TAP.COM - ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI DALAM UPAYA ... 6 22 1 PB

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI DALAM UPAYA
MENGENDALIKAN TINGKAT KERUSAKAN PRODUK
Oleh : Darsono
Abstraksi
Tingkat kerusakan / broken rata – rata hasil produksi pada PT. Albata
Semarang selama bulan Januari – Maret 2011 sebesar 1.80 % , tingkat kerusakan
tersebut tidak melampui standar yang ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 2 %
dari total volume produksi . Berarti hipotesis 1 (H1) bahwa tingkat kerusakan
produk yang terjadi dalam proses produksi melampaui batas standar tidak
terbukti.
Hasil uji mean ditunjukkan nilai t hitung =31,400 > t tabel = 2,00 dan
sig. = 0,000 < α =0,05, dengan demikian rata-rata (mean) sebesar 1,806 adalah
signifikan. Kesimpulan hipotesis 2 (H2) bahwa tingkat kerusakan produk yang
terjadi bersifat signifikan mempengaruhi proses produksi tidak terbukti.
Pareto Chart menunjukkan bahwa jenis broken yang sering terjadi adalah
rusak karena warna tidak sesuai, selanjutnya karena komponen pecah/patah, salah
pengamplasan dan salah router. Hipotesis 3 (H3) bahwa jenis kerusakan yang terjadi

pada produk dalam proses produksi yaitu warna tidak sesuai, komponen pecah,
salah amplas dan salah router terbukti.
Melalui aktivitas pengendalian kualitas secara berlapis dapat menekan
tingkat kerusakan hasil produksi dan mempertahankan kualitas produk yang
dihasilkan. Hipotesis 4 (H4) bahwa penerapan metode pengecekan ganda / berlapis
dalam mengendalikan kualitas produk dan menekan terjadinya kerusakan produk
terbukti.
Kata kunci: produksi, produk dan kualitas.
Latar Belakang Masalah
Permasalahan kualitas telah mengarah pada taktik dan strategi perusahaan
secara menyeluruh dalam rangka untuk memiliki daya saing dan bertahan
terhadap persaingan global dengan produk perusahaan lain ( La Hatani, 2007 ).
Kualitas suatu produk bukan suatu yang serba kebetulan ( occur by accident )
( Suyadi Prawirosentono, 2007 ). Kualitas dapat diartikan sebagai tingkat atau
ukuran kesesuaian produk dengan standar yang telah ditetapkan ( Juita
Alisjahbana, 2005 ). Jadi, kualitas yang baik akan dihasilakan dari proses yang
baik dan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan berdasarkan
kebutuhan pasar. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang
sukses dan mampu bertahan pasti memiliki program mengenai kualitas. Karena
melalui program kualitas yang baik akan dapat secara efektif mengeliminasi

pemborosan dan meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan.
Dengan memberikan perhatian pada kualitas akan memberikan dampak
yang positif kepada bisnis melalui dua cara yaitu dampak terhadap biaya produksi
dan dampak terhadap pendapatan ( Gaspers, 2002 dalam juwita alisjahban,2005).
Namun, meskipun proses produksi telah dilaksanakan dengan baik, pada
kenyataannya seringkali masih ditemukan ketidaksesuaian antara produk yang
1

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

dihasilkan dengan yang diharapkan. Hal tersebut disebabkan adanya
penyimpangan –penyimpangan dari berbagai factor, baik yang berasal dari bahan
baku , tenaga kerja maupun kinerja dari fasilitas-fasilitas mesin yang digunakan
dalam proses produksi tersebut. Agar supaya produk yang dihasilkan tersebut
mempunyai kualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan dan sesuai
dengan harapan konsumen, maka perusahaan harus melakukan kegiatan yang
berdampak pada kualitas yang dihasilkan dan menghindari banyaknya produk
yang rusak / cacat ikut terjual ke pasar.

Pengendalian kualitas produk dengan sistem pengecekan berlapis
bermanfaat pula mengawasi tingkat efesiensi. Jadi, dapat digunakan sebagai alat
untuk mencegah kerusakan dengan cara menolak (reject) dan menerima (accept)
berbagai produk yang dihasilkan oleh supplier dan proses produksi.Dengan
menolak atau menerima produk, berarti bisa juga sebagai alat untuk pengawasan
proses produksi.
Di PT. Albata barang rusak (broken) menjadi tanggung jawab perusahaan,
lebih tepatnya disebut sebagai kerugian perusahaan karena rata-rata barang broken
dikarenakan oleh pihak dalam perusahaan, bukan dari supplier. Broken ini dapat
disebabkan olek kecerobohan karyawan, karena kerusakan mesin yang digunakan
sehingga barang rusak, dan bisa juga karena kesalahan teknik produksinya. Data
jumlah produksi beserta produk rusak (broken) pada tahun 2011 selama masa
produktif dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1
Data Jumlah Produksi dan Produk Rusak PT. Albata
Bulan Oktober – Desember 2010
Bulan
Jumlah Produksi
Jumlah Rusak
Persentase

