Kota Medan 1945-1950 (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotogfafi)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ajidarma, Seno Gumira, Kisah Mata Fotografi antara Dua Subyek: Perbincangan Tentang Ada, Yogyakarta: Galangpress, 2004.

Avan, Alexander, Parijs van Soematera, Medan: Rainmaker Publishing, 2012.

Biro Sejarah PRIMA, Perjuangan Kemerdekaan Dalam Wilayah Sumatera Utara: Medan Area Mengisi Proklamasi, Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, Jilid I 1976.

__________________, Mempertahankan Proklamasi Disepanjang Kaki Bukit Barisan, Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, Jilid II 1976.

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 2006.

Keraf, dr. Gorys, Komposisi, Ende – Flores: Nusa Indah, 1989.

Nordholt, Henk Schulte, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari, Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013.

Panitia Nasional Penyelenggara Peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke – XXX, 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945 – 1950, Jakarta: PT Tira Pustaka, Cetakan Keenam Tahun 1983.


(2)

____________________, 30 Tahun Indonesia Merdeka 1950 – 1965, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, Cetakan Kedua Tahun 1978.

Purwanto, Bambang dan Asvi Warman Adam, Menggugat Historiografi Indonesia, Jakarta: Ombak, 2005.

Raap, Oliver Johannes, Pekerdja Di Jawa Tempo Doeloe, Yogyakarta: Galang Pustaka, 2013.

____________________, Soeka – Doeka Di Djawa Tempo Doeloe, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2013.

Raliby, Osman, Documenta Historica, Jakarta: Bulan Bintang, 1953

Reid, Anthony, Perjuangan Rakyat Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987.

Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007.

Sugiarto, Atok, Paparazzi ( Memahami Fotografi Kewartaan ), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia Dari Federalisme ke Unitarisme: Studi tentang Negara Sumatera Timur 1947-1950, Yogyakarta: Tarawang Press, 2001.

TWH, Muhammad, Perjuangan Rakyat Sumatera Utara dalam Gambar, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 1991.


(3)

_______________, Perjuangan Tiga Komponen untuk Kemerdekaan, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2004.

_______________, Sebelum dan Sesudah Proklamasi, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2005.

______________, Sumatera Utara Bergelora, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 1999.

Wijaya, Taufan, Foto Jurnalistik dalam dimensi utuh, Klaten: CV Sahabat, 2011.

Semsa, Sepno, Pergerakan Dokter Tengku Mansoer Di Sumatera Timur (1917 - 1952), Skripsi S-1, Medan: USU, 2014.

SKRIPSI

Sitorus, Tiomsi, Peranan Pers Di Medan ( 1945 - 1949), Skripsi S-1, Medan: USU, 2007.


(4)

BAB III

SITUASI POLITIK PASCA KEMERDEKAAN DI KOTA MEDAN TAHUN 1945-1950

3.1 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Sampai Di Kota Medan

Serangan bom atom “Little Boy” Serangan bom atom “Fat Man” di atas di atas Kota Hiroshima tanggal Kota Nagasaki tanggal

6 Agustus 1945. 9 Agustus 1945.

Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dua buah bom atom dijatuhkan Amerika Serikat di Kota Hiroshima dan Nagasaki. Hal ini membuat pemerintah militer Jepang bertekuk lutut. Presiden Truman dan Perdana Menteri Attlee mengumumkan bahwa Jepang menyerah tanpa syarat. Hal ini diperkuat dengan adanya siaran radio Tokyo


(5)

dan pidato Kaisar Hirohito yang menjelaskan bahwa Jepang mengakhiri perlawanan. Kemudian keputusan ini dikawatkan kepada panglima tentara Jepang di wilayah selatan termasuk Indonesia. Masyarakat Indonesia memanfaatkan peristiwa kekalahan Jepang tersebut. Proklamasi dikumandangkan dan berita tersebut sampai ke berbagai pelosok tanah air. Dari Jakarta berita proklamasi segera tersebar dengan memanfaatkan berbagai fasilitas, baik dari Doomei, surat kabar atau dari mulut ke mulut.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan keseluruh dunia. Dalam satu upacara yang diadakan pada pagi hari ditempat kediaman Ir. Soekarno, di Jalan

Pengangsaan Timur no.56, Jakarta, dihadapan rakyat Indonesia Jakarta Raya telah dibacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada hari Jumat, 17 agustus 1945.


(6)

Isi pidato Ir. Soekarno pada hari proklamasi ini lengkapnya adalah sebagai berikut:

Saudara-saudara sekalian !

Saya sudah minta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa maha-penting dalam sejarah kita.

Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah-air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun ! Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju kearah cita-cita.

Juga didalam zaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-henti. Didalam zaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri.

Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib-bangsa dan nasib tanah-air didalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya.

Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara ! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarlah proklamasi kami :

Teks naskah Proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno diketik oleh Sayuti Melik, yang dikenal dengan sebutan naskah “Proklamasi Otentik”.


(7)

Latief Hendraningrat, anggota Pembela Tanah Air (PETA)

mengibarkan bendera Merah Putih usai Soekarno-Hatta membacakan naskah Proklamasi.


(8)

Berita tentang proklamasi kemerdekaan yang dilaksanakan di Jakarta disiarkan keseluruh penjuru melalui kantor berita Doomei serta kantor PTT (Pos Telepon dan Telegram). Demikian juga halnya di Medan tidak berselang lama desas-desus kemerdekaan sudah mulai menyebar dikalangan tokoh pergerakan, tokoh pers dan masyarakat. Berita kemerdekaan ini berasal dari markonis PTT Medan, tetapi ia tidak tahu kepada siapa berita itu harus disampaikan karena tidak ada pemerintah yang sah.

Disamping itu karena ketakutan terhadap Jepang yang bertugas menjamin keamanan dan ketertiban. Pada saat itu situasi politik kota Medan masih kosong dan tanpa pemimpin yang sah. Sementara utusan dari Sumatera yang menyaksikan pelaksanaan upacara proklamasi di Jakarta yaitu Mr. T. M Hasan, Dr. Amir dan Mr. Abbas belum tiba. Ketiganya diberikan tanggung jawab oleh pemerintah pusat untuk menjelaskan peristiwa proklamasi serta membentuk pemerintahan yang sah di daerahnya masing-masing.

Pada saat dalam perjalanan pulang ke Sumatera para utusan ini sempat khawatir karena mendapat kabar bahwa Medan telah dikuasai oleh masyarakat yang pro Belanda. Tanggal 29 Agustus 1945 Mr. T. M Hasan dan Dr. Amir tiba di Medan. Setibanya di Medan situasi yang dijumpai yaitu muncul kelompok-kelompok dengan keinginan yang berbeda. Jadi pada saat itu kita lihat tiga kelompok yang masih saling melihat kemungkinan untuk bertidak selanjutnya, dimana masing-masing kelompok dimasuki oleh dasar pemikiran yang berbeda yaitu :


(9)

1. Pihak pemerintah dan tentara pendudukan Jepang yang masih mempunyai kekuatan dan kekuasaan walaupun mereka sudah menyerah kalah secara resmi kepada Sekutu,dan menunggu kedatangan Sekutu yang menentukan nasib mereka selanjutnya.

2. Golongan pejuang bangsa Indonesia yang sudah tidak sabar untuk menanti komando perjuangan menegakkan Negara Republik Indonesia di Sumatera Timur.

3. Golongan yang sejak dahulu adalah pendukung pemerintahan pendudukan Belanda di Indonesia yang umumnya terdiri dari raja-raja dan bangsawan Sumatera Timur pro Belanda yang mengharapkan datangnya kembali kekuasaan Belanda setelah kekalahan Jepang.

Dalam situasi pemerintahan yang tidak jelas seperti ini masyarakat sangat mudah dipengaruhi oleh golongan-golongan yang sedang berkembang pada saat itu. Setiap golongan berusaha menjadi pemenang kecuali Jepang yang hanya menunggu komando Sekutu, sementara Sekutu dengan segala upayanya mencoba menguasai situasi dan menyusun strategi dengan mengirimkan utusannya guna mempermudah pendaratan selanjutnya. Mr. T. M. Hasan menghimpun tokoh-tokoh pergerakan dan tokoh-tokoh kerajaan untuk membicarakan apa yang telah diperintahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yaitu membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) yang nantinya akan menyebarluaskan berita proklamasi. Rapat seperti ini sudah sering dilakukan tetapi KNI belum juga berhasil dibentuk. Dalam


(10)

keadaan berjuang seperti kondisi sosial ekonomi juga harus diperhatikan, karena mustahil masyarakat dapat berjuang dalam kondisi perut yang lapar. Untuk itulah Mr. T. M. Hasan dan Dr. Amir membentuk Panitia Kebangsaan yang mengurusi bidang sosial dan ekonomi sambil menunggu situasi politik semakin panas.

Terlambatnya realisasi berita proklamasi di Medan dikarenakan beberapa hal diantaranya karena tentara Jepang masih eksis sementara kehadiran kembali NICA dan Sekutu memperkuat desas-desus yang beredar di masyarakat bahwa kekuasaan di Indonesia akan dibagi-bagikan kepada negara-negara pemenang perang. Penyebab lain karena jalan yang ditempuh utusan dari Sumatera ini melalui jalan darat sehingga setiap kota yang dilaluinya lebih dahulu mendapatkan informasi yang pasti tentang proklamasi kemerdekaan dibandingkan kota Medan. Sehingga setiap daerah mendapatkann berita proklamasi ini dalam waktu yang berbeda-beda. Disamping itu peranan pers di Medan awal proklamasi belum begitu kelihatan.

Sementara itu lapisan masyarakat khususnya para pemuda sebagai mobilisasi perjuangan semakin tidak sabar menunggu realisasi proklamasi di daerah ini. Diluar Jawa yakni di Sumatera khususnya di kota Medan, ada pasukan Jl. Amplas-Taman Siswa Sugondo Kartoprojo dkk. Pasukan Jl. Istana 17 A Ahmad Tahir dkk, B.H Hutajulu, Abdul Rajak, Humala Sihite aktivis bawah tanah, lasykar Jl. Tempel Amir Yusuf, Bustami serta 53 orang mantan Gyugun, Heiho, Tokubetsu, Seinen Ronseisyo, Seinen Zyuku, Talapetaka, gerakan anti fasis Surya Wirawan, golongan pers, nelayan dll. Mereka inilah yang nantinya muncul kepermukaan menjadi pelopor untuk


(11)

pergerakan Sumatera Timur. Suatu hal yang sulit dimengerti oleh golongan muda ketika itu adalah sikap Mr. T. M. Hasan yang masih berdiam diri sejak Agustus 1945. Mengingat beliau sudah mendapat mandat untuk merealisasikan kemerdekaan dan sekaligus ditetapkan sebagai wakil pimpinan bangsa untuk Sumatera walaupun belum ada pengangkatan sah. Hal ini menjadi salah satu penyebab keraguan Mr. T. M. Hasan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Berbagai cara ditempuh pemuda misalnya dengan mendatangi Dr. Amir yang tinggal di Tanjung Pura untuk mendiskusikan bagaimana langkah selanjutnya dalam rangka perealisasian proklamasi. Dalam hal ini golongan mudalah sebagai pelopor yang selalu penuh semangat untuk berjuang.

Kedatangan Sekutu dengan diboncengi NICA nampak jelas semakin mengarah pada pemulihan kembali kekuasaaan Belanda di Nusantara. Sejak sampainya Mr. T. M. Hasan dan Dr. Amir di Medan Sekutu semakin berusaha untuk menguasai situasi politik, kerjasama Sekutu dengan Belanda ini dinilai oleh pemuda sangat membahayakan dan menghambat realisasi proklamasi di Medan. Untuk itulah para pemuda didorong rasa bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara melakukan tindakan tegas untuk mengadakan pertemuan dengan mengundang golongan yang terdiri dari pemuda, organisasi anti fasis, wartawan dan tokoh pergerakan.

