Analisis Kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu) Dan Kalsium (Ca) Dalam Air Gambut Setelah Dijernihkan Dengan Metode Elektrokoagulasi

(1)

ANALISIS KADAR BESI (Fe), TEMBAGA (Cu) DAN KALSIUM

(Ca) DALAM AIR GAMBUT SETELAH DIJERNIHKAN

DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

TESIS

Oleh

JATI SETIASIH

087006014/KM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ANALISIS KADAR BESI (Fe), TEMBAGA (Cu) DAN KALSIUM

(Ca) DALAM AIR GAMBUT SETELAH DIJERNIHKAN

DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JATI SETIASIH

087006014/KM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KADAR BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN KALSIUM (Ca) DALAM AIR GAMBUT SETELAH DIJERNIHKAN DENGAN

METODE ELEKTROKOAGULASI. Nama Mahasiswa : Jati Setiasih

NIM : 087006014 Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Zul Alfian, Msc) (Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D) (Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 24 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Zul Alfian, MSc

Anggota : 1. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil 2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Yunazar Manjang

4. Prof. Dr. Pina Barus, MS 5. Dr. Rumondang Bulan, MS


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS KADAR BESI (Fe), TEMBAGA (Cu) DAN KALSIUM (Ca) DALAM AIR GAMBUT SETELAH DIJERNIHKAN

DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2010 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Air gambut yaitu air yang terdapat dan selalu menggenangi lahan gambut. Ciri-ciri air gambut intensitas warna yang tinggi (kuning atau merah kecoklatan), pH rendah antara 2-5, rasanya asam, kandungan zat organiknya tinggi serta rendahnya konsentrasi partikel dan kation.

Pada sebagian gambut kandungan Fe, Al, Na, S dan P mencapai kadar tinggi. Sedangkan kandungan unsur mikro dalam gambut adalah B, Sr, Zn, Cr, Ag, Au, Ca, Ba, Ti, V, Cu, Mn, I dan Co.

Metode elektrokoagulasi adalah salah satu cara untuk mengolah air gambut menajdi air bersih. Proses elektrokoagulasi ini dilakukan dengan cara memasukkan elektroda dari Lempeng Logam Aluminium dengan ukuran 5 x 8 cm dengan ketebalan 1 mm, Larutan Tawas 10 ml (1000 ppm), arus listrik 12 volt dan waktu elektrokoagulasi 45 menit ke dalam 1000 ml sampel air gambut.

Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Kalsium (Ca) sebelum dan setelah dijernihkan. Analisis logam-logam tersebut menggunakan alat spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

Hasil yang diperoleh bahwa kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Kalsium (Ca) berturut-turut adalah 1,4030 mg/L, 0,2954 mg/L dan 3,7361 mg/L sedangkan kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Kalsium (Ca) setelah dijernihkan berturut-turut adalah 0,3411 mg/L, 0,0156 mg/L dan 2,0560 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa metode elektrokoagulasi dengna penambahan tawas 10 ml (1000 ppm) telah menurunkan kadar Fe sebesar 75,69 %, kadar Tembaga (Cu) sebesar 94,75 % dan kadar Kalsium sebesar 44,97 %.

Kata Kunci : Air Gambut, Metode Elektrokoagulasi, Logam Fe, Cu, dan C


(7)

ABSTRACT

Peat moss water is water found and covers the peat moss area. The characteristics of peat moss water is a higher color intensity (yellow or brownish red). The lower of pH in the range of 2-5, sour, the higher organic ontent and the lower concentration of particle and cation. The content of Fe, Al, Na, S and P is higher. While the content of micro element in peat moss are B, S, Zn, C, Ag, Au, Ca, Ba, Ti, V, Cu, Mn, I and Co. Electrocoagulation method is process method of peat moss water to be the pure water. The electro coagulation process is conducted by put the electrode from the alluminium plate in the size of 5 x 8 cm and thickness 1 mm, alum 100 ml (1000 ppm), electric current 12 volt and electrocoagulation time is 45 minutes into 1000 ml sampel of peat moss.

This research will analyse the content of iron (Fe), cuprum (Cu), and calsium (Ca) in which before and after purification. The analysis of the elements using the atom absorption spectrophotometric.

The results is the content of the content iron (Fe), curprum (Cu), and calsium (Ca) are 1,4030 mg/L, 0,2954 mg/L and 3,7361 mg/L, respectively. The weight of iron (Fe), cuprum (Cu) nd calsium (Ca) after was cleaned the arragered were 0,3411 mg/L, 0,0156 mg/L and 2,0560 mg/L. This indicates that electrocoagulation method by alum 10 ml (1000 ppm) minimize the content of Fe for 75,69%, Cuprum (Cu) content for 94,72% and Calcium content is 44,97 %.

Keywords : Peat moss water, Electrocoagulation method, Metal Fe, Cu and Ca.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “ ANALISIS KADAR BESI (Fe), TEMBAGA (Cu) DAN KALSIUM (Ca) DALAM AIR GAMBUT SETELAH DIJERNIHKAN DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI ”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Sumatera Utara c.q Ketua Bappeda Propinsi Sumatera Utara yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya penulisan tesis ini penulis mengucapkan teirma kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan. Direktur Sekolah PascaSarjana ibu Prof. Dr. Ir. Chairunnisa B., MSc, Dekan F-MIPA USU Prof. Dr. Eddy Marlianto,MSc dan Ketua Program Studi Kimia Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada sekolah pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : Prof. Dr. Zul Alfian, MSc., selaku Pembimbing Utama dan Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., M.Phil selaku anggota Komisi Pembimbing yang setiap saat penuh perhatian, selalu memberikan bimbingan, saran dan perbaikan dalam penyusunan tesis ini.

Serta tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya keapda : 1. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, Ms, Ph.D., Bapak Prof. Pina Barus, Ibu Dr.

Rumondang Bulan selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini, untuk itu penulis ucapkan terima kasih. 2. Kepala Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Sumatera Utara beserta

staf dan asisten atas fasilitas dan sarana yang telah diberikan.


(9)

3. Bapak/Ibu Dosen PascaSarjana Ilmu Kimia terkhusus Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, yang telah membimbing dan memotivasi saya sampai selesainya tesis ini. Kepada Bapak saya ucapkan terima kasih.

4. Kepala MAN 2 MODEL MEDAN Bapak H. Ali Masran Daulay SPd, MA yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara.

5. Orang tua saya yang saya sayangi Bapak H. Katimin Dwi Jomartoyo dan Ibunda Hj. Sutiyah serta buat semua adik-adik tercinta Menik Sularsih,SPd, Ir. Trigus Taman dan Ratna Susanti, SKM, serta yang saya sayangi keluarga Bapak mertua, Almarhum Bapak Sirun beserta Ibu Masinah Br. Ginting serta adik Dessy Ratnasari (Juliati) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, dan motivasi baik dalam do’a, tenaga dan materil dalam menyelesaikan penelitian dan tesis ini. 6. Sahabat saya terkasih Suyati, SPd, MPKim beserta suami Bapak Syamsul Komar, SPd, Msi, yang telah banyak memberikan dorongan moril da bantuan yang tak ternilai harganya, saya ucapkan terima kasih.

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Kimia Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2008 yang telah banyak membantu penulis.

Akhirnya terima kasih kepada suami terkasih Subowo dan anak-anakku tersayang Baskoro Pakusadewo, Wira Ardi Kesuma Adji, dan Embun Faradiba yang dengan kesabaran dan perhatiannya serta dukungan do’a dan dorongan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Semoga segala bantuan dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal kebaikan. Penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan dimasa yang akan datang.

Medan, Maret 2010 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

JATI SETIASIH

Lahir di Purbalingga, 30 Januari 1967 dari pasangan H. Katimin Dwijomartoyo dan Hj. Sutiyah anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri TIDU I, Kec. Bukateja, Kab. Purbalingga Provinsi Jawa Tengah. Lulus tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Bukateja, Kab. Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah Lulus tahun 1983, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah lulus tahun 1986, melanjutkan pendidikan ke Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Semarang, Provinsi Jawa Tengah, lulus dengan mendapat gelar Sarjana S-1 (Dra). Tahun 1991 mengajar di SMA Swasta UISU Medan tahun 1994-1996, di SMA Swasta Al-Azhar Medan tahun 1994-1996, di MAN Panyabungan Mandailing Natal tahun 1997-2000 dan di MAN 2 MODEL MEDAN dari tahun 2000 hingga sekarang. Mengikuti Program Magister Ilmu Kimia Universitas Sumatera Utara tahun 2008 dengan Beasiswa dari Bappeda Provinsi Sumatera Utara lulus tahun 2010.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan ... 6

1.2.1 Identifikasi Masalah... 6

1.2.2 Rumusan Masalah ... 7

1.2.3 Pembatasan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian... ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Metodologi Penelitian... ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10


(12)

2.2. Air Gambut ... 11

2.3. Pengelolaan Air Gambut ... 19

2.4. Elektro Koagulasi ... 20

2.4.1 Koagulasi ... 26

2.4.2 Flokulasi ... 26

2.4.3 Keuntungan dari Elektrokoagulasi ... 27

2.5. Zat Besi (Fe) ...28

2.5.1 Sifat-sifat Logam Besi ... 28

2.5.2 Logam Besi dalam Kehidupan Manusia... 28

2.5.3 Logam Besi dalam Air... 29

2.6. Logam Berat Tembaga (Cu) ... 30

2.7. Logam Kalsium ... 31

2.8. Spektro Fotometer Serapan Atom (SSA) ... 32

2.8.1 Prinsip Dasar Spektofotometer Serapan Atom ... 32

2.8.2 Cara Kerja Spektrofoto Serapan Atom ... 33

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...35

3.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2 Populasi dan Sampel... 35

3.3 Bahan – bahan dan ALat ... 36

3.4 Prosedur Penelitia... 37

3.4.1 Preparasi Pelitian ... 37


(13)

3.4.3 Preparasi Larutan Tawas 1000 ppm... 38

3.4.4 Pembuatan Kurvakalibrasi Besi (Fe) SNI.06.6989.6-200439 3.4.4.1 Pengukuran Logam Besi (Fe)SNI.06.6989.6-2004... 39

3.4.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Tembaga (Cu) SNI.06.6989.6 -2004... 40

3.4.5.1 Pengukuran Logam Tembaga (Cu) dengan SSa ... 41

3.4.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium (Ca) SNI.06.6989.56. 2005 ... 42

3.5 Bagan Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi (Fe) ... 45

3.6 Bagan Pembuatan Kurva Kalibrasi Tembaga (Cu)... 46

3.7 Bagan Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium (Ca) ... 47

3.8 Bagan Penelitian ... 48

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Hasil Penelitian ... 50

4.1.1 Pengukuran Logam Besi (Fe)... 50

4.1.1.1 Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisis Regresi Besi (Fe) ... 50

4.1.1.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi Kadar Analit Besi (Fe) dengan Metode Kurva Kalibrasi ... 52

4.1.1.3 Penurunan Persamaan Regresi Besi (Fe) ... 53

4.1.1.4 Penentuan Kadar Analit Besi (Fe)... 54

4.1.2 Pengukuran Logam Tembaga (Cu) ... 56

4.1.2.1 Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisa REgresi Tembaga (Cu) ... 56


