Pers Di Tapanuli 1945 – 1950

(1)

PERS TAPANULI 1945 – 1950

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

Nama : Maya Halimiaty

NIM : 040706011

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERS TAPANULI 1945 – 1950

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

Nama : Maya Halimiaty

NIM : 040706011

Pembimbing :

Dra. S.P. Dewi Murni. M. A.

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

PERS DI TAPANULI

1945 – 1950

Yang diajukan oleh Nama : Maya Halimiaty Nim : 040706011

Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi oleh

Pembimbing

Dra. S. P. Dewi Murni. M. A. Tanggal

Nip 131 099 277

Ketua Departemen Ilmu Sejarah

Dra. Fitriaty Harahap S.U Tanggal

Nip 131 284 309

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SEMATERA UTARA MEDAN


(4)

DISETUJUI OLEH :

Ketua Departemen Ilmu Sejarah

Dra. Fitriaty Harahap S.U NIP 131 284 309

Medan, Desember 2008

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(5)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ……… i

Kata Pengantar ………ii

Ucapan Terimakasih ………iii

Daftar Isi ………iv

BAB I: Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Masalah ……… 1

1. 2. Rumusan Masalah ……… 6

1. 3. Tujuan dan Manfaat ……… 7

1. 4. Tinjauan Pustaka ……… 8

1. 5. Metode Penelitian ………10

BAB II : Perjalanan Suara Pers di Tapanuli 2. 1. Latar Belakang Munculnya Pers di Tapanuli ………13

2. 2. Beberapa Surat Kabar Pada Masa Kolonial ………14

2. 2. 1. Surat Kabar Poestaha ………15

2. 2. 2. Partoengkoan ………16

2. 2. 3. Tapian Na Oeli ………17

2. 2. 4. Sinar Merdeka ………18

2. 2. 5. Hindia Sepakat ………21

2. 2. 6. Soara Batak ………24

2. 2. 7. Bendera Kita ………30

2. 2. 8. Soeara Tapanoeli ………31

2. 2. 9. Palito Batak ………33

2. 2. 10. Soeara Sini ………33

2. 2. 11. Bintang Batak ………34


(6)

2. 4. Pers Tapanuli Di Akhir Kekuasaan Belanda ………36

2. 5. Gema Pers Pada Masa Jepang ………39

BAB III : Proklamasi Di Tapanuli 3. 1. Proses Proklamasi di Tapanuli ………42

3. 2. Pers dan Berita Proklamasi ………48

3. 3. Perang Kemerdekaan di Tapanuli ………49

3. 4. Awal Perjuangan Pers ………51

BAB IV : Peranan Dan Kontribusi Pers (1945-1950) 4. 1. Perkembangan pers Daerah di Tapanuli (1945-1950) ………56

4. 2. Peranan Pers di Tapanuli Masa Revolusi ………59

4. 3. Peranan Pers Dalam Perjuangan ………60

4. 4. Pers: Sarana Perjuangan Masa Revolusi ………62

4. 5. Berita-Berita Surat Kabar Masa Revolusi ………64

4. 5. 1. Suluh Rakyat ………65

4. 5. 2. Suara Nasional ………67

4. 5. 3. Utusan Tapanuli ………69

4. 6. Masalah dan Tantangan yang Dihadapi Pers ………71

4. 7. Tokoh Pers Juga Pejuang ………72

BAB V : Kesimpulan Dan Saran 5. 1. Kesimpulan dan Saran ………75 Lampiran


(7)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih serta bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan pengerjaan skripsi ini tepat waktunya. Adapun yang menjadi judul yang diangkat oleh penulis adalah “Pers Tapanuli 1945–1950” yang diajukan sebagai salah satu pemenuhan syarat guna memperoleh gelar sarjana pada fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Inti permasalahan yang dijelaskan pada tulisan ini adalah tentang perjalanan Pers Di Tapanuli yang dibentuk dalam dua periode yakni masa penjajahan dan masa kemerdekaan. Adapun pada masa penjajahan merupakan awal latarbelakang munculnya pers itu sendiri serta bagaimana peranan yang diberikan. Sedangkan pada periode kedua menjelaskan tentang peranan yang diberikan oleh pers dalam upaya mempertahankan keutuhan wilayah republik Indonesia dari bangsa asing. Selain itu dalam pembahasan ini juga diuraikan jenis-jenis surat kabar apa saja yang pernah terbit di Tapanuli di awal kemerdekaan Indonesia serta tokoh-tokoh penggerak pers situ sendiri.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun bagi kelancaran penulisan selanjutnya.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan-kesulitan yang bila direnungkan adalah hal yang wajar dalam upaya meraih sebuah keberhasilan. Selain itu sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan, penulis pun tidak luput dari kesalahan-kesalahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan yang telah diberikan semua pihak baik materi, moril


(8)

maupun saran. Untuk itu dengan tulus dan penuh kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih saya kepada :

1. Kepada kedua Orang Tua tersayang Bapak S. Simangunsong dan Ibu A.br Pasaribu yang selalu mendoakan penulis agar penulis selalu sehat, dan menjadi manusia yang berguna, serta semangat dalam menjalani perkuliahan sampai dengan proses pemyelesaian skripsi ini dan tak lupa dukungan moral dan materi untuk itu terimakasih yach…….

2. Keempat Saudaraku Marudut, Si Kembar, Minton Prayogi yang selalu mendukung dan memotivasi penulis agar segera menjadi sarjana. Makasichhh yahcccc dechh…….

3. Kepada seluruh keluarga besarku baik yang jauh maupun yang dekat dengan penulis terutama Opungku tersayang makasih yah atas dukungan kalian semua selama ini.

4. Ibu S.P Dewi Murni selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta memberikan pengarahan dengan sabar selama penyusunan skripsi hingga selesai.

5. Ibu Dra. Ratna M.S sebagai Dosen Wali yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat kepadapenulis selama masa perkuliahan.

6. Ibu Dra. Fitriaty Harahap selaku Ketua Departemen Ilmu Sejarah yang selalu membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis selama perkuliahan.

7. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pendidikan serta pengajaran kepada penulis.

8. Kepada sahabatku stambuk “04” Jejer, Nando, Deby, Dika, Ainun, Maldeni, Riza, bung Tongam, dan semuanya terutama Fitry, dan Eliza walau kita sekarang lagi…….tapi aku tetap care dan sayang sama kalian sedih duka telah kita jalani bersama ingat tuhh yachhhhh, makasih juga atas kebersamaan kita selama ini. 9. Kepada Abangku Irwan L. Tobing yang telah banyak memberi dukungan,


(9)

mulai dari proses perkuliahan sampai pada penyelesaian skripsi ini makasihhh yahccccc sayang atas semuanya.

10.Kepada Abang dan kakak Seniorku yang telah membantu memberikan masukan dan pengarahan serta dukungan, makasihh juga atas kebersamaan kita selama ini yachhh.

11.Kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Sastra USU yang telah membantu penulis dalam segala hal.

12.Serta kepada semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan dalam kertas ini yang telah membantu penulis dalam memberikan dukungannya biarlah itu menjadi kenangan buat penulis untuk membalasnya di masa depan.

Penulis berharap agar skripsi yang diangkat ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya serta dijadikan sebagai sumber informasi untuk menambah wawasan terhadap penulisan sejarah perjalanan pers di Tapanuli.

Medan, Desember 2008

Penulis


(10)

Abstrak

Awal kemunculan pers di Tapanuli maupun di daerah lain di Nusantara tidak terlepas kaitannya dengan keadaan pada masa kolonial Belanda. Pada masa itu pers muncul sebagai akibat dari kegiatan perdagangan yang membuat orang membutuhkan informasi bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pada masa itu konsep nasionalisme sengaja dikesampingkan, sehingga sebagian surat kabar isinya bersifat keagamaan dan kesukuan. Perkembangan yang dilakukan oleh persuratkabran di Tapanuli dari waktu ke waktu, tentu saja semuanya mengarah pada tujuan politik perjuangan yakni keinginan terbebas dari penguasa kolonial Belanda. Banyaknya surat kabar yang terbit di Tapanuli setelah kebangkitan nasional, tentu saja berita yang disampaikan tidak lagi sebagai suara-suara milik Belanda atau pun bagi pendatang Tionghoa tetapi isinya banyak memuat berita mengenai bidang ekonomi baik perdagangan maupun sengketa tanah rakyat, melainkan sudah mengarah pada pemberitaan tentang kepentingan republik, khususnya seputar peristiwa yang terjadi di Tapanuli. Kendatipun Sibolga, Tarutung, Balige dan Padang Sidempuan merupakan kota kecil, namun tidak pernah sepi dari penerbitan surat kabar, karena pada masa itu banyak surat kabar yang pernah terbit di masing-masing wilayahnya.

Oleh karena itu orientasi pemberitaannya juga berbeda, antara lain ada yang mengarah pada bidang ekonomi, politik, sosial, dan agama yang akhirnya mengarah ke orientasi tentang cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beberapa contoh surat kabar pada masa kolonial Belanda adalah:Poestaha, Partoengkoan, Tapian Na Oeli, Sinar Merdeka, Hindia Sepakat, Soara Batak, Bendera Kita, Soara Tapanoeli, Palito Batak, dll.Tapanuli juga memiliki tokoh-tokoh pers yang dianggap Belanda sebagai Pendekar Pena yang dalam setiap berita yang mereka tulis selalu melakukan kritik yang dapat membuat telinga Belanda pasti merah bila membacanya. Soetan Casayanang, M. H. Manullang, Soetan Soemoeroeng, J. Siahaan, Abdul Manaf, Parada Harahap. Mereka ini telah sering mengalami kasus–kasus delik pers, pembredelan hingga penangkapan dan penjara.

Tahun 1928 merupakan tahun-tahun tersibuk yang penuh dengan kobaran semangat juang yang ditunjukan oleh rakyat dalam menumbuhkan rasa nasionalisme, maka sejalan dengan itu juga dunia persuratkabaran semakin melancarkan tugasnya sebagai pembawa dan pemberi berita terhadap rakyat Tapanuli khususnya. Untuk itu para tokoh-tokoh pers berupaya keras untuk tetap menerbitkan surat kabar baru menjelang dilaksanakannya sumpah pemuda pada tahun 1928 yang cukup menggugah kesadaran rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan di wilayahnya sendiri. adapun surat kabar yang pernah terbit di Tapanuli pada masa tersebut antara lain ; Bendera Kita, Soeara Tapanoeli, dan Bintang Batak serta beberapa surat kabar kecil lainnya. Semua penerbitan surat kabar diatas pada dasarnya mengarah pada pemberitaan tentang kepentingan rakyat baik itu dibidang politik, sosial maupun ekonomi yang selalu berusaha keras untuk tetap menentang segala kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di Tapanuli.

Pada masa kolonial Jepang, segala surat kabar dilarang terbit dan Jepang hanya menerbitkan surat kabar Tapanuli Sinbun dalam dua edisi yaitu bahasa Indonesia dan Cina. Harian ini terbit pada sore hari, oleh karena itu sebelum dicetak terlebih dahulu di sensor oleh tim dinas penerangan Jepang bernama Bunkaka. Pada umumnya berita-berita yang dimuat oleh surat kabar ini tentu saja adalah berita mengenai kepentingan politik Jepang yaitu cita-cita ‘Asia Timur Raya’, untuk berita-berita luar negeri hanya bersumber dari kantor berita Jepang bernama Domei. Pemerintahan Jepang yang sangat sensitif terhadap surat kabar yang dikeluarkan oleh pribumi, akhirnya menjadi latar belakang minimnya surat kabar yang terbit menjelang berakhirnya pemerintahan Jepang. Disamping itu militer Jepang mendirikan bunkaka sebagai alat untuk seleksi terhadap pemberitaan yang dikeluarkan oleh pribumi. Berita yang akan disampaikan terlebih dahulu disensor sebelum diterbitkan agar tidak memuat berita situasi politik nasional maupun internasional, bahkan untuk berita mengenai kekalahan Jepang selalu dibendung atau ditutupi.

