NETRALITAS MEDIA MASSA SEBAGAI IMPLEMENT

NETRALITAS MEDIA MASSA SEBAGAI IMPLEMENTASI
FUNGSI EDUKASI POLITIK DI INDONESIA
OLEH
APRILIA DWI ARYANTI
HAPPY LUH DESITIYA RUSITAWATI

ABSTRACT
The influence of mass media in order to perform the function of the political
education of how the media reflected public perception is capable of forming an
impact on their political participation. The country that adopts democracy has a
direct interest in the role of mass media namely as an informers in order to
educate people to be able to determine their choices, political decisions,
moreover in order to increase the participation of government and oversee the
course of healthy political competition. Therefore, neutrality or indepency of mass
media is required to achieve these functions, amid the emergence of cases of two
major news media in Indonesia who questioned their neutrality.
Keyword: Independency, Mass Media, Political Education
PENDAHULUAN
Demokrasi yang berideologikan rakyat sebagai pemilik kekuasaan
membutuhkan ‘jembatan’ untuk dapat menyalurkan aspirasinya. Dalam sistem
ketatanegaraan, lembaga penyalur aspirasi dan agregasi salah satunya adalah

melalui alat komunikasi politik yaitu media. Untuk itulah media yang secara
khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas (mass media)
menjadi begitu penting peranannya dalam suatu negara penganut demokrasi.
Media massa memiliki banyak fungsi, khususnya yang berkaitan dengan
pelaksanaan demokrasi di suatu negara. Selain menjadi sumber informasi, media
massa juga menjalankan fungsi social control terhadap pemerintahan yang
sedang berkuasa. Untuk itu kebebasan pers dijamin oleh negara, termasuk yang
dilakukan di Indonesia.
Selanjutnya, media massa juga berfungsi untuk memberikan edukasi politik
atau pembelajaran dalam kehidupan dan kultur politik di Indonesia. Media massa
berperan, yakni untuk memberikan informasi kepada masyarakat untuk
membantu mereka menentukan pilihannya. Media massa bertanggung jawab
memberikan informasi tentang para kandidat dari sisi yang paling objektif




Mahasiswi Semester VIII Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Mahasiswi Semester VIII Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret


sehingga

akan

menyehatkan

persaingan

politik

di

pemerintahan

(http://lutviah.net/2011/03/15/media-massa-dan-demokrasi/, 14 Maret 2012 ).
Untuk itu, netralitas dan penerapan asas berimbang dalam pemberian
informasi yang menyangkut sistem politik di Indonesia menjadi hal yang harus
dipenuhi dan menjadi suatu ideologi yang ditaati oleh suatu media massa. Sifat
media massa yang mencakup masyarakat secara luas serta kedekatannya
dengan kehidupan rakyat mejadikan media massa memiliki pengaruh yang besar

dan memungkinkan untuk menjalankan fungsi edukasi politik tersebut.
Pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan dan melahirkan media massa tersebut. Media massa dapat
berbentuk media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pengaturan mengenai lembaga pers tersebut diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (Undang-Undang Pers). Dalam UndangUndang Pers, di tekankan adanya kemerdekaan pers sebagai salah satu wujud
kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan
kehidupan