(14)

4.1.2.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi dan Kadar Analit

Tembaga (Cu) dengan Metode Kurva Kalibrasi.. 58

4.1.2.3 Penurunan Persamaan Regresi TEmbaga (Cu).... 59

4.1.2.4 Penentuan Kadar Analit Tembaga (Cu)... 60

4.1.3 Pengukuran Logam Kalsium (Ca)……… ……62

4.1.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisis Regresi Kalsium (Ca) ...62

4.1.3.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi dan Kadar Analit Kalsium (Ca) dengan Metode Kurva Kalibrasi... 64

4.1.3.3 Penurunan Persamaan Regresi Kalsium (Cu) ... 65

4.1.3.4 Penentuan Kadar Analit Kalsium (Ca) ... 66

4.2 Pembahasan... 68

4.2.1 Perlakuan Sampel Air Gambut ... 68

4.2.2 Penurunan Kadar Logam Besi (Fe) ... 72

4.2.3 Penurunan Kadar Logam Tembaga (Cu)... 75

4.2.4 Penurunan Kadar Logam Kalsium (Ca) ... 77

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...79

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... ... 81


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Kandungan Unsur Mikro Tanah Gambut Sumatera Utara... 2

1.2 Kualitas air di perairan lahan gamut bekas terbakar di sekitar Taman Nasioanl Berbak, jambi (Suryadipura , 1998. Tidak dipublikasikan ... 2

1.3 Kualitas air tanah pada sistem drainase dangkal dibanding dengan sistem sawah di daerah Kalimantan Selatan ... 3

3.1 Kondisi Parameter Spektroskopi Serapan Atom(SSA) Untuk Unsur (Fe) dengan Shimadzu AA 6-300 ... 40

3.2 Kondisi Parameter Spektroskopi Serapan Atom(SSA) Untuk Unsur (Cu) Tembaga dengan Shimadzu AA 6-3000C... 41

3.3 Kondisi Parameter Spektroskopi Serapan Atom(SSA) Untuk Unsur (Ca) dengan Shimadzu AA 6-300 ... 43

4.1 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Besi (Fe) dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) ... 50

4.2 Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Besi (Fe)... 52

4.3 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Besi (Cu) ... 56

4.4 Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Tembaga (Cu) ... 58

4.5 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kalsium (Ca) ... 62

4.6 Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Kalsium (Ca)... 64

4.7 Pengaruh Elektrokoagulasi Terhadap Pengelolaan Air Gambut... 68 4.8 Elektrokoagulasi Sampel Air Gambut dengan Penambahan Larutan Tawas69

viii

x


(16)

4.8 Karakteristik Air Gambut Sebelum dan Sesudah Diolah dengan Metode Elektrokoagulasi dengan Penambahan Larutan Tawas 10 ml (1000ppm)... 69


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1Model Sturuktur Aam Humat Berdasrakan Stevenson (1982) R Dapat

Berupa Alkil, Aril, Atau Arakil... 15

2.2Model Aturuktur Asam Fulvat Berdasarkan Buffle et al. (1997) ... 16

2.3Pronsip dari Proses Elektrokoagulasi (Ni’am, 2001)... 21

2.4Mekanisme dalam Elektrokoagulasi ... 22

2.5Skematis Ringkasan Spektrofotometer Serapan Atom ... 33

3.1Susunana Alat Elektrokoagulasi ... 38

3.2Flow Shett Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi (Fe) ... 45

3.3Flow Shett Pembuatan Kurva Kalibrasi Tembaga (Cu)... 46

3.4Flow Shett Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium (Ca) ... 47

3.5Flao Shett Elektrokoagulasi Sampel Air Gambut ... 48

3.6Flow Shatt Elektrokoagulasi Sampel Air Gambut dengan Penambahan Tawas 10 ml (1000 ppm) ... 49

3.7Kurva Kalibrasi Larutan Standar Besi (Fe)... 51

3.8Kurva Kalibrasi Larutan Standar Tembaga (Cu) ... 57

3.9Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium (Ca)... 63

4.1Grafik Kenaikan pH Sampel Air Gambut ... 70

4.2Grafik Penurunan Warna Sampel Air Gambut ... 71

4.3Grafik Pengaruh Perlakuan Sampel Terhadap Kadar Logam Besi (Fe) dalam Air Gambut... 73


(18)

4.4Grafik Pengaruh Perlakuan Sampel Terhadap Kadar Logam Tembaga (Cu) dalam Air Gambut ... 75

4.5Grafik Pengaruh Perlakuan Sampel Terhadap Kadar Unsur Kalsium (Ca) dalam Air Gambut ... 78


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI 416/MENKES/PER/IX/

1990... 85 2. Data Hasil Pengukuran Absorobasi Logam Fe Dalam Air Sampel Gambut

Sebelum Dielektrokoagulasi ... 87 3. Data Hasil Pengukuran Absorobasi Logam Fe Dalam Sampel Air Gambut

Sesudah Dielektrokoagulasi ... 88 4. Data Hasil Pengkuta Absorobasi Logam Fe Dalam Sampel Air Gambut

Sesudah Dielektrokoagulasi Denga Penambahan Tawas... 89 5. Data Absorbansi Rata- RataDan Hasil Perhitungan Konsentrasi Logam Fe

Dalam Sampel Air Gambut... 90 6. Data Hasil Pengukuran Absorobasi Logam Cu dalam Sampel Air Gambut

Sebelum Dielektrokoagulasi ... 91 7. Data Hasil Pengukuran Absorobasi Logam Cu dalam Sampel Air Gambut

Sesudah Dielektrokoagulasi... 92 8. Data Hasil Pengukuran Absorobasi Logam Cu dalam Sampel Air Gambut

Sesudah Dielektrokoagulasi dengan penambahan Tawas... 92 9. Data Absorbansi Rata- Rata Dan Hasil Perhitungan Kadar Logam Cu dalam

Sampel Air Gambut ... 93 10. Data Hasil Pengukuran Logam Ca Dalam Sampel Air Gambut Sebelum Dielektrokoagulasi ... 94 11. Data Hasil Pengukuran Absorobasi Logam Ca dalam Sampel Air Gambut

Sesudah Dielektrokoagulasi ... 95 xii


(20)

12. Data Hasil Pengukuran Absorobasi Logam Ca dalm Sampel Air Gambut Sesudah Dielektrokoagulasi Denga Penambahan Tawas ... 96

13. Data Absorbansi Rata- Rata Dan Hasil Perhitungan Kadar Logam Ca dalam Sampel Air Gambut... 97 14. Peta Kab. Tapanuli Tengah ... 98 15. Peta Sumatera Utara dan Tapanuli Tengah ... 99


(21)

ABSTRAK

Air gambut yaitu air yang terdapat dan selalu menggenangi lahan gambut. Ciri-ciri air gambut intensitas warna yang tinggi (kuning atau merah kecoklatan), pH rendah antara 2-5, rasanya asam, kandungan zat organiknya tinggi serta rendahnya konsentrasi partikel dan kation.

Pada sebagian gambut kandungan Fe, Al, Na, S dan P mencapai kadar tinggi. Sedangkan kandungan unsur mikro dalam gambut adalah B, Sr, Zn, Cr, Ag, Au, Ca, Ba, Ti, V, Cu, Mn, I dan Co.

Metode elektrokoagulasi adalah salah satu cara untuk mengolah air gambut menajdi air bersih. Proses elektrokoagulasi ini dilakukan dengan cara memasukkan elektroda dari Lempeng Logam Aluminium dengan ukuran 5 x 8 cm dengan ketebalan 1 mm, Larutan Tawas 10 ml (1000 ppm), arus listrik 12 volt dan waktu elektrokoagulasi 45 menit ke dalam 1000 ml sampel air gambut.

Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Kalsium (Ca) sebelum dan setelah dijernihkan. Analisis logam-logam tersebut menggunakan alat spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

Hasil yang diperoleh bahwa kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Kalsium (Ca) berturut-turut adalah 1,4030 mg/L, 0,2954 mg/L dan 3,7361 mg/L sedangkan kadar Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Kalsium (Ca) setelah dijernihkan berturut-turut adalah 0,3411 mg/L, 0,0156 mg/L dan 2,0560 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa metode elektrokoagulasi dengna penambahan tawas 10 ml (1000 ppm) telah menurunkan kadar Fe sebesar 75,69 %, kadar Tembaga (Cu) sebesar 94,75 % dan kadar Kalsium sebesar 44,97 %.

Kata Kunci : Air Gambut, Metode Elektrokoagulasi, Logam Fe, Cu, dan C


(22)

ABSTRACT

Peat moss water is water found and covers the peat moss area. The characteristics of peat moss water is a higher color intensity (yellow or brownish red). The lower of pH in the range of 2-5, sour, the higher organic ontent and the lower concentration of particle and cation. The content of Fe, Al, Na, S and P is higher. While the content of micro element in peat moss are B, S, Zn, C, Ag, Au, Ca, Ba, Ti, V, Cu, Mn, I and Co. Electrocoagulation method is process method of peat moss water to be the pure water. The electro coagulation process is conducted by put the electrode from the alluminium plate in the size of 5 x 8 cm and thickness 1 mm, alum 100 ml (1000 ppm), electric current 12 volt and electrocoagulation time is 45 minutes into 1000 ml sampel of peat moss.

This research will analyse the content of iron (Fe), cuprum (Cu), and calsium (Ca) in which before and after purification. The analysis of the elements using the atom absorption spectrophotometric.

The results is the content of the content iron (Fe), curprum (Cu), and calsium (Ca) are 1,4030 mg/L, 0,2954 mg/L and 3,7361 mg/L, respectively. The weight of iron (Fe), cuprum (Cu) nd calsium (Ca) after was cleaned the arragered were 0,3411 mg/L, 0,0156 mg/L and 2,0560 mg/L. This indicates that electrocoagulation method by alum 10 ml (1000 ppm) minimize the content of Fe for 75,69%, Cuprum (Cu) content for 94,72% and Calcium content is 44,97 %.

Keywords : Peat moss water, Electrocoagulation method, Metal Fe, Cu and Ca.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luas lahan gambut di Indunesia merupakan 87% dari seluruh luas gambut di Asia Tenggara atau 52,4% dari seluruh lahan gambut di daerah tropik. Lahan gambut di Indonesia tersebar di Sumatera (41,1%), Kalimantan (33,8 %), Irian Jaya (23,0 %), Sulawesi (1,6 %) serta Halmahera dan Seram (0,5 %). Di Kalimantan, lahan gambut terdapat di wilayah pantai Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan serta sebagian kecil Pantai Kalimantan Timur (Komarudin, 19998).

Gambut terbentuk di alam dalam berbagai kondisi biologi, kimia, fisika dan geologi yang mempengaruhi sifat-sifat fisika-kimianya. Kimiawi gambut terjadi akibat dari kombinasi komposisi kimia tumbuhan mire dan mikroorganisme, kualitas air tanah dan substansi-substansi sekunder yang dihasilkan selama proses dekomposisi.

