Pernikahan Dini, Nikah Siri dan Perceraian (Studi Kasus Pada Masyarakat Minang di Jorong Mawar, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pernikahan Dini
2.1.1 Definisi Pernikahan Dini
Pernikahan dini atau kawin muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan atau salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang masih
berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2006). Menurut BKKBN(2012) Pernikahan dini
secara umum memiliki definisi umum yaitu perjodohan atau pernikahan yang
melibatkan satu atau kedua pihak, sebelum pihak wanita mampu secara fisik,
fisiologi, dan psikologi untuk menanggung beban pernikahan dan memiliki anak,
dengan batasan umur umum adalah di bawah 18 tahun.
Sedangkan menurut Dlori (2005) mengemukakan bahwa : “ pernikahan
dini merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya
belum dikatakan maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan
materi. Karena demikian inilah maka pernikahan dini bisa dikatakan sebagai
pernikahan yang terburu-buru, sebab segalanya belum dipersiapkan secara
matang.
2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN),
Pernikahan dini terjadi dikarenakan adanya norma-norma yang berlaku di
masyarakat tradisional dengan eratnya hubungan sosial-ekonomi antar generasi.

Hal ini mendorong terjadinya „pemaksaan‟ pernikahan atau perjodohan remaja
11

Universitas Sumatera Utara

oleh orangtua yang berasal dari kalangan ekonomi lemah dengan alasan bahwa
pernikahan dapat mengurangi beban tanggungan ekonomi keluarga dan
menyejahterakan remaja yang dinikahkan, walaupun hal tersebut belum tentu
terbukti.
Menurut Noorkasiani (2007) Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya perkawinan usia muda atau pernikahan dini, faktor tersebut yaitu :
1. Faktor individu
a. Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang makin
cepat

perkembangan

berlangsungnya

tersebut


perkawinan

dialami,

sehingga

makin
mendorong

cepat

pula

terjadinya

perkawinan pada usia muda.
b. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat
pendidikan, makin mendorong berlangsungnya perkawinan usia muda.
c. Sikap dan hubungan dengan orang tua. Perkawinan usia muda dapat

berlangsung karena adanya sikap patuh dan/atau menentang yang
dilakukan remaja terhadap perintah orang tua. Hubungan dengan orang
tua menentukan terjadinnya perkawinan usia muda dalam kehidupan
sehari-hari sering ditemukan perkawinan remaja karena ingin
melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua.
d. Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi,
termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan perkawinan yang
berlangsung dalam usia sangat muda, diantaranya disebabkan karena
remaja menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.

12

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor keluarga. Peran orang tua dalam menentukan perkawinan anakanak mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.
a. Sosial ekonomi keluarga. Akibat beban ekonomi yang dialami, orang
tua mempunyai keinginan untuk mengawinkan anak gadisnya.
Perkawinan tersebut akan memperoleh dua keuntungan, yaitu
tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab
suami atau keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di

keluarga yaitu menantu yang dengan sukarela membantu keluarga
istrinya.
b. Tingkat pendidikan keluarga. Makin rendah tingkat pendidikan
keluarga, makin sering ditemukan perkawinan di usia muda. Tingkat
pendidikan berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang
kehidupan berkeluarga.
c. Kepercayaan dan/atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga.
Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga
menentukan terjadinya perkawinan di usia muda. Sering ditemukan
orang tua mengawinkan anak mereka dalam usia yang sangat muda
karena keinginan untuk meningkatkan status sosial keluarga,
mempercepat hubungan antar keluarga dan/atau untuk menjaga garis
keturunan keluarga.
d. Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah
remaja. Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi
masalah remaja, (mis, anak gadisnya melakukan perbuatan zina), anak

