hukum uni eropa supranasional dan interg (1)

PENGANTAR: TENTANG UNI EROPA
Uni Eropa adalah organisasi kerja sama regional yang menggabungkan sistem
supranasional dan antarpemerintahan. Uni Eropa memfokuskan kerja sama di bidang
ekonomi. Namun seiring perkembangan waktu, telah terjadi perubahan paradigma di
mana yang sering diulas bukan saja permasalahan yang berdimensi ekonomi, namun juga
pada isu-isu politik keamanan dan ketertiban dunia.
Tidak bisa kita pungkiri ketika kita membicarakan perekonomian, maka unsur-unsur
politik juga bermain di dalamnya. Terlebih, karena Uni Eropa sendiri sudah berbentuk
pemerintahan satu negara yang sangat didominasi oleh politik.
Percobaan untuk menyatukan negara-negara Eropa telah dimulai sebelum terbentuknya
negara-negara modern. Usaha unifikasi Eropa telah terjadi beberapa kali. Tiga ribu tahun
yang lalu Eropa didominasi oleh Bangsa Celt yang kemudian atas perintah Kekaisaran
Roma di Italia berusaha ditaklukkan dan dilakukan upaya penyatuan daratan Eropa secara
paksa. Pasca runtuhnya Kekaisaran Romawi, Kaisar Franks dari Cherlemagne dan
Kekaisaran Suci Roma menyatukan wilayah luas Eropa dalam administrasi yang longgar
selama beratus-ratus tahun. Belakangan di tahun 1800-an, Napoleon Bonaparte dengan
Politik Kontinentalnya berusaha menyatukan Eropa di bawah panji-panji Kekaisaran
Perancis

yang


dibangunnya

di

bawah

reruntuhan

puing-puing

Revolusi

Perancis.Berlanjut di tahun 1940-an, Nazi yang dikomandoi oleh Hitler berusaha pula
melakukan upaya unifikasi Eropa di bawah satu komando yakni Jerman.
Namun, baik unifikasi yang dilakukan oleh Napoleon maupun Hitler hanya bersifat
sementara. Hal ini dikarenakan koleksi bahasa dan budaya Eropa yang kompleks serta
percobaan penyatuan yang melibatkan orang atau negara tidak bersedia menciptakan
kestabilan.
Berlanjut ke masa modern di mana negera-negara Eropa terlibat dalam berbagai perang
sehingga menimbulkan permusuhan, rasa dendam serta nasionalisme sempit. Embrio

mengenai persatuan Eropa (Pan Eropa) sesungguhnya telah lebih dulu ada sebelum
kelahiran Uni Eropa. Ia adalah seorang Richard Graf Coundenhove dari Austria di tahun
1923 yang menganjurkan pembentukan Eropa Serikat sebagai salah satu badan yang
hendaknya dapat menghindarkan timbulnya perang.

Gagasan lain yang tidak kalah menarik adalah atas apa yang dilontarkan oleh Winston
Churcil dalam pidatonya di Universitas Zurich tertanggal 19 Desember 1946 yang
memandang perlunya dibentuk Dewan Eropa sebagai jalan keluar untuk menyelamatkan
Eropa dari ancaman perang.
Gagasan-gagasan perlunya dilakukan unifikasi Eropa untuk menghindarkan perangperang lainnya muncul silih berganti. Hal senada dilakukan oleh tokoh-tokoh seperti
Robert Schuman, Henry Spaak dan Gyu Mollet yang berhasil mendirikan Gerakan Eropa
(European Movement) pada tahun 1947 dan berhasil mengadakan kongresnya yang
pertama di tahun 1948 bertempat di Den Haag Belanda. Keputusannya antara lain adalah
pembentukan satu parlemen dan Forum Eropa.
Dalam Uni Eropa, terdapat beberapa lembaga yang menjalankan roda pemerintahan dan
menjaga agar arah dan tujuan organisasi agar dapat dicapai. Beberapa lembaga tersebut di
antaranya
1. Komisi Eropa