Awalnya rapat direncanakan akan diadakan tanggal 21 September 1945 di Jl. Istana No.17 (sekarang Jl. Pemuda tepatnya Gedung Djuang ‘45) tetapi gagal


(12)

di Jl. Fuji Dori No.6. Gedung ini merupakan asrama pemuda sehingga kecurigaan Jepang tidak terlalu kuat. Saat Jepang mengintai aktivis para pemuda ini untuk mengelabuhinya mereka mengadakan makan siang seolah-olah pertemuan tersebut tidak untuk membahas masalah penting. Dengan menempatkan beberapa pemuda yang berjaga-jaga di luar rapat akhirnya rapat ini dapat terlaksana. Kesepakatan yang diperoleh yaitu menyusun Barisan Pemuda Indonesia (BPI) sebagai mobilisir dalam pernyataan kemerdekaan di Medan dan disusun suatu rencana untuk mengadakan pertemuan selanjutnya seminggu kemudian.

Dalam tahun 1945 gedung ini menjadi tempat berhimpunnya para pemuda revolusioner yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Gedung ini terletak di Jalan Istana no.


(13)

Gedung Fuzi Dori no. 6 Medan, tempat dimana para pemuda bermusyawarah untuk membulatkan tekad merealisasikan proklamasi kemerdekaan serta merencanakan

usaha-usaha dalam mempertahankannya.

Para pemuda yang pernah merasakan hidup menderita dibawah penjajahan, zaman yang penuh dengan dengan tantangan perang, mereka sangat menghargai nilai kemerdekaan. Penindasan, kebodohan dan ketidakadilan merupakan penderitaan yang tidak akan pernah berakhir selama kemerdekaan belum diproklamasikan. Menyadari hal itu pemuda langsung bertindak sehingga tanggal 30 September 1945 BPI mengadakan rapat di Gedung Taman Siswa di Jl. Amplas Medan. Rapat yang sederhana ini berjalan dengan penuh semangat yang dimulai pukul 09.00 Wib. Dalam rapat umum inilah Mr. T. M. Hasan mengumandangkan bahwa bangsa Indonesia sudah merdeka serta lahirnya RI. Pernyataan kemerdekaan ini disambut dengan tepuk


(14)

tangan yang meriah serta wajah yang ceria. Hari ini merupakan hari yang bersejarah bagi Kota Medan karena pada hari inilah pernyataan kemerdekaan untuk daerah ini. Sejak hari itu BPI secara terang-terangan mengkampanyekan proklamasi kemerdekaan melalui pamflet-pamflet yang ditempelkan di pohon yang ramai dilewati masyarakat karena sarana informasi pada masa itu masih dalam pengawasan Jepang. Untuk saat ini Mr. T. M. Hasan belum berani membentuk pemerintahan karena pengangkatan dirinya sebagai Gubernur secara tertulis belum ada.

Gedung perguruan nasional Taman Siswa yang terletak di Jalan Amplas Medan. Dalam gedung inilah proklamasi kemerdekaan Indonesia secara resmi dan terbuka diumumkan oleh

Mr. T. M. Hasan sebagai Wakil Pemimpin Besar Bangsa Indonesia untuk wilayah Sumatera pada tanggal 30 September 1945.


(15)

Setelah pertemuan di Jalan Amplas berita proklamasi semakin ramai terdengar. Dalam setiap rapat bendera Merah Putih selalu dikibarkan dan pekikkan kemerdekaan nyaring terdengar. Sebagai reaksi masyarakat atas proklamasi maka tanggal 6 Oktober 1945 diadakan rapat umum di lapangan Fukuraido (sekarang Lapangan Merdeka) yang dihadiri ribuan penduduk bertujuan untuk meresmikan berkibarnya sang saka Merah Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sejak saat itu

Detik-detik peristiwa ketika akan dimulainya rapat umum pada tanggal 9 Oktober 1945 di Lapangan Merdeka Medan.

ucapakan merdeka merupakan salam nasional bagi setiap orang yang bertemu dengan yang lain. Kemudian tanggal 9 Oktober diadakan pawai raksasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah Kota Medan. Pawai ini merupakan gambaran umum kebulatan tekad rakyat untuk mendukung kemerdekaan.


(16)

Di Medan proklamasi dilaksanakan tidak secara wajar karena KNI belum terbentuk. Secara teoritis sebelum proklamasi diwujudkan disuatu daerah, KNI inilah yang harus dibentuk terlebih dahulu. KNI belum dibentuk karena ketidak beranian golongan tua, hal ini mengakibatkan peranan KNI awal revolusi tidak ada sehingga peranan ini diambil alih pemuda terutama yang tergabung dalam BPI. Kemudian berdasarkan ketepatan Presiden lewat komunikasi dengan kawat telepon, Mr. T. M. Hasan menerima konfirmasi resmi mengenai pengangkatannya tanggal 2 Oktober 1945. Dengan adanya pengangkatan ini Gubernur sebagai pemimpin di Sumatera Timur mengambil langkah selanjutnya dalam pembentukan pemerintahan.


(17)

3. 2 Pemerintahan Pertama Pasca Kemerdekaan

Mr. Teuku M. Hasan

Terbentuknya pemerintahan di Sumatera Timur yang diprakarsai oleh T. M. Hasan masih mengambil struktur yang sederhana, tidak terlalu dipusingkan dengan tingkatan hierarki dalam birokrasi pemerintahan. Struktur pemerintahan yang terkesan sederhana ini dirasa perlu untuk membangkitkan semangat masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang masih sangat muda.


(18)

Tepat pada tanggal 3 Oktober 1945 T. M. Hasan selaku Gubernur Sumatera secara sah mengeluarkan dekrit resmi sebagai gubernur. Isi dekrit itu sendiri berkaitan dengan pembentukan tata pemerintahan di Sumatera, salah satunya yaitu mengangkat sepuluh orang residen untuk seluruh Sumatera. Kesepuluh orang yang telah dipilih itu kemudian di tempatkan pada sepuluh wilayah karesidenan yang juga telah dibagi sebagai berikut:

Nama Keresidenan

1. Aceh Kuta Raja

Ibukota

(Teuku Nyak Arief)

2. Sumatera Timur Medan

(Mr. Mohammad Yusuf)

3. Tapanuli Tarutung

(Dr. Ferdinand Lumbantobing)

4. Riau Pekan Baru

(Aminuddin)

5. Sumatera Barat Padang

(Mohammad Safei)

6. Jambi Jambi


(19)

7. Lampung Tanjung Karang

(Mr. Abd. Abbas)

8. Sumatera Selatan Palembang

(Dr. A. K. Gani)

9. Bengkulu Bengkulu

(Ir. Indra Tjahya)

10.Bangka Belitung Belitung

(M. A. Syarif)

Mr. T. M. Hasan juga mengangkat delapan orang sebagai staf gubernur untuk membantu kerja-kerja di berbagai karesidenan yang telah ditetapkan, delapan orang tersebut yaitu Mangaradja Soeangkoepon, Dr. Pringadi, Mr. Teuku Mohamad Hanafiah, Abu Bakar Djaar, Raden Mohamad Amrin, Tengku Abdul Hamid, Dr. Sahrir, dan Abdul Karim M.S. Terkhusus residen Sumatera Timur, Gubernur memilih Loeat Siregar untuk mengatur roda pemerintahan di sana. Dekrit yang dikeluarkan Gubernur Sumatera juga memutuskan Medan sebagai ibukota provinsi dan menjadi pusat berjalannya roda pemerintahan di daerah Sumatera. Karena menjadi ibukota provinsi maka diperlukanlah seorang walikota untuk mengatur berjalannya pemerintahan di Medan. Walikota yang diangkat pada waktu itu ialah Mr. Mohamad Yusuf.


(20)

Bersamaan dengan pengangkatan Residen dan Walikota dibentuk juga Komite Nasional Daerah (KND) yang bertugas mengatur rumah tangga pemerintahan di masing-masing residen. KND sendiri merupakan perwakilan KNI yang ada di pusat. Tugas dari KND secara spesifik dijelaskan yakni; mempersatukan rakyat dari segala lapisan dan jabatan dalam persatuan yang utuh; membantu menciptakan keamanan dan ketertiban; membantu pemimpin dalam menyelenggarakan cita-cita bangsa Indonesia dan membantu pemerintah daerah menciptakan kesejahteraan umum13

Meskipun telah terbentuk pemerintahan di Medan namun belum berjalan dengan optimal, bahkan dapat dikatakan masih rapuh dan rentan terhadap gangguan dari masyarakat lokal. Penyebabnya tidak lain karena masih banyak masyarakat, terutama kaum elit kerajaan atau kesultanan yang belum mau mengakui eksistensi Republik. KNI yang harusnya menjadi salah satu motor penggerak roda pemerintahan di Medan juga tak bisa berbuat banyak, bahkan kebijakan-kebijakan yang mereka

.

Pengunguman pengesahan pejabat pemerintahan Provinsi Sumatera ini disampaikan kepada masyarakat melalui Surat Kabar Harian Soeloeh Merdeka edisi perdana tanggal 4 Oktober 1945. Melalui pemberitaan ini juga Gubernur Sumatera memulai aktivitas pemerintahannya pertama kali dengan memberi perintah mobilisasi kepada masyarakat untuk mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang yang kemudian diikuti dengan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pengambilalihan gedung-gedung pemerintahan, dan instalasi penting lainnya.

13


(21)

ambil tidak sesuai dengan tuntutan saat itu. Pada dasarnya KNI memang merupakan penjelmaan dari Sung Sangi Khai yang banyak didominasi oleh unsur feodal. Namun kemudian pada akhirnya KNI berhasil diambil alih oleh kaum pemuda yang tergabung dalam BPI.

3. 3 Pergolakan Pasca Kemerdekaan

Kedatangan sekutu ke Indonesia pada awalnya adalah untuk melucuti tentara Jepang serta memulangkan mereka ke negaranya. Tetapi belakangan diketahui bahwa ini merupakan siasat Belanda untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Belanda masuk ke Indonesia dengan berada dalam barisan tentara sekutu yang tergabung dalam pasukan Nederlandsch Indie Civil Administration (NICA) yang mana merupakan sebuah satuan tentara administrasi Belanda yang bertugas untuk mengontrol wilayah Hindia Belanda (Indonesia) dari kekuasaan Jepang.

Kedatangan pasukan ini ke Medan dijadwalkan tiba di pelabuhan Belawan pada tanggal 9 Oktober 1945, tetapi Jepang terpaksa menundanya karena adanya permasalahan tekhnis.14 Barulah Jepang menerima kedatangan pasukan sekutu pada tanggal 10 Oktober 1945.15

14

Edi Syahputra, Sumatera Dalam Perang Kemerdekaan, Jakarta: Yayasan Bina Satria’ 45, 1987, hlm. 167.

15

Alasan Jepang Soal permasalahan Tekhnis adalah karena pada tanggal 9 Oktober 1945, sedang berlangsung Pawai Bendera Merah Putih dan pernyataan kebulatan tekad Pemuda Indonesia. Ibid. hlm. 25 – 26.


(22)

pendorong timbulnya gerakan nasionalis prorepublik untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah tercapai.

Hotel De Boer, adalah tempat dimana Pasukan NICA bertempat tinggal setelah melakukan pendaratan di Belawan.

Pertempuran yang terjadi selama perang kemerdekaan tidak hanya melawan sekutu tetapi termasuk juga Belanda yang ingin berkuasa kembali serta Jepang yang bertugas menjaga keamanan selama sekutu belum mendarat di di Indonesia. Selain itu masih ada juga kelompok masyarakat yang menjadi lawan untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia. Sekutu memberikan izin kepada pimpinan masyarakat Tionghoa di Sumatera Timur untuk mempersenjatai dirinya masing – masing dengan alasa supaya jangan diganggu oleh para ekstrimis. Laskar masyarakat ini dikenal


(23)

dengan nama Poh An Tui16

3.3.1 Insiden Jalan Bali

. Selanjutnya Poh An Tui ini ikut membantu sekutu dalam setiap pertempuran di Kota Medan.

