Kota Medan 1945-1950 (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotogfafi)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Ada istilah “sebuah foto dapat bercerita lebih banyak daripada tulisan” dan
telah menjadi klise ujaran bahwa suatu gambar bernilai seribu kata-kata, serta bisa
dikatakan tidak terbatas sama sekali oleh konteks. 1Foto adalah catatan yang
direkayasa secara canggih, hasil dari hubungan sekilas antara orang yang difoto
dengan juru foto. Sebagai bahan sejarah, foto dapat dimanipulasi melalui seleksi,
seperti halnya dengan sumber-sumber yang lain. 2Sejarah menyuguhkan fakta secara
diakronis, ideografis, unik dan empiris.Bersifat diakronis karena berhubungan dengan
waktu.Sejarah bersifat ideografis karena sejarah menggambarkan dan menceritakan
sesuatu.Bersifat unik karena berisi bahan dan hasil dari penelitiannya berbeda dengan
hal yang umum.Dikatakan bersifat empiris sebab sejarah bersandar pada pengalaman
manusia yang sungguh-sungguh dan nyata.Sejarah adalah ilmu yang mempelajari
tentang peristiwa, kejadian masa lampau yang disebabkan aktifitas manusia dan
berakibat terjadinya perubahan pada peradaban umat manusia.
1
Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan tentang
Ada, Yogyakarta : Galangpress, 2004, hlm. 7.
2
Henk Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari, Persperktif Baru Penulisan
Sejarah Indonesia, Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013, hlm. 314.
Universitas Sumatera Utara
Penulisan sejarah konvensional biasanya melakukan rekonstruksi sejarah
berdasarkan sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari dokumen-dokumen, sebab
hal ini berkaitan erat dengan bukti dan fakta sejarah.Bukti sejarah adalah jejak-jejak
peninggalan yang dapat membenarkan terjadinya suatu peristiwa sejarah.Sebelum
dijadikan suatu bukti, tentunya jejak-jejak yang ditinggalkan itu merupakan sumbersumber sejarah. Setelah dilakukan proses verifikasi akan menghasilkan sumber yang
autentik (asli) dan kredibel (dapat dipercaya). Sedangkan fakta sejarah adalah
kejadian yang benar-benar terjadi sebagaimana ditemukan dalam sumber sejarah dan
dianggap dapat dipercaya setelah pengujian yang seksama sesuai dengan hukum–
hukum metode sejarah. Fakta sejarah berupa pernyataan atau keterangan yang
memuat kebenaran tentang sebuah kejadian atau peristiwa dalam penelitian
sejarah.Fakta sangat penting, karena tanpa fakta tidak ada tulisan sejarah. Rangkaian
fakta yang disusun sebagai satu kesatuan yang koheren (berhubungan) inilah yang
akan menghasilkan sebuah tulisan sejarah.
Ada kesamaan anggapan oleh para penulis sejarah yang menganggap apabila
tidak ada sumber tertulis, maka tidak ada sejarah. Dalam perkembangannya muncul
aksioma 3 “no document no history”. Padahal perkembangannya saat ini, dalam
merekonstruksi suatu sejarah kita tidak hanya mengandalkan dokumen atau teks
sebagai sumber utama (sumber primer) pada penulisan sejarah.Hal ini didasarkan
3
Aksioma: Pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian, Kamus
Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ).
Universitas Sumatera Utara
dengan semakin canggihnya teknologi informasi dalam metode visual yang bisa
merekonstruksi sejarah dengan berdasarkan pada sumber–sumber visual, seperti foto
atau film (dokumenter dan fiksi).Seperti contoh sumber–sumber visual berupa foto,
sebuah foto dapat mengisahkan kejadian atau peristiwa yang terjadi didalamnya.Foto
yang dibuat oleh juru foto (fotografer) pada suatu kejadian atau peristiwa tertentu
tidak hanya menjadi fakta sejarah, tapi juga menjadi bukti sejarah hidup manusia dan
peristiwa–peristiwa yang melingkupinya.Sumber–sumber visual berupa foto didalam
suatu penulisan sejarah sering dianggap hanya sebatas ilustrasi dan pelengkap data–
data sejarah. Secara nyata, ketika kita disuguhkan atau dihadapkan oleh sebuah foto
ada pemikiran tentang apa, siapa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana foto itu
sendiri dibuat.
Bercerita tentang apa foto itu dibuat, kejadian dan peristiwa bisa kita analisis
didalam foto tersebut. Siapa yang melakukan pemotretan dan siapa yang dipotret oleh
juru foto.Mengapa foto itu dibuat, hal ini pasti berkaitan dengan dokumentasi (pribadi
maupun umum).Kapan foto itu dibuat pasti menjadi bahan kajian untuk dibahas sebab
penulisan
suatu
sejarah,
waktu
mendapat
posisi
paling
penting
didalam
penelitian.Dimana letak peristiwa atau kejadian foto itu sendiri dibuat oleh juru foto.
Bagaimana proses suatu pembuatan foto tersebut ada, hal ini ditinjau dari juru foto,
baik alat yang digunakan untuk memotret (kamera) sampai hasil foto berupa gambar
(cetakan).
Universitas Sumatera Utara
Foto adalah suatu pesan yang dibentuk oleh sumber emisi, saluran transmisi,
dan titik resepsi.Struktur sebuah foto bukanlah sebuah struktur yang terisolasi, karena
selalu berada dalam komunikasi dengan struktur lain, yakni teks tertulis, judul,
keterangan,
artikel,
yang
selalu
mengiringi
foto.Dengan
demikian
pesan
keseluruhannya dibentuk oleh ko-operasi dua struktur yang berbeda 4.
Awal perkembangan fotografi itu sendiri tidak terlepas dari adanya alat untuk
menciptakan suatu gambar yang dua dimensi yang sering disebut dengan kamera.Jauh
sebelum kamera diciptakan, manusia telah mengenal bentuk pahatan, ukiran, lukisan,
serta sketsa yang berwujud satu dimensi untuk menggambarkan situasi dan kondisi
pada saat itu.Dahulu manusia mulai menciptakan sejarahnya melalui tulisan–tulisan
yang dibukukan. Kemudian tulisan tersebut dilengkapi dengan gambar atau sketsa
untuk mempermudah pembaca memahami apa maksud penulis, gambar atau sketsa
yang digunakan pun masih secara tradisional yakni digambar atau dilukis.
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, manusia selalu
menginginkan kepraktisan dan mulai berpindah dari lukisan atau sketsa ke
fotografi.Gambar yang diciptakan melalui media fotografi lebih bersifat nyata dan
lebih cepat, serta dapat lebih luas menjelaskan suatu fenomena dari pada sebuah
lukisan.Peralihan dari bentuk satu dimensi ke bentuk dua dimensi memungkinkan
penulis – penulis sejarah dapat melihat perbandingan dan perbedaan melalui sumber–
sumber visual yang digunakan. Sumber berupa foto dapat membuka pendekatan
4
Seno Gumira Ajidarma, Op. cit., hlm. 27.