bermasyarakat,

berbangsa

dan

bernegara

yang

demokratis


Kemerdekaan pers tersebut dikoridori melalui prinsip dan asas serta tanggung
jawab memenuhi peraturan perundang-undangan serta kode etik yang berlaku.
Namun pergerakan media massa di Indonesia sekarang menunjukkan
suatu fenomena baru. Isu adanya kepentingan politik yang menggangu netralitas
dan independensi media massa mengemuka. Hal ini dilihat dari banyaknya kritik
dan komentar negatif terhadap Media Grup yang dimiliki oleh Surya Paloh,
pendiri sekaligus Ketua Umum Partai Nasional Demokrat serta TV One yang
dimilki Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golongan Karya. Dua media News
besar di Indonesia tersebut dikhawatirkan oleh sejumlah pihak karena dimiliki
oleh kekuatan politik tertentu.
Seperti dilansir Surat Kabar Kompas, Partai Demokrat kemudian
mengadukan dua media tersebut pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada
23 Februari 2012. Fungsionaris Partai Demokrat, Ferry Julianto menilai
pemberitaan kedua media tersebut selalu menyudutkan pemerintahan berkuasa
dan tidak objektif serta tendensius. Monopoli media juga dirasa mengarah pada
penggiringan opini masyarakat untuk kepentingan politik pemilik dengan partai
politiknya (Kompas, Rabu 7 Maret 2012: 5).

Berkaca pada fenomena tersebut, tulisan ini akan membahas mengenai

fungsi media massa dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat serta
bagaimana pengaruh media massa terhadap kultur politik masyarakat, sehingga
netralitas menjadi sifat yang mutlak dimiliki media massa sebagai alat komunikasi
politik yang demokratis.
Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode hukum doktrinal sebagai
suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian
hukum menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud, 2005: 35). Teknik
pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah kajian pustaka yang mana
bahan hukum primer maupun sekunder diinventaris dan diklasifikasikan dengan
menyesuaikan dengan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan
dengan masalah yang dibahas, dipaparkan, disistematisasi, kemudian dianalisis
untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku (Johnny Ibrahim. 2008: 296).
Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah dengan logika
deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus
yang bersifat individual atau berpangkal dari premis mayor kemudian pengajuan
premis minor dan dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau

conclusion. (Johnny Ibrahim. 2008: 249).

PEMBAHASAN
Media Massa, Demokrasi, dan Sistem Politik
Menurut Moh. Kusnandi dan Harmaily Ibrahim, dalam paham
kedaulatan rakyat (democracy), rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik
dan pemegang kekuassan tertinggi dalam suatu negara (Jimly, 2006: 68169). Pengertian demokrasi sebagai cara pemerintahan, adalah satu sistem
pemerintahan negara dimana pokoknya semua orang (rakyat) adalah
berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah (Koentjoro,
1987:6).
Menurut Samuel Huntington dalam buku “Gelombang Demokratisasi
Ketiga” (1995), demokrasi mengandung dua dimensi konteks dan
partisipasi yang menurut Robert Dahl merupakan hal menentukan bagi

demokrasi. Demokrasi juga mengimplikasikan adanya kebebasan sipil dan
politik

yaitu

kebebasan

berbicara,


menerbitkan,

berkumpul

dan

berorganisasi, yang dibutuhkan bagi perdebatan politik dan pelaksanaan
kampanye-kampanye pemilihan itu (Dara Aisyah, 2003:2).
Indikator demokrasi menurut Dahl adalah sebagai berikut:
1. Kebebasan untuk membentuk dan mengikuti organisasi;
2. Kebebasan berekspresi;
3. Adanya hak memberikan suara;
4. Adanya egilibilitas untuk menduduki jabatan publik
5. Adanya hak para pemimpin politik untuk berkompetisi secara sehat
merebut dukungan dan suara;
6. Tersedianya sumber-sumber informasi alternatif;
7. Adanya pemilihan umum yang bebas dan adil;
8. Adanya institusi-institusi untuk menjadikan kebijakan pemerintah
tergantung pada suara-suara (pemilih, rakyat) dan ekspresi pilihan

(politik) lainnya serta termasuk perlindungan terhadap Hak Asasi
Manusia (Jimly Asshiddiqie , 2011: ix).
Hubungan Demokrasi dengan politik ditunjukkan melalui pendapat
Huntington yang mendefinisikan demokrasi sebagai suatu sistem politik
yang mana para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat di dalam
sistem politik. Para calon secara bebas bersaing untuk mendapatkan suara,
dan hampir semua penduduk dewasa berhak untuk memberikan suaranya.
Dalam ilmu politik dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi.

