Pengaruh Ferri Sulfat Dan Zeolit Dalam Proses Penurunan Kadar Besi dan Mangan Di Dalam Air Gambut Dengan Metode Elektrokoagulasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Air Gambut
Lahan gambut merupakan salah satu lahan tropis yang lembab, yang memiliki lapisan
senyawa organik yang berasal dari daun, batang dan semua bagian pohon maupun tumbuhan
yang telah lapuk maupun belum. Seluruh isi dari lahan gambut ini merupakan akumulasi dari
senyawa organik. (Salimin et al., 2010)
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun
dataran rendah yang terhambat membusuk secara sempurna oleh kondisi asam dan anaerob
terutama terdapat di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Kusnaedi, 2006) :
1.
Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan)
2.
pH yang rendah
3.
Kandungan zat organik yang tinggi
4.
Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah
5.
Kandungan kation yang rendah
Kelima ciri yang telah disebutkan diatas ternyata mempunyai hubungan satu dengan
lainnya. Derajat keasaman (pH) yang rendah juga disebabkan oleh kandungan kation yang
rendah, adanya zat organik dalam bentuk asam, dan sedikitnya kation dan partikel
tersuspensi. Hal ini menyebabkan berkurangnya proses koagulasi secara alami.
Air rawa umumnya memiliki warna coklat kehitaman. Hal ini disebabkan oleh adanya
kandungan senyawa organik yang berasal dari proses dekomposisi rawa. Air rawa yang
berwarna kehitaman ini terjadi karena adanya kontak antara air dengan beragam sampah
organik, berupa dedaunan maupun kayu, yang mana tahap dekomposisinya juga berbeda –
beda.
Senyawa organik tersebut terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20%
dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin,
suberin, protein, dan senyawa lainnya. Ini merupakan senyawa utama penyebab terjadinya
Universitas Sumatera Utara
warna coklat kehitaman pada air rawa. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat
kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 - 5. (Gasim et al.,2007).
Asam humus merupakan senyawa organik heterogen yang memiliki berat molekul
tinggi dan sulit untuk mengalami degradasi serta secara umum berwarna kuning hingga
hitam. Warna ini akan semakin meningkat intensitasnya apabila terdapat logam besi yang
terikat pada asam organik tersebut. (Stevenson, 1994).
Asam humus diklasifikasikan menjadi tiga fraksi utama berdasarkan kelarutan dan
warnanya, yaitu :
1.
Asam humat
Asam humat memiliki berat molekul 10.000 hingga 100.000 g/mol. Senyawa ini dapat
larut dalam basa dan tidak dapat larut dalam asam. Umumnya asam humat memiliki
warna mulai dari coklat hingga abu – abu. Asam humat dapat dikarakterisasi karena
adanya gugus fungsional yang kaya akan oksigen seperti –COOH, fenolik/enolik –
OH, alcohol –OH dan quionon -C=O. (Stevenson, 1994).
Gambar 2.1 Model struktur asam humat ; R dapat berupa alkil atau aril (Stevenson,
1994)
2.
Asam fulvat
Asam Fulvat memiliki berat molekul yang rendah yaitu antara rentang 1000 hingga
10.000 g/mol. Fraksi asam fulfat memiliki warna mulai dari kuning pucat pada
kondisi pH rendah hingga warna kuning kemerahan pada kondisi pH yang tinggi.
Asam fulfat dapat larut dalam basa dan juga asam. (Stevenson, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Struktur model asam fulvik (Buffle, 1977)
3.
Humin
Humin dianggap sebagai molekul paling besar dari senyawa humus karena rentang
berat molekulnya mencapai 100.000 hingga 10.000.000 g/mol. Sedangkan sifat kimia
dan fisika humin belum banyak diketahui. Tan juga menyatakan bahwa karakteristik
humin adalah berwarna coklat gelap (Tan, 1982). Humin tidak dapat larut dalam air,
alkohol asam maupun basa. (Stevenson, 1994).
Ketiga jenis fraksi asam humus ini memiliki struktur yang hampir sama satu sama
lain, hanya berbeda berat molekul dan kandungan gugus fungsionalnya. (Novita, E., 2008).
Asam fulvik dengan berat molekul yang rendah memiliki kandungan oksigen yang lebih
tinggi dan kandungan karbon yang rendah jika dibandingkan dengan asam humat dengan
berat molekul yang tinggi. Warna juga akan semakin tinggi dengan semakin tingginya berat
molekul.
Bahan organik tanah dan tanamam berada dalam bentuk koloid. Dan berdasarkan
kemudahan berikatan dengan air maka, bahan organik dapat dibedakan atas hidrofobik (tidak
suka air) dan hidrofilik (suka air). Koloid hidrofobik dapat diflokulasi, sedangan koloid
hidrofilik biasanya tidak. Koloid tanaman kebanyakan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk
dikoagulasi secara konvensional (Tan, 1982).
2.2
Prospek Pengolahan
Karekteristik air gambut seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa air gambut
kurang menguntungkan untuk dijadikan air bagi masyarakat di daerah berawa. Namun karena
jumlah air gambut tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka harus
Universitas Sumatera Utara
bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan
dari segi kesehatan adalah sebagai berikut :
a.
Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut.
b.
Kandungan Organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisne
dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai
secara biologis.
c.
Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai desinfektan,
akan terbentuk Trihalometan (THM) seperti senyawa organoklor yang dapat bersifat
karsinogenik.
d.
Ikatan yang kuat dengan logam (besi dan mangan) menyebabkan kandungan logam
dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi secara terusmenerus.
(Wagner, 2001).
Sebenarnya secara kuantitas air gambut berpotensial menjadi sumber air untuk
dimanfaatkan manusia dalam kebutuhannya sehari-hari. Akan tetapi dari segi kualitas,
estetika dan kesehatan air gambut tidak layak digunakan untuk aktivitas manusia karena tidak
memenuhi standar air bersih sesuai PP 82 Tahun 2001. Hal ini mendorong timbulnya
penelitian-penelitian yang baru dalam pengolahan air gambut, sehingga dapat dimanfaatkan
sesuai standar yang berlaku.