Universitas Sumatera Utara
secara emosional dalam cara penulisan sejarah yang baru, sehingga foto tidak hanya
digunakan sebagai lampiran atau bahkan “pemanis” dalam sebuah penulisan sejarah
namun foto sebagai “primary sources” (sumber utama).
Dari pokok permasalahan yang telah dirangkum, penulis mengangkat
penelitian sumber–sumber foto sebagai sumber sejarah dan cara penulisan sejarah
yang menarik serta mudah dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Fotografi
merupakan sebuah media yang cepat menangkap peristiwa atau kejadian untuk
dijadikan sejarah dari setiap segi sisi kehidupan manusia. Memotret dan
menjadikannya sebagai foto untuk hasilnya menurut penulis adalah suatu wujud
intepretasi tiga dimensi; masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Pembahasan tentang sejarah Kota Medan pada masa proklamasi sampai masa
revolusi banyak ditulis di dalam buku-buku seperti contoh karya Anthony Reid yang
berjudul Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera 5,
Medan Area Mengisi Proklamasi yang ditulis Badan Musyawarah Pejuang Republik
Indonesia Medan Area 6, serta buku karya H. R. Sjanan SH yang berjudul Dari Medan
Area
ke
Pedalaman
dan
Kembali
ke
Kota
Medan 7.Buku-buku
tersebut
5
Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1987.
6
Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, Medan Area Mengisi
Proklamasi, Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area.Biro Sejarah Prima,
1976.
7
Mayjen TNI (Purn) H.R. Sjanan SH, Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota
Medan, Medan: Dinas Sejarah Kodam II/BB, 1982.
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan dan menuliskan perjalanan sejarah Kota Medan dalam menghadapi
revolusi pada masa tahun 1945-1950 tapi masih secara naratif-deduktif konvensional.
Berdasarkan pemaparan dan uraian diatas, maka penelitian karya ilmiah ini diberi
judul KOTA MEDAN 1945-1950: (SEBUAH REKONSTRUKSI SEJARAH
VISUAL FOTOGRAFI). Peneliti akan menulis tentang sejarah masa revolusi di
Kota Medan dengan cara yang baru dengan mengumpulkan dan memanfaatkan
sumber-sumber visual berupa foto-foto dalam merekonstruksinya.
Penulisan karya ilmiah ini akan memaparkan secara kronologis dan sistematik
sumber–sumber visual berupa foto tentang peristiwa dan kejadian yang terjadi di
Kota Medan antara tahun 1945-1950 dengan membuat sebuah konteks secara tekstual
untuk menjelaskan dan menafsirkannya. Dimulai dengan situasi politik di Kota
Medan, setelah dibacakannya proklamasi di Jakarta, Kota Medan masih kosong dan
tanpa
pemimpin
yang
sah,
hal
ini
diakibatkan
belum
tibanya
Mr. T. M. Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas sebagai utusan dari Sumatera yang
menyaksikan langsung pelaksanaan upacara proklamasi di Jakarta. Ketiganya diberi
tanggung jawab oleh pemerintah pusat untuk menjelaskan peristiwa proklamasi serta
membentuk pemerintahan yang sah di daerahnya masing-masing.
Tanggal 29 Agustus 1945 Mr.T. M. Hasan dan Dr. Amir tiba di Medan, dan
barulah pada tanggal 31 September 1945 peristiwa Proklamasi Kemerdekaan secara
resmi dijelaskan oleh Mr.T. M. Hasan dihadapan 700 rakyat pada rapat Barisan
Pemuda Indonesia (BPI) di Sekolah Taman Siswa Medan. Sebagai reaksi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
atas proklamasi yang diumumkan di Jakarta, maka pada tanggal 6 Oktober 1945
diadakan rapat umum dilapangan Fukuraido 8 (sekarang Lapangan Merdeka) yang
dihadiri ribuan penduduk bertujuan untuk meresmikan berkibarnya Sang Saka Merah
Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Pertempuran pertama yang terjadi setelah dinyatakannya proklamasi di Kota
Medan adalah Insiden Jalan Bali pada tanggal 13 Oktober 1945. Kemudian disusul
Pertempuran Medan Area 1 Desember 1945, Revolusi Sosial di Sumatera Timur
bulan Maret 1946, Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947, lahirnya
Negara Sumatera Timur pada tanggal 30 Juli 1947 (sepuluh hari setelah Agresi
Militer Belanda I) 9, Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, Pengakuan
Kedaulatan secara de jure terhadap Republik Indonesia dalam Perjanjian Konferensi
Meja Bundar tanggal 27 September 1949, dan akhirnya pada tanggal 13 Agustus
1950 Dewan Negara Sumatera Timur mengesahkan undang-undang pembubaran
NST 10.
8
Fukuraido adalah nama yang diberikan Pemerintah Jepang untuk Lapangan Merdeka saat ini
pada masa penjajahan di Kota Medan. Sebelumnya pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda,
lapangan ini bernama Esplanade.
9
Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Terawang Press, 2001, hlm.
84.
10
Suprayitno, Ibid, hlm. 213.
Universitas Sumatera Utara
Juga penulis akan memaparkan peranan pers sebagai sarana informasi massa
berfungsi sebagai sumber informasi, penyambung lidah rakyat, dan pembangkit
semangat rakyat untuk bangun dan lepas dari cengkraman penjajah 11.
Melihat aspek–aspek yang telah diuraikan tersebut penulis akan menitikberatkan sejauh mana penggunaan sumber–sumber visual berupa fotografi menjadi
sumber utama dalam melakukan sebuah rekonstruksi sejarah, sebab sejarah mutlak
memiliki aspek manusia, tempat, dan waktu.
11
Tiomsi Sitorus, “Peranan Pers Di Medan ( 1945 – 1949 )”, Skripsi S-1, Medan : USU, 2007.
Universitas Sumatera Utara
1.2 RUMUSAN MASALAH
Keobyektifan suatu penelitian tidak terlepas dari pemilihan topik tertentu
sebagai landasan pembahasan, mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan
topik
dan
mengevaluasi
secara
kritis
semua
evidensi
yang
telah
dikumpulkan.Pemilihan topik tersebut harus dibatasi dan dikonsep dalam rumusan
masalah yang nantinya menjadi alur dalam penulisan. Adapun rumusan masalah
dalam Kota Medan 1945-1950: (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotografi)
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah Kota Medan dalam konteks penyelenggaraan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia antara tahun 1945-1950 ditinjau dari
sumber-sumber visual fotografi?
2. Bagaimana peranan sumber-sumber visual fotografi dapat menjadi media
propaganda
dan
sumber
informasi
dalam
menyelenggarakan
dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kota Medan antara tahun 19451950?
