Prevalensi dan Faktor Risiko Food Allerg

Prevalensi dan Faktor Risiko Food Allergy dalam Penelitian Kohort pada 386 Anak
- anak dengan Dermatitis Atopik yang rutin berkunjung ke Dokter Spesialis
Dermato-Venerologi dan Dokter Spesialis Anak
Claire MAILHOL, Francoise GIORDANO-LABADIE,
Valerie LAUWERS-CANCES, Alfred AMMOURY, Carle PAUL, Fabienne RANCE
Latar belakang. Terdapat perdebatan antara prevalensi dan relevensi dari Food Allergy
(FA) pada Dermatitis Atopik (DA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
prevalensi dari faktor risiko FA dalam penelitian kohort pada anak - anak dengan DA
yang rutin berkunjung ke klinik Dokter Spesialis Anak. Metode : Analisis dilakukan pada
386 anak - anak (50,8% anak laki-laki, dengan median usia 4 tahun) yang dievaluasi
untuk DA. Diagnosis FA ditegakkan melalui hasil pemeriksaan skin test yang positif dan
atau dengan pemeriksaan IgE spesifik atau dengan tes oral food challange yang
memberikan hasil positif. Hasil : Prevalensi dari FA adalah17,8%. Telur, kacang, susu,
kacang pohon dan mustar memiliki persentasi sebesar 93% kasus. Sebesar 37,7% anak anak memiliki reaksi alergi lebih dari 2 jenis makanan. Faktor risiko yang berhubungan
dengan FA pada usia muda (OR = 7,9 ketika /= 5
tahun), DA dengan onset sedang hingga berat (OR = 7,8 untuk onset berat, dan 2,4 untuk
DA onset sedang) dan onset dari DA dengan usia sebelum 3 bulan (OR = 5,7).
Kesimpulan : Prevalensi dari FA pada anak-anak dengan DA lebih rendah dari pada
jumlah yang dilaporkan oleh Klinik Anak di bagian Alergi. Anak - anak dengan usia
kurang dari 2 tahun dengan onset DA yang terjadi cepat dan berat memiliki risiko lebih
tinggi untuk terjadinya FA dan dapat dijadikan sebagai kandidat untuk evaluasi FA

dikemudian hari.
Kata kunci: dermatitis atopik, anak - anak, food allergy, prevalensi, faktor risiko

1

Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik kulit pada anak anak. Penyakit ini berhubungan dengan penyakit atopik lainnya seperti food allergy (FA).
Telah dilaporkan hanya kasus ketiga yang diduga sebagai alergi makanan dapat dilakukan
pemeriksaan1. Hubungan antara FA dan DA seringkali diperdebatkan dan terdapat
beberapa informasi yang bertentantangan dengan prevalensi FA2. Dan lagi, faktor risiko
FA pada pasien DA masih belum sepenuhnya di karakteristikkan 2,3.
Pada anak - anak dengan DA, investigasi terhadap FA tidak dianjurkan secara
sistematis 2. Telah dikemukakan bahwa riwayat penyakit dahulu bukan menjadi prediktor
yang baik bagi FA. Riwayat penyakit dahulu telah dicatat oleh dokter yang
berpengalaman dan kemudian dikaitkan dengan nilai prediksi positif / positive predictive
value (PPV) dari 83% dan 33% untuk reaksi langsung dan lambat, berturut - turut, dan
nilai prediksi negatif / negative predictive value (NPV) dari 74% dan 79%4. Di
departemen kami, klinik multidisplin yang melibatkan dokter kulit dan dokter anak
dengan spesialisasi alergi telah diadakan sejak tahun 1997 untuk anak - anak yang
memiliki DA yang dirujuk ke klinik oleh dokter anak, dokter umum, dan dokter kulit.
Sebagai bagian dari investigasi untuk penyakit atopik, penyelidikan menyeluruh pada

alergi makanan dilakukan secara sistematis pada semua anak yang dirujuk ke klinik
multidisiplin. Jenis investigasi multidisiplin memungkinkan sejumlah aspek yang berbeda
untuk dimasukkan menjadi faktor risiko FA. Tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk memperkirakan prevalensi dari FA dengan menggunakan kriteria yang ketat dalam
pengelompokkan anak - anak dengan DA yang menjalani evaluasi multidisiplin dan untuk
menentukan faktor risiko yang terkait dengan FA.
Pasien dan Metode
Pasien
Kami mengevaluasi 386 anak - anak (0 - 18 tahun) di klinik multidisiplin dari Mei 2002
sampai dengan Desember 2008. Alasan mereka dirujuk ke dokter kulit atau dokter anak
dengan spesialisasi alergi adalah karena membutuhkan nasihat tentang pengobatan atau
evaluasi dari dokter - dokter tersebut. Persetujuan orang tua untuk dilakukannya evaluasi
telah diberikan terhadap semua anak. Klinik dermatologi-alergi telah dilaksanakan sejak
tahun 1997. Rata - rata, 4 orang anak terlihat setiap empat minggu di klinik. Klinik