13

Universitas Sumatera Utara


gadis tersebut dinikahkan sebagai jalur keluarnya. Tindakan ini
dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau rasa bersalah.
3. Faktor masyarakat lingkungan
a. Adat istiadat. Terdapat anggapan di berbagai daerah bahwa anak gadis
yang telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan dipandang “aib”
bagi keluarganya. Upaya orang tua untuk mengatasi hal tersebut ialah
menikahkan anak gadis yang dimilikinya secepat mungkin sehingga
mendorong terjadinya perkawinan usia muda.
b. Pandangan dan kepercayaan. Pandangan dan kepercayaan yang selalu
melekat pada masyarakat dapat pula mendorong terjadinya perkawinan
di usia muda. Contoh pandangan yang salah dan dipercaya oleh
masyarakat, yaitu anggapan bahwa kedewasaan seseorang dinilai dari
status perkawinan, status janda lebih bak dari pada perawan tua dan
kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan perkawinan.
Interprestasi

yang

salah


terhadap

ajaran

agama

juga

dapat

menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda, misalnya sebagian
besar masyarakat juga pemuka agama menganggap bahwa akil baliq
ialah ketika seseorang anak mendapatkan haid pertama, berarti anak
wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal akil baliq sesungguhnya
terjadi setelah seseorang anak melampaui remaja.
c. Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. Sering ditemukan
perkawinan muda karena beberapa pemuka masyarakat tertentu
menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan yang dimilikinya, yaitu


14

Universitas Sumatera Utara

dengan mempergunakan kedudukannya untuk kawin lagi dan lebih
memilih menikahi wanita yang masih muda, bukan dengan wanita
yang telah berusia lanjut.
d. Tingkat pendidikan masyarakat. Perkawinan usia muda dipengaruhi
pula oleh tingkat pendidikan masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat yang tingkat pendidikannya amat rendah cendrung
mengawinkan anaknya dalam usia yang masih muda.
e. Tingkat ekonomi masyarakat. Masyarakat yang tingkat ekonominya
kurang memuaskan sering memilih perkawinan sebagai jalan keluar
dalam mengatasi kesulitan ekonomi.
f. Tingkat kesehatan penduduk. Jika suatu daerah memiliki tingkat
kesehatan yang belum memuaskan dengan masih tingginya angka
kematian, sering pula ditemukan perkawinan usia muda di daerah
tersebut. Tingginya angka kematian dan terjadinya bencana alam yang
menekan korban jiwa, menyebabkan perkawinan usia muda dianggap
sebagai upaya maksimum untuk mengatasi kemungkinan musnahnya

suatu keluarga dan jaminan bahwa anak-anak mereka yang masih
remaja akan mencapai paling tidak satu bagian dari masa reproduktif
sebelum meninggal. Perkawinan usia muda tersebut juga bertunjuan
untuk menjamin garis keturunan dari keluarga yang bersangkutan.
g. Perubahan nilai. Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai,
yaitu semakin bebasnya hubungan antara pria dan wanita .

15

Universitas Sumatera Utara

h. Peraturan perundang-undangan. Peran peraturan perundang-undangan
dalam perkawinan usia muda cukup besar. Jika peraturan perundangundangan masih membenarkan perkawinan usia, akan terus ditemukan
perkawinan usia muda. Peraturan perundang-undangan perkawinan
Indonesia nomor 1 tahun 1974 menyatakan bahwa usia minimal
seorang wanita untuk menikah adalah 16 tahun.
Menurut Surbakti (2008) Pernikahan usia muda mengandung resiko besar
karena secara mental mereka belum siap untuk memikul tanggung jawab yang
besar sebagai sebuah keluarga. Pernikahan dini juga biasanya disebabkan oleh
hal-hal :

a. Pendidikan yang rendah
Pendidikann yang rendah adalah salah satu penyebab banyaknya terjadi
pernikahan dini. Umumnya kurang menyadari bahaya yang timbul akibat
pernikahan dini. Banyak remaja putus sekolah atau hanya tamat sekolah dasar,
kemudian menikah karena tidak punya kegiatan.
b. Peraturan budaya
Peraturan budaya bisa jadi merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya
pernikahan dini. Usia layak menikah menurut aturan budaya seringkali
dikaitkan dengan datangnya haid pertama bagi wanita. Dengan demikian,
banyak remaja yang sebenarnya belum layak menikah, terpaksa menikah
karena desakan budaya.
c. “Kecelakaan”