Universitas Sumatera Utara
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Setelah perumusan masalah nantinya dapat diselesaikan oleh penulis, pada
akhirnya pasti memiliki tujuan dan manfaat dari penulisan tersebut. Adapun tujuan
penulisan karya ilmiah ini dilakukan penulis ialah :
1. Menguraikan
sejarah
Kota
Medan
dalam
menyelenggarakan
dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945-1950 melalui
sumber-sumber visual fotografi.
2. Peranan sumber-sumber visual fotografi sebagai alat propaganda dan sumber
informasi dalam menyelenggarakan dan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia di Kota Medan pada tahun 1945-1950.
Maka penulis berharap penulisan karya ilmiah ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Bagi masyarakat umum khususnya di Kota Medan, semakin bertambahnya
wawasan dan khazanah serta referensi tentang Kota Medan pada tahun 19451950 dalam menyelenggarakan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia
dari tangan penjajah tidak hanya melalui sumber-sumber tulisan melainkan
sumber-sumber visual terutama fotografi.
Universitas Sumatera Utara
2. Media fotografi dewasa ini dapat memainkan peranan sebagai alat propaganda
serta sumber informasi yang sangat akurat dalam menceritakan dan
menjelaskan peristiwa atau kejadian yang sedang berlangsung.
3. Secara akademik dapat memberi gambaran kepada mahasiswa–mahasiswi
Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara
untuk memakai sumber-sumber visual sebagai objek kajian utama dalam
karya ilmiah penelitian sejarahnya.
Universitas Sumatera Utara
1.4 TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ilmiah ini tidak terlepas dari adanya tinjauan–tinjauan pustaka yang
digunakan oleh penulis untuk memberikan informasi detail dan terpercaya terkait
dengan sumber–sumber yang telah dikutip dalam tulisan. Sumber - sumber ini bisa
berupa karya ilmiah, buku-buku, ataupun dokumen-dokumen terkait. Buku yang
bejudul
Perspektif
Baru
Penulisan
SejarahIndonesia
karya
G.
Schulte
Nordholt, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari dalam bab tiga belas Aceh: Narasi
foto, (1873–1930) yang ditulis oleh Jean Gelman Taylor menjelaskan bahwa ia
melihat perspektif sejarah dari dokumentasi-dokumentasi fotografis dan foto sebagai
sumber dalam historiografi. Pendekatan yang diambil tidak hanya menggunakan foto
yang biasanya digunakan sebagai lampiran atau bahkan “pemanis” dalam sebuah
historiografi, namun foto sebagai “primary sources”. Taylor menggabungkan antara
kajian sejarah Aceh dengan kajian foto-foto Aceh di arsip KITLV. Simpulan yang
bisa ditarik dari tulisan ini adalah, sebuah foto ternyata bisa menjadi sumber yang
sangat penting dalam menggambarkan perubahan yang terjadi di sebuah masyarakat.
Seorang sejarawan yang jeli dapat memanfaatkan narasi foto yang mengenai
perang ke dalam sebuah narasi yang interpretasinya sangat berbeda yang
menghasilkan historiografi yang lebih mendekati realitas. Makna lain yang muncul
dibelakang sebuah foto menjadi sesuatu yang sangat kaya untuk dikaji. J. G. Taylor
juga menunjukkan manfaat sumber–sumber fotografi untuk menyelidiki kehidupan
orang biasa melalui kacamata juru foto. Dengan melihat secara kritis foto–foto yang
Universitas Sumatera Utara
diambil mengenai Aceh antara 1874 dan 1939, ia memperlihatkan apa yang
diinginkan juru foto, dan apa yang ditangkap oleh kamera. Dengan menjejerkan foto–
foto ini dengan tulisan-tulisan mengenai sejarah Aceh, ia membuat penafsiran
terhadap foto–foto ini menjadi jauh lebih sensitif, tidak saja dari apa yang terlihat
tetapi juga apa yang tidak terlihat. Buku ini menjadi acuan penulis dalam menelaah
dan menganalisis sejarah revolusi di Kota Medan pada masa 1945-1950 dari data-data
fotografi serta membentuknya menjadi sebuah narasi.
Karya Suprayitno dalam bukunya Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia Dari
Federalisme ke Unitarisme: Studi Tentang Negara Sumatera Timur 19471950.Pemilihan topik di dalam buku ini tentang Negara Sumatera Timur dibahas
secara sistematika, deskripsi dan analisis. Periode 1945-1950 yang dipakai penulis
dalam karya ilmiahnya berhubungan dengan buku ini, dimana periode itu merupakan
masa lima tahun pertama Republik Indonesia. Indonesia sebagai negara yang baru
lahir melalui kancah revolusi masih harus bergulat dengan pelbagai tantangan dan
permasalahan, didalam kasus Negara Sumatera Timur tampak timbul polarisasi reaksi
masyarakat dan daerah dalam merespon Proklamasi.Kedatangan Belanda kembali ke
Indonesia yang diboncengi oleh Pasukan NICA berdampak terhadap masih adanya
para elite dan masyarakat yang masih mendukung Belanda dan anti Republik
Indonesia.Buku ini mengumpulkan serta memanfaatkan sumber dan bacaan yang
beranekaragam dengan menyuguhkan narasi bersifat deskriptif yang mampu
merekonstruksi suatu kronologi dengan sangat rinci sehingga memiliki kemampuan
eksplanatoris. Buku ini membantu penulis dalam memahami dan memberi informasi
Universitas Sumatera Utara
tentang bagaimana situasi terbentuknya sampai bubarnya dari Negara Sumatera
Timur itu sendiri, sebab akan menjadi pembahasan di penulisan karya ilmiah ini.
Karya Anthony Reid yang berjudul Perjuangan Rakyat: Revolusi dan
Hancurnya Kerajaan di Sumatera, buku ini menceritakan penduduk di utara Pulau
Sumatera seperti juga di negeri tetangganya Malaysia tetap berada dibawah
kekuasaan sejumlah ragam raja-raja tradisional. Para sultan, raja kecil, datuk, dan
uleebalang berada dibawah payung panji pemerintahan kolonial.Berbeda dari rekanrekannya di Malaysia, golongan yang berkuasa di utara Sumatera itu telah
digulingkan dengan kekerasan pada tahun 1945-1946.Buku ini meneliti dan
mempelajari mengapa daerah ini telah meruntaskan dirinya dari tata nilai masa
lalunya, yang kemudian dikenal sebagai revolusi sosial.Karya ini merupakan studi
kasus dari sebagian revolusi nasional Indonesia.Peristiwa yang dipaparkan dalam
buku
ini
umumnya
dikenal
dengan
revolusi
sosial
di
utara
Pulau
Sumatera.Dampaknya hingga kini masih terasa.Karena itu pemahaman tentang
peristiwa itu tetap penting.Isi dari buku ini memberikan pengetahuan yang luas
terhadap penulisan karya ilmiah ini tentang revolusi sosial yang terjadi di Kota
Medan dan sekitarnya.