Pertama, pemahaman demokrasi secara normatif, yaitu demokrasi
merupakan suatu kondisi yang secara ideal ingin diselenggarakan oleh
suatu negara. Kedua, pemahaman demokrasi secara empirik dimana
demokrasi dikaitkan dengan kenyataan penerapan demokrasi dalam
tataran kehidupan politik praktis
(http://muslimpoliticians.blogspot.com/2012/02/hubungan-antara-mediamassa-politik-dan-demokrasi.html).
Politik sendiri memiliki definisi dan pandangan yang berbeda-beda.
Pada dasarnya politik adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan

dalam


masyarakat

yang

antara

lain

berwujud

proses

pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pandangan mengenai
politik yang berkaitan dengan bahasan ini adalah politik sebagai hal yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara dan politik
sebagai

kegiatan


yang

diarahkan

untuk

mendapatkan

dan

mempertahankan kekuasaan di masyarakat, serta segala sesuatu tentang
proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Proses politik dimulai dengan masuknya input berupa kepentingan
yang diartikulasikan atau dinyatakan oleh kelompok kepentingan dan
diagregasikan atau dipadukan oleh partai politik sehingga kepentingankepentingan khusus itu menjadi suatu usulan kebijaksanaan yang lebih
umum dan selanjutnya dimasukkan ke dalam proses pembuatan
kebijaksanaan yang dilakukan olhe badab legislatif dan eksekutif (Colin
MacAndrews, 2008: xiv).
Jimlly Asshiddiqie menyatakan bahwa penyaluran kedaulatan rakyat
secara langsung (direct democracy) dapat dilakukan selain dengan

pemilihan umum, kedaulatan rakyat dapat pula disalurkan setiap waktu
melalui pelaksanaan hak atas kebebasan berpendapat, hak atas
kebebasan pers, hak atas kebebasan informasi, hak atas kebebasan
berorganisasi, dan berserikat serta hak- hak lain yang dijamin UndangUndang Dasar (Jimly, 2010: 57-58).
Menurut DeWitt C. Reddick (1976), fungsi utama media massa
sendiri adalah untuk mengkomunikasikan kesemua manusia lainnya
mengenai perilaku, perasaan, dan pemikiran mereka; Dan dalam
mewujudkan hal itu, pers tidak akan lepas dengan responsibilitas dari
kebenaran informasi (Responsibility), kebebasan insan pers dalam
penyajian berita (Freedom of the pers), kebebasan pers dari tekanantekanan pihak lainnya (Independence), kelayakan berita terkait dengan
kebenaran dan keakuratannya (Sincerity, Truthfulness, Accuracy), aturan
main yang disepakati bersama (Fair Play), dan penuh pertimbangan
(Decency). Sehingga kebebasan pers sekarang ini dapat dilaksanakan
dengan baik, jika kebebasan pers itu diimbangi dengan tanggung jawab
dan kode etik sebagai landasan profesi, untuk menghindari ada
pemberitaan yang menjurus anarkis

(http://www.winkplace.com/2010/10/fungsi-media-massa.html,

14

Maret

2012).
Media pers adalah saluran komunikasi massa yang menjangkau
sasaran yang sangat luas. Peranannya dalam demokrasi sangat
menentukan. Oleh sebab itu, pers dianggap sebagai the fourth estate of

democracy, atau untuk melengkapi istilah Trias Politica dari Montesquieu,
disebut juga dengan istilah Quadru Politica (Jimly, 2006: 167).
Dalam hal peranan media massa dalam penegakan demokrasi
dikemukakan oleh Gurevitch dan JG Blumler, sebagaimana dikutip dalam
buku Cangara (http://muslimpoliticians.blogspot.com/2012/02/hubunganantara-media-massa-politik-dan-demokrasi.html, 14 Maret 2012), yaitu:
1. Mengawasi