16

Universitas Sumatera Utara

Tidak sedikit pernikahan dini di sebabkan “kecelakaan” yang tidak
disengaja akibat pergaulan yang tidak terkontrol. Dampaknya mereka harus
mempertanggungjawabkan perbuatan dengan menikah secara dini. Untuk

menutupi aib keluarga, tidak ada jalan lain kecuali menikahkan mereka secara
dini. Pernikahan model ini biasanya tidak akan bertahan lama karena
landasannya tidak kuat.
d. Keluarga cerai (broken home)
e. Banyak anak-anak korban perceraian terpaksa nikah secara dini karena
berbagai alasan, misalnya tekanan ekonomi, untuk meringankan beban
orang tua tunggal, membantu keluarga, mendapatkan pekerjaan,
meningkatkan taraf hidup, dan sebagainya.
f. Daya tarik fisik
Faktor lain yang sering mendorong terjadinya pernikahan dini adalah daya
tarik fisik. Banyak remaja yang terjerumus ke dalam pernikahan karena daya
tarik fisik. Karena daya tarik fisik sangat terbatas, pernikahan biasannya tidak
berusia panjang.
2.3 Dampak Pernikahan Dini
Menurut Noorkasiani (2007) Akibat yang ditimbulkan oleh perkawinan
usia muda tidak hanya pada individu saja, tetapi juga terhadap umum, lingkungan
terbatas, dan keluarga.
1. Umum.
Akibat yang dapat ditimbulkan pada kelompok umum yaitu sebagai berikut.


17

Universitas Sumatera Utara

a. menimbulkan hambatan pada program kependudukan dan
selanjutnya, berbagai masalah kepundudukan dan berbagai
dampak negatif
b. menghambat peningkatan peranan wanita, terutama dalam
kaitannya dengan pembangunan nasional.
c. Meningkatkan angka kawin cerai yang dapat menimbulkan
keresahan keluarga atau masyarakat secara keseluruhan.
2. lingkungan terbatas
lingkungan terbatas yang dimaksud adalah masyarakat setempat. Akibat
perkawinan usia muda terhadap lingkungan terbatas adalah sebagai berikut :
a. langgengnya nilai-nilai tradisional yang tidak serasi yang dapat
menghambat pembangunan nasional.
b. Menghambat proses dinamisasi masyarakat sehingga masyarakat
tidak pernah dapat berorientasi ke masa depan sehingga
menghambat perkembangan lingkungan sekitarnya.
c. Mendorong meningkatnya peristiwa pengangguran kandungan.
3. keluarga
a. menimbulkan perkawinan yang tidak lestari dengan berbagai akibat
selanjutnya.
b. Menyebabkan sulitnya peningkatan pendapatan keluarga
c. Menyebabkan tidak sempurnanya pendidikan dan pengasuhan anak
dan keluarga yang dimiliki
4. individu.
18

Universitas Sumatera Utara

Akibat yang dapat ditimbulkan perkawinan usia muda pada individu
adalah sebagai berikut :
a. terhambatnya perkembangan potensi pribadi
b. terhambatnya kemungkinan melanjutkan pendidikan
c. tidak sempurnanya fungsi sebagai ibu dan istri
d. timbulnya perasaan kurang aman, malu, atau frustasi
e. terganggunya status kesehatan atau bahkan kematian karena
perkawinan usia muda berhubungan erat dengan tingginya angka
penyulit kehamilan, penyulit persalinan, penyulit masa nifas, dan
gangguan kesehatan janin, bayi, atau anak yang dimiliki.
2.4 Nikah Siri
2.4.1 Pengertian Nikah Siri
Kata “siri” dalam istilah nikah siri berasal dari bahasa Arab,yaitu “sirrun”
yang berarti “rahasia”. Melalui akar kata ini,nikah siri berarti sebagai nikah yang
dirahasiakan,berbeda dengan nikah pada umumnya yang dilakukan secara terangterangan. Nikah siri bisa didefenisikan sebagai “bentuk pernikahan yang
dilakukan hanya berdasarkan (hukum) agama atau adat istiadat, tetapi tidak
diutamakan kepada khalayak umum dan juga dicatatkan secara resmi pada kantor
pegawai pencatat nikah, yaitu kantor urusan agama (KUA) bagi yang beragama
islam dan kantor catatan sipil (KCS) (Susanto,2007).
Menurut Huda (2007) Pengertian pernikahan siri secara bahasa seharihari, nikah siri berarti nikah sembunyi-sembunyi atau nikah yang dirahasiakan.

