Pengaruh Faktor Finansial Perusahaan Terhadap Indeks Perataan Laba Pada Perusahaan Properti, Real Estate, Dan Konstruksi Bangunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu bentuk pertanggungjawaban atas segala
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemilik. Laporan keuangan
disusun untuk memberikan informasi mengenai keadaan finansial atau keuangan
perusahaan dan segala bentuk kinerja yang dilakukan oleh perusahaan. Dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (1998) disebutkan bahwa tujuan laporan
keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Penyampaian informasi
melalui laporan keuangan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak eksternal maupun internal yang kurang memiliki wewenang untuk
memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan.
Menurut Kasmir (2010:66) Secara umum, dikatakan bahwa laporan
keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada
saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Maksud dari laporan keuangan yang
menunjukkan kondisi perusahaan saat ini adalah merupakan kondisi keuangan
perusahaan terkini. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaan keuangan
perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk
24
Universitas Sumatera Utara
laporan laba rugi). Biasanya laporan keuangan dibuat per periode, misalnya tiga
bulan, atau enam bulan untuk kepentingan internal perusahaan. Adapun untuk
laporan lebih luas dilakukan satu tahun sekali. Disamping itu dengan adanya
laporan keuangan, kita akan mengetahui posisi perusahaan terkini setelah
menganalisis laporan keuangan tersebut. Inti dari laporan keuangan adalah
menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam suatu
periode.
Menurut Warren et. al (2005:24), laporan keuangan merupakan suatu
entitas bisnis terdiri atas :
1. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi melaporkan pendapatan dan beban selama periode
waktu tertentu berdasarkan konsep perbandingan atau pengaitan (matching
concept). Laporan laba rugi juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap
beban yang terjadi yang disebut laba bersih.
2. Laporan Ekuitas Pemilik
Laporan ekuitas pemilik melaporkan perubahan ekuitas pemilik selama
jangka waktu tertentu. Laporan tersebut disiapkan setelah laporan laba rugi karena
laba bersih ataupun rugi bersih dalam periode berjalan harus dilaporkan dalam
laporan ini. Laporan ekuitas pemilik dibuat sebelum mempersiapkan neraca,
karena jumlah ekuitas pemilik pada akhir periode harus dilaporkan didalam
neraca.
25
Universitas Sumatera Utara
3. Neraca
Neraca merupakan suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik
pada tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun. Pada bagian
aktiva dalam neraca biasanya disusun berdasarkan urutan cepat lambatnya aktiva
tersebut dikonversikan kedalan kas atau digunakan dalam operasi.
4. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas merupakan suatu ikhtisar penerimaan kas dan
pembayaran kas selama periode waktu tertentu. Laporan arus kas terdiri dari tiga
bagian yaitu aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan.
Laporan keuangan merupakan sebagai bagian dari proses pelaporan
keuangan perusahaan dihasilkan sebagai informasi yang lengkap, dapat dipahami
dan dipercaya oleh masyarakat. Laporan keuangan meliputi neraca, laporan rugi
laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat berupa laporan arus kas, atau
laporan arus dana), serta catatan-catatan maupun laporan lain atau informasi
tambahan lain tentang perusahaan yang merupakan bagian integral dari laporan
keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004).
Pada penelitian Sumtaky (2007), laporan keuangan memiliki empat
karakteristik kualitatif yang membuat informasi dalam laporan keuangan dapat
berguna bagi pemakai. Keempat karakteristik tersebut adalah :
1. Dapat dipahami
Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan harus dapat dengan
mudah dipahami oleh pemakai. Untuk itu, para pemakai diasumsikan telah
memiliki pengetahuan yang cukup dan memadai tentang kegiatan atau aktivitas
26
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dan bisnis, akuntansi serta memiliki kemauan untuk mempelajari
informasi dengan ketekunan yang semestinya atau wajar.
2. Relevan
Suatu informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa
masa lalu, masa kini atau masa yang akan datang, menegaskan, atau mengkoreksi
hasil evaluasi mereka dimasa lalu. Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat
dan materialitasnya.
3. Keandalan
Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi pemakai,
informasi keuangan harus andal. Informasi dapat diandalkan jika bebas dari
pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan
pemakaiannya sebagai penyajian yang jujur dari apa yang seharusnya disajikan
dan tepat waktu dalam penyajiannya.
4. Dapat diperbandingkan
Informasi keuangan akan lebih berguna bagi para pemakainya apabila
dapat diperbandingkan dengan informasi keuangan pada laporan keuangan tahun
sebelumnya dan laporan keuangan antar perusahaan. Dengan demikian, pemakai
laporan keuangan akan lebih mudah untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja
perusahaan, dan posisi keuangan perusahaan.
27
Universitas Sumatera Utara
2.2 Laba
Menurut Belkaoui (2007:226) Laba adalah hal yang mendasar dan penting
dari laporan keuangan dan memiliki banyak kegunaan di berbagai konteks. Laba
umumnya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan, penentu dari kebijakan
pembayaran dividen, panduan dalam melakukan investasi dan pengambilan
keputusan, dan satu elemen dalam peramalan. Selanjutnya Belkaoui (2007:226229) member penjelasan lanjutan mengenai laba, yaitu :
1. Laba adalah dasar untuk perpajakan dan redistribusi kekayaan di antara
individu-individu. Satu versi dari laba yang dikenal sebagai laba kena pajak
diperhitungkan menurut aturan-aturan yang ditentukan oleh peraturan fiscal
pemerintah. Namun, terdapat dua usulan dasar bagi perpajakan selain laba
yang telah diajukan. Kepemilikan sumber daya mungkin dapat menjadi
dasar bagi perpajakan selain laba yang telah diajukan. Kepemilikan sumber
daya mungkin dapat menjadi dasar yang lebih adil untuk pajak entitasentitas ekonomi. Dapat pula dikemukakan bahwa individu seharusnya
dikenakan pajak berdasarkan atas pengeluaran mereka daripada berdasarkan
atas laba mereka.
2. Laba dipandang sebagai suatu panduan bagi kebijakan dividend dan retensi
perusahaan. Laba yang diakui adalah indikator dari jumlah maksimum yang
dapat didistribusikan sebagai dividend dan ditahan untuk ekspansi atau
diinvestasikan kembali kedalam perusahaan. Namun dengan adanya
perbedaaan di antara akuntansi berbasis akrual dan akuntansi berbasis kas,
sebuah perusahaan mungkin mengakui sejumlah laba dan pada waktu yang
28
Universitas Sumatera Utara
sama tidak memiliki cukup dana untuk membayar dividen. Jadi, laba per se
tidak menjamin bahwa dividen akan dibayarkan.
3. Laba dipandang sebagai panduan umum investasi dan pengambilan
keputusan. Secara umum dihipotesiskan bahwa para investor akan berusaha
untuk memaksimalkan pengembalian dari modal yang diinvestasikan, yang
sepadan dengan tingkat risiko yang dapat diterima.
4. Laba dianggap sebagai suatu sarana prediktif yang membantu dalam
meramalkan laba dan peristiwa-peristiwa ekonomi di masa depan. Bahkan,
pada kenyataannya, nilai-nilai laba masa lalu, yang didasarkan pada biaya
historis dan nilai saat ini, temyata dapat bermanfaat di dalam meramalkan
nilai-nilai masa depan dari kedua versi laba. Laba terdiri atas hasil-hasil
operasional atau laba biasa, dan hasil-hasil nonoperasional atau keuntungan
dan kerugian luar biasa, yang jumlah keduanya sama dengan laba bersih.
Laba biasa diasumsikan bersifat lancar dan repetitive, sedangkan
keuntungan dan kerugian luar biasa tidak.
5. Laba dapat dilihat sebagai suatu alat ukur efisiensi. Laba adalah ukuran baik
dari keahlian kepengurusan manajemen atas sumber daya entitas maupun
efisiensinya dalam menyelenggarakan urusan-urusan perusahaan. Hal ini
dinyatakan dengan baik di dalam Laporan Kelompok Studi tentang Tujuantujuan Pelaporan Keuangan dari FASB, yang memiliki pendapat bahwa
"tujuan dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang
bermanfaat dalam menilai kemampuan manajemen memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki perusahaan secara efektif guna mencapai sasaran utama
29
Universitas Sumatera Utara
perusahaan" dan proses laba terdiri atas usaha-usaha dan pelaksanaan yang
diarahkan untuk menacapai sasaran utama perusahaan berupa pengembalian,
dalam beberapa waktu, jumlah maksimum kas kepada para pemiliknya.
Sasaran utama manajemen diasumsikan adalah untuk memaksimalkan laba
per saham.
Belkaoui (2007:229) juga menyebutkan konsep akuntansi tradisional
tentang laba, yaitu :
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual yang dilakukan oleh
perusahaan (terutama yang muncul dari penjualan barang atau jasa
dikurangi biaya-biaya yang dibutuhkan untuk berhasil melakukan penjualan
tersebut). Secara konvensional, profesi akuntansi telah menerapkan suatu
pendekatan transaksi terhadap pengukuran laba. Transaksi ini dapat berupa
transaksi eksternal maupun internal. Transaksi-transaksi eksplisit (eksternal)
berasal dari akuisisi oleh suatu perusahaan barang atau jasa dari entitasentitas lain, transaksi implicit (internal) berasall dari penggunaan atau
alokasi aktiva di dalam sebuah perusahaan.
2. Laba akuntansi didasarkan pada postulat period dan mengacu pada kinerja
keuangan dari perusahaan selama satu periode tertentu.
3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip laba dan membutuhkan definisi,
pengukuran, dan pengakuan pendapatan.
4. Laba akuntansi memnta adanya pengukuran beban-beban dari segi biaya
historisnya terhadap prshaan, yang menjukkan ketaatan yang tinggi pada
prinsip biaya.
30
Universitas Sumatera Utara
5. Laba akuntansi meminta penghasilan yang terealisasi di periode tersebut
dihubungkan dengan biaya-biaya relevan yan terkait. Oleh karenanya, laba
akuntansi didasarkan pada prinsip pemadanan (matching).
2.3 Informasi Laba
Salah satu informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan adalah
informasi laba. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan
perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu
mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang,
memprediksi laba, menaksir risiko dalam investasi atau meminjamkan dana
(Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:27).
Menurut Nasser dan Herlina (dalam Dewi dan Zulaikha, 2011) informasi
laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau
pertanggung jawaban manajemen, selain itu informasi laba juga membantu
pemilik perusahaan atau pihak lainnya dalam menaksir earnings power
perusahaan di masa yang akan datang.
Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang
bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan
laba yang representatif dalam jangka panjang, dan menaksir risiko investasi atau
meminjamkan dana (Kirschenheiter dan Melumad, 2002 dalam Juniarti dan
Corolina, 2005:148). Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu
perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup
berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna informasi yang bersangkutan,
31
Universitas Sumatera Utara
tidak terkecuali penerapan perataan laba oleh suatu perusahaan (Juniarti dan
Corolina, 2005:149).
Informasi laba dapat digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan. Tujuan
pelaporan laba menurut Harahap (2004:42) dibagi atas :
1. Tujuan umum, yaitu laba harus merupakan basil penerapan aturan dan
prosedur yang logis serta konsisten secara internal.
2. Tujuan utama, yaitu memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang
saling berkepentingan dengan laporan keuangan.
3. Tujuan khusus, yaitu penggunaan laba sebagai pengukur keberhasilan serta
sebagai pedoman pengambilan keputusan manajerial di masa yang akan
datang.