Air gambut dapat diolah dengan berbagai cara, baik fisik maupun kimia. Pengolahan
yang paling umum dilakukan adalah koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi. Namun
hasil yang diberikan dari proses pengolahan tersebut belumlah maksimal untuk permasalahan
zat organik yang terlarut dalam air gambut.
Metode koagulasi konvensional menggunakan koagulan kulit kerang dan batu karang
yang telah dilakukan dalam mengolah air rawa daerah Geuredong Pase hanya mampu
menyisihkan konsentrasi besi 5-58% dan tidak memberikan perubahan warna air yang
signifikan sehingga air rawa gambut hasil olahan masih tampak berwarna kuning kecoklatan.
(N.I.Said., 2010). Metode UV-Peroksidasi hanya dapat menurunkan 77,64% konsentrasi
senyawa organik didalam air gambut dalam waktu 240 menit. (Elfiana dan Zulfikar, 2013)
Metode Two Stage Coagulation mampu menurunkan senyawa organik air rawa
gambut daerah Bangkinang di Riau sampai 88% menggunakan koagulan Alum pada dosis
Universitas Sumatera Utara
280-300 mg/L tetapi tidak signifikan baik terhadap penurunan konsentrasi besinya. Proses
koagulasi yang telah dilakukan membutuhkan jumlah bahan kimia koagulan yang besar.
(Fitria, D., 2008).
Proses elektrokoagulasi yang digunakan untuk mengurangi zat-zat organik dari
limbah rumah potong hewan dengan menggunakan 4 buah elektroda yang dioperasikan pada
arus 0,3 A selama 70 menit menunjukkan penurunan TSS sebesar 99,6391%, TDS sebesar
99,7277% dan warna larutan yang semakin jernih ( nilai turbiditas rendah ).( Ardhani, 2007 ).
2.3
Warna Air
Dalam proses pengolahan air, warna merupakan salah satu parameter fisika yang digunakan
sebagai persyaratan kualitas air baik untuk air bersih maupun untuk air minum. Warna air
dikelompokkan menjadi warna sesungguhnya (true colour) dan warna tampak (apparent
colour). Warna sesungguhnya dari perairan adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan
–bahan terlarut, sedangkan warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh
bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Prinsip yang berlaku dalam penentuan
warna adalah memisahkan terlebih dahulu zat atau bahan-bahan yang terlarut yang
menyebabkan kekeruhan. (Effendi, 2003)
Warna pada air gambut disebabkan karena adanya partikel koloid organik seperti
tannin, lignin dan asam humus yang merupakan dekomposisi dari tanaman. Warna air dapat
diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan suatu skala warna dengan
spektrofotometer.
Skala warna air yang paling banyak digunakan saat ini adalah skala APHA (The
American Public Health Association) dan skala Platina-Cobalt sering disingkat menjadi PtCo unit. Pemeriksaan warna ditentukan dengan membandingkan secara visual warna dari
sampel dengan larutan standar warna yang diketahui konsentrasinya. (Pararaja, 2008).
2.4
Kekeruhan
Kekeruhan didefenisikan sebagai sifat optikal suatu bahan yang dapat menyebarkan dan
menyerap cahaya dan mengirimkannya dalam satu garis lurus. Kekeruhan itu tidak bisa
dikorelasikan dengan persentase berat dari suspended-suspended dalam air itu karena ia
mempunyai hubungan erat dengan cahaya (sifat-sifat optiknya), ukuran dan bentuk partikel
itu sendiri. Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi seperti tanah
Universitas Sumatera Utara
liat, lumpur, bahan organic, plankton dan organism mikroskopik yang menhambat cahaya
melalui air. (Moreno-Casillas, et al., 2007).
Kekeruhan dengan kadar semua jenis zat suspense tidak dapat dihubungkan secara
langsung. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi juga nilai
kekeruhannya. Akan tetapi semakin tingginya nilai podatan terlarut tidak selalu diikuti
dengan tingginya kekeruhan.
Pengukuran yang bersifat visual, yiatu dengan membandingkan air sampel dengan air
standar. Metode lain yang dapat digunakan untuk merngukur kekeruhan yaitu Nephelometric
dengan satuan NTU. Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan
1 mg/L SiO2. Peralatan yang digunakan untuk mengukur kekeruhan yaitu Jackson Candler
Turbidimeter yang dikalibrasi menggunakan silica. Satu unit turbiditas Jackson Candler
Turbidimeter dinyatakan dengan 1 JTU. Konversi antara NTU dengan JTU yaitu bahwa 40
NTU setara dengan 40 JTU. (Gandjar, G.I., 2007).
2.5
Besi
Logam besi memiliki warna putih keperakan, yang kukuh dan liat. Ia melebur pada 15350C.
Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah kecil
karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Asam klorida encer atau
pekat dan asam sulfat encer dapat melarutkan besi.
Fe + HCl
Fe2+ + 2Cl- + H2
2Fe + H2SO4 + 6H+
2Fe3+ + 3SO2 + 6H2O
Dengan asam nitrat encer dingin, terbentuk ion besi (II) dan ammonia :
−
4Fe + 10H+ + NO 3
+
+ 3H2O
4
4Fe2+ + NH
Asam nitrat pekat yang panas dapat melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen oksida
dan ion besi (III) :
Fe + HNO3 + 3H+
Fe3+ + NO + 2H2O
(Shevla, G.,1979)
Besi adalah logam yang kelimpahannya berada pada urutan kedua. Besi umumnya
berbentuk ion Fe2+ (ferro) dalam air dengan tingkat pH < 5,8 dan konsentrasi oksigen yang
rendah. Namun jika konsentarasi oksigen dalam air tinggi, maka Fe2+ akan teroksidasi
menjadi Fe3+. Senyawa humus dalam air gambut membentuk kompleks yang stabil dengan
Universitas Sumatera Utara
ion logam yang akan menyebabkan peningkatan kadar ion logam dalam air. Di sisi lain,
senyawa humus dalam air gambut menghalangi proses oksidasi ion Fe2+ yang lebih bersifat
toksik menjadi ion Fe3+. (Suzuki et al., 1992).