Buku Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan karya
H. R Sjahnan SH ini mengisahkan pengalaman dan perjuangan sebuah pasukan TNI
dalam perang kemerdekaan Indonesia sejak terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) sampai pengakuan kedaulatan. Tahapan-tahapan yang dibahas di buku ini
dimulai saat perang kemerdekaan Indonesia dari tahun 1945 sampai akhir tahun
Universitas Sumatera Utara
1949.Pembahasan didalam buku ini memberikan data-data untuk melihat peranan
Tentara Nasional Indonesia dan laskar-laskar rakyat yang dibentuk dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda pada Peristiwa
Medan Area, Agresi Militer I, dan Agresi Militer II di Kota Medan dan sekitarnya.
Skripsi S-1 oleh Tiomsi Sitorus yang berjudul Peranan Pers di Medan
(1945–1949) menggambarkan bagaimana peran pers mempunyai andil yang besar
dalam memotivasi rakyat untuk terus berjuang dan mempertahankan kemerdekaan
yang baru saja diraihnya agar tidak terjatuh pada lubang yang sama yakni penjajahan
di Kota Medan. Skripsi ini sangat membantu penulis dalam memahami situasi dan
kondisi Kota Medan pada saat itu yang sedang bergejolak dari sisi pandang pers.
Universitas Sumatera Utara
1.5 METODE PENELITIAN
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari adanya metode–metode yang
melingkupinya, sebab hal ini yang menjadi syarat mutlak dalam penulisan suatu
sejarah. Penulis akan mengumpulkan sumber-sumber foto tentang kejadian dan
peristiwa sejarah politik di Kota Medan periode tahun 1945-1950 yang memerlukan
konteks untuk menjelaskan dan menafsirkannya. Foto-foto yang dipilih dan
dipaparkan dalam karya ilmiah ini akan bersifat kronologi dan sistematik dalam
merekonstruksi sejarah Kota Medan antara tahun 1945-1950. Tahapan–tahapan yang
dilakukan oleh penulis dalam merekostruksi penelitiannya ini adalah:
1. Heuristik, tahap heuristik ini banyak menyita waktu, biaya, tenaga,
pikiran, dan juga perasaan. 12 Di dalam penelitian ini penulis
mengumpulkan data–data studi kepustakaan (library research) dan studi
lapangan (field research). Pengumpulan data melalui kepustakaan yang
dilakukan penulis memiliki tujuan untuk mengumpulkan sumber-sumber
visual berupa foto asli sebagai sumber pertama. Pengklasifikasian sumbersumber visual foto diperlukan untuk pembagian menurut asal (dari mana
asal foto tersebut), isi (mengenai apa), dan tujuan (untuk apa), yang
masing-masing akan dibagi lebih lanjut menurut waktu, tempat, dan cara
atau produknya. Penulis akan mengumpulan sumber-sumber tersebut dari:
12
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Ombak, 2007, hlm. 86.
Universitas Sumatera Utara
1) Perpustakaan, yang meliputi:
a. Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.
b. Perpustakaan Daerah Sumatera Utara.
c. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
d. Buku–buku yang membahas dan menceritakan peristiwa atau
kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–1950.
e. Skripsi, tesis, dan disertasi yang membahas dan menceritakan
peristiwa atau kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–
1950.
f. Surat kabar, majalah, dan jurnal yang memiliki relevansi dalam
peristiwa atau kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–
1950.
2)
Arsip, yang meliputi:
a. Arsip daerah Provinsi Sumatera Utara.
b. Arsip daerah Kotamadya Medan dan Sekitarnya.
c. Arsip Dinas Sejarah Kodam II Bukit Barisan.
d. Arsip–arsip foto dari IPPHOS (Indonesian Press Photo Service)
yang sekarang dikenal dengan ANTARA.
e. Arsip Nasional Republik Indonesia.
f. Arsip-arsip foto atau Pusat Dokumentasi dari KITLV (Koninklijk
Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde).
3) Museum, yang meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. Museum Negeri Daerah Provinsi Sumatera Utara.
b. Musem TNI.
c. Museum Djuang ’45.
Pada studi lapangan, penulis juga menggali sumber-sumbernya dengan
menggunakan metode wawancara kepada para semua “saksi-mata” yang
mengetahui tentang peristiwa sejarah politik yang terjadi di Kota Medan
periode 1945-1950. Fakto-faktor seperti: apa peranan pelaku sejarah
ketika peristiwa itu berlangsung, keadaan-keadaan apa yang mengkondisi
timbulnya peristiwa tersebut, akibat dan reaksi seperti apa peristiwa itu
terjadi, dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh pelaku sejarah tersebut.
Pembagian-pembagian ini berhubungan dengan beberapa aspek dari
sumber-sumber visual berupa foto sebab sangat membantu dalam
mengevaluasi sumber-sumber foto yang dipilih.
2. Kritik eksternal dan internal, dimana dalam usaha mencari kebenaran
(truth) penulis dihadapkan dengan kebutuhan untuk membedakan apa
yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang
meragukan atau mustahil terhadap sumber-sumber yang telah dipilih,
termasuk sumber visual fotografi. Melalui kritik eksternal, metode
verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah
atau dapat pula dipahami sebagai suatu verifikasi atas asal usul sumber.
Kritik eksternal yang dilakukan penulis ialah dengan mengumpulkan
sumber-sumber yang asli untuk dianalisis keakuratan data-datanya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, kritik eksternal mencakup dua hal penting yakni;
masalah otentisitas sumber dan integritas sumber sejarah. Selanjutnya
setelah mendapatkan sumber-sumber yang akurat dan berkoherensi
(berhubungan) maka data-data tersebut di kritik internal untuk
mendapatkan fakta sejarah. Kritik internal dengan melakukan verifikasi
atau pengujian terhadap aspek-aspek “dalam” dari sumber sejarah. Kritik
internal mencakup dua hal penting yakni tingkat keakuratan sumber dan
kredibilitas sumber, serta difokuskan pada pengujian atau verifikasi
terhadap isi atau substansi dari sumber.
3. Penafsiran (interpretasi), setelah kritik selesai maka langkah berikutnya
adalah melakukan interpretasi atau penafsiran terhadap fakta-fakta yang
diperoleh dari berbagai sumber. Proses dalam interpretasi ini akan memuat
analisis dan sintesis terhadap data yang telah dikritik atau diverifikasi.
Sumber-sumber visual fotografi yang sudah dipilih secara selektif sesuai
dengan topik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah dibandingkan
untuk diceritakan kembali dalam bentuk tulisan.