19

Universitas Sumatera Utara

Nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan petugas sehingga
pernikahan itu tidak tercatat di KUA.
Menurut Rieke (2007) Nikah siri atau sering disebut perkawinan bawah
tangan adalah perkawinan dimana pihak suami itu meminta kepada dua orang
saksi yang menyaksikan pernikahan,untuk tidak mengumumkannya atau
menyembunyikan pernikahan dari orang lain.
2.4.2 Faktor Terjadinya Nikah Siri
Menurut Susanto (2007) ada beberapa faktor yang melatarbelakangi
terjadinya pernikahan siri :
a. Alasan kesulitan ekonomi
Alasan ini merupakan alasan paling mendasar yang bisa saja dimaklumi.
Atas dasar inilah,biasanya masyarakat golongan bawah (miskin) yang tidak
memiliki harta sehingga tidak sanggup untuk mengurus proses pernikahan secara
resmi dan dicatat melalaui pejabat yang berwenang. Bagi mereka, yang penting
pernikahan secara syariat agama bisa dilangsungkan dan mereka bisa hidup
bersama, tidak lagi dianggap sebagai pasangan kumpul kebo, tetapi sudah sah
secara hukum agama, meskipun belum sah menurut hukum Negara.
b. Faktor kesegeraan dalam melangsungkan pernikahan agar tidak terjerumus
dalam pergaulan sosial yang tidak lazim, seperti hamil di luar nikah, aborsi, dan
pergaulan bebas.

20

Universitas Sumatera Utara

Dengan menikah secara siri terlebih dahulu, paling tidak pasangan lakilaki dan perempuan yang sedang memandu kasih tidak terjerembab pada lubang
yang berdosaan dan nista. Mereka tidak segera melangsungkan pernikahan secara
resmi karena belum tersedianya dana yang cukup untuk membiayai acara akad
nikah. Dalam hal ini, nikah siri dijadikan “jalur alternatif” untuk mempercepat
proses pernikahan agar terhindar dari pergaulan bebas dan ancaman dosanya.
Penyebab lain pernikahan siri menurut (Khofi, 2006 dalam Ridwan ,2014
) yaitu :
1. Faktor kesadaran hukum
Maksudnya adalah kesadaran hukum masyarakat Indonesia saat ini
memang masih kurang tinggi. Banyak hal yang dapat membuktikan pernyataan
tersebut. Salah satunya yaitu ketidakpatuhan untuk memcatatkan perkawinan
sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 2 UU No.1 tahun 1974. Dengan
adanya hal tersebut, tampak bahwa kesadaran hukum masih kurang, serta pola
pikir yang dangkal yang disebabkan rendahnya pengetahuan, dan hawa nafsu yang
mendorong terlaksananya hal-hal yang dapat merugikan bagi dirinya maupun
orang lain.
2. Faktor agama
Dengan mayoritas masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama islam.
Dengan demikian, perkawinan sering dilakukan secara aturan agama islam oleh
masyarakat yang beragama islam. Sehingga beberapa orang yang beragama islam
tidak mencatatkan pernikahannya ke KUA. Sebenarnya dalam agama islam,
21

Universitas Sumatera Utara

pencatatan nikah itu diharuskan karena pernikahan termasuk kegiatan muamalat
seperti juga dalam kegiatan perjanjian hutang piutang.
3. Faktor ekonomi
Faktor ini juga dapat menjadi salah satu penyebab dilakukannya nikah siri
tetapi tidak menjadi faktor utama. Alasannya adalah, jika suatu pasangan yang
memang jelas memiliki niat baik untuk menikah tanpa didorong dengan niat-niat
yang kurang baik, meskipun dalam hal ini mereka seorang yang tidak mampu atau
miskin. Maka mereka akan lebih memikirkan hal yang terbaik untuk rumah
tangga mereka kelak.
2.4.3 Dampak Nikah Siri
1. Dampak Negatif dalam Keluarga
a. Adanya Perselisihan
Perselisihan disini adalah pertengkaran/percekcokan yang terjadi dalam
keluarga yang melakukan poligami. Percekcokan tersebut terjadi karena adanya
ketidak adilan diantara istri pertama ataupun kedua. Percekcokan tersebut terjadi
karena salah satu istri dikarenakan nikah siri maka suami tidak mendaftarkan
perkawian yang telah dilakukan kepada pejabat yang berwenang.
b. Terabaikannya Hak dan Kewajiban
Terabaikannya hak dan kewajiban, seorang suami yang melakukan
poligami mengabaikan hak dan kewajibannya sebagai seorang suami terhadap istri