Kehidupan surat kabar pada masa perang kemerdekaan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, karena sering mendapat tekanan dari pihak penjajah. Masa perang kemerdekaan banyak surat kabar yang terbit di Tapanuli, tetapi secepat pertumbuhannya secepat itu pula surutnya.


(11)

Bagaimanapun sulitnya ancaman, perekonomian dan hambatan lain yang dihadapi oleh insan pers didaerah pendudukan, namun beberapa surat kabar perjuangan tetap mengemban tugasnya sebagai media yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamasikan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak secara serentak dapat diterima oleh tiap-tiap daerah ada yang cepat dan ada yang lambat. Hal ini dikarenakan alat komunikasi massa yang ada pada saat itu sedang berada dalam pengawasan Jepang. Disamping itu untuk mempersulit hubungan komunikasi, Jepang membagi-bagi wilayah Indonesia ke dalam komando yang berbeda-beda serta membuat peraturan yang berbeda pula, sehingga pada awal kemerdekaan tidak ada surat kabar di Tapanuli yang menyiarkan berita proklamasi karena setiap daerah yang akan diberitakan atau dimuat terlebih dahulu diseleksi. Dalam setiap siaran radio pun hanya menyiarkan berita bahwa sekutu menginstruksikan kepada Jepang untuk bertanggung jawab menjaga keamanan dan tidak menyerahkan senjata kepada kaum revolusi.

Sebagai sumber informasi surat kabar harus mampu menempatkan diri melalui berita-beritanya sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi. Pada masa perang kemerdekaan pers meneriakkan berita perjuangan bangsa. Surat kabar yang terbit awal kemerdekaan tergolong banyak untuk ukuran saat itu, namun tidak semua surat kabar bertahan terbit di daerah pendudukan. Pembredelan yang dilakukan terhadap surat kabar yang berani memberitakan kegiatan Sekutu di Medan bahkan menentangnya mengakibatkan banyak surat kabar yang berhenti terbit atau memindahkan penerbitanya ke daerah yang lebih aman karena sanksi yang diberikan sangat berat. Hanya surat kabar perjuanganlah yang mampu bertahan dengan segala resiko yang harus diterima . Selain pembredalan yang harus dihadapi oleh para tokoh pers keadaan transportasi atau alat pengangkutan merupakan faktor penghambat pers dapat berkembang dengan sewajarnya. Selama pendudukan Sekutu pers berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dimana penerbitannya tertekan oleh kebijakan yang dikeluarkan sekutu.

Dengan demikian kita ketahui bahwa berita-berita yang dimuat surat kabar dapat menghambat tujuan Sekutu untuk menjajah Indonesia. Terbukti dengan dikenakannya sanksi berupa pembredelan terhadap sejumlah surat kabar yang terbit dimasa tersebut, latar belakang pemberian sanski ini karena pers memuat berita tentang kegiatan militer Sekutu di Indonesia. Disamping itu pers mampu memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai bentuk pemerintahan yang sudah ada dan harus tetap dipertahankan.

Berbicara mengenai peranan pers pada masa revolusi tidak terlepas dari perjuangan para tokoh-tokoh pers yang terlibat di dalamnya. Situasi Tapanuli selama perang kemerdekaan boleh dikatakan tidak pernah sepi dari suasana tembak-menembak. Para pejuang republik termasuk tokoh pers harus sangat hati-hati dalam menghadapi sekutu, oleh karena itu tokoh pers selalu jadi incaran Belanda sebab dianggap dapat memberi pengaruh besar terhadap rakyat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Sebagaimana sering dikatakan bahwa organisasi pergerakkan dan pers merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Pada masa perjuangan bukan hanya tokoh-tokoh pergerakan saja yang sering ditangkap dan dipenjarakanatau ditahan, tetapi tokoh pers juga mengalami hal yang sama sehingga pengalaman pejuang politik dirasakan juga oleh para tokoh-tokoh pers di Tapanuli. Pejuang pers juga rela meninggalkan keluarga anak dan isteri ketika penerbitannya harus diungsikanke tempat yang aman, atau sebaliknya keluarga diungsikan ke tempat yang aman sementara para pejuang pena ini tetap bertahan didaerah konflik dengan tujuan agar surat kabar ini dapat tetap terbit.

Oleh karena itu sudah sewajarnyalah kita memberi penghormatan kepada para pejuang bangsa Indonesia termasuk pejuang pers yang selalu setia melayani pembacanya yang haus akan informasi khususnya berita-berita tentang perkembangan Indonesia selama perang kemerdekaan berlangsung. Perjuangan para tokoh pers di Tapanuli tidak terlepas dari penerbitan surat kabar yang difungsikan sebagai media untuk menyampaikan kritik ataupun perlawanan terhadap Belanda. Disamping itu surat kabar juga dijadikan sebagai media yang sifatnya sebagai penyambung hubungan antara masyarakat dan pemerintah


(12)

Abstrak

Awal kemunculan pers di Tapanuli maupun di daerah lain di Nusantara tidak terlepas kaitannya dengan keadaan pada masa kolonial Belanda. Pada masa itu pers muncul sebagai akibat dari kegiatan perdagangan yang membuat orang membutuhkan informasi bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pada masa itu konsep nasionalisme sengaja dikesampingkan, sehingga sebagian surat kabar isinya bersifat keagamaan dan kesukuan. Perkembangan yang dilakukan oleh persuratkabran di Tapanuli dari waktu ke waktu, tentu saja semuanya mengarah pada tujuan politik perjuangan yakni keinginan terbebas dari penguasa kolonial Belanda. Banyaknya surat kabar yang terbit di Tapanuli setelah kebangkitan nasional, tentu saja berita yang disampaikan tidak lagi sebagai suara-suara milik Belanda atau pun bagi pendatang Tionghoa tetapi isinya banyak memuat berita mengenai bidang ekonomi baik perdagangan maupun sengketa tanah rakyat, melainkan sudah mengarah pada pemberitaan tentang kepentingan republik, khususnya seputar peristiwa yang terjadi di Tapanuli. Kendatipun Sibolga, Tarutung, Balige dan Padang Sidempuan merupakan kota kecil, namun tidak pernah sepi dari penerbitan surat kabar, karena pada masa itu banyak surat kabar yang pernah terbit di masing-masing wilayahnya.

Oleh karena itu orientasi pemberitaannya juga berbeda, antara lain ada yang mengarah pada bidang ekonomi, politik, sosial, dan agama yang akhirnya mengarah ke orientasi tentang cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beberapa contoh surat kabar pada masa kolonial Belanda adalah:Poestaha, Partoengkoan, Tapian Na Oeli, Sinar Merdeka, Hindia Sepakat, Soara Batak, Bendera Kita, Soara Tapanoeli, Palito Batak, dll.Tapanuli juga memiliki tokoh-tokoh pers yang dianggap Belanda sebagai Pendekar Pena yang dalam setiap berita yang mereka tulis selalu melakukan kritik yang dapat membuat telinga Belanda pasti merah bila membacanya. Soetan Casayanang, M. H. Manullang, Soetan Soemoeroeng, J. Siahaan, Abdul Manaf, Parada Harahap. Mereka ini telah sering mengalami kasus–kasus delik pers, pembredelan hingga penangkapan dan penjara.

Tahun 1928 merupakan tahun-tahun tersibuk yang penuh dengan kobaran semangat juang yang ditunjukan oleh rakyat dalam menumbuhkan rasa nasionalisme, maka sejalan dengan itu juga dunia persuratkabaran semakin melancarkan tugasnya sebagai pembawa dan pemberi berita terhadap rakyat Tapanuli khususnya. Untuk itu para tokoh-tokoh pers berupaya keras untuk tetap menerbitkan surat kabar baru menjelang dilaksanakannya sumpah pemuda pada tahun 1928 yang cukup menggugah kesadaran rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan di wilayahnya sendiri. adapun surat kabar yang pernah terbit di Tapanuli pada masa tersebut antara lain ; Bendera Kita, Soeara Tapanoeli, dan Bintang Batak serta beberapa surat kabar kecil lainnya. Semua penerbitan surat kabar diatas pada dasarnya mengarah pada pemberitaan tentang kepentingan rakyat baik itu dibidang politik, sosial maupun ekonomi yang selalu berusaha keras untuk tetap menentang segala kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di Tapanuli.

Pada masa kolonial Jepang, segala surat kabar dilarang terbit dan Jepang hanya menerbitkan surat kabar Tapanuli Sinbun dalam dua edisi yaitu bahasa Indonesia dan Cina. Harian ini terbit pada sore hari, oleh karena itu sebelum dicetak terlebih dahulu di sensor oleh tim dinas penerangan Jepang bernama Bunkaka. Pada umumnya berita-berita yang dimuat oleh surat kabar ini tentu saja adalah berita mengenai kepentingan politik Jepang yaitu cita-cita ‘Asia Timur Raya’, untuk berita-berita luar negeri hanya bersumber dari kantor berita Jepang bernama Domei. Pemerintahan Jepang yang sangat sensitif terhadap surat kabar yang dikeluarkan oleh pribumi, akhirnya menjadi latar belakang minimnya surat kabar yang terbit menjelang berakhirnya pemerintahan Jepang. Disamping itu militer Jepang mendirikan bunkaka sebagai alat untuk seleksi terhadap pemberitaan yang dikeluarkan oleh pribumi. Berita yang akan disampaikan terlebih dahulu disensor sebelum diterbitkan agar tidak memuat berita situasi politik nasional maupun internasional, bahkan untuk berita mengenai kekalahan Jepang selalu dibendung atau ditutupi.

Kehidupan surat kabar pada masa perang kemerdekaan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, karena sering mendapat tekanan dari pihak penjajah. Masa perang kemerdekaan banyak surat kabar yang terbit di Tapanuli, tetapi secepat pertumbuhannya secepat itu pula surutnya.


(13)

Bagaimanapun sulitnya ancaman, perekonomian dan hambatan lain yang dihadapi oleh insan pers didaerah pendudukan, namun beberapa surat kabar perjuangan tetap mengemban tugasnya sebagai media yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamasikan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak secara serentak dapat diterima oleh tiap-tiap daerah ada yang cepat dan ada yang lambat. Hal ini dikarenakan alat komunikasi massa yang ada pada saat itu sedang berada dalam pengawasan Jepang. Disamping itu untuk mempersulit hubungan komunikasi, Jepang membagi-bagi wilayah Indonesia ke dalam komando yang berbeda-beda serta membuat peraturan yang berbeda pula, sehingga pada awal kemerdekaan tidak ada surat kabar di Tapanuli yang menyiarkan berita proklamasi karena setiap daerah yang akan diberitakan atau dimuat terlebih dahulu diseleksi. Dalam setiap siaran radio pun hanya menyiarkan berita bahwa sekutu menginstruksikan kepada Jepang untuk bertanggung jawab menjaga keamanan dan tidak menyerahkan senjata kepada kaum revolusi.

Sebagai sumber informasi surat kabar harus mampu menempatkan diri melalui berita-beritanya sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi. Pada masa perang kemerdekaan pers meneriakkan berita perjuangan bangsa. Surat kabar yang terbit awal kemerdekaan tergolong banyak untuk ukuran saat itu, namun tidak semua surat kabar bertahan terbit di daerah pendudukan. Pembredelan yang dilakukan terhadap surat kabar yang berani memberitakan kegiatan Sekutu di Medan bahkan menentangnya mengakibatkan banyak surat kabar yang berhenti terbit atau memindahkan penerbitanya ke daerah yang lebih aman karena sanksi yang diberikan sangat berat. Hanya surat kabar perjuanganlah yang mampu bertahan dengan segala resiko yang harus diterima . Selain pembredalan yang harus dihadapi oleh para tokoh pers keadaan transportasi atau alat pengangkutan merupakan faktor penghambat pers dapat berkembang dengan sewajarnya. Selama pendudukan Sekutu pers berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dimana penerbitannya tertekan oleh kebijakan yang dikeluarkan sekutu.

Dengan demikian kita ketahui bahwa berita-berita yang dimuat surat kabar dapat menghambat tujuan Sekutu untuk menjajah Indonesia. Terbukti dengan dikenakannya sanksi berupa pembredelan terhadap sejumlah surat kabar yang terbit dimasa tersebut, latar belakang pemberian sanski ini karena pers memuat berita tentang kegiatan militer Sekutu di Indonesia. Disamping itu pers mampu memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai bentuk pemerintahan yang sudah ada dan harus tetap dipertahankan.