4. Historiografi (penulisan sejarah), yaitu tahap akhir dalam metode sejarah.
Penulisan yang disusun berdasarkan hasil dari pengumpulan sumber, kritik
(kritik intern dan kritik ekstern), serta hasil interpretasi. Dimana faktafakta yang ada dituliskan secara kronologis dan sistematis untuk
menghasilkan tulisan sejarah yang ilmiah dan objektif.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Ada istilah “sebuah foto dapat bercerita lebih banyak daripada tulisan” dan
telah menjadi klise ujaran bahwa suatu gambar bernilai seribu kata-kata, serta bisa
dikatakan tidak terbatas sama sekali oleh konteks. 1Foto adalah catatan yang
direkayasa secara canggih, hasil dari hubungan sekilas antara orang yang difoto
dengan juru foto. Sebagai bahan sejarah, foto dapat dimanipulasi melalui seleksi,
seperti halnya dengan sumber-sumber yang lain. 2Sejarah menyuguhkan fakta secara
diakronis, ideografis, unik dan empiris.Bersifat diakronis karena berhubungan dengan
waktu.Sejarah bersifat ideografis karena sejarah menggambarkan dan menceritakan
sesuatu.Bersifat unik karena berisi bahan dan hasil dari penelitiannya berbeda dengan
hal yang umum.Dikatakan bersifat empiris sebab sejarah bersandar pada pengalaman
manusia yang sungguh-sungguh dan nyata.Sejarah adalah ilmu yang mempelajari
tentang peristiwa, kejadian masa lampau yang disebabkan aktifitas manusia dan
berakibat terjadinya perubahan pada peradaban umat manusia.
1
Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan tentang
Ada, Yogyakarta : Galangpress, 2004, hlm. 7.
2
Henk Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari, Persperktif Baru Penulisan
Sejarah Indonesia, Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013, hlm. 314.
Universitas Sumatera Utara
Penulisan sejarah konvensional biasanya melakukan rekonstruksi sejarah
berdasarkan sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari dokumen-dokumen, sebab
hal ini berkaitan erat dengan bukti dan fakta sejarah.Bukti sejarah adalah jejak-jejak
peninggalan yang dapat membenarkan terjadinya suatu peristiwa sejarah.Sebelum
dijadikan suatu bukti, tentunya jejak-jejak yang ditinggalkan itu merupakan sumbersumber sejarah. Setelah dilakukan proses verifikasi akan menghasilkan sumber yang
autentik (asli) dan kredibel (dapat dipercaya). Sedangkan fakta sejarah adalah
kejadian yang benar-benar terjadi sebagaimana ditemukan dalam sumber sejarah dan
dianggap dapat dipercaya setelah pengujian yang seksama sesuai dengan hukum–
hukum metode sejarah. Fakta sejarah berupa pernyataan atau keterangan yang
memuat kebenaran tentang sebuah kejadian atau peristiwa dalam penelitian
sejarah.Fakta sangat penting, karena tanpa fakta tidak ada tulisan sejarah. Rangkaian
fakta yang disusun sebagai satu kesatuan yang koheren (berhubungan) inilah yang
akan menghasilkan sebuah tulisan sejarah.
Ada kesamaan anggapan oleh para penulis sejarah yang menganggap apabila
tidak ada sumber tertulis, maka tidak ada sejarah. Dalam perkembangannya muncul
aksioma 3 “no document no history”. Padahal perkembangannya saat ini, dalam
merekonstruksi suatu sejarah kita tidak hanya mengandalkan dokumen atau teks
sebagai sumber utama (sumber primer) pada penulisan sejarah.Hal ini didasarkan
3
Aksioma: Pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian, Kamus
Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ).
Universitas Sumatera Utara
dengan semakin canggihnya teknologi informasi dalam metode visual yang bisa
merekonstruksi sejarah dengan berdasarkan pada sumber–sumber visual, seperti foto
atau film (dokumenter dan fiksi).Seperti contoh sumber–sumber visual berupa foto,
sebuah foto dapat mengisahkan kejadian atau peristiwa yang terjadi didalamnya.Foto
yang dibuat oleh juru foto (fotografer) pada suatu kejadian atau peristiwa tertentu
tidak hanya menjadi fakta sejarah, tapi juga menjadi bukti sejarah hidup manusia dan
peristiwa–peristiwa yang melingkupinya.Sumber–sumber visual berupa foto didalam
suatu penulisan sejarah sering dianggap hanya sebatas ilustrasi dan pelengkap data–
data sejarah. Secara nyata, ketika kita disuguhkan atau dihadapkan oleh sebuah foto
ada pemikiran tentang apa, siapa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana foto itu
sendiri dibuat.
Bercerita tentang apa foto itu dibuat, kejadian dan peristiwa bisa kita analisis
didalam foto tersebut. Siapa yang melakukan pemotretan dan siapa yang dipotret oleh
juru foto.Mengapa foto itu dibuat, hal ini pasti berkaitan dengan dokumentasi (pribadi
maupun umum).Kapan foto itu dibuat pasti menjadi bahan kajian untuk dibahas sebab
penulisan
suatu
sejarah,
waktu
mendapat
posisi
paling
penting
didalam
penelitian.Dimana letak peristiwa atau kejadian foto itu sendiri dibuat oleh juru foto.
Bagaimana proses suatu pembuatan foto tersebut ada, hal ini ditinjau dari juru foto,
baik alat yang digunakan untuk memotret (kamera) sampai hasil foto berupa gambar
(cetakan).
Universitas Sumatera Utara
Foto adalah suatu pesan yang dibentuk oleh sumber emisi, saluran transmisi,
dan titik resepsi.Struktur sebuah foto bukanlah sebuah struktur yang terisolasi, karena
selalu berada dalam komunikasi dengan struktur lain, yakni teks tertulis, judul,
keterangan,
artikel,
yang
selalu
mengiringi
foto.Dengan
demikian
pesan
keseluruhannya dibentuk oleh ko-operasi dua struktur yang berbeda 4.
Awal perkembangan fotografi itu sendiri tidak terlepas dari adanya alat untuk
menciptakan suatu gambar yang dua dimensi yang sering disebut dengan kamera.Jauh
sebelum kamera diciptakan, manusia telah mengenal bentuk pahatan, ukiran, lukisan,
serta sketsa yang berwujud satu dimensi untuk menggambarkan situasi dan kondisi
pada saat itu.Dahulu manusia mulai menciptakan sejarahnya melalui tulisan–tulisan
yang dibukukan. Kemudian tulisan tersebut dilengkapi dengan gambar atau sketsa
untuk mempermudah pembaca memahami apa maksud penulis, gambar atau sketsa
yang digunakan pun masih secara tradisional yakni digambar atau dilukis.
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, manusia selalu
menginginkan kepraktisan dan mulai berpindah dari lukisan atau sketsa ke
fotografi.Gambar yang diciptakan melalui media fotografi lebih bersifat nyata dan
lebih cepat, serta dapat lebih luas menjelaskan suatu fenomena dari pada sebuah
lukisan.Peralihan dari bentuk satu dimensi ke bentuk dua dimensi memungkinkan
penulis – penulis sejarah dapat melihat perbandingan dan perbedaan melalui sumber–
sumber visual yang digunakan. Sumber berupa foto dapat membuka pendekatan
4
Seno Gumira Ajidarma, Op. cit., hlm. 27.