22

Universitas Sumatera Utara

pertamanya. Dikarenakan si suami lebih sering bersama istri mudanya sehingga si
suami mengabaikan kewajibannya selaku suami.
c. Adanya Keresahan/Kekhawatiran
Adanya

keresahan/kekhawatiran

melaksanakan

pernikahan

siri,

dikarenakan tidak memiliki akta nikah. Mereka khawatir apabila berpergian jauh
atau kemalaman dijalan mereka tidak dapat membuktikan bahwa mereka suami
istri, sehubungan dengan banyaknya razia.
2. Dampak Negatif dalam Masyarakat
a. Adanya Fitnah
Resiko perkawina/pernikahan siri adalah timbulnya fitnah, masyarakat
menggap bahwa perkawinan yang dilakuakan secara sirri merupakan upaya
dirinya (pasangan yang menikah) untuk menutupi aib seputar kehamilan diluar
nikah. Walaupun spekualsi tersebut belum tentu benar adanya.
b. Adanya Anggapan Poligami
Poligami, merupakan salah satu kecurigaan yang timbul di dalam
masyarakat

akibat

perkawinan/pernikahan

yang

dilakuakan

secara

siri.

Masyarakat mengagap bahwa perkawinan siri merupakan upaya untuk menutupi
seputar poligami sehingga dengan demikian istri sebelumnnya atau istri
pertamanya tidak mengetahui perihal poligami tersebut. Walaupun anggapan
tersebut tidak benar adanya. (http://ujeberkarya.blogspot.co.id/2009/09/nikahsiri_16.html

23

Universitas Sumatera Utara

2.5 Perceraian
2.5.1 Definisi Perceraian
Perceeraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak
ingin melanjutkan keidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah
untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan
bagaimana

membagi

harta

mereka

yang diperoleh

selama

pernikahan

(rumah, mobil, perabotan atau kontrak). Dan bagaimana mereka menerima biaya
dan kewajiban merawat anak-anak mereka (Wikipedia).
Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perihal bercerai
antara suami dan istri, yang kata “bercerai” itu sendiri artinya “menjatuhkan
taqlak atau memutuskan hubungan sebagai suami istri”.
Perceraian merupakan perkara perceraian karena suami isteri terjadi
perselisihan terus menerus dan tidak dapat diharapkan hidup rukun kembali, tidak
perlu mempermasalahkan siapa yang salah alam percecokan yang terus menerus.
Perceraian juga dijelaskan sebagai penghapusan perkawinan dengan putusan
hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu (Supramono, 1998
dalam Darmabrata, 2003)
Menurut Ihromi (1999) Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan
suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran
masing-masing.dalam hal ini, perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu
ketidakstabilan perkawinan di mana pasangan suami-istri kemudia hidup berpisah
dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.
24

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Penyebab Perceraian
Menurut Surbakti (2008) Faktor penyebab perceraian adalah :
1) Pernikahan dini
Salah satu faktor pemicu terbesar perceraian adalah pernikahan dini.
Bagaimanapun, pernikahan usia muda mengandung risiko besar karena secara
mental mereka belum siap untuk memikul tanggung jawab yang besar.
2) Perbedaan keyakinan
Tidak sedikit pasangan suami istri yang nekad mengambil risiko menikah
dengan pasangan yang tidak satu keyakinan (iman), padahal iman atau keyakinan
adalah salah satu isu yang paling sensitif untuk diperbincangkan apalagi
dipertentangkan di dalam hidup manusia. Jika pasangan suami istri yang berbeda
keyakinan mengalami konflik rumah tangga, sulit sekali mendamaikan hati
mereka yang sedang dipenuhi oleh amarah, kebencian atau dendam.
Keyakinan yang mereka anut sangat berpotensi menjadi penghambat serius
untuk mendamaikan mereka karena perbedaan tafsir tentang nilai-nilai religi di
balik keyakinan mereka. Meskipun ada juga pasangan yang tetap rukun sebagai
pasangan suami istri sekalipun berbeda keyakinan, namun tidak bisa dipungkuri
bahwa perceraian akibat perbedaan keyakinan tetap merupakan masalah yang
sangat serius dan harus diwaspadai.
3) Pengaruh keluarga
Masyarakat kita sangat menghargai kekerabatan seluruh keluarga besar
dan menjunjung tinggi budaya serta adat istiadat yang diwariskan secara turun
temurun oleh nenek moyang kita. Dalam pernikahan pun peran keluarga besar
25