Beberapa Insiden yang terjadi sepanjang 1945 – 1950 di Kota Medan adalah :

Insiden yang meletus di Jalan Bali terjadi pada tanggal 13 Oktober 194517

Akibatnya serdadu NICA merampas lencana Merah-Putih serta membuang dan menginjak-injaknya. Melihat hal ini para pedagang dan massa yang sedang beraktivitas ditempat tersebut berkumpul dan menyerang asrama Pension Wilhelmina dengan peralatan tempur seadanya. Akhirnya bentrokan fisik tidak dapat dihindari, peristiwa ini berlangsung hingga sore harinya, karena serdadu NICA melepaskan tembakan yang menimbulkan emosi para . Peristiwa ini terjadi akibat pelecahan dari serdadu NICA kepada seorang pemuda Indonesia yang kebetulan melewati Jalan Bali. Pemuda tadi diminta untuk melepas lencana Merah-Putih yang tersemat dikemejanya. Lencana Merah-Putih merupakan kebanggaan sebagai tanda bangsa yang sudah merdeka, karena pada saat itu Proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah terealisasikan di Kota Medan. Dengan alasan itu, pemuda tadi mempertahankan lencananya.

16

Ibid. hlm. 202.

17

B. Ar. Pulungan, Tatengger di Kotamadya Medan dan Sekitarnya, Medan: Pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 1995, hlm. 91.


(24)

pemuda. Insiden ini menelan korban sekitar 100 orang tetapi kebanyakan dari pihak Belanda. 18

Tugu Apolo berdiri di Jalan Veteran, Medan Area. Kawasan tersebut dulunya merupakan arena pertempuran melawan pasukan NICA saat terjadinya Insiden Jalan Bali.

18


(25)

3.3.2 Peristiwa Siantar Hotel

Siantar Hotel, menjadi markas NICA pada saat Peristiwa Siantar Hotel.

Peristiwa Siantar Hotel ini di latar belakangi oleh kedatangan sekutu yang mendarat pada tanggal 9 Oktober 1945, tetapi karena Jepang bimbang menerima kedatangan mereka, terpaksa menundanya satu hari, menjadi tanggal 10 Oktober. Alasan Jepang karena soal-soal teknis, tetapi yang sebenarnya pada tanggal 9 Oktober 1945 itu di Medan dan sekitarnya sedang berlangsung pawai bendera merah putih dan pernyataan kebulatan tekad pemuda Indonesia.

Pihak Belanda (NICA) lalu menggunakan momen tersebut sejak tanggal 6 Oktober 1945 tampak kesibukan yang luar biasa dari Belanda (KNIL) di Siantar Hotel. Sebanyak 27 orang Belanda lalu menduduki hotel tersebut dan


(26)

langsung menjadikannya sebagai markas. Pengawalan Jepang yang ada ditempat tersebut juga langsung digantikan oleh pasukan KNIL. Aksi yang paling menyolok dilakukan mereka ialah mengibarkan bendera merah putih biru. Sementara serdadu Belanda terus berjaga-jaga disekitar hotel dengan senjata di tangan dan terus menantang serta mencemoohkan rakyat Indonesia dengan kata-kata yang kasar dan hina.

Selanjutnya pada tanggal 9 dan 10 Oktober 1945 serdadu KNIL sudah bertindak lebih berani dengan mengadakan semacam “show of forces” dengan cara parade berkelompok-kelompok mengelilingi kota, sementara senjata senantiasa dipegang disertai dengan wajah-wajah sinis terhadap rakyat yang melihat aksi mereka tersebut di pinggir jalan.

Parade ini sengaja diadakan oleh serdadu KNIL itu dengan tujuan untuk menyatakan kegembiraan atas pendaratan Sekutu dan NICA. Tetapi tujuan sebenarnya adalah memancing agar kerusuhan terjadi. Betapapun hebatnya pancingan Belanda (NICA) itu sampai sekian jauh, tak ada seorang pemuda pun yang mau terpancing. Dengan sendirinya akibat perbuatan Belanda (NICA) itu keadaan Pematang Siantar dan sekitarnya menjadi hangat. Di sisi lain Belanda telah merencanakan untuk merebut pemerintahan di kota Pematang Siantar, mereka terus menggalang kekuatan dengan cara menyebar kaki tangannya kesegenap penjuru kota untuk mencari berkas pegawai-pegawainya yang masih loyal untuk membantu usaha mereka. Tetapi niat dan


(27)

usaha Belanda ini telah tercium oleh para pemuda. Setelah mengetahuinya, gerakan-gerakan pemuda semakin di tingkatkan lagi dan pengibaran bendera merah putih dilakukan pemuda di lapangan Pagoda. Dan kegiatan pemuda dipusatkan disebuah gedung persis di depan Siantar Hotel yang sudah menjadi markas Belanda (NICA).

3.3.3 Peristiwa Penghancuran Mesjid Jamik

Awal mula pemicu peristiwa ini adalah ketika sekutu berniat menempelkan ultimatum di depan Mesjid Jamik, yang isinya adalah ultimatum kepada warga Kota Medan untuk menyerahkan senjata kepada sekutu. Diluar dugaan, rombongan pasukan sekutu tersebut di hadang oleh barisan rakyat bahkan truk sekutu tersebut ditembaki hingga terbalik dam masuk ke parit. Akibatnya hari itu juga sekutu melakukan razia di Medan. Bentrok fisik tidak dapat dihindari ketika seorang pemuda Indonesia melemparkan granat ke arah pasukan sekutu yang sedang melakukan razia.

Pertempuran ini dilanjutkan keesokan harinya setelah sekutu memasang beberapa buah dinamit yang siap meledak didalam mesjid. Tidak lama seusai umat Islam menunaikan ibadah sholat Jumat, dinamit tadi diledakkan sehingga mesjid itu pun hancur. Peristiwa ini sangat menyinggung hati rakyat Indonesia mengingat mesjid yang telah hancur itu merupakan tempat beribadah umat Islam dan juga simbol perlawanan terhadap sekutu. Akibatnya timbul semangat untuk bangkit melawan sekutu dengan


(28)

memperkuat pasukan dan melancarkan serangan umum terhadap sekutu. Bermodalkan semangat dan persatuan yang kuat serta persenjataan seadanya mampu membuat sekutu mundur dan meminta untuk berunding.

Latar belakang sekutu meminta perundingan adalah karena para pejuang melancarkan serang umum dan memblokir Kota Medan dari semua penjuru. Bahkan pasokan air bersih dari Sibolangit mereka putuskan sehingga Kota Medan Kekurangan air bersih19

Dalam perundingan ini, pihak sekutu berjanji untuk tidak mengganggu pemerintah sipil Republik Indonesia ataupun menyerahkannya diluar Kota Medan, Padang dan Palembang kepada pemerintahan Jepang selama pemerintahan berjalan baik dan kemudian tidak terganggu.

. Akibat tidak seimbangnya persediaan logistik dengan jumlah pasukan membuat pasukan sekutu sadar bahwa tidak mungkin berperang melawan bangsa Indonesia dengan kondisi yang kekurangan. Sehingga muncullah niat untuk meminta maaf atas kehancuran Mesjid Jamik dan mereka menyatakan kesiapannya untuk membantu permbangunan kembali mesjid tersebut.

20

19

Edi Saputra, Bejo Harimau Sumatera Dalam Perang Kemerdekaan, Jakarta: Yayasan Bina Satria’ 45, hal: 191

20

Panglima Komando Daerah Militer II Bukit Barisan, Sejarah Perang Kemerdekaan di Sumatera 1945 – 1950, Medan: Dinas Sejarah Kodam II Bukit Barisan, 1984, hlm. 106.

Ketiga kota yang dimaksud adalah merupakan daerah pendudukan Belanda. Salah satu strategi bangsa Indonesia dalam perang kemerdekaan adalah melalui jalur diplomasi,


(29)

sehingga permintaan maaf sekutu diterima dengan syarat pihak sekutu tidak lagi mengulangi peristiwa yang dapat memicu kemarahan rakyat Indonesia.

3.3.4 Pertempuran Medan Area

Inggris sebagai sekutu Belanda selalu siap membantu Belanda dalam mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Berbagai serangan dilakukan guna menghancurkan kesatuan Republik Indonesia. Pasukan Sekutu dan NICA berusaha mengacaukan suasana dan menguasai Kota Medan dengan menggerebek dan merampas objek-objek vital yang ada dalam Kota Medan. Mereka memperkuat kedudukannya dan menentukan sendiri secara sepihak batas-batas daripada daerah kekuasaannya. Sejak tanggal 1 Desember 1945, mulailah terpampang diberbagai sudut pinggiran kota pada batas daerah kekuasaannya. Spanduk dan selebaran yang berisi tulisan: “fix bounderis medan area“. Dari sinilah bermulanya popularitas istilah “Medan Area“ sejak zaman perjuangan hingga dewasa ini.

Untuk wilayah Kota Medan, sekutu menetapkan sendiri daerahnya sebagai berikut: seluruh Kota Medan bagian barat dan Belawan bagian barat. Sebagai batasnya dengan daerah kekuasaan republik ditetapkanlah rel kereta api yang merentang panjang ditengah-tengah kota tersebut. Mengenai jalur jalan raya sepanjang 22 km dari Medan ke Belawan, ditetapkan dengan memerintahkan supaya semua pasukan Indonesia yang disebutnya sebagai ekstrimis, dalam waktu cepat harus meninggalkan daerah itu pada bagian kiri


(30)

dan kanannya sejauh 2 km. Orang Indonesia yang dikatakannya ekstrimis sesungguhnya bagi kita adalah mereka yang merupakan pejuang-pejuang yang rela gugur demi nusa dan bangsa.

Menjelang akhir bulan Mei 1946, pihak sekutu tidak henti-hentinya melakukan razia ke berbagai penjuru Kota Medan. Mereka menembaki pos-pos laskar rakyat hingga hancur. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bersama laskar-laskar rakyat membalas mereka dengan menembaki asrama-asrama tentara sekutu dan NICA. Hal ini terjadi dimana-mana sehingga menjadi pemandangan yang lazim pada masa itu. Melihat kondisi ini, maka kantor Gubernur Sumatera dan jawatannya dipindahkan ke kota Pematang Siantar, sedangkan walikota tetap di Medan dan tinggal bersama laskar rakyat.


(31)

Sementara itu penduduk menyelamatkan diri dengan mengungsi keluar kota untuk menghindari serangan udara sekutu. Akibatnya, Kota Medan sebagai pusat pemerintahan menjadi sepi pada saat itu.

Sesudah proklamasi kemerdekaan diproklamirkan di Kota Medan, para pemuda yang sudah mendapatkan pendidikan militer pada masa penjajahan Jepang membentuk laskar rakyat. Beberapa laskar rakyat yang ada di Kota Medan adalah Napindo, Pesindo, Harimau Liar dan lain-lain. Laskar rakyat tersebut kemudian menguasai sumber-sumber produksi seperti perkebunan dan hasilnya dijual ke Malaysia ataupun Singapura. Hasil dari penjualan ini digunakan untuk membeli persenjataan. Akibat dari penguasaan sumber-sumber produksi inilah yang menimbulkan pertikaian sehingga pasukan yang bertempur di Medan Area bergerak dan berjuang dengan masing-masing tanpa adanya suatu komando kesatuan yang mengakibatkan hasil pertempuran yang dicapai kurang memuaskan.

Pemimpin-pemimpin pergerakan di Kota Medan seperti Nathar Zainuddin dan Abdul Karim MS, menyadari hal tersebut dan berniat untuk mengundang para komandan laskar rakyat untuk membicarakan pembentukan satu komando. Tanggal 8-10 Desember 1946, bertempat di Kota Tebing Tinggi, dilaksanakan konferensi yang dihadiri oleh para tokoh-tokoh Pusat Persatuan Perjuangan Sumatera Timur (P3ST). Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan untuk membentuk satu komando yang disebut Resimen Laskar


(32)

Rakyat Medan Area (RLRMA). Tujuan dibentuknya resimen ini adalah untuk menyatukan kekuatan dalam usaha melawan musuh.

Pada bulan Oktober 1946, sekutu membangun pos-pos pertahanan guna memperkuat daerah kekuasaannya. Melihat situasi ini RLRMA yang baru dibentuk itu berencana mengadakan serangan umum dengan nama Operasi 27 Oktober 1946. Operasi ini bertujuan untuk menduduki perkampungan yang telah dikuasai sekutu. Akibat persenjataan yang kurang memadai pos-pos pertahanan Inggris tidak semua dapat direbut oleh pasukan Medan Area. Pos-pos pertahanan yang berhasil direbut antara lain: Titi Kuning, Sukaramai, Jalan Mahkamah dan sebagainya.