Universitas Sumatera Utara
secara emosional dalam cara penulisan sejarah yang baru, sehingga foto tidak hanya
digunakan sebagai lampiran atau bahkan “pemanis” dalam sebuah penulisan sejarah
namun foto sebagai “primary sources” (sumber utama).
Dari pokok permasalahan yang telah dirangkum, penulis mengangkat
penelitian sumber–sumber foto sebagai sumber sejarah dan cara penulisan sejarah
yang menarik serta mudah dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Fotografi
merupakan sebuah media yang cepat menangkap peristiwa atau kejadian untuk
dijadikan sejarah dari setiap segi sisi kehidupan manusia. Memotret dan
menjadikannya sebagai foto untuk hasilnya menurut penulis adalah suatu wujud
intepretasi tiga dimensi; masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Pembahasan tentang sejarah Kota Medan pada masa proklamasi sampai masa
revolusi banyak ditulis di dalam buku-buku seperti contoh karya Anthony Reid yang
berjudul Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera 5,
Medan Area Mengisi Proklamasi yang ditulis Badan Musyawarah Pejuang Republik
Indonesia Medan Area 6, serta buku karya H. R. Sjanan SH yang berjudul Dari Medan
Area
ke
Pedalaman
dan
Kembali
ke
Kota
Medan 7.Buku-buku
tersebut
5
Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1987.
6
Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, Medan Area Mengisi
Proklamasi, Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area.Biro Sejarah Prima,
1976.
7
Mayjen TNI (Purn) H.R. Sjanan SH, Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota
Medan, Medan: Dinas Sejarah Kodam II/BB, 1982.
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan dan menuliskan perjalanan sejarah Kota Medan dalam menghadapi
revolusi pada masa tahun 1945-1950 tapi masih secara naratif-deduktif konvensional.
Berdasarkan pemaparan dan uraian diatas, maka penelitian karya ilmiah ini diberi
judul KOTA MEDAN 1945-1950: (SEBUAH REKONSTRUKSI SEJARAH
VISUAL FOTOGRAFI). Peneliti akan menulis tentang sejarah masa revolusi di
Kota Medan dengan cara yang baru dengan mengumpulkan dan memanfaatkan
sumber-sumber visual berupa foto-foto dalam merekonstruksinya.
Penulisan karya ilmiah ini akan memaparkan secara kronologis dan sistematik
sumber–sumber visual berupa foto tentang peristiwa dan kejadian yang terjadi di
Kota Medan antara tahun 1945-1950 dengan membuat sebuah konteks secara tekstual
untuk menjelaskan dan menafsirkannya. Dimulai dengan situasi politik di Kota
Medan, setelah dibacakannya proklamasi di Jakarta, Kota Medan masih kosong dan
tanpa
pemimpin
yang
sah,
hal
ini
diakibatkan
belum
tibanya
Mr. T. M. Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas sebagai utusan dari Sumatera yang
menyaksikan langsung pelaksanaan upacara proklamasi di Jakarta. Ketiganya diberi
tanggung jawab oleh pemerintah pusat untuk menjelaskan peristiwa proklamasi serta
membentuk pemerintahan yang sah di daerahnya masing-masing.
Tanggal 29 Agustus 1945 Mr.T. M. Hasan dan Dr. Amir tiba di Medan, dan
barulah pada tanggal 31 September 1945 peristiwa Proklamasi Kemerdekaan secara
resmi dijelaskan oleh Mr.T. M. Hasan dihadapan 700 rakyat pada rapat Barisan
Pemuda Indonesia (BPI) di Sekolah Taman Siswa Medan. Sebagai reaksi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
atas proklamasi yang diumumkan di Jakarta, maka pada tanggal 6 Oktober 1945
diadakan rapat umum dilapangan Fukuraido 8 (sekarang Lapangan Merdeka) yang
dihadiri ribuan penduduk bertujuan untuk meresmikan berkibarnya Sang Saka Merah
Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Pertempuran pertama yang terjadi setelah dinyatakannya proklamasi di Kota
Medan adalah Insiden Jalan Bali pada tanggal 13 Oktober 1945. Kemudian disusul
Pertempuran Medan Area 1 Desember 1945, Revolusi Sosial di Sumatera Timur
bulan Maret 1946, Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947, lahirnya
Negara Sumatera Timur pada tanggal 30 Juli 1947 (sepuluh hari setelah Agresi
Militer Belanda I) 9, Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, Pengakuan
Kedaulatan secara de jure terhadap Republik Indonesia dalam Perjanjian Konferensi
Meja Bundar tanggal 27 September 1949, dan akhirnya pada tanggal 13 Agustus
1950 Dewan Negara Sumatera Timur mengesahkan undang-undang pembubaran
NST 10.
8
Fukuraido adalah nama yang diberikan Pemerintah Jepang untuk Lapangan Merdeka saat ini
pada masa penjajahan di Kota Medan. Sebelumnya pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda,
lapangan ini bernama Esplanade.
9
Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Terawang Press, 2001, hlm.
84.
10
Suprayitno, Ibid, hlm. 213.
Universitas Sumatera Utara
Juga penulis akan memaparkan peranan pers sebagai sarana informasi massa
berfungsi sebagai sumber informasi, penyambung lidah rakyat, dan pembangkit
semangat rakyat untuk bangun dan lepas dari cengkraman penjajah 11.
Melihat aspek–aspek yang telah diuraikan tersebut penulis akan menitikberatkan sejauh mana penggunaan sumber–sumber visual berupa fotografi menjadi
sumber utama dalam melakukan sebuah rekonstruksi sejarah, sebab sejarah mutlak
memiliki aspek manusia, tempat, dan waktu.
11
Tiomsi Sitorus, “Peranan Pers Di Medan ( 1945 – 1949 )”, Skripsi S-1, Medan : USU, 2007.
Universitas Sumatera Utara
1.2 RUMUSAN MASALAH
Keobyektifan suatu penelitian tidak terlepas dari pemilihan topik tertentu
sebagai landasan pembahasan, mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan
topik
dan
mengevaluasi
secara
kritis
semua
evidensi
yang
telah
dikumpulkan.Pemilihan topik tersebut harus dibatasi dan dikonsep dalam rumusan
masalah yang nantinya menjadi alur dalam penulisan. Adapun rumusan masalah
dalam Kota Medan 1945-1950: (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotografi)
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah Kota Medan dalam konteks penyelenggaraan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia antara tahun 1945-1950 ditinjau dari
sumber-sumber visual fotografi?
2. Bagaimana peranan sumber-sumber visual fotografi dapat menjadi media
propaganda
dan
sumber
informasi
dalam
menyelenggarakan
dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kota Medan antara tahun 19451950?