(pcs)
(pcs)
(%)
Oktober
831
20
November
5375
72
Desember
2533
35
Total
8739
127
2913
42.33
Rata-rata
Sumber : Data Primer yang diolah, 2010


Rusak
2.40
1.34
1.38

5.12
1.71

Tabel menunjukkan bahwa jumlah produksi yang dilakukan perusahaan setiap
bulannya tidaklah sama. Hal tersebut dikarenakan dalam menentukan jumlah
produk yang akan diproduksi oleh perusahaan didasarkan pada order yang
diterima perusahaan. Adapun rata-rata produksi per bulan 2913 pcs dengan ratarata broken produk sebesar 42,33 pcs atau sekitar 1.71 % dari total produksi setiap
bulan.
Sesuai pedoman sasaran mutu PT.Albata bahwa produk dikatakan
berkualitas apabila tercapainya kesesuaian antara produksi yang dihasilkan
dengan rencana target standar / sasaran mutu yang ditetapkan oleh perusahaan
pada setiap awal produksi atau target broken kumulatif adalah tidak lebih dari 2%

2


JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

dari jumlah produksi. Untuk menekan
tingkat kerusakan produk dan
mempertahankan kualitas perlu pengedalian kualitas secara berlapis.
TELAAH PUSTAKA
2.1 Kualitas
Pengertian atau definisi kualitas mempunyai cakupan yang sangat luas,
relative, berbeda-beda dan berubah-ubah, sehingga definisi dari kualitas memiliki
banyak kriteria dan sangat bergantung pada konteksnya terutama jika dilihat dari
sisi penilaian akhir konsumen dan definisi yang diberikan oleh berbagai ahli serta
dari sudut pandang produsen sebagai pihak yang mendiptakan kualitas. Konsumen
dan produsen itu berbeda dan akan merasakan kualitas secara berbeda pula sesuai
dengan standar kualitas yang dimiliki masing-masing. Begitu pula para ahli dalam
memberikan definisi dari kualitas juga akan berbeda satu sama lain karena mereka
membentuknya dalam dimensi yang berbeda. Oleh karena itu definisi kualitas
dapat diartikan dari dua perspektif, yaitu dari sisi konsumen dan sisi produsen.
Namun pada dasarnya konsep dari kualitas sering dianggap sebagai kesesuaian,

keseluruhan cirri-ciri atau karakteristik suatu produk yang diharapkan oleh
konsumen.
Josep Juran mempunyai suatu pendapat bahwa “ Quality is fitness for
use”yang bila diterjemahkan secara bebas berarti kualitas (produk) berkaitan
dengan enaknya barang tersebut digunakan (Suyadi Prawirosentono, 2007:5).
Kualitas yang baik menurut produsen adalah apabila produk yang dihasilkan oleh
perusahaan telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Sedangkan kualitas yang jelek adalah apabila produk yang dihasilkan tidak sesuai
dengan spesifikasi standar yang telah ditentukan serta menghasilkan produk rusak.
Namun demikian perusahaan dalam menentukan spesifikasi produk juga harus
memperhatikan keinginan dari konsumen, sebab tanpa memperhatikan itu produk
yang dihasilkan oleh perusahaan tidak akan dapat bersaing dengan perusahaan
lain yang lebih memperhatikan kebutuhan konsumen. Kualitas yang baik menurut
sudut pandang konsumen adalah jika produk yang dibeli tersebut sesuai dengan
keinginan, menmiliki sifat yang sesuai dengan kebutuhan dan setara dengan
pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen. Apabila kualitas produk tersebut
tidak dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, maka mereka akan
menganggapnya sebagai produk yang berkualitas jelek.
2. 2 Pengendalian Kualitas
Menurut Sofyan Assauri (1998:25), pengendalian dan pengawasan adalah

kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang
dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan
tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Adapun
pengertian pengendalian kualitas menurut Sofyan Assauri (1998:210) usaha untuk
mempertahankan mutu / kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan

3

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan
perusahaan.
1. Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan dari pengendalian kualitas adalah :
a. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah
ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan

kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
d. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
2. Faktor-faktor Pengendalian Kualitas
Menurut Douglas C.Montgomery (2001:26) dan berdasarkan literature lain
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas
yang dilakukan perusahaan adalah :
a. Kemampuan proses
Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemempuan
proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batasbatas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.
b. Spesifikasi yang berlaku
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau
dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang
ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat
dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari kedua segi
yang telah disebutkan diatas sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat
dimulai.
c. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk
yang ada dibawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang
diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada dibawah standar

yang dapat diterima.
d. Biaya kualitas
Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam
menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang
positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.
1) Biaya Pencegahan (Prevention Cost)
2) Biaya Deteksi / Penilaian ( Detection / Appraisal Cost )
3) Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)
4) Biaya Kegagalan Eksternal (Eksternal Failure Cost)
3. Langkah-langkah Pengendalian Kualitas
4