Berbicara mengenai peranan pers pada masa revolusi tidak terlepas dari perjuangan para tokoh-tokoh pers yang terlibat di dalamnya. Situasi Tapanuli selama perang kemerdekaan boleh dikatakan tidak pernah sepi dari suasana tembak-menembak. Para pejuang republik termasuk tokoh pers harus sangat hati-hati dalam menghadapi sekutu, oleh karena itu tokoh pers selalu jadi incaran Belanda sebab dianggap dapat memberi pengaruh besar terhadap rakyat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Sebagaimana sering dikatakan bahwa organisasi pergerakkan dan pers merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Pada masa perjuangan bukan hanya tokoh-tokoh pergerakan saja yang sering ditangkap dan dipenjarakanatau ditahan, tetapi tokoh pers juga mengalami hal yang sama sehingga pengalaman pejuang politik dirasakan juga oleh para tokoh-tokoh pers di Tapanuli. Pejuang pers juga rela meninggalkan keluarga anak dan isteri ketika penerbitannya harus diungsikanke tempat yang aman, atau sebaliknya keluarga diungsikan ke tempat yang aman sementara para pejuang pena ini tetap bertahan didaerah konflik dengan tujuan agar surat kabar ini dapat tetap terbit.

Oleh karena itu sudah sewajarnyalah kita memberi penghormatan kepada para pejuang bangsa Indonesia termasuk pejuang pers yang selalu setia melayani pembacanya yang haus akan informasi khususnya berita-berita tentang perkembangan Indonesia selama perang kemerdekaan berlangsung. Perjuangan para tokoh pers di Tapanuli tidak terlepas dari penerbitan surat kabar yang difungsikan sebagai media untuk menyampaikan kritik ataupun perlawanan terhadap Belanda. Disamping itu surat kabar juga dijadikan sebagai media yang sifatnya sebagai penyambung hubungan antara masyarakat dan pemerintah


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Sejarah Indonesia pada periode 1945-1950 merupakan sejarah yang menentukan masa depan bangsa ini, karena pada periode inilah bangsa Indonesia mencapai titik puncak perjuangan dalam melawan ketidakadilan dari kelompok yang ingin menguasai wilayah yang bukan miliknya. Hal itu dilakukan dengan membawa golongan lain dan mengatasnamakan sebuah pemenang dalam perang dunia, dimana negara Indonesia hanya menjadi korban dari sebuah kepentingan kelompok tersebut. Dalam periode ini dapat dilihat bagaimana sebuah bangsa yang baru merdeka tapi tetap berada dalam tekanan pihak yang merasa sebagai pemilik datang untuk menguasai kembali1

1

Kelompok ini adalah pihak sekutu yang memenangkan perang dunia II masuk ke Indonesia untuk melucuti senjata pasukan Jepang tetapi dengan membonceng pasukan administrasi Belanda (NICA) dengan tujuan untuk kembali menguasai Indonesia. Tim Asistensi Pangdam II/BB, Sejarah Perjuangan Komando Daerah Milliter II Bukit Barisan (1945-1950) Mempertahankan Kemerdekaan, Medan, Dinas Sejarah Kodam II/Bukit Barisan, 1977, hal. 114.

.

Perjuangan pun dilakukan dengan mengangkat senjata walau dengan peralatan seadanya, tetapi memberi arti terhadap pihak lawan karena dalam jiwa bangsa Indonesia telah tertanam rasa nasionalisme dan semangat kebangsaan yang takkan luntur selamanya. Dengan latar belakang seperti ini maka muncul keinginan untuk tetap bersatu, mempertahankan kemerdekaan. Dalam mewujudkan semua itu dibutuhkan sarana komunikasi pers yang dijadikan sebagai alat utama untuk menyatukan seluruh bangsa Indonesia.


(15)

Pada zaman dimana informasi menjadi unsur dominan dalam perkembangan kehidupan, peranan industri pers cetak maupun elektronik sangatlah penting. Melalui sarana pers semua informasi dapat disebarluaskan secara efektif dan efesien menjangkau sampai ke pelosok wilayah pusat maupun lokal. Perkembangan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi yang terus bergerak cepat dari waktu ke waktu menyebabkan apa yang terjadi di daerah lain dapat disebarluaskan dengan cepat. Dalam dunia jurnalistik, tidak semua hal yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, baik yang berupa kehidupan nyata atau masih ungkapan fenomena bahkan masih sebuah rencana masa yang akan datang, dapat dijadikan sebuah berita yang layak untuk dimuat. Oleh karena itu berita yang dimuat sesungguhnya sangat kompetitif, semakin besar peluang untuk bisa lolos atau dimuat dalam pemberitaan pers.2

Pers Indonesia sejak kemerdekaan tidak pernah absen dalam perjuangan, karena sejak proklamasi kemerdekaan orang-orang yang terlibat dalam bidang pers berjuang dengan ketajaman pena, mengobarkan semangat serta memberikan penerangan yang luas untuk tujuan perjuangan. Pers sebagai media yang sangat berperan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak hadir begitu saja ditengah-tengah masyarakat, tetapi pers secara lambat laun dikenal dan akhirnya mewabah sebagai sarana informasi yang merakyat. Dalam perjalanan selanjutnya, hal ini tidak terlepas dari yang namanya peran wartawan. Keberanian yang dimiliki wartawan untuk tetap menjalankan sekaligus menerbitkan surat kabar di daerah pendudukan kolonial untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia merupakan tugas yang mulia. Menyadari bahwa media masa sudah lama digunakan sebagai saluran komunikasi politik perjuangan, maka kehadiran

2

Harsono Suwardi, Peranan Pers Dalam Politik Di Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993, hal.12.


(16)

pers tidak bisa dimanfaatkan oleh mereka yang mempunyai ambisi-ambisi politik, sebab orientasi dari pers itu sendiri adalah sebagai wadah perjuangan untuk rakyat.3

Selama dalam masa perang meraih dan mempertahankan kemerdekaan, surat kabar sebagai salah satu media massa telah memberikan peranan yang besar bagi bangsa Indonesia khususnya Tapanuli. Peranannya terlihat dalam penyebaran berita tentang proklamasi serta berita perjuangan yang dapat membangkitkan semangat rakyat, selain itu surat kabar juga dijadikan sebagai media untuk menyalurkan aspirasi rakyat Tapanuli dari tekanan pihak asing. Surat kabar yang lahir pada masa itu tidak menitik beratkan terhadap upaya untuk mencari keuntungan, tetapi semata-mata demi perjuangan dan pengabdian yang tulus terhadap bangsa dan negara. Di masa perjuangan, peranan pers Oleh karena itu surat kabar sebagai salah satu komponen dari media masa tidak dapat diragukan lagi, selain itu tanpa media masa tampaknya komunikasi perjuangan sukar untuk dilakukan dan dipahami.

Kota Medan selama periode perjuangan dikenal sebagai pusat dari pemberitaan pers, dimana tidak dapat berfungsi lagi setelah tentara Inggris melakukan aksi penyitaan terhadap alat-alat percetakan sekitar tahun 1945. Akibatnya gerak perjuangan di bidang pers diteruskan di luar kota Medan, yaitu di Tapanuli, mengingat situasi kota Medan ketika itu diwarnai pertempuran. Hal ini menunjukkan bahwa perlawanan terhadap bangsa asing masih terus berlanjut. Peranan pers sebagai sumber informasi lebih dirasakan lagi pada saat Indonesia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan, hal ini dilakukan dengan memuat berita mengenai kegiatan sekutu, maka dengan adanya berita ini para pejuang kemudian dapat menentukan langkah apa yang akan mereka lakukan.

3

Moh Said, Sejarah Pers Sumatera Utara Dengan Masyarakat Yang dicerminkan (1885- Maret 1942), Medan : Percetakan Waspada , 1976, hal. 178.


(17)

sejalan dengan pergerakan nasional yang mengarah pada pemberitaan tentang republik, maka dorongan ke arah kemerdekaan tumbuh bersama dan saling memupuk satu sama lain. Berita yang dimuat dalam surat kabar, bagi para pejuang dijadikan sebagai dasar untuk mengambil langkah dalam mengatur strategi perjuangan.

Kehidupan surat kabar pada masa perang kemerdekaan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, karena sering mendapat tekanan dari pihak penjajah bahkan tak jarang juga yang dibredel, oleh karena pemberitaannya yang dianggap dapat mempengaruhi rakyat sehingga menimbulkan perlawanan terhadap mereka.4

Perubahan keadaan sebelum merdeka dengan sesudah merdeka tentu saja mempengaruhi perjalanan pers di Tapanuli selama ini. Orientasi perkembangan pers di Tapanuli dari waktu ke waktu mempunyai perbedaan, dimana sebelum kemerdekaan pers di Tapanuli berorientasi untuk memberikan informasi tentang perdagangan ekonomi yang dilakukan oleh pihak kolonial karena pada masa tersebut pers muncul sebagai media kegiatan perdagangan yang membuat orang membutuhkan informasi oleh karena semakin meluasnya kegiatan perdagangan, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan informasi bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Motivasi pengabdian ini tentu saja tidak didukung oleh motivasi ekonomi, tetapi bertolak pada motivasi perjuangan. Selain itu Masa perang kemerdekaan banyak surat kabar yang terbit di Tapanuli, tetapi secepat pertumbuhannya secepat itu pula surutnya. Bagaimanapun sulitnya ancaman perekonomian dan hambatan yang dihadapi oleh pers di daerah pendudukan, namun beberapa surat kabar tetap mengemban tugasnya sebagai media yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan di Tapanuli.

4


(18)

pers berfungsi sebagai media berita tentang penyebaran agama misionaris Kristen seperti yang dimuat oleh surat kabar Soara Batak yang pernah terbit di Tarutung.

Ketika zaman pendudukan Jepang semua surat kabar yang terbit pada masa Hindia-Belanda dihentikan penerbitannya, karena dianggap dapat mengganggu keberadaan Jepang di Tapanuli, maka hanya ada satu jenis surat kabar yang terbit yaitu Tapanuli Sinbun. Surat kabar ini lebih mengarah pada pemberitaan tentang kegiatan politik Jepang yaitu cita-cita “Asia Timur Raya”. Pers dimasa sebelum kemerdekaan juga turut berjuang melawan ketidakadilan, memprotes kesewenang-wenangan kolonial, sekaligus sebagai penyambung lidah rakyat serta membangkitkan semangat rakyat untuk bangun dari cengkraman penjajahan.

Sedangkan di era kemerdekaan tujuan perjuangan pers adalah memotivasi rakyat Tapanuli untuk terus berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diraih oleh rakyat dengan tujuan agar tidak terjatuh ke dalam lubang yang sama yakni penjajahan yang sangat memprihatinkan dan membawa kesengsaraan rakyat Tapanuli. Sebab yang dikatakan dengan pers pada masa itu tidak hanya berupa surat kabar tetapi juga radio yang tergabung ke dalam media pers elektronik. Namun dalam pembahasan ini lebih ditekankan mengenai kontribusi yang telah diberikan oleh persuratkabaran dalam perjuangan di Tapanuli.

Jadi kontribusi yang diberikan oleh persuratkabaran di Tapanuli selama meraih dan mempertahankan kemerdekaan merupakan sesuatu yang sangat membanggakan, sekaligus membuka pola pikir masyarakat untuk segera bangkit melawan ketidakadilan di wilayahnya sendiri. Berbagai surat kabar yang pernah terbit dan ikut berjuang di Tapanuli antara lain ; Utusan Tapanuli (Sibolga) terbit tahun 1945, Suara Tapanuli


(19)

(Sibolga) terbit tahun 1945, Suluh Rakyat (Penyabungan) terbit tahun 1947, Suluh Rakyat (Balige), majalah Vita Vera (Tarutung), terbit tahun 1948.