Universitas Sumatera Utara
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Setelah perumusan masalah nantinya dapat diselesaikan oleh penulis, pada
akhirnya pasti memiliki tujuan dan manfaat dari penulisan tersebut. Adapun tujuan
penulisan karya ilmiah ini dilakukan penulis ialah :
1. Menguraikan
sejarah
Kota
Medan
dalam
menyelenggarakan
dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945-1950 melalui
sumber-sumber visual fotografi.
2. Peranan sumber-sumber visual fotografi sebagai alat propaganda dan sumber
informasi dalam menyelenggarakan dan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia di Kota Medan pada tahun 1945-1950.
Maka penulis berharap penulisan karya ilmiah ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Bagi masyarakat umum khususnya di Kota Medan, semakin bertambahnya
wawasan dan khazanah serta referensi tentang Kota Medan pada tahun 19451950 dalam menyelenggarakan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia
dari tangan penjajah tidak hanya melalui sumber-sumber tulisan melainkan
sumber-sumber visual terutama fotografi.
Universitas Sumatera Utara
2. Media fotografi dewasa ini dapat memainkan peranan sebagai alat propaganda
serta sumber informasi yang sangat akurat dalam menceritakan dan
menjelaskan peristiwa atau kejadian yang sedang berlangsung.
3. Secara akademik dapat memberi gambaran kepada mahasiswa–mahasiswi
Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara
untuk memakai sumber-sumber visual sebagai objek kajian utama dalam
karya ilmiah penelitian sejarahnya.
Universitas Sumatera Utara
1.4 TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ilmiah ini tidak terlepas dari adanya tinjauan–tinjauan pustaka yang
digunakan oleh penulis untuk memberikan informasi detail dan terpercaya terkait
dengan sumber–sumber yang telah dikutip dalam tulisan. Sumber - sumber ini bisa
berupa karya ilmiah, buku-buku, ataupun dokumen-dokumen terkait. Buku yang
bejudul
Perspektif
Baru
Penulisan
SejarahIndonesia
karya
G.
Schulte
Nordholt, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari dalam bab tiga belas Aceh: Narasi
foto, (1873–1930) yang ditulis oleh Jean Gelman Taylor menjelaskan bahwa ia
melihat perspektif sejarah dari dokumentasi-dokumentasi fotografis dan foto sebagai
sumber dalam historiografi. Pendekatan yang diambil tidak hanya menggunakan foto
yang biasanya digunakan sebagai lampiran atau bahkan “pemanis” dalam sebuah
historiografi, namun foto sebagai “primary sources”. Taylor menggabungkan antara
kajian sejarah Aceh dengan kajian foto-foto Aceh di arsip KITLV. Simpulan yang
bisa ditarik dari tulisan ini adalah, sebuah foto ternyata bisa menjadi sumber yang
sangat penting dalam menggambarkan perubahan yang terjadi di sebuah masyarakat.
Seorang sejarawan yang jeli dapat memanfaatkan narasi foto yang mengenai
perang ke dalam sebuah narasi yang interpretasinya sangat berbeda yang
menghasilkan historiografi yang lebih mendekati realitas. Makna lain yang muncul
dibelakang sebuah foto menjadi sesuatu yang sangat kaya untuk dikaji. J. G. Taylor
juga menunjukkan manfaat sumber–sumber fotografi untuk menyelidiki kehidupan
orang biasa melalui kacamata juru foto. Dengan melihat secara kritis foto–foto yang
Universitas Sumatera Utara
diambil mengenai Aceh antara 1874 dan 1939, ia memperlihatkan apa yang
diinginkan juru foto, dan apa yang ditangkap oleh kamera. Dengan menjejerkan foto–
foto ini dengan tulisan-tulisan mengenai sejarah Aceh, ia membuat penafsiran
terhadap foto–foto ini menjadi jauh lebih sensitif, tidak saja dari apa yang terlihat
tetapi juga apa yang tidak terlihat. Buku ini menjadi acuan penulis dalam menelaah
dan menganalisis sejarah revolusi di Kota Medan pada masa 1945-1950 dari data-data
fotografi serta membentuknya menjadi sebuah narasi.
Karya Suprayitno dalam bukunya Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia Dari
Federalisme ke Unitarisme: Studi Tentang Negara Sumatera Timur 19471950.Pemilihan topik di dalam buku ini tentang Negara Sumatera Timur dibahas
secara sistematika, deskripsi dan analisis. Periode 1945-1950 yang dipakai penulis
dalam karya ilmiahnya berhubungan dengan buku ini, dimana periode itu merupakan
masa lima tahun pertama Republik Indonesia. Indonesia sebagai negara yang baru
lahir melalui kancah revolusi masih harus bergulat dengan pelbagai tantangan dan
permasalahan, didalam kasus Negara Sumatera Timur tampak timbul polarisasi reaksi
masyarakat dan daerah dalam merespon Proklamasi.Kedatangan Belanda kembali ke
Indonesia yang diboncengi oleh Pasukan NICA berdampak terhadap masih adanya
para elite dan masyarakat yang masih mendukung Belanda dan anti Republik
Indonesia.Buku ini mengumpulkan serta memanfaatkan sumber dan bacaan yang
beranekaragam dengan menyuguhkan narasi bersifat deskriptif yang mampu
merekonstruksi suatu kronologi dengan sangat rinci sehingga memiliki kemampuan
eksplanatoris. Buku ini membantu penulis dalam memahami dan memberi informasi
Universitas Sumatera Utara
tentang bagaimana situasi terbentuknya sampai bubarnya dari Negara Sumatera
Timur itu sendiri, sebab akan menjadi pembahasan di penulisan karya ilmiah ini.
Karya Anthony Reid yang berjudul Perjuangan Rakyat: Revolusi dan
Hancurnya Kerajaan di Sumatera, buku ini menceritakan penduduk di utara Pulau
Sumatera seperti juga di negeri tetangganya Malaysia tetap berada dibawah
kekuasaan sejumlah ragam raja-raja tradisional. Para sultan, raja kecil, datuk, dan
uleebalang berada dibawah payung panji pemerintahan kolonial.Berbeda dari rekanrekannya di Malaysia, golongan yang berkuasa di utara Sumatera itu telah
digulingkan dengan kekerasan pada tahun 1945-1946.Buku ini meneliti dan
mempelajari mengapa daerah ini telah meruntaskan dirinya dari tata nilai masa
lalunya, yang kemudian dikenal sebagai revolusi sosial.Karya ini merupakan studi
kasus dari sebagian revolusi nasional Indonesia.Peristiwa yang dipaparkan dalam
buku
ini
umumnya
dikenal
dengan
revolusi
sosial
di
utara
Pulau
Sumatera.Dampaknya hingga kini masih terasa.Karena itu pemahaman tentang
peristiwa itu tetap penting.Isi dari buku ini memberikan pengetahuan yang luas
terhadap penulisan karya ilmiah ini tentang revolusi sosial yang terjadi di Kota
Medan dan sekitarnya.