Operasi penyerangan ini berlangsung sampai tanggal 3 November 1946 setelah adanya persetujuan gencatan senjata serta dilanjutkan dengan perundingan mengenai status quo. Menurut Inggris, status quo berlaku mulai tanggal 14 November 1946, sedangkan menurut pihak Indonesia status quo mulai berlaku sejak 3 Oktober 1946. Hal ini dipertahankan oleh pihak Indonesia, mengingat apabila status quo berlaku mulaitanggal 14 November 1946, maka daerah yang sudah direbut pada operasi 27 Oktober 1946 harus dikembalikan kepada sekutu.


(33)

Tanggal 15 Oktober 1946 Inggris menyerahkan daerah pendudukannya kepada Belanda.21

3.3.5 Revolusi Sosial

Pada saat itu juga Inggris melakukan timbang terima atas pos-pos pertahanannya. Pengambil alihan tersebut dibarengi dengan serah terima persenjataan. Tiga hari kemudian, Inggris meninggakan Indonesia, sejak saat itu rakyat Indonesia langsung berhadapan dengan Belanda.

Akhir tahun 1946, dalam tubuh RLRMA sudah mulai retak. Dalam menghadapi Belanda saat melancarkan serangan terhadap Republik, perpecahan dalam RLRMA semakin kelihatan sehingga tanggal 7-9 Januari 1947 ada kesepakatan untuk membubarkan RLRMA dan sebagai gantinya dibentuk Komando Medan Area (KMA).

Saat Belanda menjajah Indonesia, bangsa ini memperkenalkan konsesi tanah. Maka sultan berperan untuk mengutip pajak dari masyarakat dan mereka akan mendapat imbalan besar dari Belanda. Semakin banyak pajak yang diperoleh dari rakyat semakin besar pula imbalannya. Raja yang menikmati ketenangan hidup semakin memperdalam jurang pemisah dengan rakyat jelata yang menderita dibawah penjajahan Belanda. Menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda tahun 1942 di Sumatera Timur, banyak

21

Nas Sebayang, Medan Kota Pejuang, Medan: Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Kodya Medan, 1995, hlm. 58.


(34)

terdapat daerah yang telah berdiri sendiri, berkuasa penuh atas tanah dan isinya secara mutlak dan turun temurun22

Sewaktu meletusnya revolusi sosial di Sumatera Timur, pergolakan terjadi dan keluarga sultan ada yang ditawan bahkan ada yang dibunuh sementara hartanya dijarah. Revolusi di Kesultanan Deli berlangsung aman

. Daerah yang dimaksud dikuasai oleh sultan. Masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, mereka mengharapkan datangnya kembali Belanda sehingga kaum feodal kurang berpartisipasi dalam perjuangan kemerdekaan.

Revolusi Sosial di Sumatera Timur yang meletus bulan Maret 1946 karena kaum feodal yang tidak mau bergabung dengan kaum revolusioner, bahkan mereka menciptakan lingkungannya sendiri dengan mengikuti gaya hidup orang-orang Eropa yang eksklusif dan tidak mau berintegrasi dengan pergerakan nasional yang pada saat itu sedang gencar-gencarnya dilakukan di Medan. Disamping itu mereka mendapat perlakuan istimewa dari sekutu, harapan sekutu dengan adanya perlakuan istimewa ini akan tercipta kecemburuan antar suku yang ada di Medan dan akan menimbulkan perpecahan.

23

22

Laiku Silangit dkk, Sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945”, Medan : Belum diterbitkan, hlm. 219.

23

Marcinus Hutasoit, Percikan Revolusi di Sumatera, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1986, hlm. 57.

. Revolusi yang terjadi disini tidak terlalu kejam dibanding ditempat lain karena


(35)

anggota PADI dan benteng pertahanan pasuka Inggris di Medan cukup kuat untuk melindungi keluarga sultan dari amukan massa. Sultan Deli meminta perlindungan dari sekutu karena pada masa kolonial, hubungan antara Belanda dan Melayu cukup dekat, sehingga pada masa perang kemerdekaan mereka berharap Belanda bisa berkuasa kembali di Indonesia. Keinginan ini sangat lumrah karena dengan berkuasanya kembali Belanda, maka perlakuan istimewa yang mereka rasakan sebelumnya dapat dirasakan kembali. Usaha penyelesaian revolusi sosial tersebut tidak luput dari peranan para pemuda yang bergabung dalam organisasi-organisasi pemuda yang kuat di setiap daerah konlik seperti: Napindo, Pesindo, dll.


(36)

1. Langkat

Istana Sultan Langkat

Revolusi sosial melanda Langkat dimulai pada tanggal 4 maret 1946 dengan korban sebanyak 37 orang bangsawan. Amir Hamzah, seorang pelopor sumpah pemuda 28 oktober 1928 juga menjadi salah satu korban dalam revolusi sosial di Langkat. Tanggal 7 maret 1946, Amir Hamzah ditangkap dan diangkut dengan sebuah mobil pick-up dari istana Binjai kemudian dibawa ke perkebunan Kuala Begumit. Selanjutnya, tanggal 20 maret 1946, Amir Hamzah dipancung oleh Iyang Wijaya dengan alasan Amir Hamzah adalah seorang pengkhianat bangsa. Tanggal 6 maret, kaum republiken menangkap bangsawan-bangsawan Langkat diantaranya :


(37)

b. Tengku Ibrahim gelar Tengku Maharaja

c. Datuk Jamil, sekretaris Sultan

d. Tengku Bagi dari Bahorok dan lain-lain.

Pada tanggal 8 maret 1946, pemuda Volksfront mengepung istana Langkat. Selanjutnya, tanggal 9 maret 1946, diputuskan aliran listrik istana. Hal ini membuat istana menjadi gelap sehingga pemuda Volksfront bebas membuat gaduh.

2. Simalungun

Revolusi sosial di Simalungun dipimpin oleh Saragih Ras. Tidak berbeda dengan daerah lain, revolusi sosial di Simalungun juga terjadi pembunuhan dan perampokan keluarga kesultanan. Raja Pane, Raja Raya, Tengku Halmet, Tengku Husin, Sutan Namora, Tengku Aziz, Tengku Nur, Wan Bachtin, Orang Kaya Syahbandar. O. K. Nur, O. K. Ahmad, O. K. Musa, Sohor, dam Tengku Anif.

3. Binjai

Di Binjai juga terjadi pemerkosaan terhadap seorang wanita Bangsawan tawanan istana yang dilakukan oleh Usman Lubis dan juga divonis hukuman mati, namun ia sempat melarikan diri ke Perkebunan Kuala Namu ( Deli Serdang ) dan disana ia dilindungi oleh pasukan Napindo. Di tahun 1949 ia mati juga karena sakit paru-paru.


(38)

Banyak korban peristiwa revolusi sosial 1946 di Binjai yang sebenarnya berjuang untuk mempertahankan Republik, tetapi mereka mengundurkan diri sewaktu pada Agresi Militer Pertama. Adapun yang menjadi korban dalam revolusi sosial di Binjai, yaitu :

1. Tengku Don, Komandan Pesindo Kanan Binjai.

2. Tengku Kamil, Wakil Komandan.

3.Tengku Taufik.

4. Tengku Dahrul, Jaksa periksa tangkapan tunjukan Volksfront.

5. Sekitar 40 orang lagi anggota pasukan dan rakyat yang ikut mengungsi ke Simalungun.

4. Kesultanan Asahan

Gerakan revolusi sosial di Asahan dipimpin oleh Harris Fadilah, Usman Manurung, Rakutta Sembiring dan lain-lain, telah melaksanakan pembunuhan masal (baik laki-laki maupun perempuan) dari kalangan bangsawan dan tokoh-tokoh Melayu sehingga mendekati korban sebanyak 400 orang. Ketua KNI Asahan, Abdullah Eteng sempat ditahan, bahkan wakil NRI di Asahan, T. Moesa ikut dibunuh.

Daerah Asahan terutma di Kota Tanjung Balai merupakan daerah yang terkena revolusi sosial 1946 paling dahsyat. Keadaan Kota Tanjung Balai pada saat itu sangat mencekam. Sasaran kaum pemuda adalah T. Moesa. T. Moesa


(39)

beserta isinya disergap pada tanggal 3 maret 1946. Dikediaman T. Moesa, setelah beliau diamankan, Volksfront dijadikan markas dan sebagai tempat pengumuman nama-nama kaum bangsawan yang akan dibunuh.

Istana Sultan Asahan

Raja Maimunah (seorang guru Sekolah Rakyat) menjahit bendera Belanda dilokasi lain dan setelah terjadinya pembunuhan para bangsawan, meletakkan bendera tersebut di rumah T. Moesa dan berteriak-teriak kepada masyarakat ramai bahwa dia menemukan bendera Belanda di rumah T. Moesa. Hal tersebut semakin membuat rakyat marah kepada kaum bangsawan dan menimbulkan opini bahwa kaum bangsawan pro Belanda.

Esok harinya tanggal 04 maret 1946 semua Aristrokat Melayu yang pria di kota Tanjung Balai ditangkap dan dibunuh. Beberapa hari kemudian


(40)

sudah ditemukan 140 mayat di kota tersebut beberapa penghulu dan pegawai didikan Belanda serta seluruh kelas “Tengku“. Anak laki-laki usia 16 tahun keatas dibunuh.

Setelah didata baru ditemukan sekitar 71 orang dari 140 orang (versi Anthony Reid, Australia) yang terbunuh dipihak keluarga Sultan, belum termasuk dari rakyat biasa. Belakangan ini baru diketahui bahwa para korban dibunuh ke Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai oleh para sanak saudara pada tanggal 11 dan 12 mei 2002. Dalam revolusi sosial di Asahan, 3 orang putera tengku Mohammad Adil meninggal, diantaranya : Tengku Moesa, Tengku Bahari, Tengku Nazar.

Sebelum peristiwa revolusi sosial ini terjadi, Kesultanan Deli telah memberitahu keluarga Asahan agar segera mengasingkan diri ke Kota Medan karena berita bahwa akan ada semacam gerakan revolusi. Tetapi pihak Asahan tidak menanggapi peringatan tersebut karena situasi di Kota Tanjung Balai biasa-biasa saja.

dr. Mansoer dan T. M. Noer selamat dari revolusi sosial dikarenakan mereka tidak berada di Kota Tanjung Balai pada waktu revousi sosial tersebut. Seandainya mereka ada disana, mereka akan dijadikan target pembunuhan. Setelah mendengar ada gerakan revolusi sosial secara serentak di Sunatera Timur, dr. Mansoer melalui seorang kurir (orang India)


(41)

memerintahkan kepada sanak saudara yang selamat agar segera mengungsi ke Kota Medan dan meninggalkan Kota Tanjung Balai pada tahun 1947.

5. Labuhan Batu

Revolusi sosial di Labuhan Batu dipimpin oleh oknum-oknum dari Pesindo dan PKI. Wakil pemerintah NRI untuk Labuhan Batu, Tengku Hasnan dibunuh bersama Sekretaris Komite Nasional Indonesia (KNI). Seluruh raja-raja Kuala, Panai, Bilah, dan Kota Pinang dibunuh didekat titi Gunting Saga di Ranto Parapat dibunuh juga Raden Sukarman dan seorang pembantunya. Di Kuala, raja dan putranya Tengku Bedarul Kamal, Tengku Harun, Tengku Sulung Yahya dibunuh. Di Bilah, pembantaian dilaksanakan atas perintah Wiryono dari PKI (kepala Kantor Pos) dan Bahrum Nahar. Sultan Bilah dan putera-puteranya Tengku Harun dan menantunya Tengku Sri Muda juga dibunuh.