Melihat begitu banyak pers yang pernah terbit di Tapanuli, hal itulah yang akan menjadi pembahasan selanjutnya. Karena menurut literatur yang ada, menunjukkan bahwa banyak surat kabar yang ikut berjuang dalam pemberitaan untuk melawan penjajahan asing mulai dari masa kolonial Belanda sampai kepada masa pendudukan Jepang dan sekutu kembali. Oleh karena itu sebagai suatu sarana yang mengutamakan kepentingan rakyat, pers (persuratkabaran) di Tapanuli berusaha menyampaikan berita yang selalu menggugah semangat rakyat untuk terus berjuang dan bertanggung jawab terhadap kemerdekaan.

1. 2. Rumusan Masalah

Dalam melakukan sebuah penelitian maka yang menjadi landasan dari penelitian itu sendiri adalah apa yang menjadi akar permasalahannya. Dengan adanya akar permasalahan diharapkan penelitian dapat berjalan lancar dan lebih terarah sesuai dengan apa yang ingin dicapai oleh penulis. Untuk itu yang menjadi permasalahan pokok yang akan dikaji adalah

1. Bagaimana latar belakang lahirnya pers di Tapanuli? 2. Bagaimana perkembangan pers di Tapanuli ?


(20)

Ruang lingkup penulisan ini adalah wilayah Tapanuli, karena sepanjang penelusuran studi mengenai liputan berita surat kabar di daerah ini masih sangat terbatas untuk diangkat.

Penelitian ini dimulai dari periode 1945–1950. Dengan alasan bahwa pada jenjang waktu inilah masa-masa yang menentukan bagi negara di tengah ancaman dan rongrongan dari luar yang ingin mengintimidasi Indonesia, Tapanuli tetap mampu mempertahankan wilayahnya dari serangan pihak asing, yang ditandai dengan adanya peristiwa revolusi fisik. Oleh karena itu Tapanuli mampu mengajak rakyat untuk ikut bertanggung jawab terhadap kemerdekaan. Tahun 1945 merupakan lanjutan dari perjalanan pers di Tapanuli di era kemerdekaan Indonesia. Sementara tahun 1950 merupakan babak akhir dari penelitian karena pada masa ini peranan pers telah mengarah pada pemberitaan tentang peristiwa politik Indonesia.

1. 3. TUJUAN DAN MANFAAT

Dari berbagai peristiwa dan juga pengalaman yang diberikan oleh persurat kabaran di Tapanuli yang akhirnya membentuk hubungan yang saling menjelaskan, menjadi hal yang menarik serta memenuhi persyaratan terhadap penelitian Ilmu Sejarah. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengungkapkan sejarah latar belakang lahirnya pers di Tapanuli 2. Mengungkapkan bagaimana perkembangan pers di Tapanuli

3. Mengungkapkan bagaimana peranan dan kontribusi pers di Tapanuli 1945-1950


(21)

4. mengungkapkan siapa dan bagaimana peranan tokoh-tokoh lokal dalam perkembangan pers di Tapanuli 1945 - 1950

Sedangkan yang menjadi Manfaat dari penelitian adalah :

1. Menambah wawasan pembaca dalam mengetahui sejarah perjalanan perjuangan pers di Tapanuli

2. Menambah literatur dalam penulisan sejarah lokal khususnya pers daerah 3. Memberi informasi tentang perjuangan pers di Tapanuli

4. Menjadi acuan bagi penulis yang lain

1. 4. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk dapat menyusun kepustakaan yang baik, tidak ada cara lain selain mengumpulkan dan mengusahakan bahan sebanyak-banyaknya, sehingga nantinya harus relevan dengan topik masalah yang akan dikaji. Kemudian melakukan seleksi sebelum dituangkan kedalam bentuk tulisan. Selain itu segala aspek yang berkaitan dengan pers merupakan informasi dan juga pengembangan wacana terhadap peristiwa. Adapun beberapa buku yang dikemukakan dalam mendukung penelitian ini yang dapat dijadikan referensi adalah sebagai berikut :

Buku yang secara khusus membahas tentang perjalanan harian pers di Tapanuli sesungguhnya sangat sedikit jumlahnya, namun buku yang khusus membahas tentang pers adalah seperti yang ditulis oleh Muh. TWH dalam bukunya yang berjudul Sejarah Perjuangan Pers Sumatera Utara menjelaskan bagaimana latar belakang munculnya serta perkembangan pers di Sumatera Utara mulai dari zaman kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan sampai pada setelah pengakuan kedaulatan


(22)

Indonesia tahun 1950. Dalam buku ini juga diuraikan bagaimana perjalanan pers mulai dari tokoh-tokoh pendiri pers, jenis- jenis surat kabar yang beredar pada masa itu, masalah serta tantangan yang dihadapi. Khusus membahas perjalanan pers di Tapanuli juga ikut diuraikan, mulai dari Balige, Tarutung, Sibolga sampai Padang Sidempuan. Sehinga dari keterangan buku ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penulisan ini

Berikutnya Muh. TWH juga menjelaskan dalam bukunya yang kedua berjudul Perjuangan Tiga Komponen Untuk Kemerdekaan mengatakan bahwa ada tiga unsur yang sangat diperlukan di awal perang kemerdekaan yaitu: dengan peluru, diplomasi, dan pers.

Beliau menyadari bahwa untuk menyelesaikan suatu perang, menguasai perang saja tidak cukup tetapi kemampuan berpolitik atau diplomasi juga diperlukan untuk itu dibutuhkan suatu media sebagai alat untuk menetralisir keadaan. Demikian halnya dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia pers berperan dalam menyebarkan berita proklamasi. Tokoh-tokoh politik sekaligus tokoh pers menyalurkan ide dan cita-cita kemerdekaan melalui pers, untuk itu tidak jarang pers yang tidak sepaham dengan penjajah mengalami pembredelan dan penggrebekan dalam pemberitaannya.

Selanjutnya buku yang ditulis oleh Kementerian Penerangan, yang berjudul Republik Indonesia Propinsi Sumatera Utara Tahun 1953, Jawatan Penerangan Propinsi Sumatera Utara, mengemukakan tentang jenis-jenis surat kabar apa saja yang pernah terbit pada zamannya di Tapanuli, serta beberapa uraian penting yang membahas mengenai tujuan pendirian dan siapa saja tokoh pendiri dari pers tersebut.


(23)

Kemudian buku yang ditulis oleh Tim Pengumpulan Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Propinsi sumatera Utara, dengan judul Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Propinsi Sumatera Utara (Masa Pemerintahan/Pendudukan Kolonial Belanda Dan Jepang) , menjelaskan bagaimana keadaan Sumatera Utara khususnya wilayah Tapanuli pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Bagaimana proses masuknya pemerintahan Belanda dan Jepang ke kawasan Tapanuli.

Jacob Oetama dalam bukunya yang berjudul Persepektif Pers Indonesia mengatakan bahwa pada awalnya pers tidak berbeda dengan pamflet-pamflet politik tanpa bentuk yang lengkap, model yang menarik dan masalah penampilan bukan menjadi sesuatu yang terpenting, yang paling utama adalah pesan yang disampaikan dan pesan itu meneriakkan tentang perjuangan rakyat. Di sinilah asal-mula peranan pers menyerap, memancarkan warisan sejarah serta nilai-nilai suatu dasar negara. Pers memiliki andil yang cukup besar dalam perubahan struktur masyarakat baik dalam jangka waktu singkat maupun dengan waktu yang lama. Antara pers dan masyarakat memiliki hubungan yang saling ketergantungan dimana berita yang dimuat pers berasal dari masyarakat dan pada akhirnya disajikan kembali kepada masyarakat.

1. 5. METODE PENELITIAN

Dalam penulisan sejarah pemakaian metode sejarah sangatlah penting, karena metode sejarah dapat diartikan sebagai proses menguji dan menganalisa secara kritis atas


(24)

rekaman dan peninggalan pada masa lampau.5

1. Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber sebanyak-banyaknya yang dapat memberikan penjelasan tentang perjalanan pers (persuratkabaran) di Tapanuli. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses pengumpulan data antara lain :

Sejumlah sistematika penulisan yang terangkum dalam metode sejarah sangat membantu setiap peneliti dalam merekonstruksi kejadian pada masa yang telah berlalu.

Untuk mendapatkan sumber- sumber yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan yang relevan dengan pokok permasalahan haruslah dikaji secara mendalam. Dalam penulisan ini harus melewati beberapa proses agar diperoleh suatu penilaian atau pemaparan yang lebih objektif. Untuk merekonstruksi sejarah perjalanan pers di Tapanuli periode 1945-1950, maka akan dikaji berdasarkan metode penelitian sejarah yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Penelitian kepustakaan (Library research) yaitu pengumpulan berbagai sumber tertulis seperti buku, majalah, surat kabar, notulen, bulletin, serta hasil laporan penelitian.

b. Penelitian lapangan (Field research) yaitu menggunakan metode wawancara terhadap pelaku ataupun tokoh yang mengetahui tentang perjalanan pers di Tapanuli. Metode ini diharapkan dapat menjadi keterangan yang pokok sebab menjamin keabsahan dari keterangan itu sendiri.

5

Tentang Metode Sejarah lihat Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Banteng, 1995, hal 95-97 dan Louis Gottschalk, Understanding History : A Primer of Historical Method, Nugroho Notosutanto (Terj. Mengerti Sejarah), Jakarta : UI Prees, 1985, hal, 18-19.


(25)

2. Kritik sumber, yaitu sebagai cara untuk mengetahui data yang lebih akurat melalui :

a. Kritik Intern, yang ditujukan untuk memperoleh dokumen yang bersifat kredibel dengan cara menganalisis sejumlah data tertulis yang berkaitan dengan Pers (surat kabar) di Tapanuli.

b. Kritik Ekstern, untuk memperoleh data yang otentik dengan cara menyesuaikan dengan situasi zaman.

3. Interpretasi merupakan tahap dimana penulis akan mencoba menafsirkan data- data yang telah diperoleh kemudian menghasilkan suatu kesimpulan dari objek masalah yang diteliti baik secara analisis maupun sintesis. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya subjektifitas penulis dalam penulisan sejarah.

4. Historiografi merupakan tahap yang terakhir dimana penulis akan melakukan penjabaran hasil penelitian sekaligus merangkaikan dalam batasan waktu yang kronologis dan sistematis. Dalam penulisan sejarah aspek kronologis menjadi sangat penting untuk menghasilkan karya sejarah yang ilmiah dan objektif.


(26)

BAB II

PERJALANAN SUARA PERS DI TAPANULI

2. 1. Latar Belakang Munculnya Pers di Tapanuli

Salah satu unsur yang berperan penting dalam menyebarkan informasi serta menumbuhkan kesadaran sekaligus memberi motivasi tentang sesuatu tujuan bagi rakyat adalah pers. Kemampuan yang dimiliki oleh pers dalam menyampaikan informasi kepada seluruh rakyat Tapanuli dalam jangka waktu yang singkat tidak diragukan lagi, oleh karena itu pers atau dalam hal ini surat kabar di Tapanuli berperan aktif sebagai penyebar informasi mengenai seluruh kegiatan ataupun kebijaksanan yang pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada masa itu. Disamping itu rakyat juga dapat menjadikan pers sebagai sarana penyalur aspirasi dan pendapat, melakukan kritik (kontorl sosial) terhadap penguasa kolonial di Tapanuli dengan memuat berita-berita yang dianggap penting bagi kepentingan rakyat Tapanuli.

Menyadari sepenuhnya bahwa media massa (surat kabar), mempunyai tugas utama sebagai penyebar luas informasi kepada khalayak ramai, maka peranan dan tanggung jawab ini sesungguhnya tidak terlepas dari peran wartawan dalam mengumpulkan, meliput dan sekaligus menulis berita yang pada akhirnya akan disampaikan kepada para pembacanya di Tapanuli.

Awal kemunculan pers di Tapanuli maupun di daerah lain di Nusantara tidak terlepas kaitannya dengan keadaan pada masa kolonial Belanda. Pada masa itu pers muncul sebagai akibat dari kegiatan perdangan yang membuat orang membutuhkan informasi bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pada masa itu konsep nasionalisme


(27)

sengaja dikesampingkan, sehingga sebagian surat kabar isinya bersifat keagamaan dan kesukuan.