Tanah gambut mengandung bahan-bahan anorganik dan bahan organik (Aiken dkk,1985). Substansi anorganik yang masuk ke dalam gambut sebagai unsur-unsur mineral tanah karena tindakan air atau angin atau sebagai substansi mineral, yang pada awalnya terikat pada organisma tumbuhan. Kandungannya di dalam gambut biasanya tidak lebih tinggi dari 10%. Kandungan Fe, Al, Na, S dan P mencapai kadar tinggi pada sebagian gambut. Unsur-unsur mikro yang ada di dalam gambut adalah B, Sr, Zn, Cr, Ag, Au, Ba, Ti, V, Cu, Mn, I dan Co.


(24)

Tabel 1.1 Kandungan Unsur MikroTanah Gambut Sumatera Utara

Unsur-unsur Kandungan unsur (kg/ha) pada kedalaman 0-25 cm

Kandungan unsur (kg/ha) pada kedalaman 80-100 cm

Co 0,1-0,2 0,05-0,1

Cu 0,8-8 0,2-0,8

Fe 143-175 67-122

Mn 4,1-25 1,1-1,7

Mo 0,6-1 0,3-0,6

Zn 2,8-4,4 1,8-4,8

Sumber: Wahyunto, dkk, 2004

Tabel 1.2. Kualitas air di perairan lahan gamut bekas terbakar di sekitar Taman Nasioanl Berbak, jambi (Suryadipura , 1998. Tidak dipublikasikan)

Kualitas air di perairan lahan gamut bekas terbakar

Parameter Satuan

Simpang Datuk Rawa gamut tergenang (5 titik pengamatan Air Hitam Dalam Rawa gamut tergenang (6 titik pengamatan) Sungai Palas Rawa gamut tergenang (6 titik pengamatan) Sungai Rambut Perairan gamut mengalir (2 titik pengamatan) Fisika 1.padatan tersuspensi

Mg/1 6-6 2-10 2-8 34-38

2. konduktivitas umhos/ cm 1300-1800 140-323 700-1050 500-900 Kimia

1. pH* * 3,28-3,40 4,20-5,20 3,30-3,51 3,35-3,49 2. Alkalinitas Mg/1CaCO3 ttd ttd ttd ttd

3. Asiditas Mg/1 280-760 44-64 120-220 160 4. Total Fe Mg/1 3,22-5,32 1,31-5,49 1,71-4,65 4,56-6,43 5. Kalsium (Ca) Mg/1 0,05-0,24 0,05-0,55 0,26-3,77 0,05-0,31 6. COD Mg/1 7,5-20,0 8-86 7,5-20,0 45-74 7. Sulfat (SO4) Mg/1 682-695 38-385 137-477 136-333

8. Kesadahan Total Mg/1CaCO3 280-320 20-70 140-240 100-140

9. Oxygen terlarut Mg/1 O2 3,7-5,6 2,8-5,7 1,5-5,3 3,2-4,2

*) tingginya nilai konduktivitas dan rendahnya pH diduga berasal dari

terosidaksinya prit, sehingga terbentuk senyawa asam sulfat yang bersifat sangat asam


(25)

Tabel 1.3. Kualitas air tanah pada sistem drainase dangkal dibanding dengan sistem sawah di daerah Kalimantan Selatan

Sifat air tanah Musim kemarau

drainase dangkal Sawah

Musim hujan

Drainase dangkal Sawah

- pH 5,0 3,9 4,3 3,6

- SO42- (me/kg) 2.0 2,7 3,1 5,1

- Fe2+ (me/kg) 0,66 0,55 0,82 1,1

- Al3+ (me/Kg) 0,71 1,1 0,90 1,2

- Mg2+ (me/Kg) 0,39 0,58 0,90 1,2

Sumber : Balittra,1998

Air gambut, yaitu air yang terdapat dan selalu menggenangi lahan gambut. Air gambut yang terdapat di Indonesia secara kuantitatif sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih atau air minum, namun kenyataannya secara kualitas, air gambut dalam penggunaannya masih banyak mengalami kendala.

Salah satu kendala penggunaannya sebagai air bersih adalah : 1. Intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan) 2. pH yang rendah

3. Kandungan zat organik yang tinggi

4. Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah 5. Kandungan kation yang rendah

Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam dan


(26)

turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu (Kusnaedi, 2006). Adanya ion Fe+2 dalam air gambut berasal dari pirit. Pirit adalah mineral tanah berukuran mikro yang tidak terlihat dengan mata, yang terdapat pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan endapan marin. Pirit terbentuk dalam lingkungan air laut atau payau, yang mempunyai bahan organik yang berasal dari tumbuhan pantai seperti api-api bakau atau nipah dan bakteri anaerobik pereduksi senyawa sulfat. Sebagai hasil kerja bakteri anaerob pereduksi senyawa sulfat, terbentuk mineral-mineral tanah berukuran mikro, yang disebut pirit (FeS2) (Pyrite cubic-FeS2).

Lapisan tanah yang banyak mengandung mineral pirit ini, apabila masih belum diganggu, jenuh air atau tergenang dan piritnya belum teroksidasi disebut lapisan bahan sulfidik.

Pada proses oksidasi pirit dibebaskan ion sulfat. Ion H dan senyawa besi Ferri bervalensi tiga (Fe(OH)3) yang segera tereduksi menjadi ion besi Ferro-bervalensi dua

(Fe(OH)2) yang mudah bergerak, karena merupakan ion-ion bebas. Terlalu banyaknya

ion-ion H+ dalam larutan tanah, disamping menyebabkan terjadinya pertukaran ion yang mendesak keluar semua basa-basa tanah (Ca, Mg, K dan Na) dalam kompleks adsorpsi liat dan humus, ion-ion H+ juga membentuk senyawa hidrat dengan molekul air (yang bersifat bipolar) dan masuk kedalam struktur kisi (Lattice) mineral liat untuk menggantikan / subtitusi tempat. Ion Al3+ dalam kisi mineral. Mineral liat menjadi tidak stabil, kisinya runtuh (Collapsed) dan strukturnya rusak, sehingga dibebaskan banyak sekali ion Al3+ dalam larutan tanah.


(27)

Adanya ion Al3+ dan Fe3+ yang melimpah, serta ion-ion basa lain (K, Ca, Mg dan Na) yang terkandung dalam mineral tanah gambut akan tercuci keluar dan hanyut terbawa air mengalir.

Penelitian tentang pengolahan air gambut ini telah banyak dilakukan diantaranya melalui proses elektrokoagulasi (suib, 1994) dengan menggunakan protein biji kelor sebagai koagulasi (Chaidir dkk, 1999), membrane ultra fitrasi dengan coagulation (Fitria, 2008), pengolahan air gambut dengan menggunakan cangkang telur sebagai adsorben (Novita, 2008), penurunan warna air gambut dengan serbuk tulang ayam (Darmayanto, 2008), pengelolaan air gambut dengan menggunakan poly Aluminium Clorida (PAC) (Nurmida Rumapea,2009).

Disamping itu yang melatar belakangi penelitian ini adalah penelitian tentang pengolahan air gambut yang telah dilakukan oleh saudara Susilawati,

tentang pembuatan Model Pengolahan Air Gambut Untuk Menghasilkan Air Bersih Dengan Metode Elektrokoagulasi (2009).

Proses elektrokoagulasi ini dilakukan dengan cara memasukkan elektroda dari lempeng logam Aluminium (Al) ke dalam elektrolit (air baku) pada suatu becker glass. Lempeng Aluminium tersebut dialiri dengan listrik arus searah, sehingga elektroda logam aluminium tersebut sedikit demi sedikit akan larut ke dalam air membentuk ion Al3+, bereaksi dengan air membentuk Al (OH)3.n.H2O koagulan yang sangat efektif.

Tujuan utama proses elektrokoagulasi adalah untuk mendestibilisasi partikel, sehingga dapat bergabung dengan partikel lain untuk membentuk agregat besar yang akan lebih mudah mengendap. Sehingga diharapkan setelah proses elektrokoagulasi


(28)

tersebut dihasilkan air bersih yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar lahan gambut dan untuk selanjutnya dapat dilakukan analisis kadar logam dalam air gambut tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat menyempurnakan penelitian pengolahan air gambut menjadi air bersih.

1.2. Permasalahan

1.2.1. Identifikasi Masalah

Air gambut sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih atau air minum, namun kenyataannya secara kualitas, air gambut dalam pengguanaannya masih banyak mengalami kendala.

Warna coklat kemerah - merahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) yang merupakan partikel koloid bermuatan negatif terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya yang sulit dipisahkan dari cairannya karena ukurannya sangat kecil dan mempunyai sifat muatan listrik pada permukaannya yang menyebabkan partikel stabil. Adanya ion Fe+2 dalam air gambut berasal dari pirit, disamping itu terjadinya pencucian mineral tanah gambut yang secara terus menerus mengakibatkan pertukaran ion - ion sehingga semua basa – basa tanah (K, Ca, Mg dan Na) keluar dari mineral tanah dan hanyut terbawa air.


(29)

1.2.2. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Apakah Metode Elektrokoagulasi dapat digunakan untuk menjernihkan air gambut

b. Apakah kadar logam dalam air gambut akan mengalami penurunan setelah dijernihkan dengan Metode Elektrokoagulasi

1.2.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada :

a. Sampel air gambut diambil dari Desa Hutabalang Kec. Bidari Kab. Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara.

b. Analisis kadar logam meliputi : Logam Besi (Fe), Logam Tembaga (Cu), Logam Kalsium (Ca) dalam sampel Air Gambut sebelum dan sesudah dilakukan penjernihan dengan Metode Elektrokoagulasi.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menjerhihkan Air Gambut dari Desa Hutabalang Kec. Bidari Kab. Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara dengan Metode Elektrokoagulasi

2. Mendapatkan data kadar Logam Besi (Fe), Logam Tembaga (Cu), Logam Kalsium (Ca) dalam Air Gambut sebelum dijernihkan dan sesudah dijernihkan dengan Metode Elektrokoagulasi.


(30)

3. Mendapatkan data persentase penurunan kadar logam Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Kalsium (Ca) dalam Air Gambut.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan Alternatif Pengolahan Air Gambut menjadi air bersih, kepada masyarakat khususnya masyarakat di Desa Hutabalang Kec. Bidari Kab. Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kadar Logam Besi (Fe), Logam Tembaga (Cu), Logam Kalsium (Ca) dalam Air Gambut seteleh dijernihkan dengan Metode elektrokoagulasi masih sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/PER/IX/1990.

1.5. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen laboratorium. Sel elektrolisis diterapkan untuk dapat mengubah energi listrik DC (direct current) untuk menghasilkan reaksi elektrolik. Setiap sel elektrolisis mempunyai dua elektroda, katoda dan anoda. Jenis elektroda yang digunakan pada penelitian ini adalah elektroda Aluminium yang berperan sebagai sumber ion Al3+ dianoda dan berfungsi sebagai koagulan dalam proses koagulasi-flokulasi yang terjadi di dalam sel tersebut. Sedangkan di katoda terjadi reaksi katodik dengan membentuk gelembung-gelembung gas hidrogen yang berfungsi untuk menaikkan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalam


(31)

sel. Di dalam reaktor elektroda Alumunium menghasilkan koagulan Al(OH)3 xH2O

yang membawa flok dan padatan yang lebih berat ke dasar reaktor, sedangkan gas hidrogen yang dihasilkan membawa padatan tersuspensi yang lebih ringan ke permukaan cairan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menentukan 5 titik lokasi yang ditarik secara diagonal, kemudian dari masing – masing titik diambil sampel dengan tiga kedalaman, dengan volume masing masing 1000 ml yaitu pada permukaan, pertengahan dan dasar.