2

tersebut merupakan pusat perawatan tersier yang melayani sekitar 2,7 juta masyarakat di
Prancis Selatan-Barat. Setiap klinik multidisiplin tersebut melibatkan seorang dokter kulit
dengan spesialisasi alergi (F. Giordano-Labadie) dan dokter anak dengan spesialisasi

alergi (F. Rance).
Pengumpulan Data
Data klinis dikumpulkan dalam bentuk laporan kasus yang dikembangkan oleh tim
medis. Berikut adalah parameter yang diambil: usia, jenis kelamin, usia saat onset DA,
adanya asma atau gejala lain dari alergi ( rhinitis, konjungtivitis, kecurigaan alergi
makanan), lama menyusu (asi ekslusif), umur saat makan makanan pendamping ASI,
riwayat atopi dalam keluarga (penyakit atopik pada sanak saudara).
Diagnosis Dermatitis Atopik
Untuk menentukan DA kami menggunakan kriteria United Kingdom 5. Untuk
pemeriksaan klinis dan evaluasi keparahan digunakan skor dermatitis atopik indeks
(SCORAD)6,7. Keparahan DA dikategorikan sebagai berikut : DA ringan SCORAD 50 8.
Pemeriksaan Diagnostik Food Allergy
Pemeriksaan diagnostik untuk FA telah dijabarkan dalam bagan berikut (Gambar 1)
dengan hasil dari skin prick test (SPT), tes alergi makanan/atopy patch test (APT), IgE
spesifik pada makanan (s-IgE), dan bila perlu dilakukan oral food challenge (OFC) untuk
menegakkan diagnosis FA. Kedua tes tersebut, yaitu SPT dan APT dilakukan berdasarkan
jenis makanan yang tersering menyebabkan alergi berdasarkan dari usia anak 10 dan
makanan tambahan dapat juga ditambahkan ke dalam tes tersebut berdasarkan riwayat
alergi anak.


3

Skin Prick Tests
Konsumsi obat - obatan oral seperti anti histamin dan steroid sistemik dihentikan pada
hari ke 3 dan ke 7 sebelum dilakukannya tes. SPT dilakukan pada kulit yang sehat di
bagian lengan bagian dalam atau lengan atas. Dengan menggunakan bahan - bahan
seperti kontrol positif (histamin 10 mg/mL (Stallergenes, Antony, France)) dan kontrol
negatif serta makanan segar atau ekstrak makanan dengan sifat histamin-releasing 9.
Beberapa contoh makanan berikut yang akan diuji : pada anak - anak usia kurang dari 2
tahun, susu sapi segar, telur ayam, tepung kedelai, tepung gandum, dan ekstrak ikan kod
(Stallergenes, Antony, France); anak - anak usia 2 hingga 10 tahun, susu sapi segar, telur
ayam, kacang panggang, hazelnut (jenis kacang pohon lainnya), biji wijen, ikan kod,
kerang, mustar, dan ekstrak buah kiwi; pada anak - anak usia lebih dari 10 tahun atau
anak dengan riwayat klinis dapat diuji dengan contoh makanan yang sama pada usia 2 -

4

10 tahun dan ditambahkan serbuk sari buah apel atau ekstrak hazelnut. Contoh jenis
makanan tambahan akan dites sesuai dengan riwayat penyakit. Hasil SPT akan
memberikan efek setelah 15-20 menit. Dikatakan positif apabila diameter terbesar lebih

besar 3 mm dari pada kontrol negatif, selama hasil SPT kontrol histamin positif.
Sedangkan apabila hasil SPT dari makan segar lebih dari 15 mm maka dapat dikatakan
orang tersebut positif memiliki FA11.
Pemeriksaan kadar Serum-spesifik IgE
S-IgE serum makanan dinilai pada anak dengan hasil SPT positif pada alergi makanan
menggunakan metode ImmunoCAP (Phadia, Uppsala, Sweden). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa S-IgE yang tinggi pada putih telur ayam dan kacang sehingga
makanan tersebur berisiko menyebabkan alergi dengan nilai prediksi posisitf setidaknya
95%. Sebuah OFC telah dilakukan pada seorang suspek FA, dan prosedurnya sesuai
dengan yang telah disebutkan pada Gambar 1.
Uji Tempel Atopi : Investigasi terhadap reaksi alergi makanan tipe lambat
Selain menghentikan konsumsi obat - obatan antihistamin dan steroid sistemik oral pada
hari ke 3 dan ke 7 sebelum uji tempel, maka penggunaan steroid topikal dan
imunomodulator topikal juga tidak diperbolehkan7 hari sebelumnya 12. Pada pasien
dengan SPT negatif, kemudian akan dilakukan APT. Uji tempel dilakukan pada kulit
yang normal di bagian punggung dengan besar (12mm) (Epitest Ltd Oy, SmartPractice,
Phoenix, Arizona,USA)13. Dilakukan uji tempel dengan bahan- bahan seperti berikut
yaitu susu sapi segar, telur ayam mentah, tepung gandum (dilarutkan dalam 10 mL cairan
normal salin), kacang - kacangan segar yang dilarutkan dengan cairan normal salin dan
susu kedelai. APT dapar dihentikan setelah 48 jam dan hasil diamati pada 48 jam dan 72