Di Kota Pinang pun terjadi hal yang sama. Raja beserta putera-puteranya Tengku Abdul Hamid, Tengku Besar, Tengku Maun, dan Tengku Monel juga dibunuh. Pada tanggal 10 maret ditangkap lagi putera Sultan Bilah dan Tengku Murad. Semua korban dibunuh secara tragis. Kita komandan Divisi Tentara Republik Indonesia daerah Sumatera Timur mempermaklumkan :

1. Mulai pada hari Selasa tanggal 5 maret 1946, terhitung dari mulai pukul 12 tengah hari (Sumatera), pemerintahan Raja dari Negara Republik Indonesia


(42)

dalam daerah Sumatera Timur, diluar (terkecuali), Kota Medan, dipegang oleh Tentara Republik Indonesia Divisi Sumatera Timur.

2. Diminta kepada segenap lapisan rakyat dan penduduk, berlaku aman dan tentram dan bekerja seperti biasa.

Hingga tanggal 6 maret 1946, revolusi sosial di Sumatera Timur masih berlangsung. Wakil-wakil pemerintah Mr. Luat Siregar dan M. Junus Nasution telah memulai perjalanan berkeliling untuk mengamankan dan menyusun badan-badan pemerintahan. Pada saat itu diadakan pertemuan dengan anggota Volksfront yang ada di Medan dengan pegawai-pegawai tinggi NRI, anggota-anggota Markas Divisi TRI dan pimpinan pasukan-pasukan yang lain untuk melakukan koordinasi. Pihak sekutu dan Jepang sudah diminta supaya mereka jangan mencampurai revolusi sosial di Sumatera Timur.

Sebelumnya, tanggal 5 maret diadakan sebuah rapat antara Volksfront dengan KNI dan wakil kerajaan Lnagkat yang dihadiri oleh M. Junus Nasution. Dalam rapat tersebut diambil keputusan untuk menghapuskan daerah-daerah istimewa Langkat. Selanjutnya tanggal 7 maret, beribu-ribu rakyat berkumpul didekat Mesjid Raya Medan dan mendesak Komite Nasional wilayah Deli untuk menghapuskan wilayah istimewa Deli. Akhirnya, rapat yang dihadiri M. Junus Nasution tersebut berhasil menghapuskan wilayah istimewa Deli.

Tidak berbeda dengan yang terjadi di Langkat dan di Deli. Tepat tanggal 8 maret juga dilakukan penghapusan daerah istimewa Tanah Karo atas


(43)

kehendak rakyat. Daerah istimewa Bilah dan Panai juga ikut dihapuskan dalam revolusi sosial di Sumatera Timur.

3.3.6 Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia

Akibat agresi militer Belanda II, Amerika mengancam akan memutuskan bantuan ekonomi (Marshal Plan) terhadap Belanda apabila tidak mau berunding, sehingga kebijakan Belanda mulai mengarah pada diplomasi. Tindakan Belanda dengan aksi militer di bidang politik pun tidak menguntungkan mereka. “Negara-negara” ciptaannya seperti “Negara Pasundan”, “Negara Madura”, “Negara Sumatera Timur”, “Negara Jawa Timur”, “Negara Indonesia Timur” bahkan mencela dan memprotes. Dewan Keamanan PBB mulai membicarakan agresi Belanda.

Karena tekanan-tekanan politik dan militer (dengan makin besarnya kemampuan TNI untuk melancarkan serangan gerilya) itulah akhirnya Belanda mau menerima perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan agresinya.

Pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani naskah pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan dilakukan pada waktu yang bersamaan di Indonesia dan di negeri Belanda, yaitu pada tanggal 27 Desember 1949.


(44)

Di negeri Belanda, di ruang takhta Istana Kerajaan Belanda, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. A. M. J. A. Sassen dan Ketua Delegasi RIS Drs. Moh. Hatta, bersama-sama membubuhkan tanda tangan pada naskah pengakuan kedaulatan tersebut.

Di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota A. H. J. Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tanda tangan pada naskah penyerahan kekuasaan.

Peristiwa ini mengakhiri suatu periode dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Berakhirlah periode perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan yang penuh dengan penderitaan dan pengorbanan.


(45)

3.3.7 Berdirinya Negara Sumatera Timur (NST)

Gambar Bendera dan Lambang Negara Sumatera Timur

Negara Sumatera Timur (NST) dibentuk oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1947. Pada tanggal 25 Desember 1947, van Mook mengeluarkan dekrit yang secara resmi menyatakan, bahwa DIST diakui sebagai sebuah negara, dengan nama Negara Sumatera Timur (NST). Pada tanggal 20-21 Januari 1948, Dewan mendengarkan laporan dari anggota-anggota delegasi ke Jakarta tentang:

a) Persiapan pemerintah federal sementara

b) Pembicaraan-pembicaraan tentang kedudukan Sumatera Timur.


(46)

a) Jajaran NST segera diambil sumpahnya, setelah susuna tatnegara diumumkan

b) Mengeluarkan majalah Warta Resmi Negara Sumatera Timur, sebuah majalah untuk memusatkan peraturan-peraturan dan berita-berita resmi dari NST.

Selanjutnya, Dewan Sementara mengesahkan Peraturan Tentang Organisasi Ketatanegaraan Negara Sumatera Timur pada tanggal 27 Januari 1948. Tepatnya pada tanggal 29 Januari 1948 dilaksanakan proklamasi Negara Sumatera Timur di Kota Medan. Suatu negara harus disertai lembaga pemerintahan sehingga hal ini ditindaklanjuti dengan pengesahan peraturan tentang organisasi ketatanegaraan NST. Dalam upacara itu juga, dikibarkan bendera NST24

1. Adanya klausul menentukan hak nasib sendiri bagi masyarakat di Indonesia, seperti tercantum didalam pelaksanaan Perjanjian Linggarjati (kemudian diakui juga dalam Perjanjian Renville)

untuk pertama kalinya.

Ada beberapa alasan sehingga NST berdiri, diantaranya adalah sebagai berikut:

2. Para intelektual penduduk asli Sumatera Timur, meskipun mereka kebanyakan keturuna bangsawan, tetapi didukung oleh Belanda untuk

24

Bendera NST berwarna Kuning, Putih dan Hijau. Kuning bermakna kemuliaan atau kebesaran, putih bermakna ketenangan, dan hijau berarti kesejahteraan.


(47)

menghadapi RI (yang pimpinannya juga kaum intelektual didikan Belanda). Hal ini untuk menghilangkan kesan bahwa NST bukan mau mengembalikan sistem swapraja di Sumatera Timur, yang sebenarnya Belanda sendiri sudah mau menghapuskannya di Indonesia dan tidak pernah lagi merehabilitirnya di seluruh Indonesia. Oleh sebab itu semua administrasi kekuasaan kerajaan di Sumatera Timur diambil alih oleh NST.

3. Adanya keinginan para intelektual Sumatera Timur untuk memegang kekuasaan politik di Sumatera Timur yang sangat makmur agar jangan jatuh ketangan orang pendatang, sebagai halnya ketika berada dibawah kekuasaan NRI (periode 1946-1947). Ada juga bekas raja-raja kecil dan Sultan Asahan (keponakan dari dr. Mansjoer) yang bekerja pada NST meskipun gembong-gembong NST tidak akan memulihkan kekuasaan pimpinan adat tradisional ataupun mendukung hak ulayat tanah penunggu.

4. Gembong–gembong NST mendukung pemerintah federalk Indonesia di Jakarta untuk menjadi bagian dari NRI. Dengan demikian hasil yang kaya dari Sumatera Timur tetap berada didaerah ini25

25

Tim Khusus Perencanaan Dan Pelaksana Pembangunan Tatengger Di Propinsi daerah Tingkat I Sumatera Utara, Perjuangan Menegakkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia Di Sumatera Utara, Medan: Tanpa Nama Penerbit, 1995, hlm. 118–122.


(48)

Dr. H. J. Van Mook sebagai Petinggi Belanda di Indonesia turut hadir pada saat proklamasi NST. Dalam upacara itu dilakukan pengambilan sumpah terhadap dr. T. Mansjoer sebagai Wali NST dan anggota Dewan Sementara26.

dr. Tengku Mansoer

26


(49)

Pada tanggal 12 Maret 1948 diadakan upacara peresmian NST yang dihadiri utusan dari berbagai wilayah lainnya di Indonesia dan pembesar dari Jakarta. Sejak malam sampai tanggal 18 Maret diadakan perayaan, pasar malam dan perlombaan untuk rakyat. Pada tanggal 23 Maret diadakan upacara

serah terima Pemerintahan Sumatera Timur dari Mr. J. Gerritsen (Recomba/Commissaris van de Kroon)27. Dengan adanya NST, semua hasil

tanah perkebunan berada ditangan pemerintahan NST dan tidak lagi ditangan raja-raja28

1. Penyerahan urusan kerajinan, sesuai dengan staatsblad No. 126 Tahun 1948.

.

Dengan serangkaian ketetapan Wali Negara Sumatear Timur, maka diumumkan beberapa penerangan urusan-urusan pemerintahan oleh Gubernur Hindia Belanda kepada NST dilakukan melalui besluit, yaitu :

2. Penyerahan urusan kehutanan sesuai dengan staatsblad No. 127 Tahun 1948.

3. Penyerahan urusan kehewanan, sesuai dengan staatsblad No. 128 Tahun 1948.

27

Recomba merupakan Komisaris Pemerintah untuk masalah–masalah pemerintahan.

28

T. Lukman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan: Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hlm. 589.


(50)

4. Penyerahan urusan pertanian, sesuai dengan staatsblad No. 129 Tahun 1948.

5. Penyerahan urusan ekonomi, sesuai dengan staatsblad No. 130 Tahun 1948

6. Penyerahan urusan pengairan dan pembangunan, sesuai dengan staatsblad No. 131 Tahun 1948.

7. Penyerahan urursan sosial, sesuai dengan staatsblad No. 157 Tahun 1948.

8. Penyerahan urusan kesehatan, sesuai dengan staatsblad No. 158 Tahun 1948.

9. Penyerahan urusan Pendidikan, kesenian dan Ilmu Pengetahuan, sesuai dengan staatsblad No. 159 Tahun 1948.

10.Penyerahan urusan pelayaran, sesuai dengan staatsblad No. 184 Tahun 1948.

11.Penyerahan urusan keuangan, sesuai dengan staatsblad No.320 Tahun 1948.

Pembentukan NST ini ternyata mendapat kecaman dari kaum republiken. Mereka menganggap sebagai boneka Belanda karena NST merupakan sebuah negara bentukan Beklanda, sama halnya dengan negara federal lainnya seperti Negara Indonesia Timur (Desember 1946) yang


(51)

dipimpin oleh Tjokorda Gede Rata Sukawati, Negara Sumatera Selatan (30 agustus 1948) yang dipimpin oleh Abdul Malik, Negara Jawa Timur (26 November 1948) yang dipimpin oleh R. T. Kusumonegoro, Negara Pasundan (26 Februari 1948) yang dipimpin oleh R. A. A. Wiranata Kusumah dan Negara Madura (16 januari 1948) yang dipimpin oleh Tjakraningrat.

Kaum republiken berusaha mempengaruhi opini masyarakat Sumatera Timur, agar tidak mendukung kehadiran NST. Hal ini disampaikan melalui surat kabar Waspada dan Mimbar Umum. Salah satu tokoh republik di Sumatera Timur, Djamin Gintings mengatakan bahwa NST merupakan negara boneka yang dijadikan alat oleh belanda untuk menghancurkan NKRI.

Demikian juga halnya dengan pernyataan M. Said dalam surat kabar Waspada. Menurut beliau NST merupakan negara tidak menentu, karena NST tidak jelas. Tulisan M. Said sebagai tokoh pers tentang NST dalam surat kabar Waspada edisi April 1948 mengemukakan pendapat bahwa kekuasaan NST sebagai negara bikinan Belanda jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuasaan zelfbestuurders (sultan-sultan) masa sebelum perang yang menandatangani politik kontrak dengan Belanda29

29

Prambudi Said, Sejarah Harian Waspada, dan 50 TahunPeristiwa Halaman Satu, Medan: PT. Prakarsa Abadi Press, 1995, hlm. 15.

. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hak-hak zelfbestuurders berkurang karena sultan-sultan atau raja-raja sendirialah yang menyerahkan kepada Belanda.