(Commission of the European Communities) ; adalah badan


eksekutif Uni Eropa. Komisi Eropa merupakan badan administrasi tertinggi dalam
Uni Eropa yang ditunjuk oleh negara-negara anggota dan secara politis
bertanggung jawab kepada Parlemen Eropa. Lembaga ini menyusun naskah
perundang-undangan baru Eropa yang kemudian diajukan kepada Parlemen Eropa
dan Dewan Uni Eropa. Lembaga ini memastikan keputusan-keputusan yang
diambil oleh Uni Eropa dilaksanakan menurut ketentuan dan juga mengawasi
penggunaan dana-dana Uni Eropa. Komisi Eropa memastikan pula agar setiap
warga mematuhi Traktat Eropa dan hukum yang berlaku di Eropa. Komisi Eropa
terdiri dari 25 komisioner yang dibantu oleh kurang lebih 25.000 pegawai negeri.
Presiden komisi Eropa dipilih oleh pemerintah para negara anggota Uni Eropa
dan harus mendapat persetujuan dari Parlemen Eropa. Komisi Eropa bertindak
secara independen dan tidak bisa mengikuti instruksi dari negara yang menunjuk
mereka.
2. Dewan Uni Eropa ; merupakan badan legislatif dan pembuat keputusan di UE
yang keanggotaannya terdiri dari menteri-menteri dari pemerintahan negaranegara anggotanya. Dewan ini memiliki seorang Presiden dan seorang Sekretaris
Jendral, serta merupakan badan yang memiliki otoritas paling utama dalam

pengambilan keputusan di Uni Eropa dikarenakan pembahasan isu-isu
kontemporer dilakukan oleh anggota dewan yang kompatibel. Presiden Dewan

adalah seorang Menteri dari negara yang sedang memegang jabatan Kepresidenan
Dewan Eropa (European Summit), sedangkan Sekretaris Jendral adalah kepala
dari Sekretariat Dewan yang dipilih oleh negara anggota. Sekretaris Jendral juga
melayani sebagai High Representative for the Common Foreign and Security
Policy (CFSP). Dewan ini dibantu oleh Komite Perwakilan Tetap (COREPER),
yang terdiri dari duta-duta besar atau deputinya dari wakil diplomatik dari negaranegara anggota, karena anggota dewan yang melakukan pertemuan bukan anggota
tetap. Dalam setiap pertemuan dewan, menteri yang hadir adalah ornag yang
kompeten di bidangnya. Misalnya isu yang akan dipecahkan adalah isu pangan.
Maka yang hadir adalah menteri pangan masing-masing negara anggota dan
Presiden Dewan beserta Sekretaris Jenderalnya. Sehingga, akan terjadi
kompatibilitas yang maksimal dalam menangani masalah yang sedang dihadapi
oleh Uni Eropa khususnya.
3. Parlemen Eropa ; Badan yang berbentuk parlementer di Uni Eropa ini dipilih oleh
warga sipil masing-masing negara setiap 5 tahun sekali. Badan ini melakukan
fungsi pengontrolan terhadap Komisi Eropa namun tidak bisa merumuskan
undang-undang baru. Parlemen Eropa hanya bisa mengamandemen atau memveto
undang-undang yang diajukan. Dalam beberapa kebijakan, parlemen hanya
dijadikan sebagai konsultan karena dinilai ada beberapa kebijakan yang memang
tidak menjadi wewenang parlemen. Anggaran Uni Eropa juga dikontrol oleh
badan ini. Dengan kata lain, parlemen bertindak sebagai democratic supervisor

karena memang dipilih langsung oleh warga sipil Uni Eropa dengan kebijakan
pemilihan oleh masing-masing negara anggota yang jumlahnya ditentukan
minimal 5 orang perwakilan setiap negara dan satu negara tidak bisa memiliki
lebih dari 99 kursi dalam parlemen. Sehingga segala kebijakan yang diambil oleh
parlemen murni untuk rakyat Uni Eropa sebagai penentu hukum dan kebijakan
tertinggi yang menjunjung asas-asas demokrasi.
4. Bank Sentral Eropa ; Salah satu tujuan pendirian Uni Eropa adalah tujuan
ekonomi. Badan ini adalah badan yang bertanggung jawab terhadap kebijakan

moneter negara-negara anggotanya yang menggunakan Euro sebagai mata
uangnya. Kebijakan Bank Sentral Eropa lebih kepada pengaturan mata uang agar
tercipta kestabilan ekonomi baik itu dengan cara menahan laju inflasi, mengatur
bunga pinjaman, mengatur margin recruitment, dan kapitalisasi untuk bank lain
atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir yang tentunya didasari
kebijakan yang diterapkan di Uni Eropa yang telah disepakati bersama. Kebijakan
moneter yang diterapkan oleh Bank Sentral Eropa pada dasarnya merupakan suatu
kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan
ekonomi

yang tinggi,


stabilitas

harga,

pemerataan

pembangunan)