Menurut Beaver et al. (1968 dalam Masodah, 2007:A16) informasi yang
disampaikan dalam laporan keuangan harus memiliki kebermanfaatan keputusan.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan laporan keuangan. Oleh karena
itu dalam penyusunan laporan keuangan seharusnya alternatif pengukuran
akuntansi dievaluasi dalam kaitan kemampuannya untuk memprediksi peristiwa
yang menjadi kepentingan pembuat keputusan. Beattie et al. (1994 dalam
Masodah, 2007:A16) menyatakan pentingnya informasi laba secara tegas telah
disebutkan dalam Statement of Financial Concepts (SFAC) No 1, bahwa selain
untuk menilai kinerja manajemen, juga membantu mengestimasi kemampuan laba
yang representatif, serta untuk menaksir risiko dalam investasi atau kredit.
Perhatian investor sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan
prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut.
32
Universitas Sumatera Utara
Kecenderungan untuk memperhatikan laba inilah yang disadari oleh manajemen,
dan mendorong manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earning
management) atau memanipulasi laba (earning manipulation).
2.4 Teori Keagenan
Hubungan agensi ada ketika salah satu pihak (prinsipal) dalam hal ini
adalah pemegang saham menyewa pihak lain (agen) yaitu manajemen untuk
melaksanakan suatu jasa dan, melakukan hal itu, mendelegasikan wewenang
untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Prinsipal diasumsikan hanya
tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dan investasi mereka pada
perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya
dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan lain yang terlibat dalam
hubungan keagenan (Anthony dan Govindarajan, 2005 dalam Dewi dan Zulaikha,
2011).
Belkaoui (2007:186) menuliskan bahwa hubungan agensi dikatakan telah
terjadi ketika suatu kontrak antara seseorang (atau lebih), seorang principal, dan
orang lainnya, seorang agen, untuk memberikan jasa demi kepentingan principal
termasuk melibatkan adanya pemberian delegassi kekuasaan pengambilan
keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan untuk
termotivasi hanya oleh kepentingan dirinya sendiri, yaitu untuk memaksimalkan
kegunaan subjektif mereka, dan juga untuk menyadari kepentingan bersama
mereka.
33
Universitas Sumatera Utara
Teori keagenan merupakan cabang dari game theory yang mempelajari
mengenai model kontraktual yang membuat agen terdorong untuk bertindak untuk
pihak prinsipal saat kepentingan agen bisa saja bertentangan dengan kepentingan
pihak prinsipal tersebut (Scott, 2009:313).
Teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu : (1) manusia
pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki
daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan
(3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse) (Eisenhardt, 1989:58-59).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan
bertindak oportunitis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Wibisono,
2004).
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan dengan
pihak prinsipal atau pemilik perusahaan. Manajer berkewajiban memberikan
berbagai informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pihak prinsipal.
Informasi yang diberikan dilakukan dengan pengungkapan informasi akuntansi
seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna
eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling
besar ketidakpastiannya (Ali, 2002 dalam Novita, 2009)
Asumsi dasar teori agensi adalah bahwa setiap individu berusaha untuk
melakukan
segala
sesuatu
secara
maksimal
untuk
mengoptimalkan
kepentingannya sendiri (Schroeder, 2001 dalam Rahmawati dan Muid, 2012:2).
Kunci dari teori agensi adalah adanya perbedaan tujuan antara prinsipal dan agen,
34
Universitas Sumatera Utara
sehingga semua individu berusaha untuk bertindak sesuai dengan kepentingannya
masing-masing. Adanya tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda, di mana
setiap individu ingin mengoptimalkan kepentingannya pribadi, menimbulkan
konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen (Komalasari, 1999 dalam Dewi
dan Zulaikha, 2011)
Pihak prinsipal termotivasi untuk melakukan kontrak dalam rangka
menyejahterakan dirinya melalui profitabilitas yang pada umumnya diharapkan
selalu meningkat. Agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi,
pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat
terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas CEO sehari-hari untuk
memastikan bahwa CEO bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham
(Widyaningdyah, 2001:91).
Menurut Francis dan Wilson (1998 dalam Sumtaky, 2007) pemilik dapat
mengurangi konflik kepentingan tersebut dengan memberikan insentif bagi agen
dan melakukan pengawasan. Jumlah insentif yang diberikan kepada agen diukur
berdasarkan kinerjanya di dalam perusahaan dan bentuk pengawasan dapat berupa
: (1) penyusunan laporan keuangan periodik dan (2) adanya fungsi auditing yang
bersifat independent. Cara lain yang dapat digunakan pemilik perusahaan untuk
memotivasi pihak manajemen agar mereka bertindak lebih sesuai dengan
keinginan para pemegang saham adalah dengan memberikan kompensasi
manajerial. Para pemilik perusahaan dapat memberikan suatu paket kompensasi
yang dapat berupa executive stock option, yaitu suatu penawaran insentif yang
35
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan para manajer untuk membeli saham perusahaan pada waktu
tertentu di masa datang dengan harga tertentu. Program ini dirancang dengan
maksud untuk mendorong manajemen agar berupaya memaksimumkan nilai
perusahaan, dengan demikian mereka akan berusaha untuk dapat mencapai target
kinerja yang ditetapkan agar mendapatkan kompensasi yang besar (Irfan, 2002
dalam Sumtaky, 2007).
2.5 Teori Asimetri
Menurut Putranto (2012:118) informasi asimetri adalah suatu keadaan di
mana salah satu pihak atasan mempunyai pengetahuan yang lebih dari bawahan
mengenai unit tanggung jawab bawahan, maupun sebaliknya bawahan
mempunyai pengetahuan yang lebih dari pada atasan mengenai tanggung jawab
bawahan. Bila kemungkinan pertama terjadi, akan muncul tuntutan yang lebih
besar dari atas kepada bawahan mengenai pencapaian target anggaran yang
menurut bawahan anggaran tersebut terlalu tinggi. Namun, bila kemungkinan
kedua terjadi bawahan akan menyatakan target lebih rendah daripada yang
dimungkinkan untuk dicapai.
Menurut Richardson (2000 dalam Primadita dan Fitriany, 2012:1)
menyatakan bahwa asimetri informasi menyebabkan ketidakinginan untuk
berdagang dan meningkatkan biaya modal. Hal ini dikarenakan investor ingin
melindungi dirinya dari kerugian potensial yang mungkin terjadi akibat
melakukan perdagangan dengan partisipan pasar yang memiliki informasi yang
lebih baik.
36
Universitas Sumatera Utara
Menurut Scott (2009:13-14) beberapa pihak dalam transaksi bisnis
mungkin memiliki beberapa keuntungan informasi atas orang lain. Ini terjadi
ketika ditandai dengan asimetri informasi. Kemudian Scott menuliskan terdapat
dua jenis utama dari asimetri informasi, yaitu :
1. Adverse Selection
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih
pihak yang melakukan transaksi bisnis atau berpotensi untuk melakukan transaksi
bisnis, yang memiliki keuntungan informasi melalui pihak lain. Adverse selection
terjadi karena beberapa orang, seperti manajer perusahaan dan orang dalam
lainnya, yang mengetahui lebih banyak tentang kondisi saat ini dan prospek masa
depan perusahaan daripada investor luar. Ada berbagai cara bahwa manajer dan
orang dalam lainnya dapat memanfaatkan keuntungan informasi mereka dengan
mengorbankan orang luar. Sebagai contoh, manajer dapat berperilaku oportunis
dengan biasing atau mengelola informasi yang dirilis kepada investor untuk
meningkatkan nilai opsi saham yang mereka pegang. Mereka mungkin menunda
atau selektif dalam memberikan informasi awal kepada investor yang dipilih. Hal
ini memungkinkan orang dalam, termasuk diri mereka sendiri, untuk mendapatkan
keuntungan dengan mengorbankan investor biasa. Taktik seperti ini merugikan
untuk kepentingan investor biasa, karena mengurangi kemampuan mereka untuk
membuat keputusan investasi yang baik.
2. Moral Hazard
Moral Hazard adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak
yang melakukan transaksi bisnis atau berpotensi melakukan transaksi bisnis, dapat
37
Universitas Sumatera Utara
mengamati tindakan mereka sendiri dalam pemenuhan transaksi tersebut tanpa
diketahui oleh pihak lain. Moral hazard terjadi karena pemisahan kepemilikan dan
kontrol yang merupakan karakteristik entitas bisnis besar. Para pemegang saham
dan kreditur tidak mungkin secara efektif mengawasi secara langsung tingkat dan
kualitas usaha dari top manager pada kepentingan mereka. Kemudian manajer
tergoda untuk melalaikan usaha mereka, menyalahkan kemerosotan performa
perusahaan
pada
faktor-faktor
diluar
kontrol
mereka,
atau
melakukan
penyimpangan dalam melaporkan pendapatan untuk menutupi kesalahan mereka.
Jelas sekali, jika ini terjadi, ada beberapa implikasi serius untuk para investor dan
pekerjaan secara efisien bagi ekeonomi.
2.6 Teori Sinyal
Sinyal atau Signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana menajamen
memandang
prospek
perusahaan.
Perusahaan
dengan
prospek
yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan
setiap modal baru yang diperlukan menggunakan cara-cara lain, termasuk
penggunaan hutang melebihi target struktur modal yang normal (Brigham dan
Houston, 2001 dalam Nilmawati, 2009:40).
Menurut Ross (1973 dalam Handayani dan Rachadi, 2009:36) Signalling
theory tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan asimetri informasi. Dalam
kerangka
asimetri
informasi
yang
terjadi
antara
principal
dan
agen
mengungkapkan bahwa sinyal dari perusahaan, merupakan hal krusial yang harus
38
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan agar perusahaan berhasil memperoleh atau mempertahankan sumber
daya ekonomi. Gonedes dalam Setiawan (2011) mengemukakan bahwa angkaangka akuntansi yang dilaporkan oleh pihak manajemen dapat digunakan sebagai
sinyal bahwa angka-angka tersebut dapat mencerminkan informasi mengenai
atribut-atribut keputusan perusahaan yang tidak terpantau. Asimetri informasi
terjadi di pasar modal bila manajemen tidak menyampaikan semua informasi yang
dimiliki secara penuh.
Teori sinyal didasarkan pada asumsi bahwa informasi yang diterima oleh
masing-masing pihak tidak sama. Dengan kata lain, teori sinyal berkaitan dengan
informasi asimetri yang terjadi pada suatu perusahaan. Teori sinyal menunjukkan
adanya informasi asimetri antara manajemen dengan pihak-pihak yang
berkepentingan atas informasi perusahaan. Untuk itu, manajer perlu memberikan
informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan melalui
penerbitan laporan keuangan (Primadita dan Fitriany, 2012:6). Menurut Watt dan
Zimmerman (1986 dalam Handayani dan Rachadi, 2009:36) Secara politis,
perusahaan berupaya memberikan informasi sebaik mungkin untuk memperoleh
tanggapan positif dari pemegang otoritas pemerintahan, bahwa perusahaan telah
memindahkan asset mereka melalui mekanisme pajak, retribusi dan social
responsibility lainnya. Menurut hipotesis signalling, hal tersebutlah yang
memotivasi manajer untuk melakukan corporate disclosure.
39
Universitas Sumatera Utara
2.7 Manajemen Laba
Menurut Belkaoui (2006:74) para manajer memiliki fleksibilitas untuk
memilih di antara beberapa cara alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus
memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi yang sama. Fleksibilitas
ini, yang dimaksudkan untuk memungkinkan para manajer mampu beradaptasi
terhadap berbagai situasi ekonomi dan menggambarkan konsekuensi yang
sebenarnya dari transaksi tersebut, dapat juga digunakan untuk memengaruhi
tingkat pendapatan pada suatu waktu tertentu dengan tujuan untuk digunakan
untuk memengaruhi tingkat pendapatan pada suatu waktu tertentu dengan tujuan
untuk memberikan keuntungan bagi manajemen dan para pemangku kepentingan
(stakeholder). Ini adalah esensi dari manajemen laba (earnings management),
yaitu suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dan
mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan.