Sampel air gambut dilakukan dua perlakuan yaitu satu bagian langsung digunakan untuk proses elektrokoagulasi dan satu bagian lagi didestruksi dengan penambahan HNO3pekat kemudian dilakukan preparasi dengan berpedoman pada

standart Nasional Indonesia (SNI)06.6989.2004 dan dianalisis kadar besi (Fe), Tembaga (cu), dan Kalsium (Ca) dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) nyala type Shimadzu AA 6-300.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm.

Tanah gambut biasanya adalah merupakan lokasi yang tergenang air yang biasanya ditemukan pada landskap yang relatip rata. Kondisi dingin dan anaerobik hingga sepuluh sentimeter di bawah permukaan menyebabkan residu organik menumpuk, hingga kedalaman setidaknya 30 cm dan kerap kali hingga beberapa meter. Serangkaian proses dekomposisi dan akumulasi yang kompleks yang menjadi ciri dari lingkungan semacam ini menghasilkan formasi gambut. Bog-bog gambut terbentuk di mana keberadaan air yang berlebihan selama sebagian besar waktu setahun atau sepanjang tahun mencegah degradasi total substansi-substansi organik, yang menyebabkan akumulasi sedimen-sedimen yang membentuk gambut.

Tanah gambut mengandung bahan-bahan anorganik dan bahan organik, menurut Aiken dkk (1985) secara kimia, bahan-bahan organik dalam tanah diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu : (1) Humin, tidak larut dalam larutan asam maupun basa, (2) Asam humat, larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (pH < 2), (3) Asam fulvat , larut dalam larutan asam maupun larutan basa.


(33)

Salah satu sifat yang menjadikan gambut berperan penting dalam sistem hidrologi adalah kemampuannya bertindak seperti spons. Tanah gambut merupakan tanah organik yang mampu menyerap air dalam jumlah yang sangat besar sehingga air hujan yang jatuh dapat diserap dan dapat mengurangi bahaya banjir. Sebaliknya pada musim kemarau, lahan rawa gambut dapat melepaskan kembali air tawarnya sebagai aliran sungai/ permukaan yang dapat dipergunakan oleh pemukiman sekitarnya (Andri esse, 1988).

2.2 Air Gambut

Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa atau dataran rendah di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan) 2) pH yang rendah

3) Kandungan zat organik yang tinggi

4) Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah 5) Kandungan kation yang rendah

Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu (Kusnaedi, 2006).

Ion Fe+2 dalam air gambut berasal dari pirit. Pirit adalah mineral tanah berukuran mikro yang tidak terlihat dengan mata, yang terdapat pada


(34)

tanah-tanah yang berkembang dari bahan endapan marin. Pirit terbentuk dalam lingkungan air laut atau payau, yang mempunyai bahan organik yang berasal dari tumbuhan pantai seperti api-api bakau atau nipah dan bakteri anaerobik pereduksi senyawa sulfat. Sebagai hasil kerja bakteri anaerob pereduksi senyawa sulfat, terbentuk mineral-mineral tanah berukuran mikro, yang disebut pirit (FeS2) (Pyrite cubic-FeS2). Lapisan tanah yang banyak mengandung

mineral pirit ini, apabila masih belum diganggu, jenuh air atau tergenang dan piritnya belum teroksidasi disebut lapisan bahan sulfidik.

Proses pembentukan pirit pada tanah / endapan marin ternyata melalui beberapa tahapan (Laragenhoff, 1986) sebagai berikut :

a. Reduksi sulfat (SO4)-2 menjadi sulfide (S-) oleh bakteri pereduksi sulfat dalam

lingkungan anaerob.

b. Oksidasi parsial sulfide menjadi polisulfida, atau unsur S, diikuti pembentukan FeS, dari senyawa S-terlarut dan besi (Fe)-oksida atau mineral silikat mengandung Fe.

c. Pembentukan FeS2, dari kombinasi FeS dengan unsur S, atau presipitasi

langsung dari Fe-terlarut (Ion Ferro, Fe2+) dengan ion-ion polisulfida.

d. Reaksi kimia pembentukan pirit, dari senyawa Fe-oksida digambarkan sebagai berikut :


(35)

6) Fe2O3 + 4(SO4)-2 + 8 (H2O Intensitas warna yang tinggi (berwarna

coklat kemerahan) 7) pH yang rendah

8) Kandungan zat organik yang tinggi

9) Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah 10)Kandungan kation yang rendah

+ ½ O2 2FeS2 + 8(HCO3)- + H2O

sulfat bahan organik pirit karbohidrat

Tanah marin mempunyai kenampakan sebagai tanah liat yang selalu jenuh air (water logged) dengan muka air tanah dekat dengan permukaan tanah. Dalam kondisi alami sebelum dibuka untuk pemukiman, tanah marin sering tergenang air, namun apabila tanah marin kemudian direklamasi dengan dibukanya saluran-saluran drainase, air tanah menjadi turun, lingkungan pirit menjadi terbuka dalam suasana aerobik. Sehingga terjadi oksidasi pirit, yang menghasilkan asam sulfat. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut :

FeS2 + 14/4 O2 + 7/2 H2O Fe(OH)3 + 2(SO4)-2 + 4H+

pirit oksigen besi-III asam sulfat

Hasil reaksi adalah terbentuknya asam sulfat, dengan terbebasnya ion H+, yang mengakibatkan pH sangat rendah (pH 1,9 sampai < 3,5).


(36)

Dalam kondisi teroksidasi sangat kuat, antara lain akibat drainase yang drastis, misalnya air tanah turun terlalu dalam, atau oleh penggalian parit atau saluran drainase, bahan sulfidik mengandung pirit akan menghasilkan mineral jarosit yang nampak sebagai karatan-karatan berwarna kuning jerami, dengan reaksi tanah yang sangat masam.

FeS2 + 15/4 O2 + 1/3 K+ 1/3 KFe(SO4)2(OH)6 + 4/3(SO4)-2 + 3 H+

pirit oksigen jarosit asam sulfar

Pada proses oksidasi pirit dibebaskan ion sulfat. Ion H+ dan senyawa besi Ferri bervalensi tiga (Fe(OH)3) yang segera tereduksi menjadi ion besi Ferro-bervalensi dua

(Fe(OH)2) yang mudah bergerak, karena merupakan ion-ion bebas. Terlalu banyaknya

ion-ion H+ dalam larutan tanah, disamping menyebabkan terjadinya pertukaran ion yang mendesak keluar semua basa-basa tanah (Ca, Mg, K dan Na) dalam kompleks adsorpsi liat dan humus, ion-ion H+ juga membentuk senyawa hidrat dengan molekul air (yang bersifat bipolar) dan masuk kedalam struktur kisi (Lattice) mineral liat untuk menggantikan / subtitusi tempat. Ion Al3+ dalam kisi mineral. Mineral liat menjadi tidak stabil, kisinya runtuh (Collapsed)

dan strukturnya rusak, sehingga dibebaskan banyak sekali ion Al3+ dalam larutan tanah. Kompleks pertukaran liat dan humus, karena reaksi pertukaran dengan Al3+ dan Fe3+ yang melimpah, akan dijenuhi oleh kedua ion tersebut, khususnya ion Al3+. Ion-ion basa lain (K, Ca, Mg dan Na) tercuci keluar dan hanyut terbawa air mengalir.


(37)

Humus terdiri dari 2 senyawa utama yaitu substansi non humus (missal: lipid, asam amonia, karbohidrat) dan substansi humus (merupakan senyawa amorf dengan berat molekul tinggi, warna coklat sampai hitam).

Substansi humus dibedakan menjadi:

1. Humic Acid (asam humus): warna gelap, amorf, dapat diekstaksi (larut) dengan basa kuat, garam netral, tidak larut dalam asam; mengandung gugus fungsional asam seperti fenoliuk dan karboksilik; aktif dalam reaksi kimia; Berat molekul (BM) 20.000-1.360.000.

2. Fulvic Acid (asam Fulfat); dapat diekstraksi dengan basa kuat, gugus fungsional asam, larut juga dalam asam, mengandung gugus fungsional basa; aktif dalam reaksi kimia; BM 275-2110.

3. Humin: tidak terlarut dalam asam dan basa; BM terbesar; tidak aktif; warna paling gelap.

Gambar 2.1. Model struktur asam humat berdasarkan Stevenson (1982); R dapat berupa alkil, aril, atau aralkil.


(38)

Gambar 2.2. Model struktur asam fulvat berdasarkan Buffle et al. (1977).

Asam humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga asam humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Menurut Swift (1989), deprotonasi gugus-gugus fungsional asam humat akan menurunkan kemampuan pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional asam humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul asam humat. Kedua pengaruh tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid asam humat bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka serta berbentuk linear dengan meningkatnya pH. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan asam humat adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat asam pada asam humat. Disosiasi proton yang terjadi pada gugus fungsional yang bersifat asam pada asam humat dipengaruhi oleh: (1) atraksi elektrostatik atau tolakan muatan yang ada dalam molekul, (2) ikatan hidrogen sesama dan antar molekul.


(39)

Dalam larutan (pH 3,5 - 9), asam humat membentuk sistem koloid polielektrolit linear yang bersifat fleksibel; sedangkan pada pH rendah asam humat berbentuk kaku (rigid) dan cenderung teragregasi membentuk suatu padatan makromolekul melalui ikatan hidrogen. Dengan meningkatnya pH akan menyebabkan ikatan hidrogen semakin lemah sehingga agregat akan terpisah satu sama lain. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh disosiasi gugus fungsional yang bersifat asam pada asam humat seperti -COOH. Umumnya gugus -COOH terdisosiasi pada pH sekitar 4-5, sedangkan gugus -OH fenolat atau –OH alkoholat terdisosiasi pada pH sekitar 8-10. Spark dkk (1997) telah mengamati kelarutan asam humat batubara yang menunjukkan bahwa kelarutan maksimum asam humat terjadi pada pH 3-6 yaitu sekitar 80% dan sisa padatan mulai larut pada pH 8,5. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada pH yang relatif tinggi (konsentrasi H+ rendah) akan meningkatkan kensentrasi -COO- yang dapat berfungsi sebagai ligan pada asam humat.

Walaupun pada pH yang relatif rendah, asam humat cenderung tidak berinteraksi dengan ion logam, akan tetapi sebagai padatan polielektrolit, asam humat memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Asam humat dengan ion logam dapat mengalami presipitasi. Tingkat flokulasi yang terjadi bergantung pada pH, sifat-sifat gugus fungsional pada asam humat yang dapat bertindak sebagai ligan dan sifat ion logam.