Universitas Sumatera Utara

tampak sangat dominan bahkan tidak jarang keluarga besar biasanya jauh lebih
sibuk mempersiapkan pernikahan ketimbang pengantinnya sendiri. Saying,
campur tangan keluarga sering berlanjut terus sekalipun pasangan pernikahan
sudah mempunyai anak tiga atau bahkan usia pernikahan sudah lebih dari
dasawarsa.
Kedekatan pasangan pernikahan dengan keluarga besar memang sangat baik
dan bermanfaat besar. Namun selain sisi positif, kedekatan dengan keluarga besar
juga mengandung sejumlah aspek negatif yang berpotensi membuat suasana
rumah tangga menjadi kisruh. Tidak jarang perceraian pasangan terjadi karena
pihak keluarga, entah dari keluarga laki-laki atau keluarga perempuan yang terlalu
jauh ikut mencampuri urusan keluarga anak mereka. Bagaimanapun, campur
tangan keluarga yang terlalu jauh pasti menyebabkan suasana rumah tangga anak
mereka pasti kacau.
4) Penghasilan
Salah satu alasan klasik perceraian adalah akibat keadaan ekonomi keluarga
yang semakin berat sehingga memaksa pasangan untuk becerai. Hamper sebagian
besar pembicaraan setiap hari di dalam rumah tangga adalah menyangkut masalah
uang karena bagaimanapun, uang merupakan motor penggerak aktivitas rumah
tangga yang paling berpengaruh. Jika rumah tangga terus menerus didera oleh
masalah penghasilan yang tidak membaik, situasi ini dapat membawa pasangan
suami sitri kepada keadaan frustasi sehingga memicu terjadinya perceraian.
Memang penghasilan yang membaik juga bukan merupakan jaminan bahwa
rumah tangga akan aman dan tentram sehingga terhindar dari ancaman perceraian.

26

Universitas Sumatera Utara

Meskipun presentasenya lebih kecil, namun penghasilan yang membaik juga bisa
memicu perceraian.
2.5.3 Dampak Perceraian
Menurut Surbakti (2008), Banyak sekali dampak perceraian yang akan muncul
ke permukaan dan pasti tidak dikehendaki oleh kedua belah pihak salah satunya
yaitu Perubahan Status sosial, dampak lain dari perceraian adalah perubahan
sosial seseorang dari seorang kepala keluarga atau ibu rumah tangga menjadi
janda atau duda dan ini berkaitan dengan harga diri (self esteem). Sifat alamiah
manusia adalah tidak bisa hidup tentram jika harga dirinya terusik. Status sebagai
duda atau janda sangat membatasi ruang gerak mereka dalam berinteraksi dengan
masyarakat. Situais ini tentu saja sangat tidak menguntungkan di tengah-tengah
pergaulan. Sebagaian masyarakat selalu memperguncingkan setiap gerak-gerik
mereka sehingga kebaikan apa pun yang mereka lakukan cendrung selalu
ditafsirkan negatif.
Masih cukup banyak anggota masyarakat yang mencibir keberadaan duda atau
janda tanpa berusaha memahami latar belakangnya. Kehadiran mereka seakanakan membawa teladan buruk bagi masyarakat sekitar. Meski pun belum tentu
benar mereka seringkali dituding sebagai kelompok yang senang menggoda
kehidupan rumah tangga orang lain, apalagi jika korban perceraian tersebut adalah
wanita yang masih muda. Tidak sedikit pasangan yang bercerai mengalami
konflik batin yag hebat bahkan terpaksa menarik diri dari pergaulan karena
perubahan status yang tidak menguntungkan ini.

27

Universitas Sumatera Utara

2.6 Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan
bahwa dalam sebuah hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan
keuntungan yang saling memengaruhi. Pada umumnya, hubungan sosial terdiri
dari pada masyarakat, maka kita dan masyarakat lain di lihat mempunyai perilaku
yang saling memengaruhi dalam hubungan tersebut, yang terdapat unsur ganjaran,
pengorbanan dan keuntungan. Ganjaran merupakan segala hal yang diperolehi
melalui adanya pengorbanan, manakala pengorbanan merupakan semua hal yang
dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. Jadi
perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan
perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan,
perkawinan, dan persahabatan.
Analogi dari hal tersebut, pada suatu ketika anda merasa bahwa setiap teman
anda yang di satu kelas selalu berusaha memperoleh sesuatu dari anda. Pada saat
tersebut anda selalu memberikan apa yang teman anda butuhkan dari anda, akan
tetapi hal sebaliknya justru terjadi ketika anda membutuhkan sesuatu dari teman
anda. Setiap individu menjalin pertemanan tentunya mempunyai tujuan untuk
saling memperhatikan satu sama lain. Individu tersebut pasti diharapkan untuk
berbuat sesuatu bagi sesamanya, saling membantu jikalau dibutuhkan, dan saling
memberikan dukungan dikala sedih. Akan tetapi mempertahankan hubungan
persahabatan itu juga membutuhkan biaya (cost) tertentu, seperti hilang waktu dan
energi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak jadi dilaksanakan. Meskipun
biaya-biaya ini tidak dilihat sebagai sesuatu hal yang mahal atau membebani