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

Pengendalian kualitas harus dilakukan melaului proses yang terus-menerus
dan berkesinambungan. Proses pengendalian kualitas tersebut dapat dilakukan
salah satunya dengan melalui penerapan PDCA (paln – do – check action) yang
diperkenalkan oleh Dr. W. Edwards Deming, seorang pakar kualitas ternama

berkebangsaan Amerika Serikat, sehingga siklus ini disebut siklus deming
(Deming Cycle/ Deming Wheel). Siklus PDCA umumnya digunakan untuk
mengetes dan mengimplementasikan perubahan-perubahan untuk memperbaiki
kinerja produk, proses atau suatu sistem di masa yang akan datang.
Gambar 2.1
Siklus PDCA

4. Act.

1. Plan

3.Check

2. Do

Sumber : Richard B. Chase, Nicholas J. Aquilano and F. Robert Jacobs, 2001

Penjelasan dari tahap-tahap dalam siklus PDCA adalah sebagai berikut
(M. N. Nasution, 2005:32):
a. Mengembangkan rencana (Plan)
Merencanakan spesifikasi, menetapkan spesifikasi atau standar kualitas yang
baik, memberi pengertian kepada bawahan akan pentingnya kualitas produk,
pengendalian kualitas dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
b. Melaksanakan rencana (Do)
Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai dari
skala kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melaksanakan rencana harus
dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar seluruh rencana
dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat tercapai.
c. Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (Check)
Memeriksa atau meneliti merujuk pada penetapan apakah pelaksanaannya
berada dalam jalur, sesuai dengan rencana dan memantau kemajuan perbaikan
yang direncanakan. Membandingkan kualitas hasil produksi dengan standar
yang telah ditetapkan, berdasarkan penelitian diperoleh data kegagalan dan
kemudian ditelaah penyebab kegagalannya.
d. Melakukan tindakan penyesuaian bila diperlukan (Action)

5

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analisis di
atas. Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi prosedur baru guna
menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran
baru bagi perbaikan berikutnya.
Untuk melaksanakan pengendalian kualitas, terlebih dahulu perlu
dipahami beberapa langkah dalam melaksanakan pengendalian kualitas. Menurut
Roger G. Schroeder (2007:173) untuk mengimplementasikan perencanaan,
pengendalian dan pengembangan kualitas diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Mendefinisikan karakteristik (atribut) kualitas.
b. Menentukan bagaimana cara mengukur setiap karakteistik.
c. Menetapkan standar kualitas.
d. Menetapkan program inspeksi.
e. Mencari dan memperbaiki penyebab kualitas yang rendah.
f. Terus-menerus melakukan perbaikan.
4. Tahapan Pengendalian Kualitas
Untuk memperoleh hasil pengendalian kualitas yang efektif, maka
pengendalian terhadap kualitas suatu produk dapat dilaksanakan dengan
menggunakan teknik-teknik pengendalian kualitas, karena tidak semua hasil
produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Menurut Suyadi
Prawirosentono (2007:72), terdapat beberapa standar kualitas yang bias ditentukan
oleh perusahaan dalam upaya menjaga output barang hasil produksi diantaranya:
a. Standar kualitas bahan baku yang akan digunakan.
b. Standar kualitas proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang
melaksanakannya).
c. Standar kualitas barang setengah jadi.
d. Standar kualitas barang jadi.
e. Standar administrasi, pengepakan dan pengiriman produk akhir tersebut
sampai ke tangan konsumen.
Sedangkan Sofjan Assauri (1998:210) menyatakan bahwa tahapan
pengendalian/ pengawasan kualitas terdiri dari 2 (dua) tingkatan antara lain:
a. Pengawasan selama pengolahan (proses)
Yaitu dengan mengambil contoh atau sampel produk pada jarak waktu yang
sama, dan dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk melihat apakah
proses dimulai dengan baik atau tidak. Apabila mulainya salah, maka
keterangan kesalahan ini dapat diteruskan kepada pelaksana semula untuk
penyesuaian kembali. Pengawasan yang dilakukan hanya terhadap sebagian
dari proses, mungkin tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan pengawasan
pada bagian lain. Pengawasan terhadap proses ini termasuk pengawasan atas
bahan-bahan yang akan digunakan untuk proses.
b. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan
Walaupun telah diadakan pengawasan kualitas dalam tingkat-tingkat proses,
tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak atau
kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang baik. Untuk menjaga supaya
6