Substansi humus bergabung dengan bagian mineral tanah adalah sebagai berikut: 1. Sebagai garam dari asam organik dengan berat molekul rendah (acetat, oxalat,


(40)

2. Sebagai garam dari substansi humus dengan kation alkalin – humat, fulvat. 3. Sebagai chelat dengan ion logam.

4. Sebagai subsansi yang tertahan pada permukaan mineral tanahliat. Substansi humus dengan kation alkalin terdiri dari senyawa:

1. humat (garam dari asam humus) 2. fulvat (garam dari asam fulvat)

Ini adalah sebagian besar senyawa karakteristik substansi tanah humus. Kation alkalin (Na+, K+, Ca2+, Mg2+) terbentuk terutama melalui pertukaran ion sederhana dengan gugus COOH (RCOONa, RCOOK, dll.). Humat dan fulvat terjadi di dalam tanah sebagian besar sebagai campuran dengan hidroksida Fe dan Al. Kemampuan membentuk kompleks dari asam humus dan asam fulvat sebagian besar merupakan hasil dari isi gugus fungsionalnya yang mengandung oksigen, seperti COOH, phenol OH dan gugus C=O. Bahan-bahan organik utama tanah membentuk komplek yang bisa larut dan yang tidak bisa larut dengan ion logam dan dengan demikian memegang peranan rangkap di dalam tanah.

dalam penyerapan substansi humus oleh mineral tanahliat, antara lain: 1. gaya van der Waals

2. pengikatan dengan pembentukan-jembatan kation 3. pengikatan H

4. penyerapan melalui penggabungan dengan oxida cair 5. penyerapan pada ruang antar-lapisan mineral tanahliat.


(41)

Kation polivalen utama bertanggungjawab atas pengikatan asam humus dan asam fulvat pada tanahliat adalah Ca2+, Fe3+ dan Al3+. Sebaliknya Fe3+ dan Al3+ membentuk komplek koordinasi yang kuat dengan senyawa organik. Kation polivalen bertindak sebagai jembatan antara kedua tempat bermuatan.

Penyerapan asam fulvat pada permukaan oksida disertai dengan penggantian gugus OH oleh ion COO-. Anion organik tidak mudah diganti dengan garam sederhana, walaupun penyerapan sensitif pH. Seperti halnya dengan kation organik pada permukaan mineral tanahliat, ikatan yang sangat kuat akan terjadi jika lebih dari satu gugus pada molekul humus berpartisipasi.

2.3 Pengolahan Air Gambut

Karekteristik air gambut seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa air gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air bagi masyarakat di daerah berawa. Namun karena jumlah air gambut tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka harus bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut (Mu-min 2002).

a. Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut.

b. Kandungan Organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisne dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai secara biologis.


(42)

c. Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai desinfektan, akan terbentuk TriHaloMetan (THM) seperti senyawa organoklor yang dapat bersifat karsinogenik.

d. Ikatan yang kuat dengan logam (besi dan mangan) menyebabkan kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi secara terus-menerus.

Berdasarkan pada pengetahuan tentang penyebab dan kandungan warna pada air gambut dan sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan yang dapat diterapkan untuk mengolah jenis air berwarna alami adalah Metode Elektrokoagulasi (Mahmud, 2002).

2.4 Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolis yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda yang tercekup dalam larutan limbah sebagai elektrolit.


(43)

Gambar 2.3. Prinsip dari proses elektrokoagulasi (Ni’am, 2007)

Apabila dalam suatu larutan elektrolit di tempat dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke anoda dan (anion) bergerak ke Anoda dan menyerahkan elektron menerima elektron yang dioksidasi. Sehingga membentuk flok yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah.


(44)

Gambar 2.4. Mekanisme Dalam Elektrokoagulasi (Holt,2001)

Tampak jelas bahwa elektrokoagulasi memiliki kemampuan untuk membersihkan berbagai polutan dengan berbagai kondisi mulai dari: zat-zat padat tersuspensi; logam berat; produk petroleum; warna dari larutan yang mengandung pewarna; humus cair; dan defluoridasi air.

Mekanisme yang mungkin:

Arus dialirkan melalui suatu elektroda logam, yang mengoksidasi logam (M) menjadi kationnya (Mn+) (Persamaan 1). Secara simultan, air tereduksi menjadi gas hidrogen dan ion hidroksil (OH-) (Persamaan 2). Dengan demikian elektrokoagulasi


(45)

memasukkan kation logam in situ, secara elektrokimia, dengan menggunakan anoda yang dikorbankan (biasanya aluminium atau besi).

M → Mn+ + ne- (1)

2H2O + 2e-→ 2OH- + H2 (2)

Kation terhidrolisis di dalam air yang membentuk hidroksida dengan spesies-spesies utama yang ditentukan oleh pH larutan. Persamaan 3-6 menggambarkan hal ini dalam kasus aluminium.

Al3+ + H2O → AlOH2+ + H+ (3)

AlOH2+ + H2O → Al(OH)2+ + H+ (4)

Al(OH)2+ + H2O → Al(OH)30 + H+ (5)

Al(OH)30 + H2O → Al(OH)4- + H+ (6)

Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi setiap partikel kolloid dengan pembentukan komplek polihidrosida polivalen. Komplek-komplek ini memiliki sifat-sifat penyerapan yang tinggi, yang membentuk agregat dengan polutan. Evolusi gas hidrogen membantu dalam percampuran dan karenanya membantu flokulasi. Begitu flok dihasilkan, gas elektrolitik menimbulkan efek pengapungan yang memindahkan polutan ke lapisan flok-foam pada permukaan cairan.

Ada berbagai cara dengan mana spesies-spesies bisa berinteraksi dalam larutan:

1. Migrasi ke elektroda dengan muatan berlawanan (elektroforesis) dan agregasi disebabkan netralisasi muatan.

2. Kation atau ion hidrosil (OH-) membentuk endapatan dengan polutan. pH


(46)

3. Kation logam berinteraksi dengan OH- untuk membentuk hidroksida, yang memiliki sifat-sifat penyerapan tinggi yang dengan demikian mengalami pengikatan pada polutan (koagulasi jembatan).

4. Hidroksida membentuk struktur mirip-kisi yang lebih besar dan menyapu air (koagulasi sapuan).

5. Oksidasi polutan menjadi spesies yang tidak begitu toksit.

6. Pembersihan dengan elektroflotasi dan pelekatan pada gelembung-gelembung.

Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah : a. Reaksi pada katoda

Reaksi pada katoda adalah reaksi reduksi terhadap kation, jadi yang diperhatikan kationnya saja.

1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkali tanah, ion Al+3, dan ion Mg2+, mengandung ion-ion logam ini tidak dapat direduksi dari larutannya. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas Hidrogen (H2) pada

katoda.

2H2 O + 2e 2OH- + H2

Dari daftar E0 diketahui bahwa reduksi terhadap air lebih mudah berlangsung dari pada reduksi terhadap ion-ion di atas.

2. Jika larutan mengandung asam maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas Hidrogen pada katoda.


(47)

2H+ + 2e H2

3. Jika larutan mengandung ion-ion lain maka ion-ion logam ini diendapkan pada permukaan batang katoda.

Fe2+ + 2e Fe

Mn 2+ + 2e Mn

b. Reaksi Pada Anoda

Elektroda pada Anoda, elektrodanya dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya.

Contoh :

Al Al3+ + 3e Zn Zn2+ + 2e

Dalam system elektrokimia dengan anoda terbuat dari alumunium, berapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut.

Anoda : Al Al3+ + 3e Katoda : 2H2O + 2e H2 + 2 OH

2H+ + 2e H2


(48)

2.4.1. Koagulasi

Koagulasi adalah peristiwa destabilisasi partikel-partikel koloid dan larutan. Partiekl-partikel tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti dengan flokulasi. Zat-zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan partikel koloid disebut dengan koagulan.

Koagulan yang paling umum dan sering digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan garam-garam dari senyawa besi. Karakteristik dari kation multivalensi adalah mempunyai kemampuan menarik koagulan ke muatan partikel koloid (Proste,1997).

Pada dasarnya koagulasi disebabkan oleh ion-ion yang muatannya berlawanan dengan partikel koloid, dalam hal ini ion-ion koagulan yang bermuatan positif akan mentralisir muatan negatif partikel koloid yang menyebabkan dapat mengurangi gaya tolak-menolak antar partikel-partikel koloid sehingga terjadi pengendapan (Robert,1986).

2.4.2. Flokulasi

Flokulasi adalah penggabungan dari partikel-partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar, dengan cara pengadukan lambat. Dalam hal iniu proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi (Sutrisno,1987).


(49)

2.4.3. Keuntungan dari elektrokoagulasi

a. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sampel dan mudah untuk mengoperasikannya

b. Air yang ditreatmen dengan elektrokoagulasi menjadi bersih, jernih dan tidak berbau.

c. Effluen yang dihasilkan elektrokoagulasi mengandung TDS (Total Dissolved Solid) yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang ditreatment secara kimia. d. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan memindahkan (Removing)

partikel-partikel koloid yang paling kecil, sebab di aplikasikan medan elektrik dengan gerak yang lebih cepat.

e. Proses elektrokoagulasi jauh dari penggunaan bahan-bahan kimia dan tidak ada problem untuk menetralisir kelebihan bahan-bahan kimia, dan tidak ada polusi yang kedua yang disebabkan subtansi kimia yang ditambahkan pada konsentrasi yang tinggi.

f. Produksi gelembung-gelembung gas selama elektrolisis dapat membawa polutan-polutan ke atas sehingga dapat dengan mudah di konsentrasikan, dikumpulkan dan dipindahkan (removed).

g. Proses elektrolit pada sel elektrokoagulasi dikontrol secara elektrik dan dengan tidak memindahkan bagian-bagian sehingga membutuhkan sedikit perawatan.


(50)

2.5 Zat Besi (Fe)

2.5.1. Sifat-sifat logam besi

Besi (Fe) adalah metal berwarna putih kepekatan, liat dapat dibentuk. Besi dalam sistem periodik unsur dengan nomor atom 26 terdapat dalam golongan VIII B dan period eke-4. Besi melebur pada suhu 15350C, titik didihnya 30000C, dan mempunyai densitas 7,87 g/cm3.

2.5.2. Logam besi dalam kehidupan manusia

Proses biokimia dalam tubuh mahluk hidup hamper selalu melibatkan unsur-unsur logam di dalamnya. Pada suatu proses fisiologi yang normal, ion logam esensial sangat berperan aktivitasnya baik dalam ikatannya dengna protein, enzim maupun bentuk lainnya. Manusia yang sehat dalam jaringan tubuhnya selalu ditemukan ion logam yang normal. Sedang ion logam yang ditemukan terlalu rendah pada jaringan tertentu misalnya darah (Fe), hati (Cu), dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya kelainan pada orang yang bersangkutan yang kemungkinan menderita defisiensi atau penyakit lainnya.

Diperkirakan bahwa untuk setiap pria dewasa harus memperoleh sekitar 1 mg/ Fe/hari untuk mengganti Fe yang diekskresikan melalui saluran pencernaan, urine dan kulit. Pada wanita dewasa darah, yang hilang pada saat menstruasi perlu diganti dengan 1,4-2,2 mg Fe/hari. Pada umumnya manusia memperoleh 10% Fe dari makanan yang diabsorbsi melalui saluran pencernaan, sehingga mereka memperoleh sekitar 10-20 mg Fe/hari.