Pada tahun 1906, pengawasan preventif terhadap pers telah ditiadakan lagi. Hal ini dilatarbelakangi karena telah terbukanya kebebasan pers di daerah jajahan Belanda pada waktu itu, sehingga ada anggapan bahwa dunia persuratkabaran sudah dapat menguasai pengaruh peraturan preventif tersebut. Oleh karena itu situasi baru juga ikut mendorong terlaksananya hak preventif tersebut. Menjelang akhir abad ke 19, seorang tokoh politik terkenal Belanda yang bernama Van Deventer melakukan pendobrakan terhadap kekolotan yang dilakukan oleh bangsanya sendiri. Hal ini diupayakan lewat ungkapan bahwa sesungguhnya Belanda telah berhutang budi terhadap rakyat Indonesia, untuk itu mereka wajib membayarnya. Maka pada tahun1903 parlemen Belanda menerima undang-undang desentarlisasi yang isinya adalah membuka kesempatan bagi daerah-daerah jajahan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri khususnya di bidang ekonomi. Maka hak berserikat dan berkumpul perlu diberikan dengan diadakannya dewan-dewan perwakilan, hak tersebut intinya adalah untuk menyatakan pendapat secara tertulis atau dengan media apapun termasuk salah satunya surat kabar6

Perkembangan yang dilakukan oleh persuratkabran di Tapanuli dari waktu ke waktu, tentu saja semuanya mengarah pada tujuan politik perjuangan yakni keinginan terbebas dari penguasa kolonial Belanda. Banyaknya surat kabar yang terbit di Tapanuli setelah kebangkitan nasional, tentu saja berita yang disampaikan tidak lagi sebagai

suara-.

2. 2. Beberapa Surat Kabar Pada Masa Kolonial

6

Moh Said, Sejarah Pers Sumatera Utara Dengan Masyarakat Yang dicerminkan (1885- Maret 1942), Medan : Percetakan Waspada , 1976, hlm. 65.


(28)

suara milik Belanda atau pun bagi pendatang Tionghoa tetapi isinya banyak memuat berita mengenai bidang ekonomi baik perdagangan maupun sengketa tanah rakyat, melainkan sudah mengarah pada pemberitaan tentang kepentingan republik, khususnya seputar peristiwa yang terjadi di Tapanuli. Kendatipun Sibolga, Tarutung, Balige dan Padang Sidempuan merupakan kota kecil, namun tidak pernah sepi dari penerbitan surat kabar, karena pada masa itu banyak surat kabar yang pernah terbit di masing-masing wilayahnya. Oleh karena itu orientasi pemberitaannya juga berbeda, antara lain ada yang mengarah pada bidang ekonomi, politik, sosial, dan agama yang akhirnya mengarah ke orientasi tentang cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia.

2. 2. 1. Postaha

Pada tahun 1914 tidak lama setelah Soetan Casayanang Soripada kembali dari negeri Belanda, maka diterbitkanlah sebuah majalah berbahasa Batak di Padang Sidempuan yang bernama “Poestaha”. Pada kepala surat kabar tersebut terdapat pernyataan Soetan Casayang yang mengatakan bahwa “na ni togoe-togoe ni naoeli

boeloeng Soetan Casayang Soripada”. Penerbit Mangaradja Bangoen yang berasal dari

Padang Sidempuan dan pembantu redaktur bernama Mangradja Tagor Moeda Kemampuan yang dimiliki oleh surat kabar ini tidak kuat untuk membiayai hidupnya sendiri ketika itu. Maka selanjutnya beliau menjadi guru sekolah di Bukit Tinggi, dari sana dikirim karangan-karangan untuk mengisi pemberitaan Poestaha. Dalam perkembangannya surat kabar ini diasuh dengan baik dan akhirnya berhasil masuk dan diterima di kalangan rakyat, yang walaupun oplahanya tidak lebih besar dari 500 eksemplar. Akhirnya pada tahun 1930, surat kabar Poestaha berhenti dalam penerbitannya lantaran kurangnya biaya administrasi.


(29)

2. 2. 2. Tapian Na Oeli

Pada tahun 1919 terbit pula sebuah surat kabar bernama “Tapian Na Oeli”, dengan semboyannya “soposio rantjangna godang, paradatan paroehmaen, inganan ni

ratigoran, parosoe-roesoeon nihoela dohot dongan”. Model surat kabar ini mempunyai

format setengah bentuk surat kabar biasa dengan satu setengah lembar, yang terbit 2 kali seminggu. Penerbit surat kabar tersebut adalah Koeriabond di Sibolga dan yang menjadi redakturnya atau Veranwoor delijk yang bernama Achmad Amin, yang pernah menjadi redaktur surat kabar di Pematang Siantar. Surat kabar ini menggunakan bahasa Indonesia dalam pemberitaannya namun sebagian lagi memakai bahasa Batak. Dalam perjalanannya, tidak beberapa lama setelah surat kabar ini terbit, pemimpin redaksinya Achmad Amin mendapat masalah sehubungan dengan karangannya yang berjudul “B” (tidak diketahui apa isi beritanya). Oleh karena itu beliau dihadapkan ke pengadilan rapat di Sibolga, dimana beliau dikenakan sanksi berupa denda sebesar f 200 atau ganti 40 hari kurungan, karena melanggar pasal 156 Hukum Pidana Hindia Belanda (Wetboek

Strafrecht Voor Ned Indie).

Dengan beritanya, Achmad Amin membuat suatu peristiwa yang unik yang merupakan bagian dari catatan sejarah juga. Dimana di depan sidang beliau mempertahankan bahwa karangannya yang menjadi perkara dimuat karena disuruh oleh Mangradja Soangkoepon seorang penasehat koeria Bond, penerbit Tapian Na Oeli dimana beliau itu sendiri yang menjadi tim redaksinya. Tidak puas dengan tuduhan yang dilontarkan oleh Achmad Amin, akhirnya ia bersumpah dimesjid pada hari Jumaat. Maka akhirnya Amin pun dijatuhi hukuman, oleh karena itu kasus ini dijadikan sebagai bahan


(30)

diskusi oleh sarjana orientalis Belanda yang mengatakan bahwa mengucapkan sumpah di mesjid tidak dibutuhkan oleh hukum Islam.

Ketika tahun 1920, surat kabar Tapian Na Oeli dalam pemberitaannya terbit dengan mempergunakan slogan ‘rawe-rawe rantas’ dan akhirnya penerbitannya berakhir, hal ini disebabkan karena terbitnya surat kabar baru di Sibolga bernama Hindia Sepakat 2. 2. 3. Hindia Sepakat

Pada tanggal 31 Agustus 1920, terbit sebuah surat kabar baru di Sibolga bernama Hindia Sepakat, yang terbit setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu, dibawah penerbitan

N.V.Handel Maatschappij Boekhandel en Drukkerij Kemadjoan Bangsa Sibolga, dengan

direkturnya Dja Endar Bongsoe, sedangkan yang menjadi pemimpin redaksinya adalah Abdul Manap gelar Mangaradja Hoetagogar, sementara yang menjadi redakturnya adalah Achmad Amin7

7

Abdul Manap berasal dari seorang pendidik dan pernah menjadi Onder Wijer (kepala sekolah di Lokseumawe), kemudian beliau pindah ke Sibolga lalu terjun dalam bidang pergerakan rakyat, dalam kedudukannya itu beliau berhasil menjadi anggota dewan local di Padang Sidempuan. Ibid., hlm. 85.

. Surat kabar ini mempunyai sebuah slogan yang cukup membawa pengaruh terhadap upaya perkembangannya yakni “penjokong dan pembantoe

kemadjoean jang lajak bagi koetamaannja bangsa dengan pendoedoek”. Dalam

perkembangan selanjutnya surat kabar ini cukup memberi kesan yang dapat dipercaya oleh para pembacanya, hal ini disebabkan karena tulisan-tulisan yang dimuat oleh pimpinan redaksi cukup berani serta berjiwa kerakyatan. Hal ini tercermin dari kata-kata

‘sama rata dan sama rasa’ yang selalu diperhatikan dalam memuat berita. Dalam setiap

tulisannya surat kabar ini juga memakai istilah-istilah dalam bahasa Indonesia seperti pemakaian kata ralat, lajur, dan istilah ruas untuk kata ganti alinea. Oleh karena ituhal ini menunjukkan adanya kenginan dari si pemimpin untuk memperkaya pemakaian kata


(31)

dalam bahasa Indonesia, dengan tujuan agar fungsinya dapat lebih ditingkatkan menjadi bahasa pers dalam arti luas.

Dalam setiap pemberitaannya surat kabar Hindia Sepakat selalu memuat tulisan yang mengandung ungkapan rasa nasionalisme terhadap bangsa, seperti judul tulisan

“sayangilah bangsamu, dan cintailah tanah airmu’yang ditulis oleh tim redaktur

Achmad Amin. Selain tulisan beliau terdapat juga tulisan seorang tokoh yang cukup terkenal di Tapanuli ketika itu bernama Soetan Koemala Boelan, dimana beliau sering memuat tulisan dan kritikan yang bernada tajam kepada pihak Belanda. Berikutnya ada juga yang bernama Parada Harahap beliau adalah anggota pimpinan redaksi wartawan. Beliau pernah memuat tulisan dalam surat kabar Hindia Sepakat, tulisannya mengarah pada peraturan pidana yang baru berlaku pada waktu itu dengan judul ‘pers dengan artikel 315 Wetboek Van Strafrecht’. Tulisan dari Parada Harahap mencatat perubahan kedudukan seorang wartawan yang apabila dituntut pasti selalu dihadapkan kepada pengadilan rad justisi, maka dengan adanya peraturan baru tersebut setiap wartawan tertuduh tidak lagi dibawa ke pengadilan Rad Justisi tetapi ke lanrat atau magi

straatsgerecht atau ke tempat rapat.

Dalam langkah selanjutnya, di Sibolga Abdul Manap terkenal sebagai seorang tokoh pemimpin rakyat dan namanya sangat populer dalam mengatasi setiap permasalahan, bahkan namanya terkenal sampai ke Loekseumawe untuk itu beliau diminta untuk datang kesana, namun dalam pemberitaan sebuah surat kabar dikatakan tidak boleh sembarangan untuk masuk ke Aceh karena adanya peraturan ‘passenstelsel’. Peranan yang ditunjukkan oleh Abdul Manap dapat terlihat dari keikutsertaannya dalam memprakarsai suatu peraturan rakyat Sumatera yang akhirnya dilaksanakanlah rapat


(32)

raksasa di Sibolga. Sebagai seorang pemimpin beliau sangat disegani dan dihormati oleh rakyat karena dianggap dapat mengatasi setiap permasalahan dalam setiap organisasi Syarekat Islam di Sibolga. Dalam setiap pemberitaanya, surat kabar Hindia Sepakat dikenal sebagai surat kabar yang cukup ekstrims serta dicap sangat radikal, hal ini disebabkan karena surat kabar tersebut banyak menentang tindakan-tindakan pihak kolonialisme Barat di Tapanuli.