Kandungan besi dalam air yang diperbolehkan < 0,3 ppm apabila melebihi 0,3 ppm,
mengakibatkan warna air menjadi kemerah merahan, memberi rasa tidak enak pada minuman
dan pembentukan endapan pada pipa logam. Kelebihan zat besi (Fe) pada tubuh manusia bisa
menyebabkan keracunan, dimana terjadi muntah, diare dan kerusakan usus serta gangguan
pada ginjal. Selain itu, kelebihan zat besi ini, bisa meningkatkan risiko penyakit jantung. Zat
ini dapat mendorong pembentukan plaque (semacam kerak) di dinding pembuluh arteri,
sehingga terjadi aterosklerosis, yaitu dinding pembuluh arteri jadi tebal dan mengeras.
(Agmalini, S., 2013).
Penentuan kandungan Fe menggunakan metode pengujian yang mengacu pada SNI
06-6989.4-2004. Prinsip utama dari metode pemeriksaan ini adalah dengan penambahan
asam nitrat yang bertujuan untuk melarutkan analit logam dan ,menghilangkan zat zat
pengganggu yang terdapat dalam sampel dengan bantuan pemanas listrik, kemudian diukur
dengan SSA menggunakan gas asetilen, C2H2 pada λspesifik = 248,3 nm. (BSN, SNI 066989.4-2004).
2.6
Mangan
Logam mangan adalah unsur kimia dalam tabek periodik yang memiliki lambang Mn dan
nomor atom 25, berwarna silver metalik, keras dan sangat rapuh. Mangan terdapat dalam
jumlah yang melimpah dengan urutan keduabelas pada batuan dan tanah, namun karena
logam mangan reaktif terhadap oksigen maka unsur ini tidak ditemui dalam keadaan bebas di
alam, yakni dalam bentuk mangan oksida dan hidroksida.( Cotton, F. Albert. 2007).
Mangan melebur pada suhu kira – kira 12500 C. ia bereaksi dengan air hangat
membentuk mangan (II) hidroksida dan hydrogen .
Mn + 2H2O
Mn(OH)2 + H2
Asam mineral encer dan juga asam asetat melarutkannya dengan menghasilkan garam
mangan(II) dan hydrogen.
Mn + 2H+
Mn2+ + H2
Bila ia terserang oleh asam sulfat pekat dan panas, belerang oksida akan dilepaskan .
Universitas Sumatera Utara
Mn + 2H2SO4
Mn2+ SO
(Shevla, G.,1979).
2−
+
4
SO2 + 2H2O
Mangan terdapat dalam semua jaringan tubuh, dan level tertinggi ditemukan pada
hati, ginjal dan pankreas. Konsentrasi mangan dalam tubuh dikontrol oleh regulasi eksresinya
dari hati menuju empedu. Batas aksimum kadar mangan di perairan untuk peruntukan air
minum adalah 0,1 mg/L. Mangan dalam dosis tinggi bersifat toksik. Gejala toksisitas Mn
berupa gangguan kejiwaan, hiperiritabilitas, perlakuan kasar, kerusakan syaraf, halusinasi,
kelupaan, gejala kelainan otak serta tingkah laku abnormal. (Montgomery, J.M., 1985).
Pengujian kandungan Mn menggunakan metode pengujian yang mengacu pada SNI
06-6989.4-2004 dengan penambahan asam nitrat yang bertujuan untuk melarutkan analit
logam Mn dan menghilangkan zat – zat pengganggu yang terdapat dalam contoh uji air dan
air limbah dengan bantuan pemanas listrik, kemudian diukur serapannya dengan SSA
menggunakan gas asetilen, C2H2 pada λspesifik = 279,5 nm. (BSN, SNI 06-6989.4-2004).
2.7
Zeolit
Zeolit pertama kali ditemukan oleh seorang ahli mineral berkebangsaan Swedia, Baron Axel
Frederick Cronsted pada tafun 1756 pada rongga-rongga batuan basalt di pertambangan
Lappmark. Nama zeolit berasal dari bahasa Yunani, “zein” yang berarti membuih dan “litos”
berarti batu. Nama ini sesuai dengan sifat zeolit yang akan membuih bila dipanaskan pada
suhu 1000C hingga 3500C. (Harjanto, S., 1983).
Zeolit dapat didefenisikan sebagai mineral hidrat alumino silikat, dimana mineral ini
terhidrasi dari logam-logam alkali dan alkali tanah dengan struktur tiga dimensi yang
mempunyai rongga dan saluran yang dibentuk atas
penggabungan dan pengulangan unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang dihubungkan oleh
atom oksigen. Rumus umum zeolit ditulis :
Mx/n (AlO2)x )(SiO2)y m.H2O dimana :
M
: Logam alkali atau alkali tanah
n
: Valensi dari kation logam
m
: Banyaknya molekul air per unit sel zeolit
x,y
: Bilangan total tetrahedral per unit sel dan perbandingan y/x
berkisar 1-5
(Keller, G.E. dan Anderson, R.A., 1987).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian laboratorium Departemen Pertambangan dan Energi
Sumatera Utara, zeolit alam ada terdapat di Sarulla (Tapanuli Utara) yang merupakan salah
satu lokasi yang memiliki potensi zeolit alam yang besar. Jenis zeolit yang terdapat di Sarulla
tersebut pada umumnya adalah zeolit klinoptilolit, Na6(Al6Si30O72).24H2O.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Zeolit Alam Sarulla
No.
Senyawa
Kandungan (%)
1.
SiO2
65,2
2.
Al2O3
14,91
3.
Fe2O3
1,80
4.
CaO
4,46
5.
MgO
1,84
6.
K2O
1,49
7.
Na2O
1,29
8.