lingkungan

sosial

politik

dengan

melaporkan

perkembangan hal-hal yang menimpa masyarakat.
2. Melakukan agenda setting dengan mengangkat isu-isu kunci yang
perlu dipikirkan dan dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah atau
masyarakat.
3. Menjadi platform dalam rangka menciptakan forum diskusi antara
politisi dan juru bicara negara dengan kelompok kepentingan dan
kasus-kasus lainnya.
4. Membangun jembatan dialog antara pemegang kekuasaan atau
pemerintah dengan masyarakat luas.
5. Membangun mekanisme supaya masyarakat memiliki keterlibatan
dalam hal kebijakan publik.
6. Merangsang masyarakat untuk belajar memilih dan melibatkan
diri dalam proses politik.
7. Menolak upaya dalam bentuk campur tangan pihak-pihak tertentu yang
membawa pers keluar dari kemerdekaan, integritas, dan dedikasinya
untuk melayani kepentingan masyarakat.
8. Mengembangkan

potensi

masyarakat

untuk

peduli

terhadap

lingkungan politiknya.
Menurut beberapa ahli, media massa tanpa adanya demokrasi akan
mengalami kemandegan, karena media massa dapat bersuara manakala
difasilitasi oleh sistem demokrasi. Begitu juga sebaliknya, demokrasi akan

terlihat sinarnya manakala difasilitasi oleh media massa. Demokrasi baru
dapat

dikatakan berhasil ketika masyarakat

well informed dalam

memberikan aspirasi politiknya. Artinya, masyarakat harus memiliki
informasi yang cukup dalam menentukan keputusan politiknya dan bukan
hanya asal pilih. Disinilah media massa berperan, yakni untuk memberikan
informasi kepada masyarakat untuk membantu mereka menentukan
pilihannya. Media massa bertanggung jawab memberikan informasi tentang
para kandidat dari sisi yang paling objektif sehingga akan menyehatkan
persaingan politik di pemerintahan (http://lutviah.net/2011/03/15/mediamassa-dan-demokrasi/, 14 Maret 2012).
Mengenai posisi media dalam sistem politik, maka media massa
adalah salah satu sarana dalam melksanakan sosialisasi politik. Sosialisasi
politik adalah bagian dari proses sosialisasi yang khusus membentuk nilainilai politik, yang menunjukkan bagaimana seharusnya masing-masing
anggota masyarakat berparitisipasi dalam sistem politiknya. Jadi sosialisasi
politik menunjuk pada proses-proses pembentukan sikap-sikap dan pola
tingkah laku politik (Colin MacAndrews, 2008: 42).
Siti Aminah berpendapat bahwa pertama media adalah sebuah
institusi dan aktor politik yang memiliki hak-hak. Kedua, media dapat
memainkan berbagai peran politik, diantaranya mendukung proses transisi
demokrasi, dan melakukan oposisi (Siti Aminah, http://journal.unair.ac.id,
14 maret 2012). Selain itu Kacung Marijan berpendapat di negara
demokrasi manapun selalu ada dua posisi media, yaitu sebagai penyampai
informasi yang akan merefleksikan apa yang terjadi di masyarakat, maupun
aktor yang menyatakan sikapnya dengan mengangkat isu-isu tertentu untuk
mempengaruhi pemirsa (Kompas, Rabu 7 Maret 2012)
Pengaruh Media Massa Pada Masyarakat
Keberadaan media pers pada umunya adalah sebagai media
penghimpit atau penekan dalam masyarakat yaitu fungsinya sebagai
kontrol sosial. Tidak jarang pula media massa sebagai hasil lembaga pers
menjadi sarana penekan terhadap kebijakan tertentu yang dinilai tidak
dijalankan sebagaimana mestinya oleh pihak yang seharusnya secara lurus
dapat menjalankannya (Samsul Wahidin, 2011: 35). Dalam konteks

sosiologis, pers dapat dipandang sebagai satu sistem yaitu sistem pers
yang menjadi bagian dari sistem komunikasi. Sementara sistem komunikasi
merupakan bagian dari sistem

kemasyarakatan

(Samsul Wahidin,

2011:42).
Berkaitan dengan sistem pers yang menghasilkan media massa
sebagai bagian dari sistem kemasyarakatan, menurut Teori Instinctive S-R

Theory yang dikemukakan Melvin DeFleur, media menyajikan stimuli
perkasa

yang

secara

seragam

diperhatikan

oleh

massa.