28

Universitas Sumatera Utara

ketika dipandang dari sudut penghargaan (reward) yang didapatkan dari
persahabatan tersebut. Namun, biaya tersebut harus dipertimbangkan apabila kita
menganalisis secara obyektif hubungan-hubungan transaksi yang ada dalam
persahabatan. Apabila biaya yang dikeluarkan terlihat tidak sesuai dengan
imbalannya, yang terjadi justru perasaan tidak enak di pihak yang merasa bahwa
imbalan yang diterima itu terlalu rendah dibandingkan dengan biaya atau
pengorbanan yang sudah diberikan. (wikipedia)
Levi-strauss, seorang ahli antropologi prancis, yang bekerja dalam kerangka
tradisi Durkheim mengembangkan suatu perspektif teoritis mengenai pertukaran
sosial dalam analisanya tentang prakter perkawinan dan sistem kekerabatan
masyarakat- masyarakat primitif. Masyarakat primitif tidak menyerahkan pilihan
pasangan perkawinan kepada individu-individu yang bersangkutan secara
langsung seperti yang dibuat di masyarakat Amerika, juga kemungkinan bagi
pasangan-pasangan perkawinan yang memenuhi syarat tidak seluas seperti dalam
masyarakat modern. Sering klan-klan primitif itu mempunyai pengaturan
institusional tertentu bagi pertukaran wanita sebagai pasangan perkawinan. Suatu
pola yang jarang terjadi adalah seorang pria mengawini putri saudara bapaknya.
Dalam mengembangkan analisanya mengenai perkawinan dan sistem kekerabatan
masyarakat-masyarakat primitif, levi-stauruss membedakan dua sistem pertukaran
yaitu, pertukaran langsung dan pertukaran tidak langsung. (Johnson, 1986)
Tujuan utama dalam model levi-strauss, proses pertukaran itu adalah tidak
untuk memungkinkan pasangan-pasangan yang terlibat dalam pertukaran itu
untuk memenuhi kebutuhan individualistisnya. Sebaliknya, arti pertukaran itu

29

Universitas Sumatera Utara

adalah bahwa dia menggungkapkan komitmen moral individu itu pada kelompok.
Bentuk khusus pertukaran itu , apakah langsung atau tidak langsung, bukanlah
masalah keputusan individu yang dikeluarkan berdasarkan pertimbangan
kepentingan sekarang ini.(Johnson, 1986)
2.7 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah mengilhami penelitian ini,baik
sebagai referensi, pembanding mupun sebagai dasar pemilihan topik penelitian. Di
antaranya yaitu:
1. Rujukan pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Naibaho (2013)
yang

memaparkan

bagaiman

Faktor-Fator

Yang

Mempengaruhi

Pernikahan Usia Muda (Studi Kasus Di Dusun IX Seroja Pasar VII
Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan pernikahan
usia muda di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei
Tuan dikarenakan hamil di luar nikah (Marrige By Acident) dan bukan
hanya itu saja ada faktor lain yang menyebabkan mereka menikah di usia
muda seperti faktor kemauan sendiri (merasa sudah saling mencintai),
faktor dorongan orang tua/ keluarga, juga faktor pendidikan yang begitu
rendah dikarenakan keadaan ekonomi yang serba pas-pasan.
Faktor Orang tua/ Keluarga Faktor keluarga merupakan faktor
adanya pernikahan usia muda di dusun seroja, dimana keluarga dan orang
tua akan segera menikahkan anaknya jika sudah menginjak masa dewasa.
Hal ini merupakan hal yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah

30

Universitas Sumatera Utara

keluarga yang mempunyai anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum
anak gadisnya menikah. Orang tua akan merasa takut apabila anaknya jadi
perawan tua dan takut apabila anaknya akan melakukan ha-hal yang tidak
diinginkan yang akan mencemari nama baik keluarganya.
Masalah

kemiskinan

merupakan

salah

satu

faktor

yang

menyebabkan pernikahan usia muda di dusun Seroja. Adanya anggapan
jika si anak perempuan menikah maka akan mengurangi biaya pengeluaran
orang tua si perempuan. Karena jika anak perempuannya menikah
otomatis biaya hidup anaknya akan ditanggung suaminya. Ataupun si anak
perempuan tersebut yang ingin segera menikah untuk mengurangi beban
orang tuanya dalam arti si anak perempuan tersebut meminta segera
menikah karena melihat kondisi perekonomian orang tuannnya rendah.
Faktor pendidikan juga memengaruhi adanya pernikahan dini di
dusun Seroja. Dari hasil penelitian di dusun Seroja diperoleh bahwa ratarata pendidikan orang tua maupun informan itu sendiri masih tergolong
rendah.Selain faktor ekonomi, pernikahan usia muda di di Dusun IX
Seroja Pasar VII Tembung disebabkan adanya kemauan sendiri dari
pasangan. Hal ini disebabkan karena keduanya sudah merasa saling
mencintai maka ada keinginan untuk segera menikah tanpa memandang
umur dan adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau mediamedia yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan
atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di usia muda.

31

Universitas Sumatera Utara

2. Rujukan kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh istiqomah(2004)
yang memaparkan tentang Studi Kasus Pernikahan Dini di Desa Wukirsari
Imogiri Bantul Yogyakarta, hasil penelitian menunjukan bahwa penyebab
pernikahan dini adalah hamil diluar nikah dan 60% dari pasangan nikah
dini memiliki alasan sudah terlanjur hamil sebelum menikah.Penyebab
lain yang mendasari pernikahan dini adalah budaya, pendidikan dan sosial
ekonomi. Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang
besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian
mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup
mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri. Terkait
dengan budaya, hasil penelitian menunjukan bahwa adanya anggapan
bahwa menikah di usia lebih dari 20 adalah hal yang tabu. Dengan banyak
nya pernikahan dini maka akibat yang ditimbulkan adalah adanya
peningkatan perceraian. Sebab-sebab terjadinya perceraian, rata-rata ada
gangguan pihak ketiga dan suami meninggalkan kewajiban.

32

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR-TAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH OMPIE FARM DI NAGARI TANJUNG BONAI KECAMATAN LINTAU BUO UTARA KABUPATEN TANAH DATAR.

0 0 6

ANALISA USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (studi Kasus pada usaha Peternakan sapi Perah "Ompie Farm, Nagari Tanjuang Bonai Kecamatan Lintau Buo utara Kabupaten Tanah Datar).

0 0 9

Potensi dan Kendala Pengembangan Pariwisata di Sumatera Barat. Studi Kasus : Objek Wisata di Kenagarian Batu Bulek Kecamatan Lintau Buo Kab. Tanah Datar.

0 0 6

Pernikahan Dini, Nikah Siri dan Perceraian (Studi Kasus Pada Masyarakat Minang di Jorong Mawar, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat)

0 0 10

Pernikahan Dini, Nikah Siri dan Perceraian (Studi Kasus Pada Masyarakat Minang di Jorong Mawar, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat)

0 0 2

Pernikahan Dini, Nikah Siri dan Perceraian (Studi Kasus Pada Masyarakat Minang di Jorong Mawar, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat)

0 1 10

Pernikahan Dini, Nikah Siri dan Perceraian (Studi Kasus Pada Masyarakat Minang di Jorong Mawar, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat) Chapter III V

3 6 116

Pernikahan Dini, Nikah Siri dan Perceraian (Studi Kasus Pada Masyarakat Minang di Jorong Mawar, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat)

0 1 4

Pernikahan Dini, Nikah Siri dan Perceraian (Studi Kasus Pada Masyarakat Minang di Jorong Mawar, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat)

0 0 12

POLA PEMUKIMAN TRADISIONAL MINANGKABAU DI JORONG ANDALEH NAGARI ANDALEH BARUH BUKIK KABUPATEN TANAH DATAR SUMATERA BARAT

0 0 12