Pada akhir tahun 1921 Abdul Manap dihadapkan ke pengadilan rapat di Sibolga atas tuntutan penyelidikan terhadap tulisan yang berjudul ‘Madona’, yang dimuat dalam surat kabar Hindia Sepakat pada tanggal 28 Oktober tahun 1920 no 13, yang isinya mengecam praktek residen Vortsman. Oleh karena itu Abdul Manap tidak bersedia untuk memberikan penjelasan siapa sebenarnya penulis dari karangan Madona tersebut, bahkan ia tidak bertanggung jawab terhadap semua tulisan yang dimuat oleh surat kabar Hindia Sepakat8

Di dalam pengadilan tersebut ia menolak untuk duduk dibangku persidangan, maka ia hanya berdiri dan akhirnya Abdul Manap dijatuhi hukuman 1 tahun penjara, tetapi beliau naik banding dan oleh pihak pengadilan dia hanya dihukum 3 bulan penjara, di penjara Cipinang Jakarta. Oleh karena itu, maka surat kabar Hindia Sepakat akhirnya dipimpin oleh Abdul Xarim, beliau merupakan bekas pimpinan N.I.P yang berada di Langsa yang sebelumnya pernah berhenti dari B.O.W di Padang. Selama memimpin surat kabar ini, Abdul Xarim pernah mengalami masalah dalam pemberitaannya, oleh karena

8

Surat kabar ini dicetak di Tapanuli pada percetakakan Tapanoeli Drukkerij, pada penerbitan pertamanya Xarim berkomunikasi dengan pembacanya dimulai dengan ucapan ‘Assalamoe Alaikoem’. Di bagian atas surat kabar itu bersemboyan Chotbah Merdeka, dan kata perkenalannya berjudul Matahari Terbit yang menyebutkan bahwa Indonesia harus dimerdekakan oleh Nederland dan mudah-mudahan dikabulkan oleh Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, beliau juga menganjurkan agar bangsa Indonesia jangan dianggap sebagai timun terhadap Belanda, tetapi sebaliknya Indonesia harus dapat menjadi durian terhadap siapa pun. Ibid., hlm. 96.


(33)

itu beliau harus berurusan dengan pihak yang berwajib untuk mempertanggung jawabkan tindakannya. Maka akhirnya Xarim dan rekannya Pedo Al Mansur berhenti dari surat kabar tersebut dan selanjutnya mereka kembali ke Langsa untuk menerbitkan sebuah surat kabar baru bernama ‘Oetoesan Raiat’.

2. 2. 4. Sinar Merdeka

Parada Harahap merupakan orang ke-2 di Sumatera Utara yang menggunakan kata atau istilah “Merdeka” pada nama surat kabarnya. Hal ini menunjukkan bahwa Parada Harahap sejak zaman kebangkitan sudah memiliki kesadaran yang kuat untuk segera menjadi bangsa yang merdeka. Maka keinginan beliau pun segera terwujud dengan menerbitkan sebuah surat kabar ternama yakni ‘Sinar Merdeka’ pada tahun 1914 yang terbit di Padang Sidempuan. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan persuratkabaran selanjutnya, maka Parada Harahap ikut aktif dalam menceritakan suka dan duka diawal permulaan kegiatannya pada waktu itu.

Parada Harahap merupakan seorang sosok yang selfmademen/otodidak, sejak dari masa mudanya Parada Harahap sudah terlihat aktif dalam arti ingin mengetahui apa saja tentang sesuatu yang belum pernah diketahuinya. Maka di Padang Sidempuan, sebuah kota yang tidak terlalu jauh dari kampung halaman atau tempat kelahirannya (Pargarutan), sudah terbit sejak tahun 1914 sebuah mingguan berbahasa Batak bernama ‘Postaha’, dan dari penerbitan inilah Parada Harahap telah mengenal surat kabar sejak ia masih kecil.

Dalam perkembangan selanjutnya, dengan pengetahuan yang sederhana timbul keinginan dalam hatinya untuk segera merantau dari Tapanuli ke Sumatera Timur pada tahun 1916. Maka akhirnya ia bekerja menjadi krani pada perkebunan Soengai Dapdap


(34)

milik H.A.P Mij, sebuah kantor besar Boenoet di daerah Kisaran. Dari sini beliau mengirim berbagai tulisan ke Pewarta Deli, dan dengan memakai nama terang ‘Parada Harahap Soengai dadapeer’. Maka akhirnya beliau dikenal oleh para pembaca surat kabar karena tulisannya yang pernah dimuat oleh harian Pewarta Deli yang berjudul “Ach, naib

Bangsaku”, yang membahas mengenai persoalan ekonomi dimana ia telah mengatakan

kelemahan posisi bangsa Indonesia dalam menghadapi pihak asing terutama orang Tionghoa. Parada Harahap juga menyoroti soal masalah perkawinan bangsa Indonesia yang dikatakannya terlalu cepat menikah, namun akhirnya beliau tidak betah tinggal di Kisaran dan akhirnya pindah ke Medan dan tinggal di Krugerstraat 12. Selanjutnya muncul keinginan darinya untuk segera membangun sebuah ormas perkebunan dan akhirnya pada tanggal 16 November 1918 ia berhasil mengumpulkan para anggota untuk membentuk sebuah organisasi perkebunan dengan nama ‘Estate Klerken Bond’, maka dari usahanya tersebut terbitlah sebuah majalah pembawa suara karyawan bernama “De

Cranie”. Disamping itu beliau juga mensponsori penerbitan sebuah majalah khusus

wanita, dimana seorang tokoh wanita yang menjadi guru bernama Tengku A. Sabariah sangat tertarik dengan rencananya tersebut, maka terbitlah nomor percobaan pada tanggal 15 Mei 1919 dengan direksinya adalah T.A Sabariah dan redaksinya bernama Butet Satidjah dan tim pembantunya adalah A.S Hamidah, sedangkan yang menjadi pemimpin umumnya adalah Parada Harahap sendiri, selanjutnya setelah beliau menikah dengan istrinya bernama Setiaman, maka nama istrinya pun ikut tercantum dalam dewan redaksi9

9

Wawancara dengan Mangaraja Siahaan tanggal 12 April 2008 di Sibolga


(35)

Merasa tidak puas tinggal di Medan dengan segala kegiatannya itu, akhirnya Parada Harahap kembali ke Tapanuli dan menjadi pemimpin redaksi surat kabar berbahasa Batak bernama Poestaha. Sambil memimpin mingguan tersebut, Parada Harahap berhasil membangkitkan animo Mangradja Bangun Batari yang merupakan direktur ‘N.V.Partopan Tapanoeli’, untuk segera menerbitkan surat kabar baru, maka lahirlah surat kabar Sinar Merdeka. Disini Parada Harahap mulai menonjolkan bakatnya sebagai pejuang pena. Dalam penerbitan surat kabarnya nomor pertama pada tanggal 3 Agustus, beliau mendapatkan masalah yang akhirnya harus dirasakannya juga, karena menjelang surat kabar tersebut terbit sudah banyak bahan-bahan yang terkumpul di mejanya. Satu diantara berita tersebut adalah kasus seorang manteri-polisi Sutan Naparas di Sipirok.

Dalam kasus ini Parada Harahap banyak mengungkapkan sisi buruk dari Sutan Naparas yang juga sangat kejam. Pengalaman pahit yang didapatkan oleh Parada Harahap selama beliau mendirikan surat kabar ini, bukan merupakan suatu penghalang baginya untuk tetap menerbitkan berita pada masa itu. Beliau juga merupakan salah satu tokoh pers yang paling sering diperkarakan dan diadili oleh pemerintah kolonial Belanda, namun sedikit pun tidak terlihat kegentaran dihatinya. Hal ini dilakukan dengan mengancam kesombongan penjajahan, yang dimuat dalam satu tulisannya yang mengatakan bahwa ‘kontrolir Belanda Van de Meulen ini adalah tidak lebih muda dari

seorang babu yang menjaga anak-anak’, oleh karena itu dari pemberitaan ini akhirnya

menimbulkan pertengkaran antara Parada Harahap dengan Belanda. Sejak berita itu diturunkan ada saja hantaman dan masalah yang dilancarkan oleh pihak Belanda terhadapnya. Selain berita itu, Parada Harahap juga pernah menulis dan menceritakan


(36)

dalam surat kabarnya bahwa beliau pernah ditangkap di tengah jalan sehinnga dia tidak diperbolehkan untuk pulang. Parada Harahap akhirnya ditahan dalam tahanan selama 2 hari, selanjutnya dia di keluarkan kembali karena berita yang dimuatnya telah dibaca oleh Residen yang menyebabkan Residen tersebut turun tangan.

Akibat dari tindakan pemerintah kolonial Belanda terhadap dirinya, selanjutnya bukan membuat beliau menjadi jera bahkan berita-berita yang dimuat oleh surat kabarnya pun semakin radikal dan sangat keras menghantam pemimpinan Belanda di Tapanuli. Oleh sebab itu hal ini sangat dirasakan di kalangan pegawai-pegawai Belanda, untuk itu mereka menjadi sangat hati-hati terhadap apa saja yang dimuat oleh surat kabar Sinar Merdeka, sebab berita itu akan sampai kepada parket pokrol jendaral (Jaksa Agung). Setiap nomor yang terbit selalu saja ada terdapat kolom yang digaris merah dan dikirim kepada pembesar justisi Belanda. Oleh karena itu wajar saja kalau masyarakat rendahan Suara Merdeka menjadi tumpuan harapan untuk menyampaikan segala keluh kesah mereka dan ratap tangis terhadap perbuatan serta tindakan sewenang-wenang para pegawai-pegawai Belanda. Dimana saat itu Tapanuli dalam suasana gelap dari keadilan. Tampilnya Parada Harahap oleh rakyat dianggap sebagai pahlawan pena yang sangat berperan dalam merebut kemenangan di medan perang. Selama 2 tahun Parada Harahap berada di Padang Sidempuan, maka tidak kurang 12 kali beliau menghadapi delik pers. Untuk itu tidak kurang dari 7 bulan juga ia harus keluar masuk penjara.

2. 2. 5. SOARA BATAK

Tepat bulan November 1919 lahirlah sebuah surat kabar bernama “Soara Batak”. Surat kabar ini diterbitkan oleh Saban Sabtu oleh suatu badan hokum yang sengaja dibentuk sebagai oleh N.V. Soara Batak yang terbit di Tarutung. Tujuan dari penerbitan


(37)

surat kabar ini adalah sebagai pembawa suara kumpulan “Hatopan Kristen Batak”. Surat kabar ini kemudian dicetak oleh Philemon bin Haroen Siregar di Tarutung, sedangkan yang menjadi pimpinan redaksinya adalah M.H Manulang, beliau adalah seorang tokoh yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Tapanuli sebagai pemimpin rakyat, dimana sebelumnya beliau juga pernah mendirikan surat kabar tersebut di Balige.

Terkesan dari nomor permulaan awal terbitnya, surat kabar ini lahir karena hasil dorongan hati yang keras supaya daerah tanah Batak memiliki sarana media pers sendiri. Soara Batak lahir karena masyarakat Kristen Batak di Tapanuli sudah mulai jenuh dan bosan terhadap dominasi yang berasal dari Rijnsche Zending, yakni sebuah organisasi Kristen Protestan yang berpusat di Barmen Jerman. Sehubungan dengan kesediaan pemerintah Hindia Belanda untuk menyerahkan konsesi perkebunan besar asing di wilayahnya kepada H.V.A.(Handles Vereeniging Amsterdam) yang sudah terdengar beritanya sejak tahun 1916 dan akhirnya terjadi juga. Oleh karena itu masyarakat Tapanuli hanya bisa terdiam melihat tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda di Tapanuli, khususnya bagi masyarakat di bagian Utara yang merupakan penduduk asli Batak yang homogen terhadap hukum-hukum adat yang sudah mereka rasakan dari abad ke abad. Maka dari itu, melalui surat kabar Soara Batak akhirnya M.H. Manullang berusaha untuk ikut bergerak memperjuangkan segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda yang dianggap telah merugikan rakyat Tapanuli. Perasaan anti kolonialisme M.H. Manullang sangat tajam sebagaimana dapat dilihat pada kupasan berikut:

“Saudara-saudara kita jang menjadi koeli selamanja hidoep sebagai kerbau

pedati dan kerbau badjak, kena hantam poekoel, tjoetji maki dan berbagai siksaan kaoem planters (toean-toean keboen) sedjak dari ketjil sampai chef-nja semoea memandang sebagai perkakas jang tidak berperasaan boleh dipengapakan sadja”.


(38)

Gaya tulisan M.H. Manullang memang bisa dibilang provokatif untuk ukuran masa itu. Barangkali ini juga sebagai cerminan dari tipologi masyarakat Batak yang kalau bicara biasanya lugas dan tagas. Ketika Soara Batak pertama kali terbit, surat kabar ini juga sudah langsung menyatakan solidaritasnya dan menyindir pedas atas penangkapan dan penahanan terhadap Parada Harahap. Sebagaimana diketahui, Parada Harahap dikenal sebagai raja delik pers dari Sumatera Utara.