Sedangkan Schipper (1989 dalam Belakoui, 2006:75) melihat manajemen
laba sebagai suatu intervensi yang disengaja pada proses pelaporan eksternal
dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan pribadi. Hal ini
diasumsikan dapat dilakukan melalui pemilihan metode-metode akuntansi dalam
GAAP ataupun dengan cara menerapkan metode-metode yang telah ditentukan
dengan cara-cara tertentu. Schipper juga melihat manajemen laba baik dari sudut
pandang ekonomi (nyata) ataupun dari sudut pandang informasional. Sudut
pandang laba mengasumsikan adanya (a) eksistensi dari suatu laba ekonomi nyata
yang didistribusikan dengan menggunakan manajemen laba yang disengaja
dan/atau menggunakan kesalahan-kesalahan pengukuran yang terdapat dalam
40
Universitas Sumatera Utara
aturan-aturan akuntansi dan (b) pendapatan yang kacau dan belum dikelola, yang
diperoleh dari properti-properti baru manajemen laba baik dilihat dari segi jumlah,
bias, atau variasinya. Sedangkan sudut pandang informasional mengasumsikan
bahwa (a) pendapatan adalah salah satu sinyal yang digunakan untuk
pertimbangan dan pengambilan keputusan, dan (b) para manajer memiliki
informasi pribadi yang dapat mereka gunakan ketika mereka meilih unsur-usnru
dalam GAAP terhadap berbagai kumpulan kontrak yang akan menentukan
pembicaraan dan perilaku mereka.
Suhendah (2005 dalam Dewi dan Zulaikha, 2011) menyatakan bahwa ada
tiga faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya manajemen laba oleh manajer
demi menunjukkan prestasinya, yaitu :
1. Manajemen akrual (accruals management)
2. Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib (adoption of
mandatory accounting changes)
3. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes)
Scott (2009:405) menuliskan bahwa manajer dapat terlibat dalam berbagai
pola manajemen laba. Pola-pola manajemen laba ini adalah antara lain :
1. Taking a Bath
Ini dapat terjadi selama periode stres organisasi atau reorganisasi. Jika
suatu perusahaan harus melaporkan kerugian, manajemen mungkin merasa akan
tidak baik melaporkannya pada saat itu. Manajemen berusaha mencoreng aset,
menyediakan biaya masa depan yang diharapkan, dan umumnya melakukan
41
Universitas Sumatera Utara
“clear the decks”. Pengembalian akrual ini meningkatkan kemungkinan di masa
depan menghasilkan laba.
2. Income Minimization
Income minimization ini mirip dengan taking a bath, tapi tidak terlalu
ekstrem. Pola seperti ini dapat dipilih dengan pertimbangan nyata perusahaan
selama periode profitabilitas tinggi. Kebijakan yang menunjukkan minimalisasi
pendapatan mencakup menghapus secara cepat aset modal dan berwujud,
membebankan iklan dan pengeluaran R & D, upaya akuntansi terbaik untuk biaya
eksplorasi minyak dan gas, dan sebagainya.
3. Income Maximization
Manajer mungkin terlibat dalam pola maksimalisasi laba bersih yang
dilaporkan dengan tujuan bonus. Perusahaan yang dekat dengan pelanggaran
perjanjian utang juga dapat memaksimalkan pendapatan.
4. Income Smoothing
Ini mungkin adalah pola manajemen laba yang paling menarik. Dari
perspektif kontraktor, manajer yang tidak mengambil risiko lebih memilih aliran
bonus kurang bervariasi, dan hal-hal yang lain sama. Akibatnya, manajer mungkin
meratakan laba yang dilaporkan dari waktu ke waktu sehingga dapat menerima
kompensasi
relatif
konstan.
Kontrak
kompensasi
yang
efisien
dapat
memanfaatkan efek ini, dan membiarkan beberapa perataan laba sebagai cara
murah untuk mencapai utilitas reservasi manajer.
42
Universitas Sumatera Utara
2.8 Perataan Laba
2.8.1 Definisi Perataan Laba
Perataan laba adalah merupakan salah satu pola dari manajemen laba.
Tindakan ini dilakukan dengan sengaja dengan kepentingan manajemen
perusahaan dalam mengelola laba perusahaannya. Para peneliti terdahulu masingmasing memiliki definisi yang berbeda-beda. Menurut Copeland (1968 dalam
Belkaoui, 2006:73) perataan laba (income smoothing) adalah pengurangan
fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahuntahun
yang
tinggi
pendapatannya
ke
periode-periode
yang
kurang
menguntungkan.
Eckel (1981 dalam Belkaoui, 2006:73-74) memberikan klasifikasi yang
lebih detail mengenai berbagai jenis arus perataan laba. Pembedaan pertama
dinyatakan antara perataan yang dibuat atau disengahja dan perataan alami.
Pembedaan kedua adalah untuk mengklasifikasikan perataan yang dibuat atau
disengaja tadi menjadi suatu perataan artifisial atau perataan nyata. Perataan yang
direncanakan atau disengaja mengacu secara spesifik kepada keputusan atau
pilihan yang disengaja untuk meredam fluktuasi pendapatan ke suatu tingkat
tertentu. oleh sebab itu, perataan yang dibuat atau disengaja ini padadasarnya
adalah suatu perataan akuntansi yang menggunakan fleksibilitas yang ada dalam
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan pilihan-pilihan serta kombinasikombinasi yang tersedia untuk meratakan laba. Karenanya dan pada dasarnya
perataan laba adalah suatu bentuk akuntansi yang dirancang. Perataan alami
berbeda dengan perataan buatan, adalah produk alamiah dari proses penghasilan
43
Universitas Sumatera Utara
laba,dan bukannya hasil dari tindakan yang diambil oleh manajemen. Perataan
yang dibuat dapat dicapai baik melalui perataan artifisial ataupun perataan nyata.
Perataan artifisial adalah hasil yang diperoleh dari penggunaan manipulasi
akuntansi untuk meratakan laba.
Menurut Belkaoui (2007:192) perataan laba dapat dipandang sebagai
proses normalisasi laba yang disengaja guna meraih suatu tren ataupun tingkat
yang diinginkan. Beidleman (1973 dalam Belkaoui, 2007:192) mengatakan bahwa
perataan dari laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai pengurangan atau
fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap
normal oleh perusahaan. Dengan pegertian ini, perataan mencerminkan suatu
usaha dari manajemen perusahaan untuk menurunkan variasi yang abnormal
dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen
yang baik.
Dari berbagai definisi perataan laba diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa perataan laba secara keseluruhan merupakan suatu tindakan akuntansi yang
dirancang dan dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan untuk mengatur dan
mengurangi fluktuasi atau perubahan laba perusahaan agar sesuai dengan tingkat
laba yang diinginkan oleh manajemen perusahaan yang masih dalam aturan dan
prinsip-prinsip akuntansi yang baik.
2.8.2 Klasifikasi dan Jenis-Jenis Perataan Laba
Dimensi perataan laba pada dasarnya adalah alat yang digunakan untuk
menyelesaikan perataan angka pendapatan. Dascher dan Malcolm (1970 dalam
Belkaoui, 2007:195) membedakan antara perataan riil dan perataan artifisial.
44
Universitas Sumatera Utara
Perataan riil mengacu pada transaksi aktual yang terjadi maupun tidak terjadi
dalam hal pengaruh perataannya terhadap pendapatan, di mana perataan artifisial
mengacu pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan terhadap pergeseran
biaya dan/atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain.
Menurut penelitian Eckel (1981 dalam Dewi dan Zulaikha, 2011) perataan
laba digolongkan ke dalam dua tipe yaitu perataan alami (naturally smoothing)
dan perataan yang disengaja (intentionally smoothing). Perataan laba berdasarkan
tipe disengaja (intentionally smooth) terbagi atas artificial smoothing dan real
smoothing. Berikut ini adalah gambar yang digunakan untuk memperjelas tipe
perataan laba tersebut.
SMOOTH INCOME STREAM
Intentionally Being Smoothed
by Management
Real Smoothing
Naturally Smooth
Artificial
Smoothing
Gambar 2.1
Tipe Perataan Laba
Sumber: Norm Eckel, 1981, The Income Smoothing Hypothesis Revisited, Abacus Vol 17,
No 1 (dalam Dewi dan Zulaikha, 2011)
Pada gambar 1 di atas dapat dijelaskan bahwa perataan laba digolongkan
ke dalam 2 tipe, yaitu Naturally Smooth dan Intentionally Being Smoothed by
Management. Naturally Smooth (Perataan secara alami), perataan ini mempunyai
45
Universitas Sumatera Utara
implikasi bahwa sifat proses perataan laba itu sendiri menghasilkan suatu aliran
laba yang rata. Hal ini dapat kita dapati pada perolehan penghasilan dari
keperluan/pelayanan umum, dimana aliran laba yang ada akan rata dengan
sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak lain.
Intentionally Being Smoothed by Management (Perataan yang disengaja)
dikenal juga dengan designed smoothing, perataan ini berbeda dengan naturally
smoothing yang terjadi secara alami. Pada designed smoothing, perataan yang
terjadi diakibatkan adanya intervensi atau campur tangan dari pihak lain, dalam
hal ini adalah manajemen. Designed smoothing dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
Artificial smoothing (accounting smoothing) dan Real smoothing (transactional
atau economic smoothing)
Artificial smoothing muncul ketika manajemen memanipulasi waktu
pencatatan akuntansi untuk menghasilkan perataan laba. Artificial smoothing
merupakan implementasi prosedur-prosedur akuntansi untuk memindahkan beban
dan/atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Real smoothing
muncul ketika manajemen melakukan tindakan untuk mengendalikan kejadian
ekonomi tertentu yang mempengaruhi laba yang akan datang (Dwiatmini dan
Nurkholis, 2001:29).
2.8.3 Tujuan Perataan Laba
Para ahli memberikan beberapa definisi mengenai tujuan perataan laba
yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Scott (1997 dalam Widyaningdyah,
2001:90) mendefinisikan earnings management sebagai tindakan manajemen
46
Universitas Sumatera Utara
untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan
memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan.
Menurut Hepworth (1953 dalam Sumtaky, 2007) tindakan perataan laba
yang dilakukan oleh manajemen pada dasarnya untuk mendapat berbagai
keuntungan ekonomis dan psikologis yaitu: (a). mengurangi total pajak, (b).
meningkatkan kepercayaan diri manajer, (c). meningkatkan hubungan antara
manajer dan karyawan, (d). siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat
ditandingi dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak.
Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986 dalam Dwiatmini dan
Nurkholis, 2001:29) adalah sebagai berikut :
1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan
tesebut memiliki risiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap
laba di masa mendatang.
3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
4. Meningkatkan
persepsi
pihak
eksternal
terhadap
kemampuan
manajemen.
5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
2.8.4Motivasi dan Alasan Perusahaan Melakukan Perataan Laba
Pada dasarnya setiap manajemen dari berbagai perusahaan yang
melakukan perataan laba memiliki motivasi dan alasan yang sama untuk
melakukan perataan laba. Beidleman (1973) dalam Belkaoui, (2007:193-194)
mempertimbangkan dua alasan manajemen meratakan laporan laba. Pendapat
47
Universitas Sumatera Utara
pertama berdasar pada asumsi bahwa suatu aliran laba yang stabil dapat
mendukung dividen dengan tingkat yang lebih tinggi daripada suatu aliran laba
yang lebih variabel, yang memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai
saham perusahaan seiring dengan turunnya tingkat risiko perusahaan secra
keseluruhan. Ia menyatakan sejauh pengamatan atas keanekaragaman variabilitas
suatu tren laporan keuangan memengaruhi harapan subjektif investor akan hasil
laba dan dividen yang mungkin akan terjadi, manajemen mungkin dapat secara
menguntungkan memengaruhi nilai saham perusahaan dengan meratakan laba.