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

hasil barang yang cukup baik atau paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau
lolos dari pabrik sampai ke konsumen/ pembeli, maka diperlukan adanya
pengawasan atas produk akhir.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini untuk
menggambarkan bagaimana pengendalian kualitas yang dilakukan berlapis/ganda
dapat bermanfaat dalam menganalisis tingkat kerusakan produk yang dihasilkan
oleh PT.Albata yang melebihi batas toleransi, serta mengidentifikasi penyebab hal
tersebut untuk kemudian ditelusuri solusi penyelesaian masalah tersebut sehingga
menghasilkan usulan/ rekomendasi perbaikan kualitas produksi dimasa
mendatang. Berdasarkan tinjauan landasan teori, maka dapat disususn kerangka
dalam penelitian sebagai berikut.
Gambar 2.2 : Kerangka Pemikiran Teoritis
Proses Pengendalian Kualitas Produksi MelaLui Pengecekan Berlapis
Standar Kualitas
Hasil Produksi

Kepuasan Konsumen

Produk baik

Produk Rusak

Menentukan jumlah dan
jenis ketidaksesuaian
Menentukan sejauh mana
ketidaksesuaian terjadi
Menentukan jenis
ketidaksesuaian terbesar

Pengendalian
Kualitas
Produksi
Menggunakan
Sistem
Pengecekan
Berlapis

Menentukan penyebab
kegagalan

Hasil Analisis
7

Rekomendasi

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

Sumber : Bagaian Produksi PT. Albata Semarang

2.4 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
H1 : Tingkat kerusakan produk yang terjadi dalam proses produksi pada
PT.Albata melampaui batas standar
H2 : Tingkat kerusakan produk yang terjadi di PT.Albata sebesar 2% bersifat
signifikan mempengaruhi proses produksi
H3 : Jenis kerusakan yang terjadi pada produk dalam proses produksi pada
PT.Albata yaitu warna tidak sesuai, komponen pecah, salah amplas dan
salah router
H4 : Penerapan metode pengecekan ganda / berlapis dalam mengendalikan
kualitas produk PT.Albata dapat menekan terjadinya kerusakan produk

2.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
1.Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu:
a. Pengendalian terhadap bahan baku
b. Pengendalian terhadap proses produksi yang sedang berjalan
c. Pengendalian terhadap produk jadi sebelum pengepakan
Perusahaan menggunakan istilah broken untuk menyebutkan kerusakan terhadap
produk yang rusak.
2. Pengukuran Kualitas Secara Riil
Adapun perusahaan menggunakan lima karakteristik produk yang dianggap
broken yaitu :
1. Komponen patah
2. Komponen menyusut/ kempes
3. Pinhole/ cocoh
4. Warna tidak kontras/ tidak sesuai standarnya.
5. Salah konstruksi
6. Ukuran komponen tidak sesuai
Broken yang terjadi pada satu item barang dimungkinkan terdapat tidak hanya
satu jenis kerusakan (broken), akan tetapi bisa lebih dari satu macam. Oleh karena
itu semua jenis broken harus dicatat didalam label masing-masing barang.
2.6 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data dari hasil produksi jenis
furnitur yang mengalami broken (rusak) selama proses produksi pada PT. Albata
Semarang yang tidak diketahui jumlahnya. Sedangkan sampel yang diambil
adalah data kerusakan hasil peroduksi selama 3 bulan dari pengamatan kualitas
oleh Bagian Quality ControlPengambilan sampel dalam penelitian ini
8

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah furniture yang ditemukan
mengalami broken dan terdata oleh bagian Quality Control selama bulan 62 hari
produksi yaitu selama Januari - Maret 2011. Hal dilakukan dengan alasan produk
belum sampai ketangan konsumen.
2.7 Jenis Data ; Data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data primer dan
data sekunder yang didapat/diperoleh dari perusahaan (obyek penelitian)
2.8 Metode Pengumpulan Data : Metode yang digunakan adalah dengan cara
melihat langsung atau pengamatan dan mencatat apa yang terjadi
diperusahanan terus selajutnya dibuat semacam tabel yang berupa chek sheet.
2.9 Metode Analisis Data
Terkait dengan sifat penelitian ini yaitu menggambarkan secara deskriptif
dan pengujian hipotesis dengan langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1.. Mengumpulkan data menggunakan check sheet
2. Membuat histogram
3. Membuat peta kendali p
Adapun langkah-langkah dalam membuat peta kendali p sebagai berikut :
a. Menghitung Prosentase Kerusakan
p=
Keterangan :
np : jumlah gagal dalam sub grup
n : jumlah yang diperiksa dalam sub grup
Subgrup : Hari keb. Menghitung garis pusat/Central Line (CL)
Garis pusat merupakan rata-rata kerusakan produk ( p ).
=