jam sesuai dengan rekomendasi EEACI (European Academy of Allergy and Clinical
Immunology)14. Hasil dikatakan sebagai berikut : +,++,+++, atau ++++ maka telah terjadi
reaksi alergi yang positif, sedangkan hasil yang lainnya jika dinyatakan negatif atau
meragukan maka kesimpulan pemeriksaan tersebut adalah negatif. Ketika hasil APT
seseorang positif makan perlu dilakukan OFC untuk menegakkan diagnosis FA.

5

Tes Makanan (Oral Food Challenge)
OFC dilakukan di bawah pengawasan medis dokter anak dan dengan ruang perawatan
yang dekat dengan unit perawatan intensif. Selain itu juga harus tersedia dokter - dokter
yang terlatih dan tersedia peralatan darurat untuk mengatasai reaksi alergi yang parah
termasuk syok anafilaksis15. Makanan yang digunakan adalah makan yang sama saat
dilakukannya APT dan SPT. Makanan yang terutama dicurigai menimbulkan alergi harus
dihindari 4 minggu sebelum dilakukannya OFC. Dan konsumsi obat - obatan seperti
antihistamin dan steroid oral harus dihentikan setidaknya 7 hari sebelum pemeriksaan.
OFC dilakukan pada usia anak di atas tiga tahun, sesuai dengan rekomendasi yang
dianjurkan11.
Anak - anak diobservasi hingga 4 jam setelah makan makanan terakhir, dan diamati
apakah terdapat gejala - gejala spesifik seperti urtikaria, angioedema, eritema, rhinitis,

obstruksi bronkial, muntah, serta reaksi anafilaksis16. Reaksi dianggap positif apabila
dalam 4 jam segera muncul gejala - gejala seperti yang telah disebutkan. Reaksi yang
terjadi setelah 4 jam dianggap sebagai reaksi lambat11. Orang tua diwawancarai melalui
telepon untuk mendeteksi reaksi alergi yang belum muncul pada 24 jam pertama hingga 5
hari pertama setelah dilakukannya tes makanan. Jika reaksi langsung terjadi saat
dilakukannya tes makanan, maka diagnosis FA dapat ditegakkan dan tidak ada evaluasi
lebih lanjut. Dalam kasus tes makanan yang negatif, orang tua disarankan untuk
membiarkan anak mereka untuk mengkonsumsi makanan lagi.
Penegakkan Diagnosis Food Allergy
Algoritma pengakkan diagnosis FA telah di jelaskan dalam Gambar 1, sebelumnya telah
di analisa berdasarkan data sebelumnya dan telah divalidasi 2,11,16-19.
 Besar diameter lingkaran hasil SPT pada makanan yang diberikan lebih besar dari 15
mm apabila menggunakan makanan segar.
 Ambang batas yang telah ditetapkan pada s-IgE untuk kacang dan putih telur untuk
mencetuskan alergi adalah 14 KUA/L untuk kacang tanah, dan 7 KUA/L untuk putih
telur pada pasien di atas usia 2 tahun, serta 2 KUA/L untuk pasien usia di bawah 2

6

tahun.

Gejala spesifik yang muncul seperti urtikaria, angioedema, eritema, rhinitis, obstruksi
bronkial, muntah, atau anafilaksis muncul dalam waktu 4 jam setelah makan terakhir atau
munculnya reaksi eksim yang lambat dalam waktu 5 hari setelah dilakukannya tes
makanan. Riwayat klinis yang jelas adanya urtikaria, eritema, angioedema, rhinitis,
obstruksi bronkial, muntah, atau anafilaksis muncul dalam waktu 4 jam setelah
mengkonsumsi satu jenis makanan yang telah diidentifikasi.
Analisis Statistik
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi FA pada DA
dengan ketepatan ± 5%. Berdasarkan literatur sebelumnya, diperkirakan bahwa
prevalensi FA pada DA akan mencapai 40%. Sampel sebanyak 365 pasien cukup untuk
memberikan perkiraan prevalensi FA pada anak dengan DA , dengan presisi plus atau
minus 5%. Variabel kontinyu disajikan sebagai rata-rata, standar deviasi (SD) atau
kisaran interkuartil median (IQR) menurut distribusi mereka (normal atau miring).
Perbedaan antara kelompok (FA versus tanpa FA) dibandingkan berdasarkan uji t-test
atau

ranking

Wilcoxon


dan

chi-square.