Stimuli

(rangsangan) ini membangkitkan desakan, emosi, atau proses lain yang
hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap anggota massa memberikan
respons yang sama pada stimuli yang datang dari media massa
(Jalaluddin, 2000: 197).
Pengaruh media massa juga ditunjukkan dengan teori Agenda

Setting oleh Maxwell E. McComb dan Donald L. Shaw, yaitu media massa
memang tidak dapat mempengaruhi orang untuk mengubah sikap, tapi
media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang.
Media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang
dianggap penting. Media massa memilih informasi yang dikehendaki dan
berdasarkan informasi yang diterima tersebut, khalayak membentuk
persepsinya terhadap suatu peristiwa (Jalaluddin, 2000: 199-200).
Berdasarkan penelitian tentang pengaruh media massa pada sekitar
tahun 1940-1960an, D. McQuail menyimpulkan bahwa antara lain efek
media massa berbeda-beda tergantung pada penilaian terhadap sumber
komunikasi; makin sempurna monopoli komunikasi massa, makin besar
kemungkinan perubahan pendapat dapat ditimbulkan pada arah yang
dikehendaki; sejauh mana suatu persoalan dianggap penting oleh khalayak
akan mempengaruhi pada kemungkinan pengaruh media (Jalaluddin, 2000:
198-199).
Selanjutnya menurut Elisabeth Noelle-Neumann, media massa
mampu mendominasi lingkungan dan berada dimana-mana. Sifatnya serba
ada (ubiquity) membuat orang sulit menghindari pesan media massa.
Perulangan pesan yang berkali-kali dapat memperkokoh dampak media
massa. Hal ini diperkuat dengan keseragaman para wartawan (consonance

of journalist) yang menghasilkan berita yang cenderung sama. Khalayak
akhirnya tidak memiliki alternatif lain sehingga mereka membentuk
persepsinya berdasarkan informasi yang diterimanya dari media massa
(Jalaluddin, 2000: 200-201).
Terkait dengan bahasan ini, menurut Malcolm X bahkan melihat
media lebih jauh lagi sebagai entiti terkuat di muka bumi. Menurutnya
media mempunyai kekuatan untuk membuat apa yang benar menjadi
salah, dan yang salah menjadi benar karena media dapat mengontrol
pikiran massa. Media sebagai kekuatan strategis dalam menyebarkan
informasi merupakan salah satu otoritas sosial yang berpengaruh dalam
membentuk sikap dan norma sosial suatu masyarakat. Media massa bisa
menyuguhkan teladan budaya yang bijak untuk mengubah perilaku
masyarakat (Rangga, 2010, http://lk2fhui.org, 14 Maret 2012).
Melihat pengaruh mendasar media massa terhadap masyarakat dari
sisi komunikasi massa, maka pola hubungan yang harus dijadikan
pegangan oleh masyarakat yaitu pers yang bebas dan bertanggungjawab
(free and responsible press).
Netralitas Media Massa dalam Fungsi Edukasi Politik
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan di atas, maka dapat
dikatakan bahwa peran dan fungsi media massa sangat erat kaitannya
dengan kehidupan politik dalam suatu negara yang demokratis. Pengaruh
media massa yang besar menjadikan peran media massa dalam
menjalankan fungsinya juga besar. Fungsi pers pada dasarnya ialah untuk
menyebarkan