=

Keterangan :

np : jumlah total yang rusak
n : jumlah total yang diperiksa
c. Menghitung batas kendali atas atau Upper Control Limit (UCL)
Untuk menghitung batas kendali atas atau UCL dilakukan dengan rumus :
)
UCL=P+3 (1
n
Keterangan :
p : rata-rata ketidak sesuaian produk
n : jumlah produksi
d. Menghitung batas kendali bawah atau Lower Control Limit (LCL)
9

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

Untuk menghitung batas kendali bawah atau LCL dilakukan dengan
rumus:
)
LCL=P-3 (1
n
Keterangan :
p : rata-rata ketidak sesuaian produk
n : jumlah produksi
Catatan : Jika LCL < 0 maka LCL dianggap = 0
4..Pengujian Statistik Tingkat Kerusakan Hasil Produksi
a. Uji Normalitas Data
b. Uji Rerata (Mean)
Gambar 3.1
Penolakan / penerimaan Ho dengan uji t
Penerimaan Ho

Penolakan Ho

t tabel

t tabel

5.. Menentukan prioritas perbaikan menggunakan diagram pareto
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu program
komputer Stistical Product Service Solution (SPSS) Versi 17.0

Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.Menghitung Tingkat Kerusakan Hasil Produksi
Hasil check sheet yang telah dilakukan terhadap proses produksi selama
3 bulan ( 62 hari produksi ) terakhir dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3
Laporan Produksi PT. Albata Semarang
Bulan Januari – Maret 2011
Hari
Ke-

Barang
Masuk
Produksi

Barang
Siap
Packing

1

736

720

2

742

734

Jenis Broken (pcs)
Warna
Tidak
Sesuai

Komp.
Pecah/Patah

Salah
Amplas

5

2
1

3

10

10

2

Jumlah
Salah
Router

Broken

Persentase
Broken

1

16

2.2

-

(pcs)
8

(%)

1.1

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

3

711

703

3

1,127

-

4

1,125

1,113

6

1,752

5
7
8
9

10
11
12
13

1,145
962
975
824
975
892
956
754

813
955

15

934

16

877
741

20
21
22

798
654
952

922
812
934
743

9

1,125

1,113

25

654

24
26
27
28

1,145
962
975
956

7

1

-

7

1

641

10

1

959

10

934

15
5

16

-

1

1

12

1

1

10

945

1

1

3

-

-

2

-

1,127

-

6
7

10

-

3

4

8

-

2
7

9

934

23

5

4

12

-

2

3
-

-

-

1

1

2

-

1

2

1

-

-

1

1

3

2

1

4

2

1.6

40

2
1

18

-

3

1

1.1

12

1

4

12

1

8

-

2

1

7

2

3
2

13

778
641

5

8

6

754

-

10

750

19

-

959

765
952

1

25

12

16
18

2

14

945

19

823

15

1,712

1,251

17

1

10

1,275
942

1

-

14
15

3

-

17
16
11
20
15
22
13
24
20
15
11
18
11
20
13
18
12
18
13
17
16
22

1.1
2.3
1.8
1.6
1.3
2.1
1.7
2.3
1.7
1.9
2.1
2.0
1.3
1.9
1.5
2.5
2.0
1.9
2.0
1.6
2.0
1.8
1.6
2.3

