KEARIFAN LOKAL PERANG TOPAT SIMBOL KEHAR

KEARIFAN LOKAL PERANG TOPAT
SIMBOL KEHARMONISAN AGAMA DAN BUDAYA
Oleh:
Suparman Jayadi
Universitas Sebelas Maret
Masyarakat suku Sasak memiliki corak budaya khas sebagai bentuk ekspresi
budaya berupa warisan budaya benda dan takbenda. Warisan budaya benda seperti Masjid
Kuno, Makam Keramat, Kemaliq,

Pura dan lain-lain. Sedangkan warisan budaya

takbenda terangkum dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Sasak, yang
berkembang dan masih ditradisikan hingga kini disebut tradisi Perang Topat. Tradisi ini
dilakukan sekali setahun secara bersamaan dengan dua pemeluk agama yang berbeda
yakni agama Hindu dan Islam Sasak di Kemaliq dan Pura Lingsar. Kedua umat tersebut
melaksanakan

pemujaan menjelang musim penanam Padi dengan iringan doa di

Kemaliq tempat suci bagi agama Islam Sasak dan Pura untuk penganut agama Hindu.
Bangunan ini didirikan sekitar pada tahun 1714 M, terletak kurang lebih 10 km dari kota

Mataram.
Perang Topat
Perang secara terminologi terjadi kekerasan, pertempuran antar dua belah pihak
yang berlawanan dan saling merusak satu sama lain. Dampak peperangan dapat merubah
tatanan sosial hubungan vartikal serta horizontal dalam masyarakat. Berbeda halnya
dengan Perang Topat di desa Lingsar. Pelaksanaan tradisi ini memiliki keterkaitannya
dengan suatu legenda dahulu berawal dari sebuah kedatuan Madain berpusat di Desa
Beretais sekarang. Adapun wilayah kekuasaannya meliputi wilayah kecamatan Lingsar
dan sekitarnya. Kondisi kehidupan masyarakat suku Sasak pada masa itu sebelum
masuknya agama Islam suatu bentuk masyarakat primitif yang masih memiliki akar
tradisi yang sangat jauh dengan landasan etika religius mereka menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme.
Pada masa itu masyarakat masih fase pemikiran mistik beranggapan dari semua
benda memiliki kekuatan gaib sendiri dapat mempengaruhi jalannya kehidupan manusia,
keselamatan, kesusahan, keberuntungan, kesehatan, dan penyakit. Kehidupnnya
dipengaruhi oleh roh-roh nenek moyang terdahulu. Para leluhur hari peresmian yang
bertalian Puja Wali pada sasih ketujuh dalam hitungan penganut Islam dan bulan

1


purnama sasih keenam bagi penganut Hindu. Pemahaman penganut Hindu untuk
menghormati Bhatara Gde Lingsar, sedangkan penganut Islam mentaati wasiat dari raden
mas Sumilir atau Syekh Kiyai haji Abdul Malik.
Pelaksanaan Perang Topat melakukan pembersihan bersama menjelang
diadakannya. Pembersihan tempat suci di Kemaliq dan Pura Lingsar beserta alat-alat
upacara. Pemangku memimpin kebersihan di Kemaliq dan sisa area lainnya dilakukan
bersama-sama penganut Islam dan Hindu. Pembersihan dilakukan dua hari sebelum hari
pelaksanaan. Alat yang digunakan dalam Tradisi Perang Topat seperti: Momot dan
Gedah, Wadah-wadah yang terdiri dari Nare atau talam kuningan, dulang dan tabaq,
Kain untuk hiasan Kemaliq yang terdiri dari kain lelingsir, lelangse, lemaq, leluhur, bukus
teken piring cangkir, Kain hiasan berupa tunggul-tunggul atau umbul-umbul, payung
agung dan tombak, tikar, lemaq tilam yang akan dipakai untuk alas duduk. Alat tersebut
merupakan peninggalan nenek moyang dahulu kala yang tersipan hingga kini.
Tradisi Perang Topat membangun hubungan dalam humanisme serta kesadaran
sehingga mampu mentrasendensikan keragaman agama dan budaya yang dianutnya.
Hubungan sosial mengacu pada prinsip-prinsip individu dalam kelompok masyarakat
serta memenuhi fungsi kontributif terhadap tatanan sosial dan reproduksinya. Kohesi
sosial dalam kelompok untuk membentuk kesatuan dan keragaman yang membuat
komunitas berfungsi dengan baik dalam pluralitas masyarakat beragam pada suatu
daerah.

Kegiatan Nampah Kaoq
Kegiatan Nampah Kaoq merupakan meyembeleh seekor karbau yang dijadikan
sebagai kurban. Semua bentuk hewan dapat di kurbankan kecuali hewan Sapi dan Babi.
Kegiatan kurban memahami bahwa sebagai bentuk nilai kebersamaan tanpa dominasi
satu sama lain. Kedua penganut tersebut menerima pantanggan-pantanggan. Hubungan
sosial antar penganut agama dan budaya yang berbeda berfungsi secara efektif sebagai
satu kesatuan. Demikian memunculkan adanya hubungan solidaritas setiap individu di
dalam kelompok untuk bekerjasama

membangun sistem sosial. Keduanya hidup

berdampingan meskipin secara ideologi berbeda, namun mampu membangun hubungan
diantara keduanya. Penganut Islam dan Hindu dalam menjaga hubungan antar kelompok
sosial memiliki rasa saling melangkapi antara kebutuhan nilai spiritual dan sosial,
kemudian memelihara hubungan antar keduanya, dan memperbarui motif sosial internal
pengikut setiap kelompok pada suatu tanda dan pola-pola kultural serta mempertahankan
hubungan tersebut.

2


Masyarakat suku Sasak antusias mengikuti tradisi tersebut, bukan hanya dari
kalangan masyarakat Lingsar namun dari berbagai penjuru daerah berjumlah ratusan
termasuk orang asing hadir menyaksikan. Penganut Islam dan Hindu sangat toleran serta
membawa perdamian dalam berbudaya melestarikan kehidupan yang beragam dapat
disatukan dalam suatu tradisi. Tradisi ini sebagai bentuk kearifan lokal terhadap
masyarakat multireligus dan multikultural dalam kerukunan antar

umat

beragama

sebagai mengikat solidaritas masyarakat suku Sasak. Meskipun keberadaanya diantar dua
agama memiliki paham yang berbeda, namun mampu membangun sebuah kebersamaan
melalui tradisi Perang Topat dan kegiatan Nampah Kaoq sebagai keharmonisan agama
dan budaya.

3