informasi,

melakukan

kontrol

sosial

yang

konstrutif,

menyalurkan aspirasi rakyat, dan meluaskan komunikasi sosial dan
partisipasi masyarakat.
Dalam menjalankan fungsi memperluas komunikasi politik dan
partisipasi masyarakat, media massa merupakan media edukasi politik
pada masyarakat. Media menjadi sarana informasi untuk membantu
masyarakat menentukan pilihannya, mengawasi lingkungan sosial politik
dengan melaporkan perkembangan hal-hal yang menimpa masyarakat
sekaligus kritik terhadap pemerintah, hingga pada akhirnya mampu

merangsang masyarakat untuk belajar memilih dan melibatkan diri dalam
proses politik.
Masyarakat modern tidak dapat hidup tanpa komunikasi yang luas,
cepat, dan secara umum seragam. Media massa memegang peranan
penting dalam menularkan sikap-sikap dan nilai-nilai utama yang dianut
masyarakat, oleh karena itu sistem media massa yang terkendali
merupakan sarana yang kuat dalam membentuk keyakinan-keyakinan
politik (Colin MacAndrews, 2008: 49). Media massa juga berperan besar
dalam mempengaruhi persepsi masyarakat tentang informasi yang
disajikan media massa.
Pembentukan persepsi oleh media massa terjadi akibat masyarakat
tidak memiliki alternatif lain sehingga mereka membentuk persepsinya
berdasarkan informasi yang diterimanya dari media massa. Selain itu,
media yang mempunyai kekuatan untuk membuat apa yang benar menjadi
salah, dan yang salah menjadi benar karena media dapat mengontrol
pikiran massa menjadi alasan bahwa selayaknya fungsi pendidikan politik
yang ideal dapat dilaksanakan oleh media massa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,
pers merupakan pihak yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari,

memperoleh,

memiliki,

menyimpan,

mengolah,

dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia, khususnya media yang
bersifat meluas yaitu media massa. Selanjutnya perusahaan pers adalah
badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi
perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan,
menyiarkan, atau menyalurkan informasi tersebut.
Sama halnya dengan aspek kebebasan yang dimiliki manusia
sebagai hak asasi, kemerdekaan atau kebebasan pers mengandung
pengertian dalam konteks keseimbangan yang menharuskan seseorang
untuk melakukan tindakan dengan memperhatikan kebebasan orang lain
yang juga mempunyai hal yang sama. Dengan demikian pada dasarnya
kebebasan harus dimaknai secara kontekstualitas dan ada batas tertentu

khususnya dalam hidup bermasyarakat. Batas-batas tersebut bukan untuk
mengurangi atau menghilangkan kebebasan itu sendiri melainkan justru
untuk untuk menatahidupkan manusia dalam bermasyarakat agar masingmasing pribadi dapat mengenyam haknya. Pada hakikatnya, kebebasan
bukan berarti berbuat sekehendak hati melainkan untuk mengakui dan
menghormati adanya hak serta kewajiban setiap manusia pada umumnya (
Samsul Wahidin, 2011: 56).
Edukasi politik berkaitan erat dengan sosialisasi politik, tidak berbeda
dengan partai politik yang juga memiliki fungsi ini dalam menjalankan
eksistensinya, media massa mengimplementasikan fungsi edukasi dengan
menyebarluaskan norma politik yang berlaku di masyarakat dan memberi
kesadaran pada warga negara untuk mempunyai kesadaran berbangsa
dan bernegara serta mengenai apa yang menjadi hak, kewajiban, dan
tanggung jawab sebagai warga negara yang baik (Haryanto, 1984: 15).
Namun kondisi ideal tersebut tidak dapat tercapai apabila media
massa yang dihasilkan oleh perusahaan pers tersebut tidak netral atau
independen

dalam

menjalankan

fungsinya.