TiO2
0,75
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Mineral
dan Batubara
Sifat-sifat yang dimiliki zeolit alam Sarulla adalah sebagai berikut :
Warna
: Putih kekuningan
Kekerasan
: 1-2
Sifat dalam
: Rapuh
Sifat lain
: Ringan dan padat
2.8
Ferri Sulfat
Ferri sulfat tersedia dalam bentuk granula atau bubuk yang berwarna merah kecoklatan.
Rumus kimianya adalah Fe2(SO4)3.9H2O. Koagulan ini sedikit bersifat higroskopik tetapi
sulit untuk larut. Ferri sulfat adalah koagulan dengan ion besi trivalent (Fe3+) yang efektif dan
sangat baik untuk pengolahan air minum, air limbah dan penghilangan posfor. Koagulan ini
juga efisien untuk menangani korosi dengan cara mengontrol pembentukan hidrogen sulfida.
(Risdianto, 2007).
Ferri sulfat bekerja pada range pH yang besar yaitu sekitar 5-8, sehingga pH bukan
merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaannya. Ferri sulfat memiliki sifat
Universitas Sumatera Utara
korosif yang lebih rendah terhadap berbagai logam jika dibadingkan dengan ferri klorida.
Ferri sulfat dapat bekerja dengan baik pada air limbah yang memiliki pH rendah seperti air
limbah yang memiliki kandungan lemak dan minyak yang tinggi serta warna yang pekat.
(Duan Jinming, G.J.,2003).
2.9
Proses Elektrokoagulasi
Sekarang ini, elektrokoagulasi sangat digemari dalam proses pengolahan air/air limbah.
Elektrokoagulasi adalah proses pengolahan secara elektrokimia yang mana menggunakan
koagulan logam yang bersifat larut seperti besi dan aluminium. Proses elektrokoagulasi
merupakan proses yang menggunakan elektroda (Fe/Al) untuk menyumbangkan ion ke dalam
aliran air. Elektroda Fe/Al kemudian akan larut dari anoda untuk menghasilkan ion logam
yang sesuai, yang kemudian akan segera terhidrolisis membentuk polimer besi atau
aluminium hidroksida.( H. Liu, et al., 2010)
Menurut Holt et al., 2006 ada berbagai kemungkinan mekanisme yang terjadi dalam
elektrokoagulasi yaitu:
1. Migrasi ke elektroda dengan muatan berlawanan (elektroforesis) dan agregasi disebabkan
netralisasi muatan.
2. Kation atau ion hidrosil (OH-) membentuk endapatan dengan polutan.
3. Kation logam berinteraksi dengan OH- untuk membentuk hidroksida, yang memiliki sifatsifat penyerapan tinggi yang dengan demikian mengalami pengikatan pada polutan
(koagulasi jembatan).
4. Hidroksida membentuk struktur mirip-kisi yang lebih besar dan menyapu air (koagulasi
sapuan).
5. Oksidasi polutan menjadi spesies yang tidak begitu toksik.
6. Pembersihan dengan elektroflotasi dan pelekatan pada gelembung-gelembung.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Holt, 2006)
Reaksi yang terjadi pada proses elektrokoagulasi adalah :
a.
Reaksi pada katoda
Reaksi pada katoda adalah reaksi reduksi terhadap kation, jadi yang diperhatikan
kationnya saja.
1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkali tanah, ion Al+3, dan
ion Mg2+, mengandung ion-ion logam ini tidak dapat direduksi dari larutannya.
Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas Hidrogen (H2) pada
katoda.
2OH- + H2
2H2O + 2e
2. Jika larutan mengandung asam maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas
hidrogen pada katoda.
2H+ + 2e
H2
3. Jika larutan mengandung ion-ion lain maka ion-ion logam ini diendapkan pada permukaan
batang katoda.
b.
Fe2+ + 2e
Fe
Mn2+ + 2e
Mn
Reaksi Pada Anoda
Elektroda pada Anoda, elektrodanya dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya.
Contoh :
Al
Al3+ + 3e
Universitas Sumatera Utara
Zn2+ + 2e
Zn
Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari alumunium,
beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut.
Anoda :
Al
Al3+ + 3e
Katoda :
2H2O + 2e
H2 + 2OH-
2H+ + 2e
H2
O2 + 4H+ + 4e
2H2O
(Holt, P.K. 2006)
2.10
Spetrofotometer Serapan Atom (SSA)
Peristiwa serapan atom pertama sekali diamati Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis hitam
pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang
analisis adalah seorang australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnnya ahli kimia
banmyak tergantung pada cara-cara spektrografik. Beberapa cara ini sulit dan memakan
waktu. Kemudian digantikan dengan Spekroskopi Serapan Atom (SSA). Metode ini sangat
tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. (Dedina, J. 1995).
Teknik
ini
mempunyai
beberapa
kelebihan
dibandingkan
dengan
metode
Spektroskopi emisi konvensional, pada metode konvensional emisi tergantung pada sumber
eksitasi, bila eksitasi dilakukan secara termal maka ia akan tergantung pada temperatur
sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik dan eksitasi secara serentak terjadi
pada berbagai spesies dalam suatu campuran. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur-unsur
dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan, tentu saja perbandingan
banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup
besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak
bergantung pada temperatur. (Khopkar, S.M., 2002).
Metode serapan sangatlah spesifik, logam-logam yang membentuk campuran
komplek dapat dianalisa dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar.
Universitas Sumatera Utara
2.10.1. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom
A
B
C
D
E
F
Gambar 2.3. Sistematis ringkas dari alat SSA
A.
Sumber sinar
Lampu katoda berongga merupakan sinar yang memancarkan spektrum dari unsure
logam yang akan dianalisa (setiap logam memiliki lampu khusus untuk logam tersebut).
B.
Chopper
Mengatur sinar yang dipancarkan.
C.
Tungku
Tempat pembakaran bertujuan untuk mengubah larutan uji menjadi atom – atom dalam
bentuk gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji.
D.
Monokromator
Fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis resonansi daris emua garis yang
tak diserap yanhg dipancarkan oleh sumber radiasi.
E.
Detektor
Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi
yang datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum
digunakan adalah tabung penggandaan foton.