Kehidupan bermasyarakat dan berpolitik yang ia lalui selama tujuh tahun (1910-1917) di Pulau Jawa, membuat MH Manullang cukup matang untuk berjuang melawan kekejaman pemerintah kolonial dan gaya otoriterisme petinggi Zending. Pergaulannya dengan tokoh-tokoh Syarikat Islam seperti, H. Agus Salim, HOS Tjokroaminoto, dan Abdul Muis telah memberikan manifest baru dalam perjuangan. Dukungan mereka menebalkan tekad M.H. Manullang untuk meninggalkan sekolah Methodist, dan kembali ke Tarutung, Tapanuli, daerah asalnya. Model organisasi Syarikat Islamlah yang mengilhami M.H Manullang mendirikan Hatopan Kristen Batak (Hatopan berarti Syarikat) pada tahun 1918 di Tapanuli Utara. Dengan tema Hamajuon Bangso Batak dan

Patanakkohon Hakristenon (mewujud nyatakan kekristenan), organisasi ini segera

mendapat sambutan luas. Atas dukungan teman-temannya, seperti Guru Polin Siahaan, Sutan Sumurung Lumbantobing, dan lain-lainnya, serta tokoh-tokoh Sarikat Tapanuli, HKB berkembang pesat sebagai komunitas yang gigih memperjuangkan perbaikan kehidupan sosial, ekonomi, politik dan agama. Maka langkah selanjutnya MH. Manullang bersama dengan pemimpin gereja setempat mengadakan pertemuan, rapat-rapat besar, kongres untuk mendesak perbaikan kehidupan dan hubungan yang harmonis antar masyarakat setempat dengan pemerintah Belanda. Di sisi lain, HKB banyak dihujat


(39)

oleh pemerintah kolonial Belanda dan petinggi zending Jerman, yang menuduh M.H Manullang sudah ‘menjual’ imannya kepada pemeluk agama lain. Mereka yang menghujat tidak menyadari, bahwa Hatopan Kristen Batak menjadi poros para nasionalis Indonesia yang karismatis.

Perjuangan M.H. Manulang dalam menentang penjajah semakin gigih setelah Pemerintah Belanda, melalui perantaraan kesultanan-kesultanan ciptaannya di daerah Sumatra Timur, membagi-bagi tanah pribumi kepada perkebunan besar tanpa menghiraukan hak rakyat. Tanah dinyatakan milik “kesultanan” yang kemudian disewakan kepada Belanda. Pemerintah kolonial memberikan konsesi kepada pemodal perkebunan untuk mengolahnya. Rakyat yang ingin menggarap tanah harus menyewa kepada Pemilik Afdeling. Penguasaan atas tanah ini menyengsarakan rakyat, karena merupakan sumber kehidupan bagi rakyat. Akal-akalan itulah yang ditentang oleh MH.Manullang. Beliau menyadarkan, menghimpun dan menyuarakan tuntutan masyarakatnya dengan menerbitkan surat kabar Soeara Batak pada tahun 1919.

Dalam setiap pemberitaannya surat kabar Soara Batak juga banyak menulis tentang keberadaan pemerintah kolonial Belanda di Tapanuli seperti sentilan-sentilan tajam, “Kandang koeda assitent resident lebih cantik dari boei”. Dalam edisi perdananya, Manullang juga menulis sebuah manifesto, yang mencerminkan sikap anti kolonial sekaligus tumbuhnya kesadaran akan rasa nasionalismenya, yang kerap dicampurbaurkan dengan bangsa Tapanuli. Sebagaimana masa kolonialisme merupakan masa perubahan, pergerakan dan konflik yang ditujukan untuk mencapai hak-hak asasi manusia, persamaan hak, hak nasional, perkumpulan-perkumpulan muncul di mana-mana yang tujuannya untuk mencapai kemerdekaan dan kehidupan yang baik.


(40)

Perkumpulan-perkumpulan bangsa Indonesia bermunculan bagaikan jamur dimusim hujan, dalam sebuah tulisan beliau mengatakan,

“Dalam perjalanan waktu bahwa bangsaku, bangsa Batak, telah mulai mengerti arti solidaritas, bukankah begitu? ….. Saudara-saudaraku! Lihatlah tanah kita yang disewakan oleh Guibernur Jenderal kepada para kapitalis karena kita tidak mengerjakannya. Tanah kita itu …. menghasilkan untung besar; semua pemegang saham Eropa dan Amerika dengan gembira membagi-bagi keuntungan yang berlipat ganda…….”

Pada bulan Desember 1920, Manullang terkena delik pers ketika surat kabar

Soara Batak memuat tulisan tentang konsesi “Pansoer Batu”10

Manullang sendiri akhirnya dihadapkan ke raad van justisi (Pengadilan Tinggi) Padang. Sesudah perkaranya diproses selama kurang lebih setahun oleh raad van justisi, Manullang kemudian diputuskan untuk menjalani hukuman kurungan selama setahun di penjara Cipinang, Jakarta. Pengganti Manullang adalah Soetan Soemoeroeng, yang juga dikenal memiliki sikap anti kolonialis Belanda. Sama halnya dengan Manullang, Soemoeroeng juga terkena delik pers, ketika Soara Batak pada terbitan 2 dan 6 Juni tahun 1921 mengupas soal konsesi Sioebanoeban dan Pansoer Batoe. Soemoerong . Sebelum terkena pers delik pada surat kabar yang dipimpinnya, M.H. Manullang juga pernah menulis kasus Pansoer Batu pada surat kabar Poestaha, yang terbit di Padang Sidempuan. Pada Poestaha edisi 4 Juli 1919, M.H. Manullang menulis:

“Teman-teman Batak! Dengan sangat menyesal saya memberitahukan kepada Saudara-saudara: tanah di Pansurbatu di subdistrik Tarutung telah dicuri oleh pengisap darah (kapitalis bermata putih). Ada ribuan pohon kemenyan dan ratusan bau lahan yang ditanami padi, milik saudara-saudara kita, tetapi pemerintah di Tapanuli tidak melarangnya ……. sekarang kita mengetahui bahwa pemerintah hanyalah bersandiwara”.

10

Pansoer Batu adalah areal tanah seluas 1.020 bau yang hendak disewakan (erfacht) kepada pengusaha perkebunan Eropa. Namun masyarakat Pansoer Batu menolak menyewakan tanah mereka dan tetap menanami tanah tersebut. Akibatnya sebanyak 12 orang pemimpin rakyat ditahan selama 12 hari dan disuruh membayar denda f 10 karena dituduh sebagai dalang yang mempengaruhi rakyat Pansoer Batoe untuk melawan kebijakan pemerintah Belanda. op. cit., hal.122


(41)

kemudian disidang oleh Pengadilan Kerapatan Besar Tarutung pada tanggal 7 Februari 1924. Kemudian diputuskan bahwa Soemoeroeng dihukum 1,5 tahun penjara karena dianggap telah melanggar pasal 207 dan 145 KUHP Hindia Belanda, yaitu memberi rasa malu dan menerbitkan bibit kebencian antara rakyat dan pemerintah. Maka pada tanggal 5 Juni 1924, Residen Sibolga memperteguh putusan rapat, dan setelah grasi Soemoeroeng ditolak Gubernur Jendral Hinda Belanda, maka pada tanggal 27 Oktober Soemoeroeng dibawa ke Sibolga untuk menjalani hukumannya. Akibatnya Soeara Batak tidak terbit lagi. M.H Manullang sendiri sekeluar dari penjara Cipinang pada tahun 1924, kemudian menerbitkan koran baru bernama Persamaan.

Tahun 1928 merupakan tahun-tahun tersibuk yang penuh dengan kobaran semangat juang yang ditunjukan oleh rakyat dalam menumbuhkan rasa nasionalisme, maka sejalan dengan itu juga dunia persuratkabaran semakin melancarkan tugasnya sebagai pembawa dan pemberi berita terhadap rakyat Tapanuli khususnya. Untuk itu para tokoh-tokoh pers berupaya keras untuk tetap menerbitkan surat kabar baru menjelang dilaksanakannya sumpah pemuda pada tahun 1928 yang cukup menggugah kesadaran rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan di wilayahnya sendiri. Oleh karena itu adapun surat kabar yang pernah terbit di Tapanuli pada masa tersebut antara lain ;

2. 2. 6 Bendera Kita

Sebuah surat kabar ternama yang terbit 3 kali seminggu tercatat bernama Bendera Kita terbit di kota Sibolga pada tanggal 4 Januari 1925, di bawah pimpinan seorang wartawan revolusioner bernama Jesayas Siahaan. Surat kabar Bendera Kita mulai terbit diawali dengan sebuah kritikan tajam yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda yang ingin melakukan propaganda ke Tapanuli bernama Hemmers yang


(42)

mengatakan bahwa “supaya orang-orang Kristen jangan melawan Belanda tetapi harus

membantunya”. Selanjutnya Hemmers juga mengatakan bahwa kapitalis-kapitalis perlu

menanamkan modalnya untuk kemajuan Tapanuli.

Dalam pemberitaannya surat kabar Bendera Kita mengingatkan kepada pembacanya betapa orang-orang Belanda dulunya telah berperang untuk mendapatkan kemerdekaan dari Spanyol selama 80 tahun lamanya, pada hal bila dikaji semua orang mengetahui bahwa Belanda dan Spanyol sama-sama pemeluk Kristen. Terhadap kaum kapitalis Bendera Kita menjelaskan bahwa menurut Kristen orang-orang kaya akan sukar untuk masuk surga dari pada orang miskin, selain itu terhadap kapitalis sendiri menurut surat kabar Bendera Kita menyimpulkan bahwa orang-orang Jawa hanya menjadi budak modern di perkebunan berita ini disampaikan pada tanggal 11 Maret 1926.

Dalam perkembangan selanjutnya, maka Jesayas Siahaan ditangkap dengan alasan karena beliau telah menjadi aktivis komunis, oleh karena itu maka pimpinan surat kabar Bendera Kita digantikan oleh S.M Simanjutak. Dalam kepemimpinannya beliau pernah menerbitkan sebuah berita pada tanggal 23 Juli tahun 1927 yang berjudul ‘pemerintah harus digoelisten’ (dihukum), yang menjelaskan bahwa perlu diadakannya pemeriksaan ke Digoel (penjara), karena semakin cepat akan semakin baik. Selanjutnya secara pribadi beliau juga tidak sependapat apabila kekuasaan Belanda diusir sekarang juga dari Indonesia, dengan alasan bahwa tidak menghendaki jika akibat dari peraturan keras pemerintah dapat membuat orang-orang yang tidak bersalah akan turut dipenjarakan juga.

Dalam pemberitaan berikutnya pada tanggal 30 Juli 1927, surat kabat Bendera Kita berusaha membahas masalah siapa orang yang menjadi mata-mata Belanda yang


(43)

semula telah menonjolkan diri justru sekarang telah menjadi pemimpin yang cukup berani berterus-terang mengupas kebusukan dan keburukan pemerintah. Menurut keterangan yang didapat melalui surat kabar Bendera Kita juga menjelaskan bahwa pada dasarnya dengan memberi kesempatan kepada seorang kaki tangan seperti ini, maka pemerintah sebetulnya tidak menindas gerakan revolusioner melainkan akan mendukungnya. Selanjutnya maka pada tanggal 10 September 1927, surat kabar ini telah berhenti dalam penerbitannya lantaran kelemahan di bidang administrasi.

2. 2. 7. Soeara Tapanoeli

Pada tahun 1925 tepat dibulan Maret, tebitlah sebuah surat kabar bernama Soeara Tapanoeli yang terbit di Sibolga di bawah pimpinan Amir Hoesin yang terbit 3 kali seminggu. Surat kabar Soeara Tapanoeli terbit dalam edisi berbahasa Indonesia. Dalam penerbitannya surat kabar tersebut lebih banyak menyuarakan berita-berita yang berisikan suara-suara pembaharuan untuk rakyat di bidang politik yang cukup kritis dan tajam. Dalam setiap pemberitaannya Soeara Tapanoeli juga selalu membuat dan menempatkan gambar-gambar berupa karikatur tangan yang berisikan sindiran-sindiran lucu yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda. Kegemaran dalam membuat karikatur yang berbau politis pada waktu itu belumlah biasa dalam surat kabar Indonesia maupun di kalangan pers Belanda sendiri. Karikatur yang dimuat oleh surat kabar Soeara Tapanoeli pada masa tersebut berisikan sindiran terhadap diskriminasi antara terjajah dengan penjajah yang intinya bangsa penjajah selalu bertindak sebagai pemimpin dalam segala kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat pribumi.