Iklim

pemberian

dan

penerimaan informasi seharusnya diciptakan dengan pemberian informasi
yang berimbang antara pro dan kontra. Meskipun pada kenyataannya
media massa adalah sebuah industri yang memiliki kepentingan ekonomi
serta membutuhkan subsidi dana yang besar, sehingga media massa pasti
akan selalu ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan kelompok tertentu
yang

menguasainya

(http://lutviah.net/2011/03/15/media-massa-dan-

demokrasi/, 14 Maret 2012).
Namun prinsip objektif, independen, dan berimbang, harus menjadi
pedoman. Karena masyarakat harus menjadi prioritas. Kebebasan media
massa itu harus tetap diimbangi dengan tanggung jawab dan kode etik
sebagai landasan profesi.
Kasus yang menjadi contoh adalah mengenai independensi dan
netralitas Dua Media Media Grup (Metro Tv dan Media Indonesia) dan TV
One yang kini banyak dipertanyakan. Bagaimana kedua media tersebut
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terutama dalam persepsi
politiknya. Tidak berlebihan jika kekhawatiran bahwa kepentingan yang

melatarbelakangi kedua media tersebut dapat menggangu netralitasnya
karena seperti teori yang disampaikan D. McQuail di atas, bahwa makin
sempurna monopoli komunikasi massa (melalui kepemilikan banyak media
seperti Media Grup melalui Partai Nasional Demokrat), makin besar
kemungkinan perubahan pendapat dapat ditimbulkan pada arah yang
dikehendaki yaitu kepentingan politik yang menunggangi media.
Hal ini disebabkan oleh pengangkatan isu-isu mengenai kritik
terhadap pemerintah yang dekat dengan keadaan realitas kehidupan
masyarakat, disampaikan secara berulang-ulang, dipecah-pecah melalui
frekuensi penayangan yang padat, dikemas menggunakan kalimat-kalimat
‘mengelitik’ bahkan tidak jarang menghakimi. Hal ini dapat dilihat dari
pengamatan judul beberapa headline dan rubrik facebook twitter
mediaindonesia.com,

Media Indonesia edisi Rabu 22 Februari 2012

contohnya “ Pejabat Negara Diisi banyak Pembohong” dan pada edisi
Kamis 8 Maret 2012 contohnya “Anas Arahkan Penggeledahan KPK”.
Masyarakat menjadi sulit untuk menghindar dari pembentukan opini.
Fungsi media massa sebagai jembatan masyarakat dengan pemerintah
agar kebutuhan masyarakat terpenuhi sehingga mampu meningkatkan
partisipasi terhadap perilaku politik yang merupakan bagian dari perjalanan
demokrasi, justru membuat masyarakat bersikap skeptis dan apatis.
Persaingan politik menjadi tidak sehat.
Perilaku

oknum

pemerintah

dalam

menjalankan

tugas

yang

melanggar nilai-nilai seperti perilaku korupsi, atau penyimpanganpenyimpangan lain selayaknya disampaikan secara transparan, sumber
yang akurat

dan berkapabilitas,

serta berimbang untuk mendidik

masyarakat bersikap objektif, kritis, dan mampu bersama menemukan jalan
keluar terbaik agar fungsi mengawal kebijakan dan perilaku pemerintah
dapat tercapai.
Kedua media massa tersebut pada awalnya mampu dipercaya dan
diandalkan masyarakat karena memberikan berita yang informatif dan
lengkap. Namun kepentingan -kepentingan yang menciptakan iklim politik
tidak sehat lewat pemberitaan-penberitaan yang tidak berimbang kini
dihadapkan pada pemirsa yang semakin cerdas, selektif, dan mampu