Argumen kedua berkenaan pada perataan kemampuan untuk melawan hakikat
laporan laba yang bersifat siklus dan kemungkinan juga akan menurunkan
korelasi antara ekspektasi pengembalian perusahaan dengan portofolio pasar. Ia
menyatakan pada tingkat di mana proses normalisasi suatu laba berhasil, dan
bahwa kovarians pengembalian yang mengalami penurunan terhadap pasar diakui
oleh para investor dan perusahaan untuk proses evaluasi mereka, perataan laba
akan memberikan pengaruh tambahan yang menguntungkan dalam nilai saham.
Manajer yang berada di bawah tekanan untuk berkinerja baik mungkin
tergoda untuk mengambil keuntungan dari celah dalam pengukuran laba dan nilai
buku untuk menampilkan laporan keuangan dalam bentuk yang sebaik mungkin.
Dan dalam kasus yang lebih ekstrem, beberapa perusahaan praktis melanggar
aturan (Brealey, Myers, dan Marcus, 2008:66).
Menurut Dye (1988 dalam Suwito dan Herawaty, 2005:138) menyatakan
bahwa perataan laba dilakukan karena adanya motivasi internal dan motivasi
ekstemal, dengan tujuan :
48
Universitas Sumatera Utara
1. Menjelaskan kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba
2. Mengidentifikasikan pengaruh atas permintaan internal dan eksternal
atas manajemen laba pada kebijakan pengumuman laba perusahaan
yang optimal
3. Menjelaskan manfaat dan kerugian bagi pemegang saham akibat
dilakukannya manipulasi laba
Brayshaw dan Eldin (1989 dalam Subekti, 2005:225) menyatakan bahwa
terdapat dua hal yang memotivasi manajer dalam mengambil keputusan untuk
melakukan perataan laba yaitu :
1. Rencana kompensasi manajemen yang biasanya dihubungkan dengan kinerja
perusahaan yang ditunjukkan dalam laba yang dilaporkan, sehingga setiap
fluktuasi
dalam
laba
akan
mempengaruhi
langsung
terhadap
kompensasinya.
2. Fluktuasi dalam kinerja manajemen mungkin mengakibatkan intervensi
pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambilalihan atau
penggantian manajemen secara langsung, dan ancaman penggantian
manajemen ini mendorong manajemen untuk membuat laporan kinerja yang
sesuai dengan keinginan pemilik.
2.9Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan dalam hal mengetahui faktorfaktor apa saja yang dapat mempengaruhi perataan laba pada suatu perusahaan.
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa faktor-faktor seperti ukuran
49
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, profitabilitas, harga saham, leverage operasi, dan dividend pay out
ratio berpengaruh terhadap tindakan perataan laba, sedangkan di penelitianpenelitian lainnya justru menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil-hasil dari
penelitian-penelitian tersebut penulis rangkum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.2
Tabel Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
1
Widyaningdyah Analisis
faktorfaktor
yang
(2001)
berpengaruh
terhadap earnings
management pada
perusahaan
go
public
di
Indonesia
2
Juniarti dan
Corolina
(2005)
3
Sumtaky
(2007)
Analisa
FaktorFaktor
yang
Berpengaruh
Terhadap Perataan
Laba
(Income
Smoothing) pada
PerusahaanPerusahaan
Go
Public
Variabel
Penelitian
Reputasi
auditor,
jumlah
dewan
direksi,
leverage,
dan
persentase
saham
Ukuran
perusahaan,
profitabilitas,
dan sektor
industry
Hasil Penelitian
Hanya
faktor
leverage
yang
berpengaruh
signifikan terhadap
earnings
management
Tidak ada perbedaan
yang signifikan atas
ukuran perusahaan
dan sektor industri
antara
perusahaan
yang
tergolong
dalam smoothing dan
non
smoothing,sedangkan
untuk profitabilitas,
terdapat perbedaan
yang signifikan pada
kedua
klasifikasi
perusahaan. Faktor
ukuran perusahaan,
sektor industri, dan
profitabilitas
tidak
berpengaruh terhadap
perataan laba.
Faktor-Faktor
Ukuran
Dari keempat varibel
Yang
perusahaan,
independen
yang
profit diuji
Mempengaruhi
Net
dalam
Perataan
Laba margin,
penelitian ini (ukuran
Pada Perusahaan leverage
perusahaan,
50
Universitas Sumatera Utara
Manufaktur Yang operasi,
Terdaftar Di Bursa profitabilitas
Efek Jakarta
4
Budiasih
(2009)
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Perataan Laba
Ukuran
Perusahaan,
Net
Profit
Margin,
Dividend
Payout
Ratio,
dan
Financial
Leverage
5
Novita (2009)
Ukuran
perusahaan,
Return
on
asset,
Net
profit margin
6
Dewidan
Zulaikha
(2011)
Pengaruh Faktor
Finansial
Perusahaan
Terhadap
Perataan
Laba
(Income
Smoothing) Pada
Perusahaan
Manufaktur Yang
Terdaftar Di BEI
(Periode
Tahun
2005-2007)
Analisa
faktorfaktor
yang
mempengaruhi
perataan
laba
(Income
Smoothing) pada
perusahaan
manufaktur
dan
keuangan
yang
Ukuran
perusahaan,
profitabilitas,
leverage
keuangan,
dan
jenis
industri
profitabilitas,
leverage operasi, dan
Net Profit Margin),
hanya
leverage
operasi saja yang
terbukti berpengaruh
secara
signifikan
terhadap terjadinya
perataan laba.
Variabel
Ukuran
Perusahaan,
Net
Profit Margin dan
Dividend
Payout
Ratio
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
perataan
laba
(income
smoothing).
Sedangkan
untuk
variabel lain, tidak
ada
pengaruh
Financial Leverage
terhadap
perataan
laba
(income
smoothing)
Variabel
ukuran
perusahaan, return on
asset, dan net profit
margin
tidak
berpengaruh terhadap
perataan laba
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan
berpengaruh
signifikan terhadap
prataan
laba.
Profitabilitas,
leverage keuangan,
dan jenis industri
51
Universitas Sumatera Utara
terdaftar di BEI
tidak
memiliki
pengaruh
yang
signifikan terhadap
perataan laba
Sumber : Widyaningdyah (2001), Juniarti dan Corolina (2005), Sumtaky (2007). Budiasih
(2009) Novita (2009), Dewi dan Zulaikha (2011)
2.10Kerangka Konseptual
Ukuran perusahan (company size) adalah sebagai suatu perbandingan
besar atau kecilnya bagi suatu objek yang berupa aset perusahaan. Ukuran
perusahaan menunjukkan besar atau kecilnya kekayaan (asset) yang dimiliki oleh
perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan
manajemen untuk mengoperasikan perusahaan dengan berbagai situasi dan
kondisi yang dihadapinya. Kemampuan suatu perusahaan untuk beroperasi dapat
mempengaruhi pendapatan saham perusahaanya. Pertumbuhan perusahaan yang
lambat merupakan sinyal bagi investor bahwa kinerja perusahaan menurun.
Menurunnya kinerja perusahaan akan menimbulkan keengganan bagi calon
investor untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut. Nasser dan Herlina
(dalam Juniarti dan Corolina, 2005:151) beranggapan bahwa perusahaan yang
memiki aktiva yang besar yang kemudian dikategorikan sebagai perusahaan besar
cenderung mendapat lebih banyak perhatian dari berbagai pihak seperti, para
analis, investor maupun pemerintah. Untuk itu perusahaan besar juga diperkirakan
akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis, sebab kenaikan laba yang
drastis akan menyebabkan bertambahnya pajak. Sebaliknya penurunan laba yang
drastis akan memberikan image yang kurang baik. Maka perusahaan besar
diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan tindakan
52
Universitas Sumatera Utara
perataan laba. Albrecht dan Richardson (1990 dalam Murtanto, 2004:10)
menemukan bahwa perusahaan-perusahaankurang memiliki dorongan untuk
melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih
kecil.
Semakin besar Net Profit Marginmenunjukkan kinerja perusahaan yang
produktif untuk memperoleh laba yang tinggi melalui tingkat penjualan tertentu
serta
kemampuan
perusahaan
yang
baik
dalam
menekan
biaya-biaya
operasionalnya. Salno dan Baridwan (2000) dalam Suwito dan Herawaty,
(2005:139) mengatakan bahwa net profit margin diduga mempengaruhi perataan
laba, karena secara logis margin ini terkait langsung dengan objek perataan
penghasilan. Net profit margin (NPM) dapat memperlihatkan seberapa besarnya
laba bersih perusahaan yang diperoleh pada setiap penjualan. Net profit margin
yang besar menunjukan kinerja perusahaan dalam kondisi yang baik. Hal ini tentu
akan meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada
perusahaan. Rasio ini juga menunjukan seberapa baik kemampuan perusahaan
untuk mendapatkan tingkat laba yang tinggi.
Profitabilitas pada intinya adalah kemampuan suatu perusahaan untuk
mendapatkan laba dalam suatu waktu tertentu. Menurut Dwiatini dan Nurkholis
(2001:28) Profitabilitas merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang
bertujuan untuk menilai kinerja manjemen, membantu mengestimasi kemampuan
laba yang representatif dalam jangka panjang dan menaksir resiko dalam investasi
atau meminjamkan dana.Ashari et al. (1994 dalam Suwito dan Herawaty,
2005:138-139) menemukan bukti bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas
53
Universitas Sumatera Utara
rendah mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan perataan laba.
Profitabilitas merupakan suatu rasio yang diukur berdasarkan perbandingan antara
laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan. Profitabilitas merupakan
ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya perusahaan yang mempengaruhi
investor untuk membuat keputusan.
Menurut Sartono (2001 dalam Arfan dan Wahyuni, 2010) financial
leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya.
Rasio leverage yang besar menyebabkan turunnya minat investor untuk
menanamkan modalnya pada prusahaan tersebut, sehingga dapat memicu adanya
tindakan perataan laba. Sutrisno (2003 dalam Nurinna, 2013) mengatakan bahwa
financial leverage terjadi akibat perusahaan menggunakan sumber dana dari
hutang yang menyebabkan perusahaan harus menanggung beban tetap. Financial
leverage mengukur pengaruh perubahan keuntungan terhadap perubahan
pendapatan bagi pemegang saham. Sedangkan operating leverage terjadi karena
perusahaan dalam beroperasi menggunakan aktiva tetap sehingga harus
menanggung biaya tetap. Operating leverage mengukur perubahan pendapatan
atau penjualan terhadap keuntungan operasi. Financial leverage dapat
menunjukan seberapa banyak aktiva perusahaan yang dibiayai dengan
penggunaan hutang. Tingkat leverage yang tinggi adalah suatu pertanda bahwa
risiko suatu perusahaan tinggi juga. Perusahaan diduga melakukan tindakan
perataan laba dengan alasan perusahaan ingin menghindari pelanggaran perjanjian
utang. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan perusahaan tersebut dalam
kemampuan perusahaan untuk melunasi hutangnya menggunakan aktiva
54
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Fiancial leverage diukur menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini
diperoleh dengan membagikan antara total hutang dengan total ekuitas.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan
sebelumnya pada penelitian ini, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Ukuran Perusahaan
(�1 )
Net Profit Margin
(�2 )
Indeks Perataan Laba
(Y)
Profitabilitas
(�3 )
Financial Leverage
(�4 )
Sumber: Sumtaky (2007), Novita (2009)
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
55
Universitas Sumatera Utara
2.11Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh yang siginifikan ukuran perusahaan terhadap indeks
perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan net profit marginperusahaan terhadap
indeks perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan profitabilitas perusahaan terhadap indeks
perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H4 : Terdapat pengaruh yang signifikanfinancial leverage perusahaan terhadap
indeks perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
56
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu bentuk pertanggungjawaban atas segala
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemilik. Laporan keuangan
disusun untuk memberikan informasi mengenai keadaan finansial atau keuangan
perusahaan dan segala bentuk kinerja yang dilakukan oleh perusahaan. Dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (1998) disebutkan bahwa tujuan laporan
keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Penyampaian informasi
melalui laporan keuangan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak eksternal maupun internal yang kurang memiliki wewenang untuk
memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan.