F.
Rekorder
Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.
(Basset, J. Denney.1994)
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Air Gambut
Lahan gambut merupakan salah satu lahan tropis yang lembab, yang memiliki lapisan
senyawa organik yang berasal dari daun, batang dan semua bagian pohon maupun tumbuhan
yang telah lapuk maupun belum. Seluruh isi dari lahan gambut ini merupakan akumulasi dari
senyawa organik. (Salimin et al., 2010)
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun
dataran rendah yang terhambat membusuk secara sempurna oleh kondisi asam dan anaerob
terutama terdapat di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Kusnaedi, 2006) :
1.
Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan)
2.
pH yang rendah
3.
Kandungan zat organik yang tinggi
4.
Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah
5.
Kandungan kation yang rendah
Kelima ciri yang telah disebutkan diatas ternyata mempunyai hubungan satu dengan
lainnya. Derajat keasaman (pH) yang rendah juga disebabkan oleh kandungan kation yang
rendah, adanya zat organik dalam bentuk asam, dan sedikitnya kation dan partikel
tersuspensi. Hal ini menyebabkan berkurangnya proses koagulasi secara alami.
Air rawa umumnya memiliki warna coklat kehitaman. Hal ini disebabkan oleh adanya
kandungan senyawa organik yang berasal dari proses dekomposisi rawa. Air rawa yang
berwarna kehitaman ini terjadi karena adanya kontak antara air dengan beragam sampah
organik, berupa dedaunan maupun kayu, yang mana tahap dekomposisinya juga berbeda –
beda.
Senyawa organik tersebut terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20%
dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin,
suberin, protein, dan senyawa lainnya. Ini merupakan senyawa utama penyebab terjadinya
Universitas Sumatera Utara
warna coklat kehitaman pada air rawa. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat
kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 - 5. (Gasim et al.,2007).
Asam humus merupakan senyawa organik heterogen yang memiliki berat molekul
tinggi dan sulit untuk mengalami degradasi serta secara umum berwarna kuning hingga
hitam. Warna ini akan semakin meningkat intensitasnya apabila terdapat logam besi yang
terikat pada asam organik tersebut. (Stevenson, 1994).
Asam humus diklasifikasikan menjadi tiga fraksi utama berdasarkan kelarutan dan
warnanya, yaitu :
1.
Asam humat
Asam humat memiliki berat molekul 10.000 hingga 100.000 g/mol. Senyawa ini dapat
larut dalam basa dan tidak dapat larut dalam asam. Umumnya asam humat memiliki
warna mulai dari coklat hingga abu – abu. Asam humat dapat dikarakterisasi karena
adanya gugus fungsional yang kaya akan oksigen seperti –COOH, fenolik/enolik –
OH, alcohol –OH dan quionon -C=O. (Stevenson, 1994).
Gambar 2.1 Model struktur asam humat ; R dapat berupa alkil atau aril (Stevenson,
1994)
2.
Asam fulvat
Asam Fulvat memiliki berat molekul yang rendah yaitu antara rentang 1000 hingga
10.000 g/mol. Fraksi asam fulfat memiliki warna mulai dari kuning pucat pada
kondisi pH rendah hingga warna kuning kemerahan pada kondisi pH yang tinggi.
Asam fulfat dapat larut dalam basa dan juga asam. (Stevenson, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Struktur model asam fulvik (Buffle, 1977)
3.
Humin
Humin dianggap sebagai molekul paling besar dari senyawa humus karena rentang
berat molekulnya mencapai 100.000 hingga 10.000.000 g/mol. Sedangkan sifat kimia
dan fisika humin belum banyak diketahui. Tan juga menyatakan bahwa karakteristik
humin adalah berwarna coklat gelap (Tan, 1982). Humin tidak dapat larut dalam air,
alkohol asam maupun basa. (Stevenson, 1994).
Ketiga jenis fraksi asam humus ini memiliki struktur yang hampir sama satu sama
lain, hanya berbeda berat molekul dan kandungan gugus fungsionalnya. (Novita, E., 2008).
Asam fulvik dengan berat molekul yang rendah memiliki kandungan oksigen yang lebih
tinggi dan kandungan karbon yang rendah jika dibandingkan dengan asam humat dengan
berat molekul yang tinggi. Warna juga akan semakin tinggi dengan semakin tingginya berat
molekul.
Bahan organik tanah dan tanamam berada dalam bentuk koloid. Dan berdasarkan
kemudahan berikatan dengan air maka, bahan organik dapat dibedakan atas hidrofobik (tidak
suka air) dan hidrofilik (suka air). Koloid hidrofobik dapat diflokulasi, sedangan koloid
hidrofilik biasanya tidak. Koloid tanaman kebanyakan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk
dikoagulasi secara konvensional (Tan, 1982).
2.2
Prospek Pengolahan
Karekteristik air gambut seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa air gambut
kurang menguntungkan untuk dijadikan air bagi masyarakat di daerah berawa. Namun karena
jumlah air gambut tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka harus
Universitas Sumatera Utara
bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan
dari segi kesehatan adalah sebagai berikut :
a.
Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut.
b.
Kandungan Organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisne
dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai
secara biologis.
c.
Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai desinfektan,
akan terbentuk Trihalometan (THM) seperti senyawa organoklor yang dapat bersifat
karsinogenik.
d.
Ikatan yang kuat dengan logam (besi dan mangan) menyebabkan kandungan logam
dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi secara terusmenerus.
(Wagner, 2001).
Sebenarnya secara kuantitas air gambut berpotensial menjadi sumber air untuk
dimanfaatkan manusia dalam kebutuhannya sehari-hari. Akan tetapi dari segi kualitas,
estetika dan kesehatan air gambut tidak layak digunakan untuk aktivitas manusia karena tidak
memenuhi standar air bersih sesuai PP 82 Tahun 2001. Hal ini mendorong timbulnya
penelitian-penelitian yang baru dalam pengolahan air gambut, sehingga dapat dimanfaatkan
sesuai standar yang berlaku.