(51)

2.5.3. Logam besi dalam air

Besi merupakan salah satu elemen kimia yang dapat ditemui pada hamper setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air, besi yang ada di dalam air dapat bersifat :

1. Terlarut sebagai Fe2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri).

2. Tersuspensi sebagai butir kolodial (diameter <1um) atau lebih besar seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3, dan sebagainya.

3. Tergabung dengan zat organik atau zat padat yang inorganik atau seperti tanah liat.

Pada air permukaan jarang dijumpai kadar Fe yang lebih besar dari 1 mg/l, tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Pada air yang mengandung oksigen (O2), seperti seringkali air tanah, besi berada sebagai Fe3+ yang cukup larut,

sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+, Fe3+ ini sulit larut pada pH 6 sampai 8, bahkan dapat menjadi ferihidroksida (Fe(OH)3 atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan dapat mengendap.

Demikian halnya di dalam air sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organik berupa koloidal.

Sekalipun Fe diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian seringkali menyebabkan oleh rusaknya dinding usus ini, Konsentrasi unsur ini dalam air yang melebihi ±2 mg/l akan menimbulkan noda-noda pada peralatan dan bahan-bahan berwarna putih. Adanya unsur ini dapat pula menimbulkan bau dan warna pada air minum, dan warna koloid pada air. Selain itu,


(52)

konsentrasi yang lebih besar dari 1mg/l dapat menyebabkan warna air menjadi kemerah-merahan, memberi rasa yang tidak enak pada minuman, dapat membentuk endapan pada pipia-pipa logam dan bahan cucian.

Atas dasar pertimbangan diatas, maka ditetapkan standar konsentrasi maksimum Fe dalam air minum oleh Depkes RI, sebesar 0,1-1,0 mg/l (SNI 06-6989,4-2004). Dengan dipenuhinya standar tersebut oleh air minum, maka diharapkan berbagai hal yang tidak inginkan tersebut diatas tidak terjadi

2.6 Logam Berat Tembaga (Cu)

Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia, tembaga menempati posisi dengan nomor atom 29 dan mempunyai bobot berat atom 63,546. Unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas. Akan tetapi, lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral.

Logam Cu dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh, maka apabila konsentrasinya cukup besar logam itu akan meracuni manusia tersebut. Pengaruh racun yang ditimbulkan dapat berupa muntah-muntah, rasa terbakar di daerah esofargus dan lambung, kolik serta mencret-mencret. Kemudian disusul dengan hipotensi, nekrosi hati dan koma (Supriharyono, 2000).

Keracunan sistematik tembaga mirip dengan keracunan sistematik oleh logam berat lainnya yang dapat meluas terhadap kerusakan serabut-serabut darah, kerusakan


(53)

ginjal, sarap sentral dan diikuti pada dengan despresi. Keracunan tembaga menunjukkan sifat-sifat yang agak kurang beracun dibandingkan dengan logam berat lainnya, tetapi bila keracunan dalam jumlah kecil terjadi terus menerus( menelan) dapat menimbulkan pigmentary cirrhosis hati (hati mengeras) (Adiwisastra,1985).

.Logam Cu dibutuhkan untuk sistem enzimoksidatif seperti enzim askorbat-oksidasi, sistikrom Cu-oksidase, Polipenol-oksidase, amina-oksiadse dan lain-lain. Cu juga dibutuhkan manusia sebagai komplek Cu-protein yang mempunyai fungsi tertentu dalam pembentukan haemoglobin, kalogen, pembuluh darah dan myelin otak (Heryandro palar,1994).

2.7 Logam Kalsium (Ca)

Kalsium terdapat sebanyak 99% dalam tulang kerangkan dan sisanya dalam cairan antar sel dan plasma. Dalam bahan makanan terutama terdapat dalam susu dan telur, juga gandum dan sayur-mayur, antara lain bayam. Resorpsinya dari usus memerlukan adanya vitamin D dalam bentuk aktifnya, yaitu kalsitriol.

Fungsinya selain sebagai bahan bangun bagi kerangka, juga sebagai pemeran penting pada regulasi daya rangsang dan kontraksi otot serta penerusan implus saraf. Lagi pula Ca mengatur permeabilitas membran sel bagi Kdan Na dan mengaktivasi banyak reaksi enzim, seperi pembekuan darah.

Defisiensi kalsium menimbulkan antara lain melunaknya tulang (ostemalacia) serta mudah terangsangnya saraf dan otot, dengan akibat serangan kejang(tetania).


(54)

Dalam kebanyakan kasus kekurangan di sebabkan oleh defisiensi Vitamin D dan terhambatnya resorpsi Ca, atau karena penyakit hipoparatiroris dan insufisiensi ginjal.

2.8 Spetrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksistasikan dalam suatu nyala sebagai alat analitis. Suatu nyala yang lain, kebanyakan atom berada dalam keadaan eksitasi. Fraksi atom-atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. Tehnik ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan sample yang sangat beraneka ragam.

2.8.1 Prinsip Dasar Spektrofotometer Serapan Atom

Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam dengan menggunakan SSA (Walsh,1955).


(55)

2.8.2. Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen berikut :

a. Unit atomisasi b. Sumber radiasi

c. Sistem pengukur fotometrik

Gambar 2.5. Skematis Ringkas Spektrofotometer Serapan Atom

Keterangan :

1 : Lampu katoda 2 : Tungku 3 : Entrace Slit 4 : Monokromator 5. : Exit Slit

1 2 3

4

5 6

7

8 9

10

11

12


(56)

6. : Foto Detektor 7. : Amplifier 8. : Skala Pembacaan 9 : Nebulizer

10. : Sampel 11 : Gas Asetilen 12 : Udara 13. : Buangan


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium kimia Analitik F MIPA USU dengan mengambil sampel air gambut dari Desa Hutabalang Kec. Bidari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

3.2 Populasi dan Sampel

Luas lahan gambut di Tapanuli Tengah sekitar 17 ribu ha (5,2 % dari luas lahan gambut di Sumatera Utara). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh air yang menggenangi lahan gambut di Kec. Bidari Kabupaten Tapanuli Tengah. dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan lokasi 5 (lima) titik yang ditarik secara diagonal dari tepi lahan gambut.

2. Dari titik itu masing-masing sampel di ambil tiga titik kedalaman yaitu pada permukaan, tengah dan dasar air gambut.

3. Membilas terlebih dahulu bagian dalam penampang (alat untuk mengambil sampel) secara merata sebanyak 3 (tiga) kali dengan sampel tersebut.

4. Mengambil sampel sebanyak 1 liter dari masing masing titik dan di campurkan dalam wadah secara merata/homogen. Wadah sebelumnya telah diperlakukan seperti penampung yaitu dibilas sebanyak 3 (tiga) kali dengan sampel.


(58)

3.3 Bahan-Bahan dan Alat

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Akuades. -

b. Asam nitrat p.a HNO3 p.a.(merck)

c. Larutan standar logam besi (Fe) p.a.(merck)

d. Larutan standar logam Tembaga (Cu) p.a.(merck)

e. Larutan standar logam Kalsium (Ca) p.a.(merck)

f. Gas asetilen (C2H2) -

g. Asam klorida pekat (HCl) 37 % p.a.(merck)

h. Air gambut -

i. Tawas komersial 17 % -

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Spektrofotometer Serapan Atom - Shimadzu AA 6-300.

b. Lampu hollow katoda Fe. -

c. Lampu hollow katoda Cu. -

d. Lampu hollow katoda Ca. -

e. Gelas Beaker pyrex

f. Neraca Analitis Mettler PM 2000

g. Penangas listrik (hot plate). -


(59)

i. Statif dan Klem -

j. Stopwatch - Diamond

k. pH meter -

l. Adaptor 3-13,8V\ 10 A -

m. Labu takar - pyrex

n. Gelas ukur - Pyrex

o. Pengaduk -

p. Kabel tembaga -

q. Lempeng aluminium -

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Preparasi Sampel

Sampel air gambut dibagi menjadi dua bagian, satu bagian langsung digunakan untuk proses elektrokoagulasi, sedang satu bagian lagi di destruksi dengan menambahkan HNO3 pekat untuk proses analisis Fe, Cu, dan Ca.

3.4.2 Preparasi Alat Elektrokoagulasi

Perangkat Alat Elektrokoagulasi terdiri dari :

ƒ Plat Aluminium ukuran 5x8 cm tebal 1 mm 2 buah

ƒ Power Suplly 12 Volt

ƒ Kabel + dan kabel – -


(60)

Gambar 3.1. Susunan Alat Elektrokoagulasi Keterangan : 1. Power Supply

2. Plat Aluminium Ukuran (5x8) cm 2 buah 3. Kabel + dan Kabel –

4. Pengaduk

5. Gelas Kimia 1000 ml

3.4.3 Preparasi Larutan Tawas 1000 ppm

Ditimbang sebanyak 1,0000 gram Al2(SO4)3 dalam botol timbang lalu

dipindahkan ke dalam labu takar 1000 ml secara kuantitatif lalu diencerkan dengan akuades sampai tanda garis.

5

1 3


(61)

3.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi (Fe) (SNI.06.6989.04-2004) Pembuatan larutan baku logam besi, Fe 100 mg/L

a. Pipet 10 ml larutan induk logam besi, Fe 1000 mg/L kedalam labu ukur 100 ml.

b. Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera.

Pembuatan larutan baku logam besi, Fe 10 ng/L

a. Pipet 10 ml larutan standar logam besi, Fe 100 mg/L kedalam labu ukur 100 ml.

b. Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tandatera.

Pembuatan larutan kerja logam besi, Fe

a. Pipet masing-masing 1, 5, 10, dan 15 ml larutan baku besi, Fe 10 mg/L. Masing-masing kedalam labu ukur 100 ml.

b. Tambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh konsentrasi logam besi 0,1; 0,5; 1,0 dan 1,5 mg/L.

c. Ukurlah nilai absorbansi masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada panjang gelombang 248,3 nm.

3.4.4.1 Pengukuran Logam Besi (Fe) Dengan SSA

a. Lampu katoda dari logam yang akan dianalisis dipasang pada alat SSA pada posisi 1.

b. Alat SSA dihidupkan beserta komputer dan printer.


(62)

Tabel 3.1. Kondisi Parameter Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Untuk Unsur Fe dengan Shimadzu AA 6-300

No Parameter

1 2 3 4

Panjang Gelombang Tipe Nyala

Lebar Celah Lampu Katoda

248,3 nm Air Asetilen 0,2

12 mA

Sumber : Petunjuk Penggunaan Alat Type Shimadzu AA 6-300

d. Setelah kondisi diatas diprogram dengan komputer. e. Selanjutnya kompresor dihidupkan.

f. Kran udara pada kompresor yang menuju SSA dibuka. g. Kemudian kran asetilensor yang menuju SSA dibuka.

h. Tombol Ignisi ditekan selama 2 sampai 3 detik sehingga nyala yang kebiru-biruan.

i. Pipas kapiler pada nebulizer di celup pada blanko. j. Uji blanko hingga absorbansi 0.

k. Larutan standar diaspirasi terhadap nyala dan nilai absorbansinya akan terlihat di komputer.

l. Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi.