Menurut Kasmir (2010:66) Secara umum, dikatakan bahwa laporan
keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada
saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Maksud dari laporan keuangan yang
menunjukkan kondisi perusahaan saat ini adalah merupakan kondisi keuangan
perusahaan terkini. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaan keuangan
perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk
24
Universitas Sumatera Utara
laporan laba rugi). Biasanya laporan keuangan dibuat per periode, misalnya tiga
bulan, atau enam bulan untuk kepentingan internal perusahaan. Adapun untuk
laporan lebih luas dilakukan satu tahun sekali. Disamping itu dengan adanya
laporan keuangan, kita akan mengetahui posisi perusahaan terkini setelah
menganalisis laporan keuangan tersebut. Inti dari laporan keuangan adalah
menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam suatu
periode.
Menurut Warren et. al (2005:24), laporan keuangan merupakan suatu
entitas bisnis terdiri atas :
1. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi melaporkan pendapatan dan beban selama periode
waktu tertentu berdasarkan konsep perbandingan atau pengaitan (matching
concept). Laporan laba rugi juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap
beban yang terjadi yang disebut laba bersih.
2. Laporan Ekuitas Pemilik
Laporan ekuitas pemilik melaporkan perubahan ekuitas pemilik selama
jangka waktu tertentu. Laporan tersebut disiapkan setelah laporan laba rugi karena
laba bersih ataupun rugi bersih dalam periode berjalan harus dilaporkan dalam
laporan ini. Laporan ekuitas pemilik dibuat sebelum mempersiapkan neraca,
karena jumlah ekuitas pemilik pada akhir periode harus dilaporkan didalam
neraca.
25
Universitas Sumatera Utara
3. Neraca
Neraca merupakan suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik
pada tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun. Pada bagian
aktiva dalam neraca biasanya disusun berdasarkan urutan cepat lambatnya aktiva
tersebut dikonversikan kedalan kas atau digunakan dalam operasi.
4. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas merupakan suatu ikhtisar penerimaan kas dan
pembayaran kas selama periode waktu tertentu. Laporan arus kas terdiri dari tiga
bagian yaitu aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan.
Laporan keuangan merupakan sebagai bagian dari proses pelaporan
keuangan perusahaan dihasilkan sebagai informasi yang lengkap, dapat dipahami
dan dipercaya oleh masyarakat. Laporan keuangan meliputi neraca, laporan rugi
laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat berupa laporan arus kas, atau
laporan arus dana), serta catatan-catatan maupun laporan lain atau informasi
tambahan lain tentang perusahaan yang merupakan bagian integral dari laporan
keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004).
Pada penelitian Sumtaky (2007), laporan keuangan memiliki empat
karakteristik kualitatif yang membuat informasi dalam laporan keuangan dapat
berguna bagi pemakai. Keempat karakteristik tersebut adalah :
1. Dapat dipahami
Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan harus dapat dengan
mudah dipahami oleh pemakai. Untuk itu, para pemakai diasumsikan telah
memiliki pengetahuan yang cukup dan memadai tentang kegiatan atau aktivitas
26
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dan bisnis, akuntansi serta memiliki kemauan untuk mempelajari
informasi dengan ketekunan yang semestinya atau wajar.
2. Relevan
Suatu informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa
masa lalu, masa kini atau masa yang akan datang, menegaskan, atau mengkoreksi
hasil evaluasi mereka dimasa lalu. Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat
dan materialitasnya.
3. Keandalan
Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi pemakai,
informasi keuangan harus andal. Informasi dapat diandalkan jika bebas dari
pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan
pemakaiannya sebagai penyajian yang jujur dari apa yang seharusnya disajikan
dan tepat waktu dalam penyajiannya.
4. Dapat diperbandingkan
Informasi keuangan akan lebih berguna bagi para pemakainya apabila
dapat diperbandingkan dengan informasi keuangan pada laporan keuangan tahun
sebelumnya dan laporan keuangan antar perusahaan. Dengan demikian, pemakai
laporan keuangan akan lebih mudah untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja
perusahaan, dan posisi keuangan perusahaan.
27
Universitas Sumatera Utara
2.2 Laba
Menurut Belkaoui (2007:226) Laba adalah hal yang mendasar dan penting
dari laporan keuangan dan memiliki banyak kegunaan di berbagai konteks. Laba
umumnya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan, penentu dari kebijakan
pembayaran dividen, panduan dalam melakukan investasi dan pengambilan
keputusan, dan satu elemen dalam peramalan. Selanjutnya Belkaoui (2007:226229) member penjelasan lanjutan mengenai laba, yaitu :
1. Laba adalah dasar untuk perpajakan dan redistribusi kekayaan di antara
individu-individu. Satu versi dari laba yang dikenal sebagai laba kena pajak
diperhitungkan menurut aturan-aturan yang ditentukan oleh peraturan fiscal
pemerintah. Namun, terdapat dua usulan dasar bagi perpajakan selain laba
yang telah diajukan. Kepemilikan sumber daya mungkin dapat menjadi
dasar bagi perpajakan selain laba yang telah diajukan. Kepemilikan sumber
daya mungkin dapat menjadi dasar yang lebih adil untuk pajak entitasentitas ekonomi. Dapat pula dikemukakan bahwa individu seharusnya
dikenakan pajak berdasarkan atas pengeluaran mereka daripada berdasarkan
atas laba mereka.
2. Laba dipandang sebagai suatu panduan bagi kebijakan dividend dan retensi
perusahaan. Laba yang diakui adalah indikator dari jumlah maksimum yang
dapat didistribusikan sebagai dividend dan ditahan untuk ekspansi atau
diinvestasikan kembali kedalam perusahaan. Namun dengan adanya
perbedaaan di antara akuntansi berbasis akrual dan akuntansi berbasis kas,
sebuah perusahaan mungkin mengakui sejumlah laba dan pada waktu yang
28
Universitas Sumatera Utara
sama tidak memiliki cukup dana untuk membayar dividen. Jadi, laba per se
tidak menjamin bahwa dividen akan dibayarkan.
3. Laba dipandang sebagai panduan umum investasi dan pengambilan
keputusan. Secara umum dihipotesiskan bahwa para investor akan berusaha
untuk memaksimalkan pengembalian dari modal yang diinvestasikan, yang
sepadan dengan tingkat risiko yang dapat diterima.
4. Laba dianggap sebagai suatu sarana prediktif yang membantu dalam
meramalkan laba dan peristiwa-peristiwa ekonomi di masa depan. Bahkan,
pada kenyataannya, nilai-nilai laba masa lalu, yang didasarkan pada biaya
historis dan nilai saat ini, temyata dapat bermanfaat di dalam meramalkan
nilai-nilai masa depan dari kedua versi laba. Laba terdiri atas hasil-hasil
operasional atau laba biasa, dan hasil-hasil nonoperasional atau keuntungan
dan kerugian luar biasa, yang jumlah keduanya sama dengan laba bersih.
Laba biasa diasumsikan bersifat lancar dan repetitive, sedangkan
keuntungan dan kerugian luar biasa tidak.
5. Laba dapat dilihat sebagai suatu alat ukur efisiensi. Laba adalah ukuran baik
dari keahlian kepengurusan manajemen atas sumber daya entitas maupun
efisiensinya dalam menyelenggarakan urusan-urusan perusahaan. Hal ini
dinyatakan dengan baik di dalam Laporan Kelompok Studi tentang Tujuantujuan Pelaporan Keuangan dari FASB, yang memiliki pendapat bahwa
"tujuan dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang
bermanfaat dalam menilai kemampuan manajemen memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki perusahaan secara efektif guna mencapai sasaran utama
29
Universitas Sumatera Utara
perusahaan" dan proses laba terdiri atas usaha-usaha dan pelaksanaan yang
diarahkan untuk menacapai sasaran utama perusahaan berupa pengembalian,
dalam beberapa waktu, jumlah maksimum kas kepada para pemiliknya.
Sasaran utama manajemen diasumsikan adalah untuk memaksimalkan laba
per saham.
Belkaoui (2007:229) juga menyebutkan konsep akuntansi tradisional
tentang laba, yaitu :
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual yang dilakukan oleh
perusahaan (terutama yang muncul dari penjualan barang atau jasa
dikurangi biaya-biaya yang dibutuhkan untuk berhasil melakukan penjualan
tersebut). Secara konvensional, profesi akuntansi telah menerapkan suatu
pendekatan transaksi terhadap pengukuran laba. Transaksi ini dapat berupa
transaksi eksternal maupun internal. Transaksi-transaksi eksplisit (eksternal)
berasal dari akuisisi oleh suatu perusahaan barang atau jasa dari entitasentitas lain, transaksi implicit (internal) berasall dari penggunaan atau
alokasi aktiva di dalam sebuah perusahaan.
2. Laba akuntansi didasarkan pada postulat period dan mengacu pada kinerja
keuangan dari perusahaan selama satu periode tertentu.
3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip laba dan membutuhkan definisi,
pengukuran, dan pengakuan pendapatan.
4. Laba akuntansi memnta adanya pengukuran beban-beban dari segi biaya
historisnya terhadap prshaan, yang menjukkan ketaatan yang tinggi pada
prinsip biaya.
30
Universitas Sumatera Utara
5. Laba akuntansi meminta penghasilan yang terealisasi di periode tersebut
dihubungkan dengan biaya-biaya relevan yan terkait. Oleh karenanya, laba
akuntansi didasarkan pada prinsip pemadanan (matching).
2.3 Informasi Laba
Salah satu informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan adalah
informasi laba. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan
perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu
mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang,
memprediksi laba, menaksir risiko dalam investasi atau meminjamkan dana
(Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:27).
Menurut Nasser dan Herlina (dalam Dewi dan Zulaikha, 2011) informasi
laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau
pertanggung jawaban manajemen, selain itu informasi laba juga membantu
pemilik perusahaan atau pihak lainnya dalam menaksir earnings power
perusahaan di masa yang akan datang.
Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang
bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan
laba yang representatif dalam jangka panjang, dan menaksir risiko investasi atau
meminjamkan dana (Kirschenheiter dan Melumad, 2002 dalam Juniarti dan
Corolina, 2005:148). Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu
perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup
berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna informasi yang bersangkutan,
31
Universitas Sumatera Utara
tidak terkecuali penerapan perataan laba oleh suatu perusahaan (Juniarti dan
Corolina, 2005:149).
Informasi laba dapat digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan. Tujuan
pelaporan laba menurut Harahap (2004:42) dibagi atas :
1. Tujuan umum, yaitu laba harus merupakan basil penerapan aturan dan
prosedur yang logis serta konsisten secara internal.
2. Tujuan utama, yaitu memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang
saling berkepentingan dengan laporan keuangan.
3. Tujuan khusus, yaitu penggunaan laba sebagai pengukur keberhasilan serta
sebagai pedoman pengambilan keputusan manajerial di masa yang akan
datang.