Air gambut dapat diolah dengan berbagai cara, baik fisik maupun kimia. Pengolahan
yang paling umum dilakukan adalah koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi. Namun
hasil yang diberikan dari proses pengolahan tersebut belumlah maksimal untuk permasalahan
zat organik yang terlarut dalam air gambut.
Metode koagulasi konvensional menggunakan koagulan kulit kerang dan batu karang
yang telah dilakukan dalam mengolah air rawa daerah Geuredong Pase hanya mampu
menyisihkan konsentrasi besi 5-58% dan tidak memberikan perubahan warna air yang
signifikan sehingga air rawa gambut hasil olahan masih tampak berwarna kuning kecoklatan.
(N.I.Said., 2010). Metode UV-Peroksidasi hanya dapat menurunkan 77,64% konsentrasi
senyawa organik didalam air gambut dalam waktu 240 menit. (Elfiana dan Zulfikar, 2013)
Metode Two Stage Coagulation mampu menurunkan senyawa organik air rawa
gambut daerah Bangkinang di Riau sampai 88% menggunakan koagulan Alum pada dosis
Universitas Sumatera Utara
280-300 mg/L tetapi tidak signifikan baik terhadap penurunan konsentrasi besinya. Proses
koagulasi yang telah dilakukan membutuhkan jumlah bahan kimia koagulan yang besar.
(Fitria, D., 2008).
Proses elektrokoagulasi yang digunakan untuk mengurangi zat-zat organik dari
limbah rumah potong hewan dengan menggunakan 4 buah elektroda yang dioperasikan pada
arus 0,3 A selama 70 menit menunjukkan penurunan TSS sebesar 99,6391%, TDS sebesar
99,7277% dan warna larutan yang semakin jernih ( nilai turbiditas rendah ).( Ardhani, 2007 ).
2.3
Warna Air
Dalam proses pengolahan air, warna merupakan salah satu parameter fisika yang digunakan
sebagai persyaratan kualitas air baik untuk air bersih maupun untuk air minum. Warna air
dikelompokkan menjadi warna sesungguhnya (true colour) dan warna tampak (apparent
colour). Warna sesungguhnya dari perairan adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan
–bahan terlarut, sedangkan warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh
bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Prinsip yang berlaku dalam penentuan
warna adalah memisahkan terlebih dahulu zat atau bahan-bahan yang terlarut yang
menyebabkan kekeruhan. (Effendi, 2003)
Warna pada air gambut disebabkan karena adanya partikel koloid organik seperti
tannin, lignin dan asam humus yang merupakan dekomposisi dari tanaman. Warna air dapat
diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan suatu skala warna dengan
spektrofotometer.
Skala warna air yang paling banyak digunakan saat ini adalah skala APHA (The
American Public Health Association) dan skala Platina-Cobalt sering disingkat menjadi PtCo unit. Pemeriksaan warna ditentukan dengan membandingkan secara visual warna dari
sampel dengan larutan standar warna yang diketahui konsentrasinya. (Pararaja, 2008).
2.4
Kekeruhan
Kekeruhan didefenisikan sebagai sifat optikal suatu bahan yang dapat menyebarkan dan
menyerap cahaya dan mengirimkannya dalam satu garis lurus. Kekeruhan itu tidak bisa
dikorelasikan dengan persentase berat dari suspended-suspended dalam air itu karena ia
mempunyai hubungan erat dengan cahaya (sifat-sifat optiknya), ukuran dan bentuk partikel
itu sendiri. Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi seperti tanah
Universitas Sumatera Utara
liat, lumpur, bahan organic, plankton dan organism mikroskopik yang menhambat cahaya
melalui air. (Moreno-Casillas, et al., 2007).
Kekeruhan dengan kadar semua jenis zat suspense tidak dapat dihubungkan secara
langsung. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi juga nilai
kekeruhannya. Akan tetapi semakin tingginya nilai podatan terlarut tidak selalu diikuti
dengan tingginya kekeruhan.
Pengukuran yang bersifat visual, yiatu dengan membandingkan air sampel dengan air
standar. Metode lain yang dapat digunakan untuk merngukur kekeruhan yaitu Nephelometric
dengan satuan NTU. Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan
1 mg/L SiO2. Peralatan yang digunakan untuk mengukur kekeruhan yaitu Jackson Candler
Turbidimeter yang dikalibrasi menggunakan silica. Satu unit turbiditas Jackson Candler
Turbidimeter dinyatakan dengan 1 JTU. Konversi antara NTU dengan JTU yaitu bahwa 40
NTU setara dengan 40 JTU. (Gandjar, G.I., 2007).
2.5
Besi
Logam besi memiliki warna putih keperakan, yang kukuh dan liat. Ia melebur pada 15350C.
Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah kecil
karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Asam klorida encer atau
pekat dan asam sulfat encer dapat melarutkan besi.
Fe + HCl
Fe2+ + 2Cl- + H2
2Fe + H2SO4 + 6H+
2Fe3+ + 3SO2 + 6H2O
Dengan asam nitrat encer dingin, terbentuk ion besi (II) dan ammonia :
−
4Fe + 10H+ + NO 3
+
+ 3H2O
4
4Fe2+ + NH
Asam nitrat pekat yang panas dapat melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen oksida
dan ion besi (III) :
Fe + HNO3 + 3H+
Fe3+ + NO + 2H2O
(Shevla, G.,1979)
Besi adalah logam yang kelimpahannya berada pada urutan kedua. Besi umumnya
berbentuk ion Fe2+ (ferro) dalam air dengan tingkat pH < 5,8 dan konsentrasi oksigen yang
rendah. Namun jika konsentarasi oksigen dalam air tinggi, maka Fe2+ akan teroksidasi
menjadi Fe3+. Senyawa humus dalam air gambut membentuk kompleks yang stabil dengan
Universitas Sumatera Utara
ion logam yang akan menyebabkan peningkatan kadar ion logam dalam air. Di sisi lain,
senyawa humus dalam air gambut menghalangi proses oksidasi ion Fe2+ yang lebih bersifat
toksik menjadi ion Fe3+. (Suzuki et al., 1992).