Dalam pemberitaan selanjutnya dibulan Agustus tahun 1925, Soeara Tapanoeli pernah membahas mengenai pandangan politik yang salah dari pembesar Belanda yang


(44)

cukup konservatif karena telah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap orang-orang pribumi berupa pemungutan pajak dan kerja rodi. Maka Soeara Tapanoeli berusaha mengupas masalah pengembalian kepercayaan dengan menggantikan gubernur jenderal lama Fock kepada gubernur yang baru bernama De Graeff. Surat kabar tersebut telah memusatkan pandangannya pada keperluan supaya fungsi dewan negeri dan susunannya harus benar-benar diperbaiki, dengan tujuan agar rakyat mendapat kesempatan untuk turut serta dalam mengurus segala kebijakan politik yang berlaku di Tapanuli khususnya di Sibolga.

Dalam pemberitaannya Ahmad Hoesin sebagai salah seorang anggota redaksi Soeara Tapanoeli juga telah menyadari bahwa masalah yang dihadapi oleh rakyat bukan hanya soal politik, tetapi juga seputar masalah ekonomi juga harus diselesaikan mengingat pada waktu itu kota Sibolga merupakan pusat bandar perdagangan untuk wilayah Tapanuli. Oleh karena itu melalui pemberitaannya Soeara Tapanoeli berupaya keras agar rakyat dapat mengetahui segala informasi yang berkembang pada masa itu. Karena kelemahan di bidang administrasi, maka pada tahun 1926 surat kabar Soeara Tapanoeli akhirnya berhenti dalam penerbitannya.

2. 2. 8. Soeara Sini

Pada bulan Mei 1929, sebuah surat kabar bernama Soeara Sini terbit di Sibolga, di bawah pimpinan redaksi Saroehoem. Dalam penerbitannya surat kabar ini terbit sekali sebulan, melalui percetakan Tapanoeli, surat kabar ini mampu membuat berita setengah halaman. Oleh karena kondisi percetakan yang kurang memuaskan, selanjutnya surat kabar ini pindah ke Tarutung di bawah percetakan Bataksche Electrische Drukkerij Mij. Dalam pemberitaannya, surat kabar ini banyak mengupas tentang masalah-masalah


(45)

politik dan sosial yang terjadi di Tapanuli. Di daerah ini, Soeara Sini mendapat perhatian dan dukungan lantaran berita-berita yang disampaikan cukup tajam dan radikal dalam menentang setiap kebijakan Belanda di Tapanuli. Oleh karena itu Saroehoem dijuluki sebagai “Soekarno Van Tapanoeli”. Namun perkembangan surat kabar ini tidak begitu lama yakni hanya dua tahun saja, hal ini lantaran banyaknya kekurangan khususnya di bidang administarsi

2. 2. 9. Bintang Batak

Pada akhir tahun 1928 tepatnya di bulan November, terbitlah sebuah surat kabar dalam edisi berbahasa Indonesia di Sibolga bernama Bintang Batak, di bawah pimpinan redaksi G. Ph.Siagian. Surat kabar ini terbit seminggu sekali. Dalam setiap penerbitannya Bintang Batak banyak mengupas berita mengenai persoalan ekonomi, hal ini disebabkan karena pada masa itu krisis ekonomi sedang melanda dunia yang dikenal dengan Malaise yang imbasnya sampai ke Tapanuli. Dalam setiap kesempatan surat kabar ini berusaha mendesak supaya penguasa kolonial agar lebih banyak memberi peluang kepada penduduk pribumi untuk dapat mengerti bagaimana cara mencari sumber kehidupan. Selain itu para petani pribumi juga diarahkan agar selalu berhati-hati dalam menghadapi ancaman kesulitan ekonomi. Surat kabar Bintang Batak juga menyoroti masalah tentang banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh penguasa di bidang pemeliharaan keamanan, pada hal disisi lain biaya tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan peningkatan kesehatan penduduk pribumi, sebab menurut keterangan yang diperoleh dikatakan bahwa di wilayah tersebut belum ada dibangun sebuah rumah sakit.

Dalam pemberitaannya pada tanggal 13 November 1929 diungkapkan bahwa seorang pegawai Belanda telah melanggar seorang anak-anak, namun dalam kejadian dia


(46)

hanya mengacuhkan begitu saja anak tersebut. Selain berita tersebut, juga diungkapakan bagaimana hukuman yang diberikan oleh pihak kolonial kepada penduduk ketika ia berhutang pajak sebesar f 5.81, maka sanksi atas hutang tersebut ia harus membayar dua kali lipat dari nilai hutang sebelumnya.

Berita-berita yang diterbitkan oleh surat kabar Bintang Batak tidak hanya membahas masalah seputar ekonomi, tetapi juga membahas mengenai persoalan sosial dan agama di Tapanuli. Salah satu diantaranya adalah mengenai perkembangan kekristenan Batak akibat dari pengaruh Rijnschzending Jerman yang ingin berkuasa di Tapanuli, sehingga menimbulkan anggapan bahwa pengaruh dominasi zending dengan pemeluk Kristen Batak telah melahirkan ungkapan “Berdikari” berdiri di atas kaki sendiri. Dari masalah-masalah yang disampaikan, maka telah membawa kemajuan besar dalam dunia persuratkabaran di Tapanuli. Dengan banyaknya berita-berita yang muncul telah membuat rakyat semakin mandiri dan mampu dalam mengatasi setiap persoalan yang ada. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya putera-putera Batak yang mendapatkan pendidikan di sekolah hasil dari proses misi zending Jerman ke tanah Batak pada waktu itu. Dalam perkembangan selanjutnya, diakhir tahun 1931 keberadaan surat kabar ini sudah mulai goyah dan akhirnya berhenti dalam penerbitan lantaran banyaknya persoalan yang dihadapi khususnya di bidang ekonomi.

2. 3. Beberapa Surat Kabar Kecil Sekitar tahun 1926-1928

Tahun 1926 sampai dengan 1928 merupakan tahun-tahun tersibuk yang penuh dengan kobaran semangat juang yang ditunjukan oleh rakyat dalam menumbuhkan rasa nasionalisme, maka sejalan dengan itu juga dunia persuratkabaran semakin melancarkan


(47)

tugasnya sebagai pembawa dan pemberi berita terhadap rakyat Tapanuli khususnya. Untuk itu para tokoh-tokoh pers berupaya keras untuk tetap menerbitkan surat kabar baru menjelang dilaksanakannya sumpah pemuda pada tahun 1928 yang cukup menggugah kesadaran rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan di wilayahnya sendiri. Oleh karena itu adaupun surat kabar yang pernah terbit di Tapanuli pada masa tersebut antara lain;

1. Pada tahun 1926 terbit sebuah surat kabar di Balige bernama Siadji Panoetoeri di bawah pimpinan Soetan Pangaribuan. Surat kabar ini terbit 2 kali sebulan.

2. Pada tahun 1926 juga terbit sebuah harian tercatat bernama Parbarita Batak, terbit di Tarutung di bawah pimpinan redaktur H.Panggabean.

3. Pada tahun 1927 terbit sebuah majalah wanita bernama Parsaoelian Ni Soripada yang terbit di Tarutung di bawah pimpinan Ny Siahaan.

4. pada tahun 1927 terbit sebuah surat kabar bernama Anak Batak di bawah pimpinan Walter P.Raja Tobing yang terbit di Sibolga, surat kabar ini terbit sebulan sekali.

5. Pada tahun 1928 di Sipirok terbitlah sebuah harian bernama Pardomoean di bawah pimpinan Soetan Pangoerabaan, surat kabar ini terbit 1 kali dalam sebulan. Semua penerbitan surat kabar di atas pada dasarnya mengarah pada pemberitaan tentang kepentingan rakyat baik di bidang politik, sosial maupun ekonomi yang selalu berusaha keras untuk tetap menentang segala kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di Tapanuli menjelang periode Sumpah Pemuda.


(48)

2. 4. Pers Tapanuli Diakhir Kekuasaan Belanda

Setelah berlanjutnya perang di Eropa, maka semakin banyak ramalan yang muncul yang mengatakan bahwa perang akan menjalar sampai ke Asia sehubungan dengan dikuasainya Perancis oleh Jerman. Hal ini disebabkan karena jajahan Perancis di Indo-Cina tidak akan dibiarkan terlantar begitu saja oleh bangsa yang dari sejak dulu telah simpatik melihat keadaan di wilayah yang dikuasai tersebut. Dalam hal ini adalah Jepang, oleh karena itu Jepang menjadi pusat perhatian sekaligus Indonesia dari jajahan Belanda.

Dalam perkembangan selanjutnya, menjelang agresi Jepang yang sudah dianggap akan terjadi, maka Jepang mengadakan pertemuan tingkat menteri di Jakarta dengan melakukan perundingan terhadap pemerintah Hindia Belanda di Indonesia yang diwakilkan oleh gubernur jenderal Van Mook. Adapun tujuan atau isi dari perundingan tersebut adalah terdengar kabar bahwa Jepang mencoba menarik Hindia Belanda ke dalam kegiatan Jepang dalam perang Asia Timur Raya, dengan tujuan supaya Belanda mau mensuplai segala produk bahan baku yang diperlukan oleh Jepang dalam proses perang nanti. Mendengar keputusan tersebut tentu saja hal ini ditolak secara tegas oleh pihak Belanda dengan harapan bahwa Belanda tetap saja ingin menguasai seluruh Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Selanjutnya dalam suatu kesempatan tidak lama setelah gagalnya perundingan dengan Jepang, maka gubernur jend Jhr Tjarda Van Stachouwer mengadakan pidato di depan radio Nirom, beliau bermaksud ingin membicarakan persoalan politik yang terjadi, tetapi sama sekali tidak memberi harapan akan perubahan hasil dari komisi visman terhadap banyaknya perbedaan pendapat yang sedang berkembang di Indonesia saat itu.


(1)

Lampiran 6: Merupakan surat kabar yang terbit pada masa Jepang. Surat kabar ini terbit pada tahun 1943 dan dibawah pengawasan berita Tapanuli Sinbun. Tidak diketahui siapa pendiri surat kabar ini tapi surat kabar ini merupakan bagian dari propaganda Jepang di Indonesia.


(2)

Lampiran 7: Surat kabar ini muncul kembali di tahun 1945 setelah pendudukan Jepang berakhir. Muncul dengan berita-berita yang membakar semangat perjuangan.


(3)

Lampiran 8: Surat kabar ini terbit diawal setelah Proklamasi kemerdekaan RI. Surat kabar ini pada tahun 1945 dibawah pimpinan redaksi Sutan Batara Siregar. Surat kabar ini dalam pemberitaannya selalu pro kepada republik dan sangat kritis dalam menyuarakan beritanya.


(4)

Lampiran 9: Suara Nasional yang terbit pada bulan Maret 1946 di Tarutung, di bawah pimpinan redaksi Said Mangaradja Tua. Pada masa kolonial Belanda surat kabar ini bernama Soeara Tapanoeli. Lantaran berita-beritanya yang tajam, maka pimpinannya ditahan oleh Inggris dan penerbitan pindah ke Sibolga.


(5)

Lampiran 10: Dalam setiap pemberitaannya Suara Nasional selalu membakar semangat para pembacanya, baik para pejuang maupun orang-orang yang berada di garis lawan. Surat kabar ini sangat aktif memberikan berita-berita yang menguntungkan pihak republik.


(6)

Sumber : Koleksi Badan Kearsipan Nasional RI

Lampiran11: Utusan Tapanuli yang terbit di Sibolga pada bulan Januari 1947 di bawah pimpinan redaksi J. Siahaan, dalam penerbitannya surat kabar ini mengarah pada kepentingan republik.