Dilanjutkan dengan pengujian contoh uji yang sudah dipersiapkan (SNI.06.6989.4-2004)

3.4.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Tembaga Cu (SNI.06.6989.6-2004)

Pembuatan larutan baku logam, Cu 100 mg/L

a. Pipet 10 ml larutan induk logam tembaga. Cu 1000 mg/L kedalam labu ukur 100 ml.


(63)

Pembuatan larutan baku logam tembaga, Cu 10 mg/L

a. Pipet 10 ml larutan standar tembaga, Cu 100 mg/L kedalam labu ukur 100 ml.

b. Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera.

Pembuatan larutan kerja logam tembaga, Cu.

a. Pipet 2, 5, 10 ml dan 15 ml larutan baku tembaga, Cu 10 mg/L masing-masing kedalam labu ukur 100 ml.

b. Tambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh konsentrasi logam tembaga, Cu 0,2 ; 0,5 ; 1,0 mg/L, dan 1,5 mg/L.

c. Ukurlah nilai absorbansi masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada panjang gelombang 324,8 nm.

3.4.5.1 Pengukuran Logam Tembaga (Cu) Dengan SSA

a. Lampu katoda dari logam yang akan dianalisa dipasang pada alat SSA pada posisi 1.

b. Alat SSA dihidupkan beserta komputer dan printer.

c. Beberapa parameter pengukur untuk logam tembaga, Cu ditetapkan sebagai berikut :

Tabel 3.2. Kondisi Parameter Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Untuk Unsur Tembaga, Cu dengan Shimadzu AA 6-300

No Parameter

1 2 3 4

Panjang Gelombang Tipe Nyala

Lebar Celah Lampu Katoda

324,8 nm ... ..Air Asetilen.

...0,7 ...6 mA


(64)

d. Setelah kondisi diatas diprogram dengan komputer, selanjutnya kopresor dihidupkan.

e. Kran udara pada kompresor yang menuju SSA dibuka.

f. Tombol Ignisi ditekan selama 2 sampai 3 detik sehingga nyalayang kebiru-biruan.

g. Pipas kapiler pada nebulizer dicelupkan pada larutan blanko. h. Uji blanko hingga absorbansi 0.

i. Larutan standar diaspirasikan terhadap nyala dan nilai absorbansinya akan terlihat di komputer.

j. Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi.

k. Dilanjutkan dengan pengujian contoh uji yang sudah dipersiapkan (SNI.06-6989.6-2004).

3.4.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium Ca (SNI.06.6989.56.2005)

Pembuatan larutan baku kalsium 100 mg/L

a. Pipet 10 ml larutan induk kalsium 1000 mg/L dan masukkan kedalam labu ukur 100 ml.

b. Tambahkan larutan pengencer hingga sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan larutan baku kalsium 10 mg/L.

a. Pipet 10 ml larutan baku kalsium, ca 100 mg/L kedalam labu ukur 100 mg/L.

b. Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera.

Pembuatan larutan kerja kalsium

a. Pipet 0,0 ml ; 1,0 ml ; 2,0 ml ; 3,0 ml dan 4,0 ml larutan baku kalsium 10 mg/L masing-masing kedalam labu ukur 100 ml.


(65)

b. Tambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera kemudian dihomogenkan sehingga diperoleh kadar kalsium 0,0 mg/L, 1,0 mg/L, 2,0 mg/L, 3,0 mg/L dan 4,0 mg/L.

c. Ukurlah nilai absorbansi masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada panjang gelombang 422,7 nm.

3.4.6.1 Pengukuran Logam Kalsium Dengan SSA

a. Lampu katoda dari logam yang akan dianalisa dipasang pada alat SSA pada posisi 1.

b. Alat SSA dihidupkan beserta komputer dan printer.

c. Beberapa parameter pengukur untuk kalsium (Ca) ditetapkan sebagai berikut .

Tabel 3.3. Kondisi Parameter Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Untuk Unsur Ca dengan Shimadzu AA 6-300.

No Parameter

1 2 3 4

Panjang Gelombang Tipe Nyala

Lebar Celah Lampu Katoda

422,7 nm ... Air Asetilen

0,7 10 mA

Sumber : Petunjuk Penggunaan Alat SSA Type Shimadzu AA 6-300

d. Setelah kondisi diatas diprogram dengan komputer, selanjutnya kopresor dihidupkan.

e. Kran udara pada kompresor yang menuju SSA dibuka. f. Kemudian kran asetilensor yang menuju SSA dibuka.

g. Tombol Ignisi ditekan selama 2 sampai 3 detik sehingga nyala yang kebiru-biruan.


(66)

i. Uji blanko hingga absorbansi 0.

j. Larutan standar diaspirasi terhadap nyala dan nilai absorbansinya akan terlihat di komputer.

k. Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi.

l. Dilanjutkan dengan pengujian contoh uji yang sudah dipersiapkan (SNI.06-6989.56-2005).


(67)

3.5. Bagan Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi (Fe) (SNI 06.6989.4.2004)

Larutan induk dipipet 10 ml

Diencerkan menjadi 100 ml

Larutan baku dipipet 10 ml

Diencerkan menjadi 100 ml

Dipipet 1, 5, 10 dan 15 ml

Masing –masing diencerkan menjadi 100 ml ditambahkan HNO3(p)

PH 3

Diukur dengan Spektrometer Serapan Atom (SSA)

Gambar 3.2. Flow Shett Pembuata Kurva Kalibrasi Besi (Fe) Larutan Induk Logam

Fe 1000 mg/L

Larutan Baku Logam Fe 100 mg/L

Larutan Baku Logam Fe 10 mg/L

Larutan Kerja Logam Fe 0,1; 0,5 ; 1,0; 1,5 mg/L


(68)

3.6 Bagan Pembuatan Kurva Kalibrasi Tembaga (Cu) (SNI 06.6989.6.2004)

Larutan induk dipipet 10 ml Diencerkan menjadi 100 ml

Larutan baku dipipet 10 ml Diencerkan menjadi 100 ml

Dipipet larutan baku 0 ; 2 ; 5 ; 10 ; dan 40 ml.

Diencerkan masing-masing menjadi 100 ml

Diukur dengan Spektrometer Serapan Atom (SSA)

Gambar 3.3. Flow Shett Pembuatan Kalibrasi Tembaga (Cu) Larutan Kerja Logam

Cu 0,0 ; 0,2 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 mg/L

HASIL

Larutan Induk Logam Cu 1000 mg/L

Larutan Baku Logam Cu 100 mg/L

Larutan Baku Logam Cu 10 mg/L


(69)

3.7 Bagan Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium, Ca (SNI.06.6989.56.2005)

Larutan induk dipipet 10 ml Diencerkan menjadi 100 ml

Larutan induk dipipet 10 ml Diencerkan menjadi 100 ml

Larutan baku dipipet 0,0 ; 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ml Dan 4,0 m

Diencerkan masing-masing menjadi 100 ml

Diukur dengan Spektrometer Serapan Atom (SSA)

Gambar 3.4. Flow Shett Pembuatan Kalibrasi Kalsium (Ca) Larutan Kerja Logam

Ca 0,0 ; 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; dan 4,0 mg/L

HASIL

Larutan Induk Logam Ca 1000 mg/L

Larutan Baku Logam Ca 100 mg/L

Larutan Baku Logam Ca 10 mg/L


(70)

3.8. Bagan Penelitian

Elektrokoagulasi air gambut

Gambar 3.5. Flow Shett Elektrokoagulasi Sampel Air Gambut Air Gambut 1000 ml

Diamati perubahannya Dielektrokoagulasi selama 0 – 60 menit


(71)

Elektrokoagulasi air gambut dengan penambahan tawas

Gambar 3.7. Flow Shett Elektrokoagulasi Sampel Air Gambut Dengan Penambahan Tawas 10 ml (1000 ppm)

Proses Elektrokoagulasi Air Gambut 1000 ml

Filtrate Jernih Endapan

HASIL

Dianalisis logam Fe, Cu, Ca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Dipisahkan

Diamati perubahannya Dielektrokoagulasi selama 45 menit

Ditambahkan tawas 10 ml (1000 ppm)


(72)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Pengukuran Logam Besi (Fe)

Pada pengukuran logam Besi (Fe) pada air Gambut dimulai dengan pengukuran Absorbansi Standar Besi (Fe) dengan spektrofotometri serapan atom (SSA). Data hasil pengukuran absorbnsi dari larutan Standar Besi (Fe) diplotkan terhadap konsentrasi larutan Standar Besi (Fe) tertera pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Besi (Fe) Dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

No. Kadar Besi (Fe)

(mg/L)

Absorbansi (A) 1.

2. 3. 4.

0,0000 1,0000 3,0000 4,0000

0,0000 0,0182 0,0568 0,0763

4.1.1.1.Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisis Regresi Besi (Fe)

Dari absorbansi yang diperoleh selanjutnya dengan metode Least – Square kemudian dibuat Kurvakalibrasi antara konsentrasi dan absorban. Berikut ini adalah Kurva Kalibrasi Larutan Standar Besi (Fe).


(73)

y = 0.0191x - 0.0004 R2 = 0.9999

-0.01 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09

0 1 2 3 4 5

KADAR BESI (Fe) (mg/L)

AB S O RB AN S I ( A ) Series1 Linear (Series1)

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Besi (Fe)

Diperolehnya gambar 4.1. dari persamaan garis regresi linear hubungan antara absorban terhadap konsentrasi larutan Standar sebagai berikut :

Dimana

Y = nilai absorban

X = konsentrasi kandungan Besi dalam air gambut.

Nilai Koefisien Korelasi (r) sebesar = 0,999. Hasil ini menunjukkan bahwa antara Kandungan Besi (Fe) dalam konsentrasi absorbansi korelasi positif dan korelasinya sangat erat (R2 = 0,999).

Nilai R2 sebesar 0,999 berarti Kurva pada gambar 4.1. tersebut mempunyai keakuratan dalam menentukan konsentrasi sebesar 99,99%.


(74)

Selanjutnya untuk menentukan kandungan logam Besi (Fe) dalam sampel air gambut , dilakukan pengukuran absorban. Data absorban larutan sampel air gambut dapat dilihat pada lampiran 2, untuk perlakuan sampel air gambut sebelum dilakukan penjernihan dengan metode elektrokoagulasi , lampiran 3, untuk perlakuan sampel air gambut dengan metode elektrokoagulasi dan lampiran 4, untuk perlakuan sampel air gambut setelah dilakukan penjernihan dengan metode elektrokoagulasi dengan penambahan larutan tawas 10 ml

(1000 ppm).

4.1.1.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi Kadar Analit Besi (Fe) Dengan Metode Kurva Kalibrasi

Hasil Pengukuran larutan Standar Besi (Fe) dari suatu seri Larutan Standar Besi (Fe) diplotkan terhadap Konsentrasi Larutan Standar sehingga diperoleh suatu Kurva Kalibrasi berupa garis lurus linear.