Kandungan besi dalam air yang diperbolehkan < 0,3 ppm apabila melebihi 0,3 ppm,
mengakibatkan warna air menjadi kemerah merahan, memberi rasa tidak enak pada minuman
dan pembentukan endapan pada pipa logam. Kelebihan zat besi (Fe) pada tubuh manusia bisa
menyebabkan keracunan, dimana terjadi muntah, diare dan kerusakan usus serta gangguan
pada ginjal. Selain itu, kelebihan zat besi ini, bisa meningkatkan risiko penyakit jantung. Zat
ini dapat mendorong pembentukan plaque (semacam kerak) di dinding pembuluh arteri,
sehingga terjadi aterosklerosis, yaitu dinding pembuluh arteri jadi tebal dan mengeras.
(Agmalini, S., 2013).
Penentuan kandungan Fe menggunakan metode pengujian yang mengacu pada SNI
06-6989.4-2004. Prinsip utama dari metode pemeriksaan ini adalah dengan penambahan
asam nitrat yang bertujuan untuk melarutkan analit logam dan ,menghilangkan zat zat
pengganggu yang terdapat dalam sampel dengan bantuan pemanas listrik, kemudian diukur
dengan SSA menggunakan gas asetilen, C2H2 pada λspesifik = 248,3 nm. (BSN, SNI 066989.4-2004).
2.6
Mangan
Logam mangan adalah unsur kimia dalam tabek periodik yang memiliki lambang Mn dan
nomor atom 25, berwarna silver metalik, keras dan sangat rapuh. Mangan terdapat dalam
jumlah yang melimpah dengan urutan keduabelas pada batuan dan tanah, namun karena
logam mangan reaktif terhadap oksigen maka unsur ini tidak ditemui dalam keadaan bebas di
alam, yakni dalam bentuk mangan oksida dan hidroksida.( Cotton, F. Albert. 2007).
Mangan melebur pada suhu kira – kira 12500 C. ia bereaksi dengan air hangat
membentuk mangan (II) hidroksida dan hydrogen .
Mn + 2H2O
Mn(OH)2 + H2
Asam mineral encer dan juga asam asetat melarutkannya dengan menghasilkan garam
mangan(II) dan hydrogen.
Mn + 2H+
Mn2+ + H2
Bila ia terserang oleh asam sulfat pekat dan panas, belerang oksida akan dilepaskan .
Universitas Sumatera Utara
Mn + 2H2SO4
Mn2+ SO
(Shevla, G.,1979).
2−
+
4
SO2 + 2H2O
Mangan terdapat dalam semua jaringan tubuh, dan level tertinggi ditemukan pada
hati, ginjal dan pankreas. Konsentrasi mangan dalam tubuh dikontrol oleh regulasi eksresinya
dari hati menuju empedu. Batas aksimum kadar mangan di perairan untuk peruntukan air
minum adalah 0,1 mg/L. Mangan dalam dosis tinggi bersifat toksik. Gejala toksisitas Mn
berupa gangguan kejiwaan, hiperiritabilitas, perlakuan kasar, kerusakan syaraf, halusinasi,
kelupaan, gejala kelainan otak serta tingkah laku abnormal. (Montgomery, J.M., 1985).
Pengujian kandungan Mn menggunakan metode pengujian yang mengacu pada SNI
06-6989.4-2004 dengan penambahan asam nitrat yang bertujuan untuk melarutkan analit
logam Mn dan menghilangkan zat – zat pengganggu yang terdapat dalam contoh uji air dan
air limbah dengan bantuan pemanas listrik, kemudian diukur serapannya dengan SSA
menggunakan gas asetilen, C2H2 pada λspesifik = 279,5 nm. (BSN, SNI 06-6989.4-2004).
2.7
Zeolit
Zeolit pertama kali ditemukan oleh seorang ahli mineral berkebangsaan Swedia, Baron Axel
Frederick Cronsted pada tafun 1756 pada rongga-rongga batuan basalt di pertambangan
Lappmark. Nama zeolit berasal dari bahasa Yunani, “zein” yang berarti membuih dan “litos”
berarti batu. Nama ini sesuai dengan sifat zeolit yang akan membuih bila dipanaskan pada
suhu 1000C hingga 3500C. (Harjanto, S., 1983).
Zeolit dapat didefenisikan sebagai mineral hidrat alumino silikat, dimana mineral ini
terhidrasi dari logam-logam alkali dan alkali tanah dengan struktur tiga dimensi yang
mempunyai rongga dan saluran yang dibentuk atas
penggabungan dan pengulangan unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang dihubungkan oleh
atom oksigen. Rumus umum zeolit ditulis :
Mx/n (AlO2)x )(SiO2)y m.H2O dimana :
M
: Logam alkali atau alkali tanah
n
: Valensi dari kation logam
m
: Banyaknya molekul air per unit sel zeolit
x,y
: Bilangan total tetrahedral per unit sel dan perbandingan y/x
berkisar 1-5
(Keller, G.E. dan Anderson, R.A., 1987).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian laboratorium Departemen Pertambangan dan Energi
Sumatera Utara, zeolit alam ada terdapat di Sarulla (Tapanuli Utara) yang merupakan salah
satu lokasi yang memiliki potensi zeolit alam yang besar. Jenis zeolit yang terdapat di Sarulla
tersebut pada umumnya adalah zeolit klinoptilolit, Na6(Al6Si30O72).24H2O.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Zeolit Alam Sarulla
No.
Senyawa
Kandungan (%)
1.
SiO2
65,2
2.
Al2O3
14,91
3.
Fe2O3
1,80
4.
CaO
4,46
5.
MgO
1,84
6.
K2O
1,49
7.
Na2O
1,29
8.
TiO2
0,75
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Mineral
dan Batubara
Sifat-sifat yang dimiliki zeolit alam Sarulla adalah sebagai berikut :
Warna
: Putih kekuningan
Kekerasan
: 1-2
Sifat dalam
: Rapuh
Sifat lain
: Ringan dan padat
2.8
Ferri Sulfat
Ferri sulfat tersedia dalam bentuk granula atau bubuk yang berwarna merah kecoklatan.