Menurut Beaver et al. (1968 dalam Masodah, 2007:A16) informasi yang
disampaikan dalam laporan keuangan harus memiliki kebermanfaatan keputusan.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan laporan keuangan. Oleh karena
itu dalam penyusunan laporan keuangan seharusnya alternatif pengukuran
akuntansi dievaluasi dalam kaitan kemampuannya untuk memprediksi peristiwa
yang menjadi kepentingan pembuat keputusan. Beattie et al. (1994 dalam
Masodah, 2007:A16) menyatakan pentingnya informasi laba secara tegas telah
disebutkan dalam Statement of Financial Concepts (SFAC) No 1, bahwa selain
untuk menilai kinerja manajemen, juga membantu mengestimasi kemampuan laba
yang representatif, serta untuk menaksir risiko dalam investasi atau kredit.
Perhatian investor sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan
prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut.
32
Universitas Sumatera Utara
Kecenderungan untuk memperhatikan laba inilah yang disadari oleh manajemen,
dan mendorong manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earning
management) atau memanipulasi laba (earning manipulation).
2.4 Teori Keagenan
Hubungan agensi ada ketika salah satu pihak (prinsipal) dalam hal ini
adalah pemegang saham menyewa pihak lain (agen) yaitu manajemen untuk
melaksanakan suatu jasa dan, melakukan hal itu, mendelegasikan wewenang
untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Prinsipal diasumsikan hanya
tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dan investasi mereka pada
perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya
dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan lain yang terlibat dalam
hubungan keagenan (Anthony dan Govindarajan, 2005 dalam Dewi dan Zulaikha,
2011).
Belkaoui (2007:186) menuliskan bahwa hubungan agensi dikatakan telah
terjadi ketika suatu kontrak antara seseorang (atau lebih), seorang principal, dan
orang lainnya, seorang agen, untuk memberikan jasa demi kepentingan principal
termasuk melibatkan adanya pemberian delegassi kekuasaan pengambilan
keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan untuk
termotivasi hanya oleh kepentingan dirinya sendiri, yaitu untuk memaksimalkan
kegunaan subjektif mereka, dan juga untuk menyadari kepentingan bersama
mereka.
33
Universitas Sumatera Utara
Teori keagenan merupakan cabang dari game theory yang mempelajari
mengenai model kontraktual yang membuat agen terdorong untuk bertindak untuk
pihak prinsipal saat kepentingan agen bisa saja bertentangan dengan kepentingan
pihak prinsipal tersebut (Scott, 2009:313).
Teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu : (1) manusia
pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki
daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan
(3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse) (Eisenhardt, 1989:58-59).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan
bertindak oportunitis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Wibisono,
2004).
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan dengan
pihak prinsipal atau pemilik perusahaan. Manajer berkewajiban memberikan
berbagai informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pihak prinsipal.
Informasi yang diberikan dilakukan dengan pengungkapan informasi akuntansi
seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna
eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling
besar ketidakpastiannya (Ali, 2002 dalam Novita, 2009)
Asumsi dasar teori agensi adalah bahwa setiap individu berusaha untuk
melakukan
segala
sesuatu
secara
maksimal
untuk
mengoptimalkan
kepentingannya sendiri (Schroeder, 2001 dalam Rahmawati dan Muid, 2012:2).
Kunci dari teori agensi adalah adanya perbedaan tujuan antara prinsipal dan agen,
34
Universitas Sumatera Utara
sehingga semua individu berusaha untuk bertindak sesuai dengan kepentingannya
masing-masing. Adanya tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda, di mana
setiap individu ingin mengoptimalkan kepentingannya pribadi, menimbulkan
konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen (Komalasari, 1999 dalam Dewi
dan Zulaikha, 2011)
Pihak prinsipal termotivasi untuk melakukan kontrak dalam rangka
menyejahterakan dirinya melalui profitabilitas yang pada umumnya diharapkan
selalu meningkat. Agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi,
pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat
terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas CEO sehari-hari untuk
memastikan bahwa CEO bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham
(Widyaningdyah, 2001:91).
Menurut Francis dan Wilson (1998 dalam Sumtaky, 2007) pemilik dapat
mengurangi konflik kepentingan tersebut dengan memberikan insentif bagi agen
dan melakukan pengawasan. Jumlah insentif yang diberikan kepada agen diukur
berdasarkan kinerjanya di dalam perusahaan dan bentuk pengawasan dapat berupa
: (1) penyusunan laporan keuangan periodik dan (2) adanya fungsi auditing yang
bersifat independent. Cara lain yang dapat digunakan pemilik perusahaan untuk
memotivasi pihak manajemen agar mereka bertindak lebih sesuai dengan
keinginan para pemegang saham adalah dengan memberikan kompensasi
manajerial. Para pemilik perusahaan dapat memberikan suatu paket kompensasi
yang dapat berupa executive stock option, yaitu suatu penawaran insentif yang
35
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan para manajer untuk membeli saham perusahaan pada waktu
tertentu di masa datang dengan harga tertentu. Program ini dirancang dengan
maksud untuk mendorong manajemen agar berupaya memaksimumkan nilai
perusahaan, dengan demikian mereka akan berusaha untuk dapat mencapai target
kinerja yang ditetapkan agar mendapatkan kompensasi yang besar (Irfan, 2002
dalam Sumtaky, 2007).
2.5 Teori Asimetri
Menurut Putranto (2012:118) informasi asimetri adalah suatu keadaan di
mana salah satu pihak atasan mempunyai pengetahuan yang lebih dari bawahan
mengenai unit tanggung jawab bawahan, maupun sebaliknya bawahan
mempunyai pengetahuan yang lebih dari pada atasan mengenai tanggung jawab
bawahan. Bila kemungkinan pertama terjadi, akan muncul tuntutan yang lebih
besar dari atas kepada bawahan mengenai pencapaian target anggaran yang
menurut bawahan anggaran tersebut terlalu tinggi. Namun, bila kemungkinan
kedua terjadi bawahan akan menyatakan target lebih rendah daripada yang
dimungkinkan untuk dicapai.
Menurut Richardson (2000 dalam Primadita dan Fitriany, 2012:1)
menyatakan bahwa asimetri informasi menyebabkan ketidakinginan untuk
berdagang dan meningkatkan biaya modal. Hal ini dikarenakan investor ingin
melindungi dirinya dari kerugian potensial yang mungkin terjadi akibat
melakukan perdagangan dengan partisipan pasar yang memiliki informasi yang
lebih baik.
36
Universitas Sumatera Utara
Menurut Scott (2009:13-14) beberapa pihak dalam transaksi bisnis
mungkin memiliki beberapa keuntungan informasi atas orang lain. Ini terjadi
ketika ditandai dengan asimetri informasi. Kemudian Scott menuliskan terdapat
dua jenis utama dari asimetri informasi, yaitu :
1. Adverse Selection
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih
pihak yang melakukan transaksi bisnis atau berpotensi untuk melakukan transaksi
bisnis, yang memiliki keuntungan informasi melalui pihak lain. Adverse selection
terjadi karena beberapa orang, seperti manajer perusahaan dan orang dalam
lainnya, yang mengetahui lebih banyak tentang kondisi saat ini dan prospek masa
depan perusahaan daripada investor luar. Ada berbagai cara bahwa manajer dan
orang dalam lainnya dapat memanfaatkan keuntungan informasi mereka dengan
mengorbankan orang luar. Sebagai contoh, manajer dapat berperilaku oportunis
dengan biasing atau mengelola informasi yang dirilis kepada investor untuk
meningkatkan nilai opsi saham yang mereka pegang. Mereka mungkin menunda
atau selektif dalam memberikan informasi awal kepada investor yang dipilih. Hal
ini memungkinkan orang dalam, termasuk diri mereka sendiri, untuk mendapatkan
keuntungan dengan mengorbankan investor biasa. Taktik seperti ini merugikan
untuk kepentingan investor biasa, karena mengurangi kemampuan mereka untuk
membuat keputusan investasi yang baik.
2. Moral Hazard
Moral Hazard adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak
yang melakukan transaksi bisnis atau berpotensi melakukan transaksi bisnis, dapat
37
Universitas Sumatera Utara
mengamati tindakan mereka sendiri dalam pemenuhan transaksi tersebut tanpa
diketahui oleh pihak lain. Moral hazard terjadi karena pemisahan kepemilikan dan
kontrol yang merupakan karakteristik entitas bisnis besar. Para pemegang saham
dan kreditur tidak mungkin secara efektif mengawasi secara langsung tingkat dan
kualitas usaha dari top manager pada kepentingan mereka. Kemudian manajer
tergoda untuk melalaikan usaha mereka, menyalahkan kemerosotan performa
perusahaan
pada
faktor-faktor
diluar
kontrol
mereka,
atau
melakukan
penyimpangan dalam melaporkan pendapatan untuk menutupi kesalahan mereka.
Jelas sekali, jika ini terjadi, ada beberapa implikasi serius untuk para investor dan
pekerjaan secara efisien bagi ekeonomi.
2.6 Teori Sinyal
Sinyal atau Signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana menajamen
memandang
prospek
perusahaan.
Perusahaan
dengan
prospek
yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan
setiap modal baru yang diperlukan menggunakan cara-cara lain, termasuk
penggunaan hutang melebihi target struktur modal yang normal (Brigham dan
Houston, 2001 dalam Nilmawati, 2009:40).
Menurut Ross (1973 dalam Handayani dan Rachadi, 2009:36) Signalling
theory tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan asimetri informasi. Dalam
kerangka
asimetri
informasi
yang
terjadi
antara
principal
dan
agen
mengungkapkan bahwa sinyal dari perusahaan, merupakan hal krusial yang harus
38
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan agar perusahaan berhasil memperoleh atau mempertahankan sumber
daya ekonomi. Gonedes dalam Setiawan (2011) mengemukakan bahwa angkaangka akuntansi yang dilaporkan oleh pihak manajemen dapat digunakan sebagai
sinyal bahwa angka-angka tersebut dapat mencerminkan informasi mengenai
atribut-atribut keputusan perusahaan yang tidak terpantau. Asimetri informasi
terjadi di pasar modal bila manajemen tidak menyampaikan semua informasi yang
dimiliki secara penuh.
Teori sinyal didasarkan pada asumsi bahwa informasi yang diterima oleh
masing-masing pihak tidak sama. Dengan kata lain, teori sinyal berkaitan dengan
informasi asimetri yang terjadi pada suatu perusahaan. Teori sinyal menunjukkan
adanya informasi asimetri antara manajemen dengan pihak-pihak yang
berkepentingan atas informasi perusahaan. Untuk itu, manajer perlu memberikan
informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan melalui
penerbitan laporan keuangan (Primadita dan Fitriany, 2012:6). Menurut Watt dan
Zimmerman (1986 dalam Handayani dan Rachadi, 2009:36) Secara politis,
perusahaan berupaya memberikan informasi sebaik mungkin untuk memperoleh
tanggapan positif dari pemegang otoritas pemerintahan, bahwa perusahaan telah
memindahkan asset mereka melalui mekanisme pajak, retribusi dan social
responsibility lainnya. Menurut hipotesis signalling, hal tersebutlah yang
memotivasi manajer untuk melakukan corporate disclosure.
39
Universitas Sumatera Utara
2.7 Manajemen Laba
Menurut Belkaoui (2006:74) para manajer memiliki fleksibilitas untuk
memilih di antara beberapa cara alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus
memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi yang sama. Fleksibilitas
ini, yang dimaksudkan untuk memungkinkan para manajer mampu beradaptasi
terhadap berbagai situasi ekonomi dan menggambarkan konsekuensi yang
sebenarnya dari transaksi tersebut, dapat juga digunakan untuk memengaruhi
tingkat pendapatan pada suatu waktu tertentu dengan tujuan untuk digunakan
untuk memengaruhi tingkat pendapatan pada suatu waktu tertentu dengan tujuan
untuk memberikan keuntungan bagi manajemen dan para pemangku kepentingan
(stakeholder). Ini adalah esensi dari manajemen laba (earnings management),
yaitu suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dan
mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan.