Regresi

logistik

digunakan

untuk

memperhitungkan faktor pembias yang mungkin ada. Model pertama termasuk semua
variabel yang berhubungan dengan makanan yang memicu sensitisasi dalam analisis
bivariat dengan nilai p konservatif 0,2. Sebuah analisis bertahap dilakukan untuk
mendapatkan model terbaik. Interaksi pertama diuji pada akhir proses pemodelan.
Model yang adekuat diperiksa dengan menggunakan Hosmer dan Lemeshow test.
Apabila terdapat nilai p kurang dari 0,05 maka hasil dianggap signifikasn. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Stata 9.0. Variabel terikat adalah FA dan
frekuensi FA, dengan perkiraan interval kepercayaan 95%. Variabel yang dimasukkan

dalam analisis multivariat adalah jenis kelamin, usia, usia saat onset DA, keparahan DA,
ASI ekslusif,penyakit atopik pada keluarga dan saudara yang atopi.

7

Hasil Penelitian
Karakteristik Demografi
Dari 400 pasien yang berturut-turut datang ke klinik antara tahun 2002 dan 2008, 386
memiliki diagnosis pasti DA. Dengan usia rata-rata adalah 4,0 tahun (IQR 1,7-7,7) dan
50,8% anak-anak adalah laki-laki, laki-laki yang sedikit lebih muda dari perempuan (usia
rata-rata 3,5 vs 4,4 tahun). Usia saat onset DA adalah 12 bulan untuk 105 pasien (27,6%).
Median SCORAD adalah 18,7 (IQR 11,5-29,6). Berdasarkan kategori SCORAD,
mayoritas pasien yang mengunjungi klinik adalah pasien dengan DA: 247 (67,5%) anakanak memiliki alergi ringan, 105 (28,7%) sedang dan 14 (3,8%) DA berat.
Hasil penilaian alergi makanan (gambar 1)
Di antara 386 anak yang dievaluasi, FA didiagnosis pada 69 anak, di antaranya 26 anak
memiliki reaksi terhadap lebih dari satu jenis makanan. Dasar untuk diagnosis FA dalam
69 anak dengan FA dapat diringkas sebagai berikut: 8 anak memiliki SPT positif yang
signifikan dengan makanan segar yaitu besar diameter lingkaran reaksi alergi lebih dari
yang telah ditetapkan, 13 anak memiliki hasil SPT dibawah standar yang ditetapkan,
namun dengan hasil s-IgE diatas nilai ambang batas, 23 anak memiliki hasil SPT positif

dengan s-IgE dan sesuai dengan riwayat klinisnya, dan 25 anak dengan hasil OFC positif.
Diantara 25 anak dengan hasil OFC positif tersebut, 22 anak memiliki hasil SPT positif
dengan adanya s-IgE namun tidak ada yang relevan dengan riwayat klinisnya dan 3 anak
memiliki hasil SPT negatif namun dengan hasil APT positif pada jenis makanan yang
digunakan dalam OFC.
Prevalensi alergi makanan pada anak - anak dengan Dermatitis Atopik
Prevalensi FA pada anak-anak sebesar 17,8% (95% CI: 14,1-22,0). Sebanyak 69 anakanak memiliki diagnosis FA, dengan 48 anak (69,6%) memiliki DA dengan onset
sebelum usia 3 bulan, 17 anak (24,6%) diantara 3 dan 12 bulan, dan 4 anak (5,8%) di atas
usia 12 bulan. Jenis makanan yang paling sering terlibat adalah telur ayam (n = 59 anak

8

yang positif), kacang tanah (n = 18) dan susu sapi (n = 8). Distribusi positif makanan
ditunjukkan pada Gambar 2. Sebanyak 26 (37,7%) Anak-anak yang positif memiliki dua
atau lebih reaksi makanan, sebagian besar termasuk telur. Yang paling sering ditemukan
adalah telur-kacang (n = 15) dan telur-susu (n = 6). Tidak ada perbedaan yang signifikan
antara anak laki-laki dan perempuan dalam hal jenis makanan yang terlibat. Reaksi
lambat diamati pada 3 kasus dan telah dikonfirmasi dengan OFC.

9

Faktor Risiko yang berhubungan dengan alergi makan pada Dermatitis Atopik
Dalam analisis bivariat, anak-anak dengan FA secara signifikan lebih muda dari anakanak lain (usia rata-rata 2,8 vs 5,5 tahun, p