Rumus kimianya adalah Fe2(SO4)3.9H2O. Koagulan ini sedikit bersifat higroskopik tetapi
sulit untuk larut. Ferri sulfat adalah koagulan dengan ion besi trivalent (Fe3+) yang efektif dan
sangat baik untuk pengolahan air minum, air limbah dan penghilangan posfor. Koagulan ini
juga efisien untuk menangani korosi dengan cara mengontrol pembentukan hidrogen sulfida.
(Risdianto, 2007).
Ferri sulfat bekerja pada range pH yang besar yaitu sekitar 5-8, sehingga pH bukan
merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaannya. Ferri sulfat memiliki sifat
Universitas Sumatera Utara
korosif yang lebih rendah terhadap berbagai logam jika dibadingkan dengan ferri klorida.
Ferri sulfat dapat bekerja dengan baik pada air limbah yang memiliki pH rendah seperti air
limbah yang memiliki kandungan lemak dan minyak yang tinggi serta warna yang pekat.
(Duan Jinming, G.J.,2003).
2.9
Proses Elektrokoagulasi
Sekarang ini, elektrokoagulasi sangat digemari dalam proses pengolahan air/air limbah.
Elektrokoagulasi adalah proses pengolahan secara elektrokimia yang mana menggunakan
koagulan logam yang bersifat larut seperti besi dan aluminium. Proses elektrokoagulasi
merupakan proses yang menggunakan elektroda (Fe/Al) untuk menyumbangkan ion ke dalam
aliran air. Elektroda Fe/Al kemudian akan larut dari anoda untuk menghasilkan ion logam
yang sesuai, yang kemudian akan segera terhidrolisis membentuk polimer besi atau
aluminium hidroksida.( H. Liu, et al., 2010)
Menurut Holt et al., 2006 ada berbagai kemungkinan mekanisme yang terjadi dalam
elektrokoagulasi yaitu:
1. Migrasi ke elektroda dengan muatan berlawanan (elektroforesis) dan agregasi disebabkan
netralisasi muatan.
2. Kation atau ion hidrosil (OH-) membentuk endapatan dengan polutan.
3. Kation logam berinteraksi dengan OH- untuk membentuk hidroksida, yang memiliki sifatsifat penyerapan tinggi yang dengan demikian mengalami pengikatan pada polutan
(koagulasi jembatan).
4. Hidroksida membentuk struktur mirip-kisi yang lebih besar dan menyapu air (koagulasi
sapuan).
5. Oksidasi polutan menjadi spesies yang tidak begitu toksik.
6. Pembersihan dengan elektroflotasi dan pelekatan pada gelembung-gelembung.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Holt, 2006)
Reaksi yang terjadi pada proses elektrokoagulasi adalah :
a.
Reaksi pada katoda
Reaksi pada katoda adalah reaksi reduksi terhadap kation, jadi yang diperhatikan
kationnya saja.
1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkali tanah, ion Al+3, dan
ion Mg2+, mengandung ion-ion logam ini tidak dapat direduksi dari larutannya.
Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas Hidrogen (H2) pada
katoda.
2OH- + H2
2H2O + 2e
2. Jika larutan mengandung asam maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas
hidrogen pada katoda.
2H+ + 2e
H2
3. Jika larutan mengandung ion-ion lain maka ion-ion logam ini diendapkan pada permukaan
batang katoda.
b.
Fe2+ + 2e
Fe
Mn2+ + 2e
Mn
Reaksi Pada Anoda
Elektroda pada Anoda, elektrodanya dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya.
Contoh :
Al
Al3+ + 3e
Universitas Sumatera Utara
Zn2+ + 2e
Zn
Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari alumunium,
beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut.
Anoda :
Al
Al3+ + 3e
Katoda :
2H2O + 2e
H2 + 2OH-
2H+ + 2e
H2
O2 + 4H+ + 4e
2H2O
(Holt, P.K. 2006)
2.10
Spetrofotometer Serapan Atom (SSA)
Peristiwa serapan atom pertama sekali diamati Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis hitam
pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang
analisis adalah seorang australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnnya ahli kimia
banmyak tergantung pada cara-cara spektrografik. Beberapa cara ini sulit dan memakan
waktu. Kemudian digantikan dengan Spekroskopi Serapan Atom (SSA). Metode ini sangat
tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. (Dedina, J. 1995).
Teknik
ini
mempunyai
beberapa
kelebihan
dibandingkan
dengan
metode
Spektroskopi emisi konvensional, pada metode konvensional emisi tergantung pada sumber
eksitasi, bila eksitasi dilakukan secara termal maka ia akan tergantung pada temperatur
sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik dan eksitasi secara serentak terjadi
pada berbagai spesies dalam suatu campuran. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur-unsur
dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan, tentu saja perbandingan
banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup
besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak
bergantung pada temperatur. (Khopkar, S.M., 2002).
Metode serapan sangatlah spesifik, logam-logam yang membentuk campuran
komplek dapat dianalisa dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar.
Universitas Sumatera Utara
2.10.1. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom
A
B
C
D
E
F
Gambar 2.3. Sistematis ringkas dari alat SSA
A.
Sumber sinar
Lampu katoda berongga merupakan sinar yang memancarkan spektrum dari unsure
logam yang akan dianalisa (setiap logam memiliki lampu khusus untuk logam tersebut).
B.
Chopper
Mengatur sinar yang dipancarkan.
C.
Tungku
Tempat pembakaran bertujuan untuk mengubah larutan uji menjadi atom – atom dalam
bentuk gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji.
D.
Monokromator
Fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis resonansi daris emua garis yang
tak diserap yanhg dipancarkan oleh sumber radiasi.
E.
Detektor
Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi
yang datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum
digunakan adalah tabung penggandaan foton.
F.
Rekorder
Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.
(Basset, J. Denney.1994)
Universitas Sumatera Utara