Persamaan garis regresi untuk Kurva Kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode least-square dan ditunjukkan pada Tabel berikut :

Tabel 4.2. Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi untuk Besi (Fe) No. X1

(mg/L)

Xi (A) X

1 -X Y1 - Y

(

)

2

X

Xi

( )

YiY 2

(

X1−X

)( )

YiY

1. 2. 3. 4.

0,0000 1,0000 3,0000 4,0000 8,0000 0,0000 0,0182 0,0568 0,0763 0,1513 -2,0000 -1,0000 1,0000 2,0000 0,0000 -0,037825 -0,019625 0,018975 0,038475 0,0000 4,0000 1,0000 1,0000 4,0000 10,0000 0,00143073 0,00038514 0,00036005 0,001480325 0,006896695 0,07565 0,019625 0,018975 0,07695 0,1912


(75)

X = 2,0000 4 0000 , 8 4 X = =

Y = 0,037825

4 1513 , 0

4 = =

Y

4.1.1.3. Penurunan Persamaan Regresi Besi (Fe)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis.

Y = a + bx A : Intercept B : Slope

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least-Square dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.1.

b =

(

)(

)

(

)

− − − 2 1 1 1 X X X Y Y X

b = 0,01912

10,0000 0,1912

=

Dari persamaan garis = Y = a + bx Maka a = y – bx

= 0,037825 – (0,01912 x 2,0000) = 0,037825 – 0,03824


(76)

Jadi persamaan diperoleh : Y = 0,01912x – 0,000415

Untuk : x =0,0000 ; maka y = -0,00415 x =1,0000 ; maka y = 0,018705 x =3,0000 ; maka y = 0,05321 x =4,0000 ; maka y = 0,076065

4.1.1.4.Penentuan Kadar Analit Besi (Fe)

Analit dapat ditentukan dengan menggunakan metode Kurva Kalibrasi dengan mensubstitusikan nilai y (absorbansi) diperoleh dari hasil pengukuran, terhadap garis regresi dan kurva kalibrasi .

Dari data hasil pengukuran absorbansi terhadap sampel diperoleh serapan (A) sebagai berikut :

Y1 = 0,0263

Y2 = 0,0266

Y3 = 0,0267

Dengan mensubtitusikan nilai Y (absorbansi) ke persamaan regresi maka : Y = 0,01912 x – 0,000415

Sehingga diperoleh : X1 = 1,397228033


(77)

X3 = 1,418148536 +

Xi= 4,2282949779

Dengan demikian kandungan kadar Besi ( Fe) dari sample tersebut adalah :

40943166 , 1 3 228294979 , 4

3 = =

=

Xi

X

2 1 X) X

( − − = 0,000148928 2

2 X) X

( − − = 0,000012157 2

3 X)

X

( − − = 0,000075983

__________________ +

) (

XiX− = 0,000237068 Maka : 010887332 , 0 2 000237068 , 0 1 ) ( 2 = = − − =

n X Xi S

Diperoleh harga : Sx = 0,006285804

3 010887332 , 0 . . = = n S

Dari data hasil distribusi t student untuk n=3, derajat kebebasan (dk) = n-1 =2 Untuk derajat kebebasan 95% (P=0,05), nilai t = 4,303

Maka d = t (0,05 ; n-1)


(78)

Dari data pengukuran kandungan Besi ( Fe ) dari sample air gambut adalah 1,4094 mg/L + 0,0270

(Data kadar Besi ( Fe ) selengkapnya pada lampiran 5).

4.1.2. Pengukuran Logam Tembaga ( Cu )

Pada pengukuran logam Tembaga ( Cu ) pada air gambut dimulai dengan pengukuran absorbansi standar Tembaga ( Cu ) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

Dari hasil pengukuran absorbansi dari larutan standar Tembaga ( Cu ) diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar Tembaga ( Cu ) tertera pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Tembaga ( Cu )

No Kadar Tembaga (Cu) (mg/L) Absorbansi (A)

1 0,0000 0,0000

2 0,5000 0,0645

3 1,0000 0,1261

4 1,2500 0,1600

5 1,5000 0,1881

4.1.2.1. Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisis Regresi Tembaga (Cu)

Dari absorbansi yang diperoleh selanjutnya dengan metode Least-Square kemudian dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan absorban. Berikut ini adalah kurva kalibrasi dari larutan standar Tembaga ( Cu ).


(79)

y = 0.1259x + 0.0007 R2 = 0.9997

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2

0 0.5 1 1.5 2

KADAR TEMBAGA (Cu) (mg/L)

AB

S

O

RB

AN

S

I

Series1

Linear (Series1)

Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Tembaga ( Cu )

Diperoleh gambar 4.2 dari persamaan garis regresi linier hubungan antara absorban terhadap konsentrasi larutan standar sebagai berikut :

Y = 0,0007 + 0,1259x Dimana

Y = nilai absorban

x = Konsentrasi kandungan Tembaga ( Cu ) dalam air gambut.

Nilai koefisien korelasi (r) sebesar = 0,999. Hasil ini menunjukkan bahwa antara kandungan Tembaga ( Cu ) dalam konsentrasi absorbansi berkorelasi positif dan korelasinya erat (R2 = 0,999). Nilai R2 sebesar 0,999 berarti kurva pada gambar 4.2. tersebut mempunyai keakuratan dalam menentukan konsentrasi sebesar 99,97%.


(80)

Selanjutnya untuk menentukan kandungan logam Tembaga (Cu) dalam sampel air gambut , dilakukan pengukuran absorban. Data absorban larutan sampel air gambut dapat dilihat pada lampiran 6, untuk perlakuan sampel air gambut sebelum dilakukan penjernihan dengan metode elektrokoagulasi , lampiran 7, untuk perlakuan sampel air gambut dengan metode elektrokoagulasi dan lampiran 8, untuk perlakuan sampel air gambut setelah dilakukan penjernihan dengan metode elektrokoagulasi dengan penambahan larutan tawas 10 ml (1000 ppm).

4.1.2.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi dan Kadar Analit Tembaga ( Cu ) dengan Metode Kurva Kalibrasi.

Hasil pengukuran larutan standar Tembaga ( Cu ) dari suatu seri larutan standar Tembaga ( Cu ) diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis lurus linier. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode Least-Square dan ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4. Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Tembaga (Cu) No Xi

(mg/L) Yi (A) Xi-− X Yi-− Y (Xi-−

X)2

(Yi-−

Y)2

(Xi-−

X)

(Yi-−

Y) 1 0,0000 0,0000 -0,85000 -0,10774 0,7225 0,01160 0,09158 2 0,5000 0,0645 -0,35000 -0,04324 0,1225 0,00186 0,01134 3 1,0000 0,1261 0,15000 0,01836 0,0225 0,00034 0,00275 4 1,2500 0,1600 0,40000 0,05226 0,1600 0,00273 0,02090 5 1,5000 0,1881 0,65000 0,08036 0,4225 0,00646 0,05223


(1)

Lampiran 10.

Data Hasil Pengukuran Absorbansi Logam Kalsium (Ca) Dalam Sampel Air Gambut Sebelum Dielektrokoagulasi.

ABSORBANSI

Sampel I Sampel II Sampel III

Waktu pengambilan

sampel

P-1 P-2 P-3 P-1 P-2 P-3 P-1 P-2 P-3

A 0,2204 0,2202 0,2206 0,2202 0,2206 0,2204 0,2206 0,2204 0,2202 B 0,2205 0,2207 0,2203 0,2207 0,2203 0,2205 0,2203 0,2205 0,2207 C 0,2203 0,2201 0,2205 0,2201 0,2205 0,2203 0,2205 0,2203 0,2201

Keterangan :

A. Pengambilan Sampel Bulan November 2009 B. Pengambilan Sampel Bulan Desember 2009 C. Pengambilan Sampel Bulan Januari 2010 P-1 : Pengulangan - 1

P-2 : Pengulangan - 2 P-3 : Pengulangan - 3


(2)

Lampiran 11.

Data Hasil Pengukuran Absorbansi Logam Kalsium (Ca) Dalam Sampel Air Gambut Sesudah Dielektrokoagulasi.

ABSORBANSI

Sampel I Sampel II Sampel III

Waktu pengambilan

sampel

P-1 P-2 P-3 P-1 P-2 P-3 P-1 P-2 P-3

A 0,2173 0,2170 0,2176 0,2170 0,2176 0,2173 0,2176 0,2173 0,2170 B 0,2175 0,2179 0,2171 0,2179 0,2171 0,2175 0,2171 0,2175 0,2179 C 0,2174 0,2176 0,2172 0,2176 0,2172 0,2174 0,2172 0,2174 0,2176

Keterangan :

A. Pengambilan Sampel Bulan November 2009 B. Pengambilan Sampel Bulan Desember 2009 C. Pengambilan Sampel Bulan Januari 2010 P-1 : Pengulangan - 1

P-2 : Pengulangan - 2 P-3 : Pengulangan - 3


(3)

Lampiran 12.

Data Hasil Pengukuran Absorbansi Logam Kalsium (Ca) Dalam Sampel Air Gambut Sesudah Dielektrokoagulasi Dengan Penambahan Tawas

ABSORBANSI

Sampel I Sampel II Sampel III

Waktu pengambilan

sampel

P-1 P-2 P-3 P-1 P-2 P-3 P-1 P-2 P-3

A 0,1285 0,1287 0,1283 0,1287 0,1283 0,1285 0,1283 0,1285 0,1287 B 0,1283 0,1285 0,1281 0,1285 0,1281 0,1283 0,1281 0,1283 0,1285 C 0,1288 0,1285 0,1291 0,1285 0,2191 0,1288 0,1291 0,1288 0,1285

Keterangan :

A. Pengambilan Sampel Bulan November 2009 B. Pengambilan Sampel Bulan Desember 2009 C. Pengambilan Sampel Bulan Januari 2010 P-1 : Pengulangan - 1

P-2 : Pengulangan - 2 P-3 : Pengulangan - 3


(4)

Lampiran 13.

Data Absorbansi Rata- Rata Dan Hasil Perhitungan Kadar Logam Kalsium (Ca) Dalam Sampel Air Gambut.

Absorbansi Rata- Rata Kadar Kalsium (Ca) (mg/L) Pengambilan Sampel Pengambilan Sampel Perlakuan

Sampel

A B C A B C

Rata - Rata

SB 0,2204 0,2205 0,2203 3,7579+ 0,0745 3,7271+0,0608 3,7234+0,2944 3,7361 SD 0,2173 0,2175 0,2174 3,6683+0,0514 3,6725+0,0662 3,6707+0,1150 3,6705 SDT 0,1285 0,1283 0,1288 2,0558+0,0385 2,0516+0,0496 2,0607+0,0464 2,0560

Keterangan :

A. : Pengambilan Sampel Bulan November 2009 B. : Pengambilan Sampel Bulan Desember 2009 C. : Pengambilan Sampel Bulan Januari 2010 SB : Sebelum Dielektrokoagulasi

SD : Sesudah Dielektrokoagulasi


(5)

LAMPIRAN 14.


(6)

LAMPIRAN 15.

PETA SUMATERA UTARA DAN TAPANULI TENGAH