29

736

720

10

2

3

1

16

2.2

31

711

703

3

3

1

1

8

1.1

1

1

3

1

1

-

11

-

40

30
32
33

742
823
952

734
812
934

5

1

4

4

9

7

34

1,356

1,316

14

25

36

749

741

5

1

35
37
38

738
824
952

722
813
934

10

2

8

2

9

7

39

1,356

1,316

14

25

41

749

741

5

1

40
42

738
824

722
813

10

2

8

2

11

2
3
1
2

-

11

-

40

-

1

1

3

1

1

-

1
2

8

-

18
16
8

18
16
8

11

1.1
1.3
1.9
2.9
2.2
1.1
1.3
1.9
2.9
2.2
1.1
1.3

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

43

975

955

15

3

2

-

20

2.1

45

956

934

16

4

2

-

22

2.3

44
46

892
754

877
741

47

1,145

1,127

49

962

945

48
50

1,252
975

765

750

54

711

922
703

55

1,148

1,136

57

952

934

56
58
59
60
61
62
Total
RataRata

823
754
736

6
3

8

12

56,619

55,599

551

913.21

896.76

24
20

12

1

1

18

2

3

1

7

1

-

1
3
-

1

2

1

8.89

-

-

3

54.02

16

2

4

10

17

1

3

5

40

2

7

743

Prosentase Jenis Kerusakan (%)
Sumber : Data Sekunder, 2011

-

9

4

641

1

10

778

654

7

-

10

798

1

6

18

-

2
3

13

1

3
2

12

812

734

-

-

720

742

1

5

19

15

1

12

25

-

-

2

10

53

942

5

15

959

1,209

1

-

14

1,233

1

7

1,212

51
52

13

1
346

97

5.58

1.56

33.92

9.51

15

1

8

-

11

-

11
16

-

8

20

1

13
26

0.42

2.55

1.7
1.7
1.6
3.2
1.8
1.6
1.9
2.1
2.0
1.1
2.0
1.3
1.9
1.5
2.2
1.1
2.5
2.0

1,020

112

16.45

1.80

100.00

Tabel di atas menunjukkan bahwa :
1. Volume produksi pada PT. Albata Semarang selama bulan Januari – Maret 2011
sebanyak 56,619 pcs namun yang siap packing sebanyak 55,599 pcs
2. Tingkat kerusakan / broken hasil produksi pada PT. Albata Semarang selama bulan
Januari – Maret 2011 sebanyak 1.020 pcs
3. Tingkat kerusakan / broken rata – rata hasil produksi pada PT. Albata Semarang selama
bulan Januari – Maret 2011 sebesar 1.80 % , tingkat keusakan tersebut tidak melampui
standar yang ditettapkan perusahaan yaitu sebesar 2 % dari total volume produksi .
dengan demikian hipotesis 1 (H1) bahwa tingkat kerusakan produk yang terjadi dalam
proses produksi pada PT.Albata melampaui batas standar tidak terbukti

Histogram Jenis Kerusakan Hasil Produksi
PT.Albata Semarang Bulan Januari – Maret 2011

12

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

600
500
400
300
200
100
-

Warna Tak SesuaiKomp. Pecah Salah Amplas Salah Router

Sumber : Data Sekunder, 2011

Grafik di atas menunjukkan banwa jenis broken yang sering terjadi
adalah rusak karena warna tidak sesuai dengan jumlah broken sebanyak 551 pcs.
Selanjutnya jumlah jenis broken karena komponen pecah/patah sebanyak 346 pcs.
Adapun jenis broken karena salah pengamplasan dan salah router yang secara
berturut-turut jumlahnya 97 dan 26 pcs.
2.Pengujian Statistik Tingkat Kerusakan Hasil Produksi
1. Uji Normalitas Data
Pengujian normalitas ini juga digunakan analisis stastistik KolmogorovSmirnov yang dapat dijelaskan berikut ini.
Hasil yang diperoleh yaitu angka signifikansi (Asymp. Sig.) = 0,592 >
 = 0,05 sehingga tidak signifikan. Kondisi ini menunjukkan data dalam
penelitian ini berdistribusi normal.
2. Uji Rerata (Mean)
Uji mean digunakan untuk menguji signifikansi dari rata-rata suatu data
sampel. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan
t tabel dan angka signifikansi (sig.) dengan tingkat kesalahan penelitian
( α =0,05 ). Jika hasilnya signifikan maka rata-rata dari data sampel tersebut
dapat mewakili populasinya. Tabel berikut menunjukkan hasil uji mean
terhadap tingkat kerusakan hasil produksi pada PT.Albata Semarang.
Tabel 4.3
Hasil Uji Mean Kerusakan Hasil Produksi
PT.Albata Semarang Bulan Januari – Maret 2011

Brang Rusak

t
31.400

df
61

Sig. (2-tailed)
.000

Mean
Difference
1.80645

Sumber

: Data primer yang diolah, 2011

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai t hitung =31,400 > t tabel = 2,000
( df =n-1= 62-1=61, α =0,05, uji dua pihak) dan sig. = 0,000 < α =0,05,
dengan demikian rata-rata (mean) sebesar 1,806 adalah signifikan.