(52)

Sebaliknya hak-hak Negara Sumatera Timur kecil adalah karena tidak diberikan oleh Gubernemen Hindia Belanda kepada NST. M. Said menyatakan bahwa Negara Sumatera Timur adalah negara “nasotontu”(negara tidak menentu)30

Namun pihak NST juga menggunakan surat S. K. Mestika yang dipimpin oleh Tengku Jafisham guna menanggapi dan membalas kecaman dari kaum republiken. Dr. Mansjoer membantah semua kecaman dari kaum republiken yang mengatakan bahwa tokoh-tokoh NST sebagai boneka Belanda. Dr. Mansjoer mengatakan bahwa gerakan sudah ada sejak masa

. Dimana M. Said melihat wilayah NST itu masih dibawah kekuasaan RI sedangkan batas-batasnya tidak mendapat kesepakatan dari pihak Republik. Tulisan M. Said kepada NST disampaikan kepada masyarakat melalui harian Waspada yang bertujuan supaya masyarakat umum mengetahui lebih lanjut tentang NST. Protes juga datang dari pemerintah pusat yang menyatakan bahwa para tokoh yang membentuk NST adalah para penghianat terhadap republik yang berdaulat.

Tak cukup sampai disitu, pembentukan NST tak hanya mendapat kecaman dari kaum republiken, tetapi juga dari pemerintah Belanda yang bertugas di Sumatera Timur yaitu van de Velde. Van de Velde memandang pembentukan NST sebagai bentuk pemerasan politik oleh golongan minoritas setempat yang telah diuntungkan oleh Agresi Militer Belanda I.

30


(53)

pendudukan Jepang. Untuk melawan dominasi masyarakat pendatang. Meskipun demikian, Dr. Mansjoer dalam pidatonya didepan sidang Dewan Perwakilan sementara NST, secara tidak langsung mengakui adanya bantuan dari pihak Belanda dalam mewujudkan NST31

Setelah penyerahan kedaulatan RI bersama organisasi Front Nasional akhirnya dapat mengalahkan NST. Negara Kesatuan diproklamasikan tanggal 15 Agustus 1950 didepan kantor Gubernur Militer di Medan. Dr. Mansjoer

.

Dengan adanya kritik pemerintah pusat dan juga pers terhadap NST membuat Front Nasional dari beberapa daerah diantaranya: Tebing Tinggi, Lubuk Pakam, Perbaungan, Kisaran dan lain lain melakukan aksi mendukung terwujudnya negara kesatuan.

Runtuhnya NST disebabkan beberapa faktor, diantaranya karena terjadinya konflik internal dimana muncul golongan pendukung feodal dan anti feodal. Disamping itu tokoh-tokoh pemimpin NST tidak mampu menghadapi propaganda RI serta menarik masyarakat untuk mendukung NST. KMB yang dilaksanakan tanggal 23 Agustus-2 November 1949, salah satu keputusannya menentukan nasib NST yaitu bahwa KNIL akan masuk menjadi APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Dengan demikian kekuatan militer NST semakin terjepit sementara golongan pendukung republik bersama TNI menyatukan kekuatan untuk meruntuhkan NST.

31


(54)

secara resmi menyerahkan semua kekuasaan dan wewenang pemerintahan NST kepada ketua PPNKST Sarimin Reksodihardjo.32

32

Ibid. hlm. 213.

Sumatera Timur digabungkan dengan Tapanuli dan Aceh menjadi propinsi Sumatera Utara dengan ibukotanya Medan.


(55)

BAB IV

AGRESI MILITER BELANDA DAN BUBARNYA NEGARA SUMATERA TIMUR

4.1 Agresi Militer Belanda

Kedatangan Pasukan Belanda ke Kota Medan

Sebelum dilaksanakannya Persetujuan Linggarjati, sudah terlebih dahulu diadakan perundingan-perundinganyang mengarah ke perjanjian tersebut. Sementara itu dalam rangka hasil perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda kearah penandatanganan Persetujuan Linggarjati, diambil suatu keputusan bahwa akan berlaku penghentian tembak-menembak (cease fire) di seluruh Indonesia


(56)

yang akan berlaku mulai tanggal 15 Februari 1947 tepat pukul 12 malam.33

Untuk memperkuat kedudukan Belanda di Indonesia melalui sekutu, dibentuklah Allied Military for Civil Affair Brandh (AMACAB) yang bertugas mengatur pengembalian urusan pemerintahan kepada Belanda

Perundingan seperti ini sudah sering dilakukan tetapi pertempuran masih tetap saja ada. Sebelum berlakunya perundingan gencatan senjata, bangsa Indonesia melakukan operasi untuk merebut pos pertahanan Belanda.

Di Kota Medan operasi ini dipimpin oleh Mayor Hasan Achmad dan Mayor Martinus Lubis dengan nama Operasi 15 Februari 1947. Operasi ini tidak berhasil karena beberapa faktor diantaranya persenjataan yang kurang memadai serta komunikasi yang kurang terkoordinasi. Dalam operasi tersebut, salah seorang pemimpinnya wafat yaitu Mayor Martinus Lubis. Melihat situasi yang selalu berperang, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui meja perundingan, sehingga tanggal 27 Maret 1947 ditandatangani Perjanjian Linggarjati yang salah satu isinya yaitu pengakuan dari Belanda atas kekuasaan Indonesia terhadap Jawa, Sumatera dan Madura.

34

33

Laiku Sailangit dkk, Op. cit., hlm. 241.

34

Syahnan, Dari Medan Area Ke Pedalaman Dan Kembali Ke Kota Medan, Medan: Dinas Sejarah Kodam – II/BB, 1982, hlm. 62.

. Pihak Republik menyaingi dengan menyatukan komando, sementara Belanda semakin berusaha untuk dapat menjajah kembali Indonesia dengan membentuk negara boneka. Setelah merasa


(57)

siap, Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda yang pertama pada tanggal 21 Juli 1947. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap isi Perjanjian Linggarjati dengan melaksanakan serangan serentak terhadap semua pertahanan RI baik melalui udara, laut dan darat. Untuk daerah Medan sendiri tembakan dilancarkan ke seluruh penjuru, namun oleh pihak Belanda, agresi ini dikatakan sebagai tindakan polisionil untuk mengamankan situasi.


(58)

Kedatangan Pasukan Belanda ke Kota Medan


(59)

Dua hari setelah Agresi Militer Belanda, pasukan Republik Indonesia membalas serangan tersebut sampai dengan tanggal 4 Agustus sehingga terjadi pertempuran yang terus menerus karena adanya aksi balasan. Namun pertempuran tersebut dimenangkan oleh Belanda karena Belanda dapat menguasai beberapa kota seperti: Medan, Pancur Batu, Tanjung Morawa, dan sebagainya. Poh An Tui turut berperan membantu Belanda dalam merebut kota-kota di Medan35

Berbagai upaya dilakukan Belanda agar Indonesia hancur dan jatuh ketangan Belanda. Upaya tersebut malah semakin mengangkat nama Indonesia dimata dunia internasional dan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda menjadi perhatian PBB. Respon PBB terhadap masalah ini adalah dengan membentu Komisi Tiga Negara (KTN) dengan anggotanya adalah: Belgia, Australia, dan Amerika Serikat. Salah satu hasil kerja dari KTN tersebut adalah mengadakan perjanjian antara

.

Persatuan Sumatera Timur (PST) yang sudah berdiri sejak tahun 1938 dan Siap Sedia (SS) pada masa pendudukan Jepang adalah perkumpulan yang memberikan perhatian pada kepentingan sosial ekonomi penduduk “asli” Sumatera Timut. Organisasi ini merupakan cikal bakal berdirinya Negara Sumatera Timur (NST) setelah Agresi Militer Belanda I. Belanda menyetujui pembentukan NST ini dengan maksud kekuata republik akan terbagi – bagi dan dengan sendirinya akan mudah untuk dikuasai.

35


(60)

Indonesia dengan Belanda, perjanjian yang dimaksud adalah Perjanjian Renville yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948.

Setelah Perjanjian Renville, pada tanggal 7 Februari 1948 dikeluarkan sebuah ketetapan yang isinya adalah supaya pasukan RI yang berada di kantong-kantong di Tanah karo, Langkat, Deli Serdang, Asahan dan Simalungun serta sekitar Kota Medan supaya meninggalkan daerah tersebut dalam tempo 2 x 24 jam36. Sebenarnya Perjanjian Renville merugikan Indonesia karena semakin mempersempit wilayah Indonesia, tetapi persetujuan tetap diterima dengan pertimbangan secara diplomasi masalah dapat diatasi. Diharapkan dengan ditandatanganinya perjanjian ini tidak akan ada lagi pertempuran. Sementara yang terjadi di republik adanya perpecahan ditubuh TNI, kesempatan ini digunakan Belanda untuk mempersiapkan terhadap Indonesia.

Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer ke duanya yang berhasil menduduki ibukota RI serta menawan pemimpinnya, sehingga dibentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi atas inisiatif Mr. Syarifuddin Prawiranegara. Republik menanggapi agresi ini dengan memberikan perlawanan sehingga sampai awal tahun 1949, masih banyak pertempuran yang terjadi di seluruh Indonesia.

36

B. Ar. Pulungan, Perjuangan Menegakkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Sumatera Utara Jilid II, Medan: Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara, hlm. 137.


(61)

4.2 Negara Sumatera Timur (NST) Melebur Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Negara Sumatera Timur merupakan satu dari dua negara bagian Republik Indonesia Serikat yang paling lama bertahan. NST bubar pada tanggal 17 Agustus 1950. NST dapat bertahan hingga detik terakhir pembentukan negara kesatuan karena petinggi-petinggi NST mampu merekayasa kepentingan ekonomi perkebunan di Sumatera Timur. Runtuhnya NST tidak terlepas dari kurang mampunya tokoh–tokoh NST dalam upaya memobilisasi dukungan massa rakyat, terutama para petani dan buruh–buruh perkebunan didaerah pedesaan. Berbagai kebijakan ekonomi dan politiknya justru lebih mengasingkan NST dari masyarakatnya, termasuk etnis asli, petani Karo dan Simalungun. Kebijaksanaan agraria ternyata membuat buruh–buruh Jawa dan petani migran lebih mendukung Republik .

Tepat pada tanggal 15 Agustus 1950, Soekarno secara resmi mengproklamirkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesi (NKRI) di hadapan sidang bersama parlemen dan senat RIS. Dengan berdirinya NKRI maka pemerintah RIS dibawah pimpinan Perdana Mentri Mohammad Hatta menyerahkan mandatnya kepada Soekarno. Demikian pula dengan pemerintah federal di daerah-daerah dinyatakan bubar.

Sebelum terbentuknya NKRI, kerap kali terjadi pemogokan besar dan terlama yang berlangsung sejak akhir Desember 1949. Buruh pelabuhan Belawan melancarkan aksi mogok kerja untuk menuntut perbaikan nasib atau upah, dua hari


(62)

setelah pengakuan kedaulatan. Lebih kurang 500 petani mengadakan rapat umum di Kabanjahe pada 15 Januari 1950. Para petani Karo menuntut agar pemerintah NST secepatnya mengadakan penyelesaian pemogokan tersebut berdasarkan tuntutan buruh yang mogok. Pada 22 Maret buruh kereta api melakukan aksi mogok. Sekitar 3000 buruh kereta api di Sumatera Timur yang mogok memberikan dampak besar kepada perkebunan. Sebab, 90% barang produk perkebunan diangkut dengan kerata api ke Pelabuhan Belawan dan kota–kota lainnya.

Terhitung dari bulan Desember 1949, kekuatan politik Sumatera Timur berusaha menghancurkan NST yang dianggap produk dari van Mook. Di daerah Sumatera Timur, khusunya Karo dan Simalungun terjadi pemogokan dan demonstrasi sehingga melahirkan Aksi Tuntutan Rakyat (ATR) yang diketuai Mbera Barus. Selain itu, muncul pula organisasi massa yang bernama Kongres Rakyat Sumatera Timur (KRSTI).