Sedangkan Schipper (1989 dalam Belakoui, 2006:75) melihat manajemen
laba sebagai suatu intervensi yang disengaja pada proses pelaporan eksternal
dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan pribadi. Hal ini
diasumsikan dapat dilakukan melalui pemilihan metode-metode akuntansi dalam
GAAP ataupun dengan cara menerapkan metode-metode yang telah ditentukan
dengan cara-cara tertentu. Schipper juga melihat manajemen laba baik dari sudut
pandang ekonomi (nyata) ataupun dari sudut pandang informasional. Sudut
pandang laba mengasumsikan adanya (a) eksistensi dari suatu laba ekonomi nyata
yang didistribusikan dengan menggunakan manajemen laba yang disengaja
dan/atau menggunakan kesalahan-kesalahan pengukuran yang terdapat dalam
40
Universitas Sumatera Utara
aturan-aturan akuntansi dan (b) pendapatan yang kacau dan belum dikelola, yang
diperoleh dari properti-properti baru manajemen laba baik dilihat dari segi jumlah,
bias, atau variasinya. Sedangkan sudut pandang informasional mengasumsikan
bahwa (a) pendapatan adalah salah satu sinyal yang digunakan untuk
pertimbangan dan pengambilan keputusan, dan (b) para manajer memiliki
informasi pribadi yang dapat mereka gunakan ketika mereka meilih unsur-usnru
dalam GAAP terhadap berbagai kumpulan kontrak yang akan menentukan
pembicaraan dan perilaku mereka.
Suhendah (2005 dalam Dewi dan Zulaikha, 2011) menyatakan bahwa ada
tiga faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya manajemen laba oleh manajer
demi menunjukkan prestasinya, yaitu :
1. Manajemen akrual (accruals management)
2. Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib (adoption of
mandatory accounting changes)
3. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes)
Scott (2009:405) menuliskan bahwa manajer dapat terlibat dalam berbagai
pola manajemen laba. Pola-pola manajemen laba ini adalah antara lain :
1. Taking a Bath
Ini dapat terjadi selama periode stres organisasi atau reorganisasi. Jika
suatu perusahaan harus melaporkan kerugian, manajemen mungkin merasa akan
tidak baik melaporkannya pada saat itu. Manajemen berusaha mencoreng aset,
menyediakan biaya masa depan yang diharapkan, dan umumnya melakukan
41
Universitas Sumatera Utara
“clear the decks”. Pengembalian akrual ini meningkatkan kemungkinan di masa
depan menghasilkan laba.
2. Income Minimization
Income minimization ini mirip dengan taking a bath, tapi tidak terlalu
ekstrem. Pola seperti ini dapat dipilih dengan pertimbangan nyata perusahaan
selama periode profitabilitas tinggi. Kebijakan yang menunjukkan minimalisasi
pendapatan mencakup menghapus secara cepat aset modal dan berwujud,
membebankan iklan dan pengeluaran R & D, upaya akuntansi terbaik untuk biaya
eksplorasi minyak dan gas, dan sebagainya.
3. Income Maximization
Manajer mungkin terlibat dalam pola maksimalisasi laba bersih yang
dilaporkan dengan tujuan bonus. Perusahaan yang dekat dengan pelanggaran
perjanjian utang juga dapat memaksimalkan pendapatan.
4. Income Smoothing
Ini mungkin adalah pola manajemen laba yang paling menarik. Dari
perspektif kontraktor, manajer yang tidak mengambil risiko lebih memilih aliran
bonus kurang bervariasi, dan hal-hal yang lain sama. Akibatnya, manajer mungkin
meratakan laba yang dilaporkan dari waktu ke waktu sehingga dapat menerima
kompensasi
relatif
konstan.
Kontrak
kompensasi
yang
efisien
dapat
memanfaatkan efek ini, dan membiarkan beberapa perataan laba sebagai cara
murah untuk mencapai utilitas reservasi manajer.
42
Universitas Sumatera Utara
2.8 Perataan Laba
2.8.1 Definisi Perataan Laba
Perataan laba adalah merupakan salah satu pola dari manajemen laba.
Tindakan ini dilakukan dengan sengaja dengan kepentingan manajemen
perusahaan dalam mengelola laba perusahaannya. Para peneliti terdahulu masingmasing memiliki definisi yang berbeda-beda. Menurut Copeland (1968 dalam
Belkaoui, 2006:73) perataan laba (income smoothing) adalah pengurangan
fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahuntahun
yang
tinggi
pendapatannya
ke
periode-periode
yang
kurang
menguntungkan.
Eckel (1981 dalam Belkaoui, 2006:73-74) memberikan klasifikasi yang
lebih detail mengenai berbagai jenis arus perataan laba. Pembedaan pertama
dinyatakan antara perataan yang dibuat atau disengahja dan perataan alami.
Pembedaan kedua adalah untuk mengklasifikasikan perataan yang dibuat atau
disengaja tadi menjadi suatu perataan artifisial atau perataan nyata. Perataan yang
direncanakan atau disengaja mengacu secara spesifik kepada keputusan atau
pilihan yang disengaja untuk meredam fluktuasi pendapatan ke suatu tingkat
tertentu. oleh sebab itu, perataan yang dibuat atau disengaja ini padadasarnya
adalah suatu perataan akuntansi yang menggunakan fleksibilitas yang ada dalam
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan pilihan-pilihan serta kombinasikombinasi yang tersedia untuk meratakan laba. Karenanya dan pada dasarnya
perataan laba adalah suatu bentuk akuntansi yang dirancang. Perataan alami
berbeda dengan perataan buatan, adalah produk alamiah dari proses penghasilan
43
Universitas Sumatera Utara
laba,dan bukannya hasil dari tindakan yang diambil oleh manajemen. Perataan
yang dibuat dapat dicapai baik melalui perataan artifisial ataupun perataan nyata.
Perataan artifisial adalah hasil yang diperoleh dari penggunaan manipulasi
akuntansi untuk meratakan laba.
Menurut Belkaoui (2007:192) perataan laba dapat dipandang sebagai
proses normalisasi laba yang disengaja guna meraih suatu tren ataupun tingkat
yang diinginkan. Beidleman (1973 dalam Belkaoui, 2007:192) mengatakan bahwa
perataan dari laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai pengurangan atau
fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap
normal oleh perusahaan. Dengan pegertian ini, perataan mencerminkan suatu
usaha dari manajemen perusahaan untuk menurunkan variasi yang abnormal
dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen
yang baik.
Dari berbagai definisi perataan laba diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa perataan laba secara keseluruhan merupakan suatu tindakan akuntansi yang
dirancang dan dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan untuk mengatur dan
mengurangi fluktuasi atau perubahan laba perusahaan agar sesuai dengan tingkat
laba yang diinginkan oleh manajemen perusahaan yang masih dalam aturan dan
prinsip-prinsip akuntansi yang baik.
2.8.2 Klasifikasi dan Jenis-Jenis Perataan Laba
Dimensi perataan laba pada dasarnya adalah alat yang digunakan untuk
menyelesaikan perataan angka pendapatan. Dascher dan Malcolm (1970 dalam
Belkaoui, 2007:195) membedakan antara perataan riil dan perataan artifisial.
44
Universitas Sumatera Utara
Perataan riil mengacu pada transaksi aktual yang terjadi maupun tidak terjadi
dalam hal pengaruh perataannya terhadap pendapatan, di mana perataan artifisial
mengacu pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan terhadap pergeseran
biaya dan/atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain.
Menurut penelitian Eckel (1981 dalam Dewi dan Zulaikha, 2011) perataan
laba digolongkan ke dalam dua tipe yaitu perataan alami (naturally smoothing)
dan perataan yang disengaja (intentionally smoothing). Perataan laba berdasarkan
tipe disengaja (intentionally smooth) terbagi atas artificial smoothing dan real
smoothing. Berikut ini adalah gambar yang digunakan untuk memperjelas tipe
perataan laba tersebut.
SMOOTH INCOME STREAM
Intentionally Being Smoothed
by Management
Real Smoothing
Naturally Smooth
Artificial
Smoothing
Gambar 2.1
Tipe Perataan Laba
Sumber: Norm Eckel, 1981, The Income Smoothing Hypothesis Revisited, Abacus Vol 17,
No 1 (dalam Dewi dan Zulaikha, 2011)
Pada gambar 1 di atas dapat dijelaskan bahwa perataan laba digolongkan
ke dalam 2 tipe, yaitu Naturally Smooth dan Intentionally Being Smoothed by
Management. Naturally Smooth (Perataan secara alami), perataan ini mempunyai
45
Universitas Sumatera Utara
implikasi bahwa sifat proses perataan laba itu sendiri menghasilkan suatu aliran
laba yang rata. Hal ini dapat kita dapati pada perolehan penghasilan dari
keperluan/pelayanan umum, dimana aliran laba yang ada akan rata dengan
sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak lain.
Intentionally Being Smoothed by Management (Perataan yang disengaja)
dikenal juga dengan designed smoothing, perataan ini berbeda dengan naturally
smoothing yang terjadi secara alami. Pada designed smoothing, perataan yang
terjadi diakibatkan adanya intervensi atau campur tangan dari pihak lain, dalam
hal ini adalah manajemen. Designed smoothing dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
Artificial smoothing (accounting smoothing) dan Real smoothing (transactional
atau economic smoothing)
Artificial smoothing muncul ketika manajemen memanipulasi waktu
pencatatan akuntansi untuk menghasilkan perataan laba. Artificial smoothing
merupakan implementasi prosedur-prosedur akuntansi untuk memindahkan beban
dan/atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Real smoothing
muncul ketika manajemen melakukan tindakan untuk mengendalikan kejadian
ekonomi tertentu yang mempengaruhi laba yang akan datang (Dwiatmini dan
Nurkholis, 2001:29).
2.8.3 Tujuan Perataan Laba
Para ahli memberikan beberapa definisi mengenai tujuan perataan laba
yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Scott (1997 dalam Widyaningdyah,
2001:90) mendefinisikan earnings management sebagai tindakan manajemen
46
Universitas Sumatera Utara
untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan
memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan.
Menurut Hepworth (1953 dalam Sumtaky, 2007) tindakan perataan laba
yang dilakukan oleh manajemen pada dasarnya untuk mendapat berbagai
keuntungan ekonomis dan psikologis yaitu: (a). mengurangi total pajak, (b).
meningkatkan kepercayaan diri manajer, (c). meningkatkan hubungan antara
manajer dan karyawan, (d). siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat
ditandingi dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak.
Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986 dalam Dwiatmini dan
Nurkholis, 2001:29) adalah sebagai berikut :
1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan
tesebut memiliki risiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap
laba di masa mendatang.
3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
4. Meningkatkan
persepsi
pihak
eksternal
terhadap
kemampuan
manajemen.
5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
2.8.4Motivasi dan Alasan Perusahaan Melakukan Perataan Laba
Pada dasarnya setiap manajemen dari berbagai perusahaan yang
melakukan perataan laba memiliki motivasi dan alasan yang sama untuk
melakukan perataan laba. Beidleman (1973) dalam Belkaoui, (2007:193-194)
mempertimbangkan dua alasan manajemen meratakan laporan laba. Pendapat
47
Universitas Sumatera Utara
pertama berdasar pada asumsi bahwa suatu aliran laba yang stabil dapat
mendukung dividen dengan tingkat yang lebih tinggi daripada suatu aliran laba
yang lebih variabel, yang memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai
saham perusahaan seiring dengan turunnya tingkat risiko perusahaan secra
keseluruhan. Ia menyatakan sejauh pengamatan atas keanekaragaman variabilitas
suatu tren laporan keuangan memengaruhi harapan subjektif investor akan hasil
laba dan dividen yang mungkin akan terjadi, manajemen mungkin dapat secara
menguntungkan memengaruhi nilai saham perusahaan dengan meratakan laba.