13

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

Hal ini menunjukkan tingkat kerusakan produk yang terjadi di pada PT. Albata
sebesar 1,806 % yang terjadi lebih kecil dari standar yang ditetapkan perusahaan
sebesar 2 %. Dengan demikian hipotesis 2 (H2) bahwa tingkat kerusakan produk
yang terjadi di pada PT.Albata bersifat signifikan mempengaruhi proses
produksi tidak terbukti.
3.Analisis Menggunakan Peta Kendali p
Peta kendali p mempunyai manfaat untuk membantu pengendalian kualitas
produksi serta dapat memberikan informasi mengenai kapan dan dimana
perusahaan harus melakukan perbaikan kualitas. Dengan bantuan program
komputer Stistical Product Service Solution (SPSS) Versi 17.0 dapat diperoleh
print out berupa grafik .
Berdasarkan gambar peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa Center Line (CL)
sebesar 0,018 atau 1.80 % dan tidak melampui garis LCL dan UCL . Sehingga
data yang diperoleh berada dalam batas kendali yang telah ditetapkan, dan dapat
dikatakan bahwa proses sudah terkendali. Hal ini menunjukkan tidak terjadi
penyimpangan yang berarti di dalam proses produksi.
4.Pareto Chart Untuk Menganalisis Jenis Kerusakan Hasil Produksi
Jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada produk furnitur antara lain:
1. Warna tidak sesuai permintaan buyer
Yaitu broken yang disebabkan oleh cuaca atau pengeringan pada waktu proses
pewarnaan. Selain itu bisa juga disebabkan karena pencampuran komponen
warna yang kurang tepat.
2. Komponen patah atau pecah
Yaitu broken yang disebabkan oleh kecerobohan karyawan sehingga barang
kebentur atau jatuh yang menyebabkan patah atau pecah.
3. Salah amplas
Yaitu broken yang disebabkan karena kecerobohan karyawan sehingga barang
terlalu banyak diamplas yang menyebabkan ukuran tidak sesuai standar.
4. Routeran profil salah
Yaitu broken yang disebabkan oleh kurangnya teliti operator mesin router
sehingga mereka merouter barang tidak sesuai dengan ukuran yang
semestinya.
Untuk mengetahui proporsi masing-masing jenis kerusakan tersebut
digunakan Pareto Chart yaitu diagram batang yang tersusun dari batang yang
terbesar hingga terkecil yang menunjukkan bannyaknya karakteristikl atau
kategori yang dianalisis baik dalam bentuk jumlah atau prosen. Berikut
digambarkan Pareto Chart :
Gambar 4.5
Pareto Chart Hasil Produksi
PT.Albata Semarang Bulan Januari – Maret 2011

14

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

1200.00

100%

1000.00

80%

600.00

60%

400.00

40%

Percent

Jml Kerusakan

800.00

551.00
20%

200.00

346.00

97.00
26.00

0.00
wts

kp

sa

0%

sr

Karakteristik

Pareto Chart di atas menunjukkan banwa jenis broken yang sering terjadi adalah
rusak karena warna tidak sesuai dengan jumlah broken sebanyak 551 pcs yang
merupakan jenis kerusakan terbesar ( 54,02 % ) . Selanjutnya jumlah jenis broken
karena komponen pecah/patah sebanyak 346 pcs atau 33,92 % . Adapun jenis
broken karena salah pengamplasan dan salah router yang secara berturut-turut
jumlahnya 97 atau
9,51 % dan 26 pcs 2,55 % . Grafik Pareto juga
menunjukkan urutan masing –masing jenis kerusakaan yang jika dijumlahkan
mencapai 100 % tingkat kerusakaan hasil produksi. Dengan hipotesis 3 (H3)
bahwa jenis kerusakan yang terjadi pada produk dalam proses produksi pada
PT.Albata yaitu warna tidak sesuai, komponen pecah, salah amplas dan salah
router terbukti.

5. Aktivitas Pengendalian Kualitas Berlapis Pada PT. Albata Semarang
Pengendalian kualitas berlapis yang dilakukan perusahaan meliputi tiga
tahapan, antara lain :
1. Pengendalian Terhadap Bahan Baku
2. Pengendalian Terhadap Proses Produksi
3. Pengendalian Terhadap Produk Jadi
Melalui aktivitas pengendalian kualitas secara berlapis yang telah
dijelakan di atas, PT. Albata Semarang selama berproduksi dapat menekan
tingkat kerusakan hasil produksi dan mempertahankan kualitas produk yang
dihasilkan. Dengan demikian hipotesis 4 (H4) bahwa penerapan metode
pengecekan ganda / berlapis dalam mengendalikan kualitas produk PT.Albata
dan menekan terjadinya kerusakan produk terbukti.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :

15

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

1. Tingkat kerusakan / broken rata – rata hasil produksi pada PT. Albata
Semarang selama bulan Januari – Maret 2011 sebesar 1.80 % , tingkat
kerusakan tersebut tidak melampui standar yang ditettapkan perusahaan yaitu
sebesar 2 % dari total volume produksi . Dengan demikian hipotesis 1 (H1)
bahwa tingkat kerusakan produk yang terjadi dalam proses produksi pada PT.
Albata melampaui batas standar tidak terbukti.
2. Hasil uji mean ditunjukkan nilai t hitung =31,400 > t tabel = 2,00 dan sig. =
0,000 < α =0,05, dengan demikian rata-rata (mean) sebesar 1,806 adalah
signifikan. Dengan demikian hipotesis 2 (H2) bahwa tingkat kerusakan produk
yang terjadi di pada PT.Albata bersifat signifikan mempengaruhi proses
produksi tidak terbukti.
3. Pareto Chart menunjukkan bahwa jenis broken yang sering terjadi adalah rusak
karena warna tidak sesuai, selanjutnya karena komponen pecah/patah, salah
pengamplasan dan salah router. Dengan hipotesis 3 (H3) bahwa jenis kerusakan
yang terjadi pada produk dalam proses produksi pada PT.Albata yaitu warna tidak
sesuai, komponen pecah, salah amplas dan salah router terbukti.
4. Melalui aktivitas pengendalian kualitas secara berlapis yang telah dijelakan di
atas, PT. Albata Semarang selama berproduksi dapat menekan tingkat
kerusakan
hasil produksi dan mempertahankan kualitas produk yang
dihasilkan. Dengan demikian hipotesis 4 (H4) bahwa penerapan metode
pengecekan ganda / berlapis dalam mengendalikan kualitas produk PT.Albata
dan menekan terjadinya kerusakan produk terbukti.
5.2. Saran
1. Secara umum penyebab utama terjadinya kerusakan atau broken berasal dari
faktor manusia dan mesin. Hal tersebut berdasarkan pengamatan yang
dilakukan dimana kerusakan pada furnitur terjadi pada saat proses produksi
furniture berlangsung menggunakan mesin yang mana setiap mesin dijalankan
oleh beberapa operator. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mengatasi
terjadinya broken yang disebabkan oleh factor tersebut dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
a. Manusia
- Melakukan pengawasan atas para pekerja dengan lebih ketat.
- Memberikan pelatihan kepada para pekerja.
- Membuat sistem penilaian kerja yang baru dengan tujuan untuk
memotivasi kinerja para pekerja agar lebih baik.
b. Mesin
- Melakukan pengecekan kesiapan mesin sebelum dan sesudah digunakan
agar sesuai standar operasional.
- Melakukan perawatan mesin secara berkala, tidak hanya ketika mesin
mengalami kerusakan saja.
- Segera mengganti komponen mesin yang rusak sehingga tidak
menghambat proses produksi.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa tingkat
kerusakan terbesarnya adalah warna tidak sesuai. Penyebab utama kesalahan
warna yang tidak sesuai adalah karena factor cuaca, karena sinar matahari
16

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN AKUNTANSI
No. 35 / Th.XX / Oktober 2013
ISSN:0853-8778

sangat berpengaruh terhadap kualitas warna yang dihasilkan. Semakin panas
cahaya matahari yang didapatkan akan semakin baik pula warna yang
dihasilkan, namun sebaliknya apabila cuaca mendung / tanpa sinar matahari
maka warna cenderung tidak rata dan terlalu pekat. Untuk mengatasi hal
tersebut maka perusahaan perlu :
- Menggunakan lampu mercuri yang mempunyai kapasitas panas diatas 100°C.
- Menggunakan kipas angin dari berbagai arah dan berada diruangan khusus
- Dioven dengan panas dibawah 40°C
- Menambah formula yang bias membuat warna rata walaupun tanpa
sinar matahari.
DAFTAR PUSTAKA
Bayu Prestianto, Sugiono dan Susilo Toto R. 2003. “Analisis Pengendalian
Kualitas Pada PT. Semarang Makmur Semarang.” Jurnal Bisnis Strategi,
Vol. 11/Juli/Th. VIII/2003.
Douglas C. Montgomery . 2001. Introduction to Statistical Quality Control. 4th
Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Fajar Siding N dan Hotniar Siringoringo. 2008. “Analisis Cacat Produk Botol
Milkuat 100 ml.” Diakses 3 Desember 2009, dari www.google.com Teknik
Industri Universitas Gunadarma.
G. Roger . 2007. Manajemen Operasi. Jilid 2-Edisi 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Juita. Alisjahbana. 2005. “Evaluasi Pengendalian Kualitas Total Produk Pakaian
Wanita Pada Perusahaan Konveksi.” Jurnal Ventura, Vol. 8, No. 1, April
2005.
La. Hatani, 2007. “Manajemen Pengendalian Mutu Produksi Roti Melalui
Pendekatan Statistical Quality Control (SQC).” Diakses 12 Maret 2010,
dari www.google.com/Jurusan Manajemen FE Unhalu.
Nasution, M. N.. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Bogor : Ghalia Indonesia.
Assauri, Sofjan. 1998. Manajemen Operasi Dan Produksi. Jakarta : LP FE UI
Suyadi Prawirosentono, 2007. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu
Abad 21 “Kiat Membangun Bisnis Kompetitif”. Jakarta : Bumi Aksara.
Vincent Gasperz, 2005. Total Quality Management. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.

17