dan

keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya
tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi. Apabila kestabilan
dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka Bank Sentral akan mengeluarkan
kebijakan moneter yang dapat dipakai untuk memulihkan keadaan ekonomi.
Kebijakan moneter yang diupayakan adalah untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral Eroap akan
berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan
barang agar inflasi dapat terkendali. Terutama jika mulai terjadi gejala

kemerosotan keuangan negara-negara anggotanya. Namun, pemberian bailout
ataupun bantuan tetap didasari oleh kesepakatan yang dibicarakan tentunya.
Selain beberapa lembaga tersebut, ada lembaga lain yang juga memiliki peranan penting
yakni Dewan Eropa dan Mahkamah Eropa yang didirikan sejak tahun 1952. Badan ini
merupakan badan hukum tertinggi di Uni Eropa. Seperti badan hukum lainnya,
Mahkamah Eropa memiliki beberapa tugas inti yaitu:


Menafsirkan hukum yang berlaku di Uni Eropa dengan bentuk-bentuk mekanisme
peraturan.



Menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Uni Eropa (negara, korporasi,
maupun individu).



Memastikan semua hukum, perundang-undangan, dan traktat di Uni Eropa
dipatuhi oleh semua elemennya.


Mahkamah Eropa dibantu oleh pengadilan-pengadilan negeri masing-masing anggota.
Terdapat 27 jaksa dalam mahkamah ini karena setiap negara hanya mengirimkan satu
jaksanya untuk duduk dalam majelis. Semua jaksa ini dipimpin oleh seorang presiden
yang ditunjuk oleh 27 jaksa anggota.

SUPRANASIONAL
Supranationalism adalah metode pengambilan keputusan dalam komunitas politik,
dimana kekuasaan dipegang oleh pejabat yang ditunjuk independen atau oleh wakil-wakil
yang dipilih oleh legislatif atau orang-orang dari negara-negara anggota. Pemerintah
negara anggota masih memiliki kekuatan, tetapi mereka harus berbagi kekuasaan dengan
orang lain. Karena keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak, adalah mungkin
untuk negara anggota dipaksa oleh negara-negara anggota lain untuk melaksanakan
keputusan. Tidak seperti negara federal, negara-negara anggota penuh mempertahankan
kedaulatan mereka dan berpartisipasi secara sukarela, tunduk kepada pemerintah
supranasional.
Contoh kasus yang dituntaskan melalui metode supranasional adalah kasus Blaise
Baheten Metock and Others v Minister for Justice, Equality and Law Reform melalui
European Court of Justice, atau yang lebih dikenal dengan Metock Case.
Metock adalah orang Kamerun yang menikah dengan seorang wanita Inggris , yang

bekerja di Irlandia . Metock mencari suaka di Irlandia tetapi suaka ditolak. Dia dan
istrinya telah membentuk sebuah keluarga di Kamerun sebelum kedatangan Metock di
Irlandia dan mereka memiliki dua anak , yang lahir sebelum kedatangan Metock di
Irlandia dan lainnya yang lahir pada tahun yang sama dengan kedatangannya. Ikogho ,
orang non-Uni Eropa, tiba di Irlandia pada tahun 2004, mencari suaka di Irlandia tetapi
suaka itu juga ditolak, dan kemudian menikah dengan seorang warga Inggris yang
bekerja di Irlandia sejak tahun 1996. Chinedu , seorang warga negara Nigeria , tiba di
Irlandia pada tahun 2005, juga untuk mencari suaka di Irlandia tetapi suaka itu juga
ditolak, tapi sebelum penolakan menikah dengan seorang wanita asal Jerman yang
bekerja di Irlandia . Igboanusi , seorang warga negara Nigeria , mengajukan permohonan
suaka di Irlandia , yang ditolak pada tahun 2005 . Ia menikah dengan seorang kerja
nasional Polandia di Irlandia pada tahun 2006, dan dideportasi ke Nigeria pada bulan
Desember 2007.
Keempat orang itu aplikasi kartu kediamannya ditolak dengan alasan, bahwa baik mereka
tidak memenuhi kondisi tempat tinggal yang sah sebelum, atau dalam kasus Ikogho
bahwa mereka tinggal secara ilegal di Irlandia pada saat pernikahan mereka . Semua
kecuali Metock telah bertemu pasangan mereka setelah tiba di Irlandia dan keempat

menikah di Irlandia . Bersama dengan pasangan mereka ( dan dalam kasus Metock anakanak mereka ), mereka membawa proses hukum melawan keputusan tersebut.
Pengadilan Tinggi Irlandia membuat permintaan untuk keputusan awal ke Pengadilan