Argumen kedua berkenaan pada perataan kemampuan untuk melawan hakikat
laporan laba yang bersifat siklus dan kemungkinan juga akan menurunkan
korelasi antara ekspektasi pengembalian perusahaan dengan portofolio pasar. Ia
menyatakan pada tingkat di mana proses normalisasi suatu laba berhasil, dan
bahwa kovarians pengembalian yang mengalami penurunan terhadap pasar diakui
oleh para investor dan perusahaan untuk proses evaluasi mereka, perataan laba
akan memberikan pengaruh tambahan yang menguntungkan dalam nilai saham.
Manajer yang berada di bawah tekanan untuk berkinerja baik mungkin
tergoda untuk mengambil keuntungan dari celah dalam pengukuran laba dan nilai
buku untuk menampilkan laporan keuangan dalam bentuk yang sebaik mungkin.
Dan dalam kasus yang lebih ekstrem, beberapa perusahaan praktis melanggar
aturan (Brealey, Myers, dan Marcus, 2008:66).
Menurut Dye (1988 dalam Suwito dan Herawaty, 2005:138) menyatakan
bahwa perataan laba dilakukan karena adanya motivasi internal dan motivasi
ekstemal, dengan tujuan :
48
Universitas Sumatera Utara
1. Menjelaskan kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba
2. Mengidentifikasikan pengaruh atas permintaan internal dan eksternal
atas manajemen laba pada kebijakan pengumuman laba perusahaan
yang optimal
3. Menjelaskan manfaat dan kerugian bagi pemegang saham akibat
dilakukannya manipulasi laba
Brayshaw dan Eldin (1989 dalam Subekti, 2005:225) menyatakan bahwa
terdapat dua hal yang memotivasi manajer dalam mengambil keputusan untuk
melakukan perataan laba yaitu :
1. Rencana kompensasi manajemen yang biasanya dihubungkan dengan kinerja
perusahaan yang ditunjukkan dalam laba yang dilaporkan, sehingga setiap
fluktuasi
dalam
laba
akan
mempengaruhi
langsung
terhadap
kompensasinya.
2. Fluktuasi dalam kinerja manajemen mungkin mengakibatkan intervensi
pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambilalihan atau
penggantian manajemen secara langsung, dan ancaman penggantian
manajemen ini mendorong manajemen untuk membuat laporan kinerja yang
sesuai dengan keinginan pemilik.
2.9Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan dalam hal mengetahui faktorfaktor apa saja yang dapat mempengaruhi perataan laba pada suatu perusahaan.
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa faktor-faktor seperti ukuran
49
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, profitabilitas, harga saham, leverage operasi, dan dividend pay out
ratio berpengaruh terhadap tindakan perataan laba, sedangkan di penelitianpenelitian lainnya justru menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil-hasil dari
penelitian-penelitian tersebut penulis rangkum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.2
Tabel Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
1
Widyaningdyah Analisis
faktorfaktor
yang
(2001)
berpengaruh
terhadap earnings
management pada
perusahaan
go
public
di
Indonesia
2
Juniarti dan
Corolina
(2005)
3
Sumtaky
(2007)
Analisa
FaktorFaktor
yang
Berpengaruh
Terhadap Perataan
Laba
(Income
Smoothing) pada
PerusahaanPerusahaan
Go
Public
Variabel
Penelitian
Reputasi
auditor,
jumlah
dewan
direksi,
leverage,
dan
persentase
saham
Ukuran
perusahaan,
profitabilitas,
dan sektor
industry
Hasil Penelitian
Hanya
faktor
leverage
yang
berpengaruh
signifikan terhadap
earnings
management
Tidak ada perbedaan
yang signifikan atas
ukuran perusahaan
dan sektor industri
antara
perusahaan
yang
tergolong
dalam smoothing dan
non
smoothing,sedangkan
untuk profitabilitas,
terdapat perbedaan
yang signifikan pada
kedua
klasifikasi
perusahaan. Faktor
ukuran perusahaan,
sektor industri, dan
profitabilitas
tidak
berpengaruh terhadap
perataan laba.
Faktor-Faktor
Ukuran
Dari keempat varibel
Yang
perusahaan,
independen
yang
profit diuji
Mempengaruhi
Net
dalam
Perataan
Laba margin,
penelitian ini (ukuran
Pada Perusahaan leverage
perusahaan,
50
Universitas Sumatera Utara
Manufaktur Yang operasi,
Terdaftar Di Bursa profitabilitas
Efek Jakarta
4
Budiasih
(2009)
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Perataan Laba
Ukuran
Perusahaan,
Net
Profit
Margin,
Dividend
Payout
Ratio,
dan
Financial
Leverage
5
Novita (2009)
Ukuran
perusahaan,
Return
on
asset,
Net
profit margin
6
Dewidan
Zulaikha
(2011)
Pengaruh Faktor
Finansial
Perusahaan
Terhadap
Perataan
Laba
(Income
Smoothing) Pada
Perusahaan
Manufaktur Yang
Terdaftar Di BEI
(Periode
Tahun
2005-2007)
Analisa
faktorfaktor
yang
mempengaruhi
perataan
laba
(Income
Smoothing) pada
perusahaan
manufaktur
dan
keuangan
yang
Ukuran
perusahaan,
profitabilitas,
leverage
keuangan,
dan
jenis
industri
profitabilitas,
leverage operasi, dan
Net Profit Margin),
hanya
leverage
operasi saja yang
terbukti berpengaruh
secara
signifikan
terhadap terjadinya
perataan laba.
Variabel
Ukuran
Perusahaan,
Net
Profit Margin dan
Dividend
Payout
Ratio
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
perataan
laba
(income
smoothing).
Sedangkan
untuk
variabel lain, tidak
ada
pengaruh
Financial Leverage
terhadap
perataan
laba
(income
smoothing)
Variabel
ukuran
perusahaan, return on
asset, dan net profit
margin
tidak
berpengaruh terhadap
perataan laba
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan
berpengaruh
signifikan terhadap
prataan
laba.
Profitabilitas,
leverage keuangan,
dan jenis industri
51
Universitas Sumatera Utara
terdaftar di BEI
tidak
memiliki
pengaruh
yang
signifikan terhadap
perataan laba
Sumber : Widyaningdyah (2001), Juniarti dan Corolina (2005), Sumtaky (2007). Budiasih
(2009) Novita (2009), Dewi dan Zulaikha (2011)
2.10Kerangka Konseptual
Ukuran perusahan (company size) adalah sebagai suatu perbandingan
besar atau kecilnya bagi suatu objek yang berupa aset perusahaan. Ukuran
perusahaan menunjukkan besar atau kecilnya kekayaan (asset) yang dimiliki oleh
perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan
manajemen untuk mengoperasikan perusahaan dengan berbagai situasi dan
kondisi yang dihadapinya. Kemampuan suatu perusahaan untuk beroperasi dapat
mempengaruhi pendapatan saham perusahaanya. Pertumbuhan perusahaan yang
lambat merupakan sinyal bagi investor bahwa kinerja perusahaan menurun.
Menurunnya kinerja perusahaan akan menimbulkan keengganan bagi calon
investor untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut. Nasser dan Herlina
(dalam Juniarti dan Corolina, 2005:151) beranggapan bahwa perusahaan yang
memiki aktiva yang besar yang kemudian dikategorikan sebagai perusahaan besar
cenderung mendapat lebih banyak perhatian dari berbagai pihak seperti, para
analis, investor maupun pemerintah. Untuk itu perusahaan besar juga diperkirakan
akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis, sebab kenaikan laba yang
drastis akan menyebabkan bertambahnya pajak. Sebaliknya penurunan laba yang
drastis akan memberikan image yang kurang baik. Maka perusahaan besar
diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan tindakan
52
Universitas Sumatera Utara
perataan laba. Albrecht dan Richardson (1990 dalam Murtanto, 2004:10)
menemukan bahwa perusahaan-perusahaankurang memiliki dorongan untuk
melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih
kecil.
Semakin besar Net Profit Marginmenunjukkan kinerja perusahaan yang
produktif untuk memperoleh laba yang tinggi melalui tingkat penjualan tertentu
serta
kemampuan
perusahaan
yang
baik
dalam
menekan
biaya-biaya
operasionalnya. Salno dan Baridwan (2000) dalam Suwito dan Herawaty,
(2005:139) mengatakan bahwa net profit margin diduga mempengaruhi perataan
laba, karena secara logis margin ini terkait langsung dengan objek perataan
penghasilan. Net profit margin (NPM) dapat memperlihatkan seberapa besarnya
laba bersih perusahaan yang diperoleh pada setiap penjualan. Net profit margin
yang besar menunjukan kinerja perusahaan dalam kondisi yang baik. Hal ini tentu
akan meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada
perusahaan. Rasio ini juga menunjukan seberapa baik kemampuan perusahaan
untuk mendapatkan tingkat laba yang tinggi.
Profitabilitas pada intinya adalah kemampuan suatu perusahaan untuk
mendapatkan laba dalam suatu waktu tertentu. Menurut Dwiatini dan Nurkholis
(2001:28) Profitabilitas merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang
bertujuan untuk menilai kinerja manjemen, membantu mengestimasi kemampuan
laba yang representatif dalam jangka panjang dan menaksir resiko dalam investasi
atau meminjamkan dana.Ashari et al. (1994 dalam Suwito dan Herawaty,
2005:138-139) menemukan bukti bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas
53
Universitas Sumatera Utara
rendah mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan perataan laba.
Profitabilitas merupakan suatu rasio yang diukur berdasarkan perbandingan antara
laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan. Profitabilitas merupakan
ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya perusahaan yang mempengaruhi
investor untuk membuat keputusan.
Menurut Sartono (2001 dalam Arfan dan Wahyuni, 2010) financial
leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya.
Rasio leverage yang besar menyebabkan turunnya minat investor untuk
menanamkan modalnya pada prusahaan tersebut, sehingga dapat memicu adanya
tindakan perataan laba. Sutrisno (2003 dalam Nurinna, 2013) mengatakan bahwa
financial leverage terjadi akibat perusahaan menggunakan sumber dana dari
hutang yang menyebabkan perusahaan harus menanggung beban tetap. Financial
leverage mengukur pengaruh perubahan keuntungan terhadap perubahan
pendapatan bagi pemegang saham. Sedangkan operating leverage terjadi karena
perusahaan dalam beroperasi menggunakan aktiva tetap sehingga harus
menanggung biaya tetap. Operating leverage mengukur perubahan pendapatan
atau penjualan terhadap keuntungan operasi. Financial leverage dapat
menunjukan seberapa banyak aktiva perusahaan yang dibiayai dengan
penggunaan hutang. Tingkat leverage yang tinggi adalah suatu pertanda bahwa
risiko suatu perusahaan tinggi juga. Perusahaan diduga melakukan tindakan
perataan laba dengan alasan perusahaan ingin menghindari pelanggaran perjanjian
utang. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan perusahaan tersebut dalam
kemampuan perusahaan untuk melunasi hutangnya menggunakan aktiva
54
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Fiancial leverage diukur menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini
diperoleh dengan membagikan antara total hutang dengan total ekuitas.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan
sebelumnya pada penelitian ini, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Ukuran Perusahaan
(�1 )
Net Profit Margin
(�2 )
Indeks Perataan Laba
(Y)
Profitabilitas
(�3 )
Financial Leverage
(�4 )
Sumber: Sumtaky (2007), Novita (2009)
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
55
Universitas Sumatera Utara
2.11Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh yang siginifikan ukuran perusahaan terhadap indeks
perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan net profit marginperusahaan terhadap
indeks perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan profitabilitas perusahaan terhadap indeks
perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H4 : Terdapat pengaruh yang signifikanfinancial leverage perusahaan terhadap
indeks perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
56
Universitas Sumatera Utara