Buku Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan karya
H. R Sjahnan SH ini mengisahkan pengalaman dan perjuangan sebuah pasukan TNI
dalam perang kemerdekaan Indonesia sejak terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) sampai pengakuan kedaulatan. Tahapan-tahapan yang dibahas di buku ini
dimulai saat perang kemerdekaan Indonesia dari tahun 1945 sampai akhir tahun
Universitas Sumatera Utara
1949.Pembahasan didalam buku ini memberikan data-data untuk melihat peranan
Tentara Nasional Indonesia dan laskar-laskar rakyat yang dibentuk dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda pada Peristiwa
Medan Area, Agresi Militer I, dan Agresi Militer II di Kota Medan dan sekitarnya.
Skripsi S-1 oleh Tiomsi Sitorus yang berjudul Peranan Pers di Medan
(1945–1949) menggambarkan bagaimana peran pers mempunyai andil yang besar
dalam memotivasi rakyat untuk terus berjuang dan mempertahankan kemerdekaan
yang baru saja diraihnya agar tidak terjatuh pada lubang yang sama yakni penjajahan
di Kota Medan. Skripsi ini sangat membantu penulis dalam memahami situasi dan
kondisi Kota Medan pada saat itu yang sedang bergejolak dari sisi pandang pers.
Universitas Sumatera Utara
1.5 METODE PENELITIAN
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari adanya metode–metode yang
melingkupinya, sebab hal ini yang menjadi syarat mutlak dalam penulisan suatu
sejarah. Penulis akan mengumpulkan sumber-sumber foto tentang kejadian dan
peristiwa sejarah politik di Kota Medan periode tahun 1945-1950 yang memerlukan
konteks untuk menjelaskan dan menafsirkannya. Foto-foto yang dipilih dan
dipaparkan dalam karya ilmiah ini akan bersifat kronologi dan sistematik dalam
merekonstruksi sejarah Kota Medan antara tahun 1945-1950. Tahapan–tahapan yang
dilakukan oleh penulis dalam merekostruksi penelitiannya ini adalah:
1. Heuristik, tahap heuristik ini banyak menyita waktu, biaya, tenaga,
pikiran, dan juga perasaan. 12 Di dalam penelitian ini penulis
mengumpulkan data–data studi kepustakaan (library research) dan studi
lapangan (field research). Pengumpulan data melalui kepustakaan yang
dilakukan penulis memiliki tujuan untuk mengumpulkan sumber-sumber
visual berupa foto asli sebagai sumber pertama. Pengklasifikasian sumbersumber visual foto diperlukan untuk pembagian menurut asal (dari mana
asal foto tersebut), isi (mengenai apa), dan tujuan (untuk apa), yang
masing-masing akan dibagi lebih lanjut menurut waktu, tempat, dan cara
atau produknya. Penulis akan mengumpulan sumber-sumber tersebut dari:
12
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Ombak, 2007, hlm. 86.
Universitas Sumatera Utara
1) Perpustakaan, yang meliputi:
a. Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.
b. Perpustakaan Daerah Sumatera Utara.
c. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
d. Buku–buku yang membahas dan menceritakan peristiwa atau
kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–1950.
e. Skripsi, tesis, dan disertasi yang membahas dan menceritakan
peristiwa atau kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–
1950.
f. Surat kabar, majalah, dan jurnal yang memiliki relevansi dalam
peristiwa atau kejadian revolusi di kota Medan antara tahun 1945–
1950.
2)
Arsip, yang meliputi:
a. Arsip daerah Provinsi Sumatera Utara.
b. Arsip daerah Kotamadya Medan dan Sekitarnya.
c. Arsip Dinas Sejarah Kodam II Bukit Barisan.
d. Arsip–arsip foto dari IPPHOS (Indonesian Press Photo Service)
yang sekarang dikenal dengan ANTARA.
e. Arsip Nasional Republik Indonesia.
f. Arsip-arsip foto atau Pusat Dokumentasi dari KITLV (Koninklijk
Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde).
3) Museum, yang meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. Museum Negeri Daerah Provinsi Sumatera Utara.
b. Musem TNI.
c. Museum Djuang ’45.
Pada studi lapangan, penulis juga menggali sumber-sumbernya dengan
menggunakan metode wawancara kepada para semua “saksi-mata” yang
mengetahui tentang peristiwa sejarah politik yang terjadi di Kota Medan
periode 1945-1950. Fakto-faktor seperti: apa peranan pelaku sejarah
ketika peristiwa itu berlangsung, keadaan-keadaan apa yang mengkondisi
timbulnya peristiwa tersebut, akibat dan reaksi seperti apa peristiwa itu
terjadi, dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh pelaku sejarah tersebut.
Pembagian-pembagian ini berhubungan dengan beberapa aspek dari
sumber-sumber visual berupa foto sebab sangat membantu dalam
mengevaluasi sumber-sumber foto yang dipilih.
2. Kritik eksternal dan internal, dimana dalam usaha mencari kebenaran
(truth) penulis dihadapkan dengan kebutuhan untuk membedakan apa
yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang
meragukan atau mustahil terhadap sumber-sumber yang telah dipilih,
termasuk sumber visual fotografi. Melalui kritik eksternal, metode
verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah
atau dapat pula dipahami sebagai suatu verifikasi atas asal usul sumber.
Kritik eksternal yang dilakukan penulis ialah dengan mengumpulkan
sumber-sumber yang asli untuk dianalisis keakuratan data-datanya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, kritik eksternal mencakup dua hal penting yakni;
masalah otentisitas sumber dan integritas sumber sejarah. Selanjutnya
setelah mendapatkan sumber-sumber yang akurat dan berkoherensi
(berhubungan) maka data-data tersebut di kritik internal untuk
mendapatkan fakta sejarah. Kritik internal dengan melakukan verifikasi
atau pengujian terhadap aspek-aspek “dalam” dari sumber sejarah. Kritik
internal mencakup dua hal penting yakni tingkat keakuratan sumber dan
kredibilitas sumber, serta difokuskan pada pengujian atau verifikasi
terhadap isi atau substansi dari sumber.
3. Penafsiran (interpretasi), setelah kritik selesai maka langkah berikutnya
adalah melakukan interpretasi atau penafsiran terhadap fakta-fakta yang
diperoleh dari berbagai sumber. Proses dalam interpretasi ini akan memuat
analisis dan sintesis terhadap data yang telah dikritik atau diverifikasi.
Sumber-sumber visual fotografi yang sudah dipilih secara selektif sesuai
dengan topik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah dibandingkan
untuk diceritakan kembali dalam bentuk tulisan.
4. Historiografi (penulisan sejarah), yaitu tahap akhir dalam metode sejarah.
Penulisan yang disusun berdasarkan hasil dari pengumpulan sumber, kritik
(kritik intern dan kritik ekstern), serta hasil interpretasi. Dimana faktafakta yang ada dituliskan secara kronologis dan sistematis untuk
menghasilkan tulisan sejarah yang ilmiah dan objektif.
Universitas Sumatera Utara