Eropa ( ECJ ) . Pengadilan Tinggi menegaskan bahwa tidak ada diantara pernikahanpernikahan mereka yang sifatnya rekayasa. Pada dasarnya Pengadilan Tinggi bertanya :
1. Apakah Directive 2004/38 mengizinkan negara anggota untuk mempertahankan
kebutuhan tempat tinggal sebelumnya yang sah , seperti halnya undang-undang
Irlandia ?
2. Apakah Pasal 3 ( 1) Directive 2004/38 termasuk dalam ruang lingkup aplikasi
orang dari non-EU yang merupakan pasangan dari seorang warga EU yang tinggal
di negara anggota tuan rumah , dan kemudian berada di negara anggota tuan
rumah dengan warga EU sebagai suami / istri terlepas dari kapan atau di mana
pernikahan mereka berlangsung atau bagaimana non-Uni Eropa nasional
memasuki negara anggota tuan rumah ?
3. Jika jawaban untuk pertanyaan nomor 2 adalah negatif, apakah Pasal 3 (1)
meliputi warga negara non-Uni Eropa yang memasuki negara anggota secara
independen dari pasangan mereka dan kemudian menikah mereka di sana.
Kasus ini diberikan percepatan dalam proses persidangannya mengingat urgensi yang
luar biasa dari keadaan yang berkaitan dengan tekanan pada Menteri Kehakiman Irlandia
dan hak asasi manusia dari para pelamar sehubungan dengan hak untuk menghormati
kehidupan pribadi dan keluarga sebagai tercantum dalam Pasal 8 dari konvensi Eropa
tentang Hak Asasi Manusia.
Keputusan hakim menghasilkan beberapa poin penting :



Hak anggota keluarga untuk bergabung dengan warga Uni Eropa diatur hanya
oleh Directive 2004/38 . Sebuah negara anggota tidak boleh memaksakan
peraturan tambahan seperti tempat tinggal yang sah sebelumnya dalam sebuah
negara.



Tidak peduli bahwa anggota keluarga bertemu dan menikah dengan pasangan
mereka setelah memasuki Uni Eropa .



Tidak masalah jika anggota keluarga telah memasuki Uni Eropa secara ilegal atau
tinggal di sana secara ilegal pada saat pernikahan mereka .



Pelanggaran kebijakan imigrasi yang tidak melibatkan kepentingan mendasar dari
masyarakat atau penyalahgunaan hak dan penipuan , seperti perkawinan rekayasa
(kawin kontrak), dapat dikenakan sanksi yang proporsional , seperti dengan
memberlakukan denda , dan tidak dalam cara yang mengganggu hak anggota
keluarga seperti kebebasan bergerak dan bertempat tinggal , dan ini berlaku dari
saat anggota keluarga memperoleh hak-haknya.

Pengadilan memutuskan bahwa Masyarakat Eropa (EC) dan negara-negara anggota tidak
kompeten untuk mengatur hak masuk ke Uni Eropa dari anggota keluarga non-Uni Eropa
dari warga Uni Eropa yang telah menggunakan hak mereka untuk bergerak bebas.
Mengenai isu diskriminasi terbalik timbul dari warga migran menerima lebih banyak hak
untuk reunifikasi keluarga dari warga negara anggota yang belum menggunakan hak
mereka untuk bergerak bebas dengan mengambil tempat tinggal di negara anggota lain,
Mahkamah menegaskan bahwa kasus diselesaikan menciptakan dugaan diskriminasi
sehingga jatuh di luar lingkup hukum Masyarakat Eropa.

INTERGOVERNMENTAL
Intergovernmentalism mengacu pada pengaturan dimana negara-bangsa, bekerja sama
dengan yang lain mengenai masalah-masalah kepentingan bersama dalam situasi dan
kondisi

yang

mereka

dapat

mengontrol.

Intergovernmentalism

memungkinkan

pelaksanaan kontrol. Kehadiran kontrol, yang memungkinkan negara-negara peserta
untuk menentukan ruang lingkup dan sifat kerjasama ini, berarti bahwa kedaulatan
nasional tidak terluka. Contoh dalam Uni Eropa adalah dewan menteri di mana hak veto
diberikan kepada semua negara bangsa dan kebulatan suara diperlukan untuk sesuatu
menjadi hukum. Sebuah contoh nyata tentang aplikasi sistem intergovernmentalism
adalah ketika dewan melakukan pemungutan suara pada apakah mereka merasa sudah
sepantasnya anggota baru bisa bergabung. Dalam hal contoh pemungutan suara, Prancis
dua kali menolak upaya keanggotaan Inggris di tahun 1970-an sampai De Gaulle
kemudian meninggal.