memahami situasi sehingga mengemukakan kritik terhadap perkembangan
kedua media tersebut. Dalam kasus ini, Kacung Marijan berpendapat
bahwa kedua media tersebut tidak sekedar mencerminkan realitas di
masyarakat namun media sudah beropini (Kompas, Rabu 7 Maret 2012).
Tanggung jawab besar yang dimiliki oleh media massa sebagai
kekuatan strategis dalam menyebarkan informasi terlebih agar dapat
menyuguhkan teladan budaya yang bijak untuk mengubah perilaku
masyarakat, seharusnya diimbangi dengan pelaksanaan setiap fungsi
media massa dengan selalu memperhatikan prinsip-prinsip DeWitt C.
Reddick yaitu responsibilitas, Freedom of the pers, Independence atau
netralitas, kelayakan berita terkait dengan kebenaran dan keakuratannya,
aturan main yang disepakati bersama, dan penuh pertimbangan (Decency).
Media massa seharusnya menolak campur tangan pihak-pihak
tertentu yang membawa media massa keluar dari kemerdekaan, integritas,
dan dedikasinya untuk melayani kepentingan masyarakat, terlebih
menjelang pesta demokrasi berupa pemilihan umum kepala daerah,
pemilihan umum anggota legislatif maupun pemilihan presiden dan wakil
presiden tiap 5 (lima) tahun sekali.

PENUTUP
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pengaruh media massa yang besar dalam rangka menjalankan fungsi edukasi
politik yaitu memberikan informasi dalam rangka mendidik masyarakat agar
mampu

menentukan

pilhannya,

keputusan

politiknya,

hingga

mampu

meningkatkan partisipasi dalam rangka mengawal jalannya pemerintahan,
tercermin dari bagaimana media mampu membentuk persepsi masyarakat yang
berimbas pada perilaku politik tersebut. Oleh karena itu netralitas media massa
dituntut untuk mampu mencapai fungsi tersebut sebagai salah satu perilaku
media massa yang sesuai dengan prinsip-prinsip indepensi, kebebasan,
kebenaran dan keakuratan, serta integritas dan dedikasi terhadap masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Colin MacAndrews, 2008, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Dara Aisyah, 2003, Hubungan Birokrasi Dengan Demokrasi. Usu Digital Library
Haryanto, 1984, Partai Politik: Suatu Tinjauan Umum, Yogyakarta: Liberty
Jalaluddin Rakhmat, Cetakan kelimabelas 2000,
Bandung: Remaja Rosdakarya

Psokologi Komunikasi,

Jimly Asshididiqie, 2006 Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, e-

book
2010. Konstitusi
Jakarta: Sinar Grafika

dan

Konstitrusionalisme

Indonesia.

2011. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi.
Jakarta: Sinar Grafika
Johnny Ibrahim. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.
Surabaya: Bayumedia Publishing
Koentjoro Poerbopranoto. 1987. Sistem Pemerintahan Demokrasi. Bandung:
Eresco
Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Samsul Wahidin. 2011. Hukum Pers,Yogyakarta: Pustaka Belajar

Media Ditinggalkan jika Bertentangan dengan Publik. Kompas, Rabu 7 Maret
2012
Media Indonesia edisi Rabu 22 Februari 2012
Kamis 8 Maret 2012
Dian Eka Rahmawati. Diktat Komunikasi Politik dalam Hubungan Antara Media

massa,

Politik,

dan

Demokrasi,

http://muslimpoliticians.blogspot.com/2012/02/hubungan-antaramedia-massa-politik-dan-demokrasi.html, tanggal akses: 14 Maret
2012

Fungsi

Media

Massa.
http://www.winkplace.com/2010/10/fungsi-mediamassa.html, tanggal akses: 14 Maret 2012

Media Massa dan Demokrasi. http://lutviah.net/2011/03/15/media-massa-danRangga

demokrasi/
Sujud Widigda. Peran Media Massa di Dalam
http://lk2fhui.org, tanggal akses: 14 Maret 2012

Masyarakat,

Siti Aminah, Politik Media, Demokrasi dan Media Politik, http://journal.unair.ac.id,
tanggal akses: 14 Maret 2012

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

PENGARUH DOSIS LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DAN KONSENTRASI LARUTAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ABITONIK TERHADAP SEMAI KAYU MANIS [Cinnamomum camphora (l,) J. Presi]

12 141 2

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18