Selain itu, para pendukung NST, terutama yang bergabung dalam Partai Negara Sumatera Timur (PNST) turut membentuk Permusyawaratan Rakyat se-Sumatera Timur (PRSST) yang dipimpin oleh Tengku Nikmatullah. Organisasi ini muncul karena ketakutan pemimpin NST dan penduduk NST apabila Sumatera Timur digabungkan kedalam Republik Indonesia sebelum Negara Kesatuan dibentuk. Hal ini disebabkan bentuk negara pada masa itu adalah RIS.

Selanjutnya, tanggal 19 Mei 1950, program Hatta untuk mendirikan Negara Kesatuan secara resmi diumumkan. Hal ini sebagai bentuk persetujuan pemerintah


(63)

RIS mewakili NST dan NIT dengan RI. Semua pihak telah setuju untuk membentuk Negara Kesatuan. Berikut ini proses perubahan RIS menjadi Negara Kesatuan. Pemerintah NST dan NIT menyerahkan mandatnya kepada panitia RIS, selanjutnya delegasi pemerintah RIS berunding dengan delegasi pemerintah RI. Selanjutnya, dibentuk sebuah panitia untuk mengubah konstitusi sementara RIS yang terdiri dari wakil RIS dan RI. Rancangan tersebut diajukan kepada DPR, senat RIS, dan BPKNIP. Kemudian, kedua pemerintah RIS dan RI bubar dan Presiden mengupayakan pembentukan pemerintah baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selanjutnya, tanggal 10 Juli 1950, pemerintah RIS mengangkat empat anggota Panitia Persiapan Negara Kesatuan Sumatera Timur (PPNKST). Panitia ini dibentuk untuk melakukan tahap akhir penggabungan NST kedalam NKRI. Selanjutnya, tugas PPNKST membentuk DPRS disetiap kabupaten dan kotapraja di Sumatera Timur berdasarkan Peraturan Pengganti UU No. 2 Tahun 1950 dari NRI dan Tapanuli serta Aceh disatukan menjadi Provinsi Sumatera Utara. Ketua PPNKST adalah Sarimin Reksodihardjo, sedangkan anggotanya adalah MR. Moh. Yusuf, Moh. Amin, dan Raja Kaliamsyah Sinaga. Dalam menjalankan tugas-tugasnya PPKNST dibantu oleh dua badan, yaitu:

1. Badan penasehat, yaitu: Dr. Mahmud Hamzah, G. B. Yosua, H. Adb. Rahman Syahib, Mohd. Alinafiah Lubis, Mr. Mahadi, Sugondo Kartoprodjo, Keras Surbakti.


(64)

2. Badan penempatan pegawai, yaitu: Madong Lubis. Madja Purba, Mustafa Pane, Abd. Wahab Siregar, Souhouka, Tewoh, Mohd. Kasim, Abdullah Eteng, Arsip, Abd. Wahid Er, Udin Syamsuddin, Tengku Ubaidullah, Telah Mohd. Amin, Abd. Rahim Ja’far, F. Hutagalung (Serikat NST), Abd. Rahman, Mangaraja Ihutan, dan M. Arsyad Talib Lubis.

Selanjutnya, tanggal 16 Juli 1950 dikeluarkan urgensi Program PPNKST yang menyatakan bahwa Sumatera Timur akan dijadikan sebagai bagian daerah administatif (tidak otonomi) sesuai dengan azas undang-undang Pemerintahan Daerah RI No. 22 tahun 1948. Selanjutnya, dibentuk Panitia Penyelenggara Pembentukan Provinsi Sumatera Utara (P4SU) berdasarkan ketetapan Menteri Dalam Negeri RIS No. 13 tahun 1950. Panitia tersebut terdiri dari wakil-wakil dari tiga wilayah (Aceh, Tapanuli, dan NST) yang akan dijadikan Provinsi Sumatera Utara. P4SU tersebut diketuai Sarimin Reksodiharjo. Selain itu Sarimin Reksodiharjo juga diangkat sebagai pejabat sementara Gubernur Sumatera Utara. Sedangkan anggotanya adalah: T, Daudsyah, Raja Kaliamsyah, dan Binanga Siregar. Dengan pembentukan P4SU tersebut, elite-elite NST mengundurkan diri dari jabatannya, meskipun NST secara resmi belum bubar.

Untuk memperlancar bergabungnya NST ke dalam Negera Kesatuan, terdapat kesepakatan lisan antara dr. Mansoer dengan Mohammad Hatta. Kesepakatan tersebut berisi apabila NST dibubarkan, maka empat batalion Barisan Pengawal NST tetap berada dalam wilayah Sumatera Timur.


(65)

Selanjutnya, tanggal 13 Agustus 1950, Dewan NST mengesahkan undang-undang pembubaran NST. Seluruh kekuasaan, kewajiban, dan alat kelengkapan pemerintah dialihkan kepada pemerintah Negara Kesatuan,yang diwakilkan oleh PPNKST. Tepat tanggal 15 Agustus, Negara Kesatuan diproklamasikan dideapn Kantor Gubernur Militer di Medan. dr. Mansoer secara resmi menyerahkan semua kekuasaan dan wewenang pemerintah NST kepada Ketua PPNKST, Sarimin Reksodiharjo. Tepat pada ulang tahun ke-5 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diadakan di seluruh Sumatera Timur. Sumatera Timur, Tapanuli, dan Aceh bergabung membentuk Provinsi Sumatera Utara.


(66)

4.3 Peranan Sumber Visual Fotografi Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Kota Medan Tahun 1945-1950

Realitas memperlihatkan, sebagaimana karya-karya kategori sejarah lainnya, seperti sejarah politik, sejarah sosial, sejarah kebudayaan dan sejarah ekonomi, karya-karya sejarah pada umumnya masih menjadikan sumber tertulis sebagai sumber utama penulisan atau bahkan sumber satu-satunya dalam merekonstruksi sejarah.

Dengan demikian karya sejarah lebih banyak lahir dalam bentuk konvensional, sebagaimana yang dapat dilihat dewasa ini, yakni karya sejarah yang secara substansial didominasi oleh deskripsi atau narasi yang bersifat tertulis.Padahal, kenyataan memperlihatkan bahwa sumber-sumber yang dapat digunakan untuk merekonstruksi sejarah seni tidak hanya berupa sumber tertulis tetapi juga sumber benda, sumber lisan, dan sumber visual.Bahkan, keberadaan sumber visual semakin hari tampak semakin mendominasi sumber sejarah untuk kepentingan rekonstruksi sejarah.Disadari atau tidak, saat ini pun manusia modern tengah memasuki era yang dinamakan era kebudayaan nirkertas atau paperless culture.

Foto dapat merekam peristiwa atau kejadian untuk pemberitaan, bahan bukti dan pelengkap pemberitaan.Kumpulan daripadanya yang disusun selektif dan kronologis dapat merupakan penggambaran fakta dan dokumentasi dalam sejarah.Foto juga dapat menjadi sarana propaganda yang dapat menaikkan nilai semangat seseorang atau bahkan menurunkan bahkan menghilangkan semangat itu sendiri. Pada era perang kemerdekaan foto juga berperan penting dalam proses


(67)

Indonesia mencapai kemerdekaannya. Pada masa itu khususnya di Kota Medan, foto-foto sebuah peristiwa telah banyak bercerita dan dinikmati masyarakat yang diperoleh melalui pemberitaan oleh para jurnalis.

Dalam banyak kesempatan, terlepas dari kondisi ekonomi dan langkanya para penjual dan pemilik kamera foto, tetapi warisan dari foto tersebut masih bisa dinikmati sampai pada masa sekarang ini.dapat dibayangkan bagaimana foto-foto yang kita nikmati sekarang menjadi propaganda perjuangan pada masa itu. Contoh kasus yang sangat sederhana ketika kita melihat foto pembacaan naskah proklamasi di Kota Medan tepatnya dilapangan Esplanade (lapangan Merdeka sekarang). Maka akan timbul banyak pertanyaan di benak orang yang melihat foto tersebut. Bisa kita pastikan akan ada respon bahkan reaksi yang timbul setelah melihatnya. Demikianlah peranan foto dalam masa perjuangan kemerdekaan khususnya di Kota Medan.

Foto-foto yang menggambarkan etos perjuangan kemerdekaan banyak nilai-nilai jurnalistiknya.Peran fotojurnalistik dalam menceritakan kejadian atau peristiwa yang berlangsung sejak kemerdekaan tidak pernah absen dalam perjuangan. Pers (surat kabar dan jurnalis foto) masa revolusi merupakan kekuatan bangsa dalam memberikan sarana yang meneriakkan perjuangan melalui berita-beritanya.


(68)

4.4 Fotografi Sebagai Sumber Informasi Perjuangan Kemerdekaan

Peranan fotografi tidak hanya dirasakan pada masa perang kemerdekaan, tetapi pada masa pergerakan nasional pun digunakan sebagai media untuk menyebarkan informasi. Turut beriringan juga dengan perkembangan pesat surat kabar yang terbit di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan informasi. Tokoh-tokoh pers melakukan aksi propaganda untuk mempertahankan kemerdekaan melalui berita yang dimuat dalam surat kabar. Keberhasilan surat kabar sebagai media perjuangan tidak terlepas dari peranan jurnalis foto yang menyandingkan berita-berita tentang etos perjuangan melalui tulisan dengan foto-foto.

Foto-foto yang bersanding dengan surat kabar selalu bersifat jurnalistik. Fotojurnalistik adalah media komunikasi yang menggabungkan elemen verbal dan visual.Elemen verbal yang berupa kata-kata itu yang melengkapi informasi sebuah gambar (foto), sebab sebuah foto tanpa keterangan dapat kehilangan makna.Secara sederhana fotojurnalistik adalah foto yang bernilai berita atau foto yang menarik bagi pembaca tertentu dan informasi tersebut disampaikan kepada masyarakat sesingkat mungkin.


(69)

Foto pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dimuat di harian Merdeka pada tanggal 20 Februari 1946.

Surat kabar merupakan lapangan kontrol yang paling sehat dengan memuat berita yang sebenarnya terjadi di masyarakat dan berani bertanggung jawab.37

37

Muhammad TWH, Perjuangan Tiga Komponen Untuk Kemerdekaan, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2004, hlm. 4.

Pers berperan sebagai kontrol sosial pada masa revolusi dengan cara memberi penerangan tentang kemerdekaan dan sebagai wujudnya yaitu Kesatuan Republik Indonesia yang harus dipertahankan. Disamping itu pers juga berperan sebagai penghubung pemerintah pusat dengan daerah melalui berita-berita yang dimuat.Liputan pers mampu membentuk pendapat umum masyarakat terhadap sasaran pemberitaannya sehingga dapat mempengaruhi masyarakat yang membacanya.


(70)

BAB V PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

Foto adalah penyikap sejarah, kehadiran visual yang melahirkan teks-teks baru dalam kehidupan.Fotografer menjadi penanda keberadaan foto dan teks pada suatu tempat dan menjadi bukti bahwa mereka ingin masuk dalam lingkaran hermeneutik.Kini, rekaman itu dapat dibaca kembali, menjadi bermakna bila ditarik ke masa kini, mereka pernah ada dalam dunia sebagai penggambar realitas.Kontribusi mereka dalam bentuk karya fotografi telah terbukti.Sebagai fotografer, mereka ingin mengabarkan kepada dunia bahwa kehadirannya dapat menjembatani peta perjalanan sejarah dalam menapaki dialog peradaban baru.

Sumber visual sebagai salah satu kekayaan sumber sejarah merupakan jenis sumber yang masih sangat jarang digunakan sebagai media rekonstruksi sebuah sejarah.Peningkatan penggunaan sumber visual, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dari waktu ke waktu tampak demikian deras seiring dengan perkembangan teknologi informasi.Sumber visual yang dihasilkan pun tidak hanya sebatas gambar tidak bergerak (foto) tetapi juga berupa gambar bergerak (film).


(71)

Sejarah visual pada dasarnya bisa dipahami dalam dua pengertian besar.Pertama, sejarah visual sebagai sumber sejarah.Kedua, sejarah visual sebagai hasil dari rekonstruksi sejarah. Kota Medan rentang tahun 1945-1950 sedang menghadapi masa-masa pergolakan dalam menyelenggarakan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, sama halnya seperti kota-kota lain di Indonesia.

