tiga
cara yakni intersepsi akar, pergerakan massa dan difusi. Intersepsi akar pada
akhirnya akan dipengaruhi oleh bobot tanah yang tersedia, pada bobot yang lebih
kecil akar menggenggam tanah dengan teguh mengakibatkan tingkat kepadatan
tanah semakin tinggi. (Suyitno, 2006).
Bedasarkan publikasi dengan faktor pot dan volume media tanam
menunjukkan volume media tanam yang digunakan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman baik pembibitan maupun tanaman menghasilkan. Pada pembibitan kelapa
sawit volume media tanam berpengaruh pada nilai ekonomi kebutuhan media
pembibitan dan biaya transportasi bibit. Bar Yosef (1988) menyatakan bahwa
volume media mendapat perhatian khusus di bidang kehutanan dan hortikultura,
dimana perusahaan komersial banyak menggunakan volume kecil dalam
meghasilkan pembibitan.
Aplikasi mikroorganisme pada media tanam dalam menunjukkan
efektivitasnya dipengaruhi juga oleh volume media tanam yang digunakan.
Koide (1991) menyatakan bahwa tingkat infeksi fungi mikoriza arbuskula
biasanya meningkat pertumbuhan dan koloninya pada ketersedian nutrisi
kekurangan

dalam

volume

media

kecil

dan

terbatas.

Demikian

pula

Baldwin (1988) menunjukkan bahwa volume media tanam yang lebih kecil
menunjukkan volume akar yang lebih besar disebabkan oleh jelajah akar
terbatas mengakibatkan pertumbuhan akar cepat berkembang untuk memasok
kebutuhan air dan hara.

Universitas Sumatera Utara