Nilai Informasi dari sebuah foto yang bisa penulis sampaikan dalam pembahasan ini adalah :

a) Foto dapat merekam peristiwa atau kejadian untuk pemberitaan, bahan bukti dan pelengkap pemberitaan. Kumpulan daripadanya yang disusun selektif dan kronologis dapat merupakan penggambaran fakta dan dokumentasi dalam sejarah.

b) Foto tentang sesuatu atau keadaan setempat dapat merupakan apresiasi budaya yang membimbing rasa melestarikan sejarah.

c) Foto dapat menerangkan detail suatu benda untuk keperluan studi ilmiah. d) Foto dapat merekam subyektifitas pandangan sekaligus sebagai usaha

eksperimental dalam bidang sejarah.

Perlu dikemukakan di sini, bagaimanapun bentuk rekonstruksi yang akandilahirkan, sejarah visual haruslah menyajikan timeline atau storyline secara visualtentang berbagai dinamika atau perubahan yang terjadi.Timeline atau storyline tersebuttentu harus tersaji secara diakronik. Penyajian timeline atau storyline dalam sejarah dengan konstruk sejarah visual bisa dipastikan akan menjadikan sejarah lebihmenarik, lebih mudah dipahami dan lebih provokatif untuk


(72)

memancingkeingintahuan orang dalam memahami sejarah. Bila itu mampu disajikantentu akan menjadi sebuah revolusi besar dalam konteks penyajian sejarah, daritulisan menjadi visual, dari media kertas bergerak ke media film.

Sumber visual sebagai salah satu kekayaan sumber sejarah merupakan jenissumber yang masih sangat jarang digunakan sebagai media rekonstruksi sejarah seni.Padahal, realitas memperlihatkan betapa peningkatan sumber visual, baik secarakuantitatif maupun kualitatif, dari waktu ke waktu tampak demikian deras seiringdengan perkembangan teknologi informasi.Sumber visual yang dihasilkan pun tidakhanya sebatas gambar tidak bergerak tetapi juga berupa gambar bergerak. Di sisi lain,realitas juga memperlihatkan betapa peningkatan sumber tertulis (di atas mediakertas) semakin hari tampak semakin berkurang.

Hal ini berkorelasi dengan semakinberkurangnya tradisi tulis di atas media kertas.Dengan kenyataan tersebut, secaraeksplisit terlihat betapa perhatian terhadap keberadaan dan penggunaan sumbervisual sebagai sumber penulisan sejarah, perlu segera ditingkatkan.Representasi dari peningkatan tersebut adalah melaluipengayaan konstruksi sejarah visual dalam penulisan sejarah seni.


(73)

(74)

(75)

(76)

Sejarah visual pada dasarnya bisa dipahami dalam dua pengertian besar.Pertama, sejarah visual sebagai sumber sejarah.Kedua, sejarah visual sebagai hasilrekonstruksi sejarah. Dalam pengertian pertama, sejarah visual merupakan sebuahkegiatan atau proses pengumpulan sumber sejarah dalam bentuk visual, yakni berupawawancara dengan para pelaku sejarah yang direkam secara visual dalam bentukgambar bergerak. Sejarah visual dalam bentuk pertama ini sekaligus menjadi salahsatu bentuk sumber visual dalam ilmu sejarah. Di luar itu, sumber visual dapatberbentuk gambar tidak bergerak, seperti foto dan lukisan, ataupun gambar bergeraklainnya, seperti rekaman peristiwa dalam bentuk visual, baik yang dibuat secarapribadi atau kelompok, sengaja atau tidak sengaja, ataupun yang dibuat oleh berbagai

televisi swasta maupun pemerintah.

Dalam pengertian kedua, sejarah visual merupakan hasil rekonstruksi sejarahyang berbasiskan pada penggunaan sumber-sumber visual atau menjadikan sumbervisual sebagai sumber utama dalam rekonstruksi sejarah. Dengan pengertian sepertiini, maka karya sejarah yang berkonstruk sejarah visual secara substansial akan kayadengan gambar, baik bergerak maupun tidak bergerak, serta (atau) kaya akandeskripsi dan analisis yang berbasiskan fakta visual.


(77)

5. 2 Saran

Penggunaan sumber-sumber visual dalam bentuk fotografi (foto) pada zaman modern saat ini sangat besar manfaatnya.Dalam dunia pendidikan, fotografi sebagai dokumentasi berkembang terus baik dari teknologi maupun penerapannya.Fotografi mendapat tempat khusus sebagai pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan mengenai suatu peristiwa melalui media foto.

Bagaimanakah fotografi bisa sahih sebagai rekaman sejarah. Setidaknya di Indonesia, dalam konteks sejarah, fotografi hanya terbermaknakan sebagai ilustrasi kata-kata yang tertulis. Pengertian catatan sejarah atau penulisan sejarah, menjadi sangat harfiah, yakni hanya yang tertulis dengan huruf-huruf saja.Foto-foto menjadi hanya ilustrasi, hanya pelengkap data-data sejarah dan lebih sering tidak diperlakukan sebagai sumber sejarah itu sendiri.

Ke depan penulisberharap di Ilmu Sejarah, tugas akhir mahasiswa sudah bukan lagi skripsi, tapi bisa berupa film sejarah, dalam artian merupakan representasi sejarah visual. Penulis kira apabila sejarah tampil seperti itu, sejarah menjadi ilmu yang menarik untuk diteliti orang.Perlahan tapi pasti, sejarah visual akan menjadi metode rekonstruksi sejarah baru di Indonesia.

Kepada Pemerintah Indonesia penulis berharap agar arsip-arsip sejarah berupa foto-foto dapat perhatian khusus dalam hal pemeliharaan dan pengelolahannya lebih ditingkatkan.


(1)

3. Ibu Dra. Nurhabsyah, Msi sebagai Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak juga memberikan motivasi dan nasihat selama penulis duduk dibangku perkuliahan sampai menyelesaikannya.

4. Bapak Dr. Suprayitno, M. Hum selaku dosen pembimbing yang selalu mengkomunikasikan, memberi arahan, memberi nasihat serta memberikan waktu untuk berdiskusi tentang penulisan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih pak, maaf telah mengulur waktu yang cukup lama hanya untuk menyelesaikan penulisan saya ini.

5. Kepada seluruh Bapak/Ibu Dosen Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, sehingga penulis tetap merasa bangga dan percaya bahwa Ilmu Sejarah adalah ilmu yang tidak sia-sia untuk dipelajari dan diamalkan kepada masyarakat. Tetap berjuang guru. 6. Bang Amperawira sebagai Tata Usaha Departemen Sejarah, terima kasih bang

atas dukungan, arahan serta nasihatnya.

7. Kepada yang melahirkan penulis ke dunia, Bapakku Sabam Limbong dan Mamakku Udur Melentina br. Sirait, Spd. Terima kasih penulis ucapkan buat segala kebersamaan kita, kalian tidak hanya sebagai orangtua bagi penulis tetapi Tuhan, sahabat serta kekasih. Rasa cinta dan kasih sayang yang sudah kalian berikan dan tanamkan kepada penulis sangat berlimpah dan tak


(2)

berkesudahan. Ketahuilah bahwa kalian telah berhasil melepaskan anak panah dari busurnya hingga sampai ketujuannya. Terima kasih pejuangku.

8. Kepada kedua adikku yang tangguh dan perkasa Maria Ansela Limbong dan Minar Viona Limbong, kalian sangat luar biasa terbebani melihat tingkah laku aku sebagai abang di kontrakan kita. Bukan sebagai contoh atau inspirasi yang dapat kalian ambil dari aku abangmu, tapi perjuangan bertahan hiduplah yang membuat kita semakin kuat seatap. Terima kasih gadis-gadis cantikku untuk dukungan kalian.

9. Angkatan 2008 (Albert, Alvian, Artono, Arenda, Azis, Cahaya, Deni, Dewi, Edyta, Eko, Elegus, Erni, Evi, Fahmi, Frieder, Glorika, Hotman, Husein, Iqbal, Jans, Jakob, Johannes, Kuasa, Mangihut, Novita, Puspita, Putri, Rihanna, Resty, Royandi, Suranta, Wenny, Wilman, Yani, Yogie, Yuni). Kepada sahabat seperjuangan Eri Arianto yang telah memberikan tenaga dan dukungan untuk penulis agar menyelesaikan kuliah dan skripsi ini, terima kasih sahabatku.

10. Keluarga Besar HIMIS (Himpunan Mahasiswa Ilmu Sejarah) USU terutama pengurus periode 2014/2015 Ketua Roy Harianto Sitorus, Sekretaris Jacob Saima Putra Panjaitan. Tidak lupa juga penulis berterima kasih kepada angkatan 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015.


(3)

11. Seluruh kawan-kawan se-zaman Fakultas Sastra yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya, kawan-kawan Gemaprodem (Gerakan Mahasiswa Pro-Demokrasi), kawan-kawan Kompas USU (Korps Mahasiswa Pecinta Alam dan Studi lingkungan hidup), kawan-kawan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat FIB USU, kawan-kawan GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Komisariat FIB USU, kawan-kawan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Komisariat FIB USU.

Penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan bisa saja terjadi kesalahan di dalamnya, maka dengan itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat menambah referensi dalam penulisan sejarah terkhususnya pada sisi dokumentasi sejarah.

Medan, November 2015 Penulis


(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Kota Medan 1945-1950: (Sebuah Rekonstruksi Sejarah Visual Fotografi)”. Waktu lima tahun masa-masa revolusioner yang saat itu terjadi di Indonesia juga dialami di Kota Medan. Pada awal kemerdekaan banyak peristiwa atau kejadian yang terjadi di Kota Medan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kota Medan adalah salah satu kota yang sangat signifikan terkena dampak dari masa-masa revolusioner di Indonesia. Peristiwa saat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, masa revolusi sosial, agresi militer Belanda, pembentukan sampai bubarnya Negara Sumatera Timur dan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia di bahas dalam penulisan ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara visual bagaimana kondisi dan situasi yang terjadi di kota Medan dalam menyelenggarakan serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Skripsi ini juga membahas bagaimana peranan sumber– sumber visual potografi sebagai alat propaganda dan sumber informasi dalam situasi pasca kemerdekaan demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di Kota Medan.

Metode yang dipakai pada penulisan ini adalah metode sejarah yaitu Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi (kritik), Interpretasi (penafsiran), dan Historiografi (penulisan). Pada tahap Heuristik menggunakan dua metode yaitu metode kepustakaan (library research) dan metode lapangan (Field Research). Selain kedua metode tersebut penulis juga melakukan pengumpulan sumber melalui wawancara terhadap informan-informan yang berkaitan dengan penelitian ini.


(5)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ...i

UCAPAN TERIMAKASIH ...ii

ABSTRAK ...vi

DAFTAR ISI ...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...10

1.4 Tinjauan Pustaka ...12

1.5 Metode Penelitian ...16

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN 2.1 Letak Geografis ...20

2.2 Keadaan Alam dan Penduduk Kota Medan ...24

2.3 Latar Belakang Historis Kota Medan Sebelum Tahun 1945-1950 ...27

BAB III SITUASI POLITIK PASCA KEMERDEKAAN DI KOTA MEDAN TAHUN 1945-1950 3.1 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Sampai Di Kota Medan ...33


(6)

3.3 Pergolakan Pasca Kemerdekaan ...50

3.3.1 Insiden Jalan Bali ...52

3.3.2 Peristiwa Siantar Hotel ...54

3.3.3 Peristiwa Penghancuran Mesjid Jamik ...56

3.3.4 Pertempuran Medan Area ...58

3.3.5 Revolusi Sosial ...62

3.3.6 Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia ...72

3.3.7 Berdirinya Negara Sumatera Timur (NST) ...74

BAB IV AGRESI MILITER BELANDA DAN BUBARNYA NEGARA SUMATERA TIMUR 4.1 Agresi Militer Belanda ...84

4.2 Negara Sumatera Timur (NST) Melebur Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ...90

4.3 Peranan Sumber Visual Fotografi Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Kota Medan Tahun 1945-1950 ...95

4.3 Fotografi Sebagai Sumber Informasi Perjuangan Kemerdekaan...97

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...99

5.2 Saran ...106