Hakikat Kekuasaan Wewenang dan Kepemimpi

PENGANTAR SOSIOLOGI

KELOMPOK II :
1. AHMAD MINANUR RAHMAN
2. JONA PRIYANTO
3. MUHAMMAD AFRIZAL
4. NURLINA AIDHA SABRINA

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum WR. WB

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha kuasa segala limpahan rahmat ,
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk
memberikan saran & kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk,
maupun pedoman bagi pembaca.


Wassalamualaikum WR WB.

Jakarta, 11 November 2014

Penyusun ,

2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I. Pendahuluan................................................................................................3
a. Latar Belakang...........................................................................................3
b. Maksud dan Tujuan................................................................................... 3
BAB II. Pembahasan................................................................................................4
a.
b.
c.
d.
e.

f.

Hakikat Kekuasaan dan Sumbernya...........................................................4
Unsur Unsur Saluran Kekuasaan dan Dimensinya....................................6
Cara Mempertahankan Kekuasaan.............................................................9
Beberapa lapisan masyarakat....................................................................10
Wewenang................................................................................................11
Kepimimpinan..........................................................................................16

BAB III. Penutup....................................................................................................20
a. Kesimpulan...............................................................................................20
b. Kritik dan Saran........................................................................................20
Daftar Pustaka.........................................................................................................21

3

BAB I
PENDAHULUAN

a.


Latar Belakang

Makalah ini dibuat untuk mengetahui peranan kekuasaan, wewenang, dan
kepimimpinan. Oleh karena itu mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib
berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, sangat menarik perhatian oleh mahasiswa.
Sesuai dengan sifatnya sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi tidak memandang
kekuasan sebagai sesuatu yang baik atau yang buruk. Sosiologi mengakui kekuasaan
sebagai unsur yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Penilaian baik
atau buruk senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu
tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat. Karena kekuasaan
sendiri mempunyai sifat yang netral, maka menilai baik atau buruknya harus dilihat
pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat.
b.

Maksud dan Tujuan

Penulisan makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.
2.


Memenuhi tugas mata kuliah pengantar sosiologi.
Memberikan gambaran sosiologi mengenai kekuasaan, wewenang, dan
kepimpimpinan.
3. Sebagai arahan mahasiswa agar pengetahuan ini dapat digunakan dalam
bermasyarakat.

4

BAB III.
PEMBAHASAN
KEKUASAAN, WEWENANG, DAN KEPIMIMPINAN.

a.

HAKIKAT KEKUASAAN DAN SUMBERNYA
Definisi dari kekuasaan itu ialah kemampuan untuk mempengaruhi individu,
kelompok, keputusan atau kejadian. Dalam setiap hubungan antaramanusia maupun
antarkelompok sosial selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan
wewenang. Untuk sementara pembahasan akan dibatasi pada kekuasaan, yang

diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak
yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang
kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah
(agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihakpihak lainnya.
Kekuasan mempunyai aneka macam bentuk dan bermacam-macam sumber. Hak
milik kebendaan dan kedudukan merupakan sumber kekuasaan. Birokrasi juga
merupakan salah satu sumber kekuasaan, disamping kemampuan khusus dalam
bidang ilmu-ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun atas dasar peraturan-peraturan
hukum yang tertentu. Jadi, kekuasaan terdapat di mana-mana, dalam hubungan sosial
maupun di dalam organisasi-organisasi sosial. Akan tetapi, pada umumnya
kekuGejala lain yang tampak juga adalah perasaan tidak puas (yaitu mereka yang
diperintah) mempunyai pengaruh terhadap kebijaksanaankebijaksanaan yang
dijalankan oleh rhe ruling class. Golongan yang berkuasa tak mungkin bertahan terus
tanpa didukung oleh masyarakat. Oleh karena itu, golongan tersebut senantiasa
berusaha untuk membenarkan kekuasaannya terhadap masyarakat agar kekuasaannya
dapat diterima masyarakat sebagai kekuasaan yang legal dan baik untuk masyarakat
yang bersangkutan. Usaha-usaha golongan yang memegang kekuasaan seperti
diterangkan Mosca, di dalam masyarakat-masyarakat yang baru saja bebas dari
penjajahan dan mendapatkan kemerdekaan politik, mengalami kesulitan-kesulitan

sebab pokok kesulitan-kesulitan tersebut terletak pada perbedaan alam pikiran
antargolongan yang berkuasa (yang secara reIatif maju) dan alam pikiran antara
golongan yang dikuasai yang masih tradisional dan kurang luas pengetahuannya.
5

Oleh sebab itu, golongan yang berkuasa harus berusaha untuk menanamkan
kekuasaannya dengan jalan menghubungkannya dengan kepercayaan dan perasaanperasaan yang kuat di dalam masyarakat bersangkutan, yang pada dasarnya terwujud
dalam nilai dan norma.asaan yang tertinggi berada pada organisasi yang dinamakan
“negara”.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa sifat hakikat kekuasaan dapat
terwujud dalam hubungan yang simetris dan asimetris. Masing masing hubungan
terwujud dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat diperoleh dengan gambaran
sebagai berikut :
Sifat dan hakikat kekuasaan :
1.

SIMETRIS
 Hubungan persahabatan
 Hubungan sehari-hari
 Hubungan yang bersifat ambivalen

 Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya.

2.

ASIMETRIS
 Popularitas
 Peniruan
 Mengikuti Perintah
 Tunduk pada pemimipn formal dan informal
 Tunduk pada seorang ahli
 Pertentangan antara mereka yang tidak sejajar kedudukannya
 Hubungan sehari-hari.

b.
1.

UNSUR UNSUR SALURAN KEKUASAAN DAN DIMENSINYA
Rasa Takut
Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan penguasa, misalnya)
menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang

ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negatif karena seseorang tunduk kepada
orang Iain daIam keadaan terpaksa. Orang yang mempunyai rasa takut aican berbuat
segaia sesuatu yang sesuai dengan keinginan orang yang ditakutinya agar terhindar
dari kesukarankesukaran yang akan menimpa dirinya, seandainya dia tidak patuh.
Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan meniru tindakantindakan
orang yang ditakutinya. Gejala ini yang dinamakan matched dependent behavior,'
yang tak mempunyai tujuan kongkret bagi yang melakukannya. Rasa takut

6

merupakan gejala universal yang terdapat di mana-mana dan biasanya dipergunakan
sebaik-baiknya dalam masyarakat yang mempunyai pemerintahan otoriter.
2.

Rasa Cinta
Rasa cinta menghasiIkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya positif.
Orang-orang lain bertindak sesua'i dengan kehendak pihak yang berkuasa untuk
menyenangkan semua pihak. Artinya ada titik-titik pertemuan antara pihak-pihak
yang bersangkutan. Rasa cinta biasanya telah mendarah daging (internalized) dalam
diri seseorang atau sekelompok orang. Rasa cinta yang efisien seharusnya dimulai

dari pihak penguasa. Apabila ada suatu reaksi positif dari masyarakat yang dikuasai,
kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.
3. Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang atau
lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B sebagai orang yang dikuasai mengadakan
hubungan langsung dengan A sebagai pemegang kekuasaan. B percaya sepenuhnya
kepada A kalau A akan selalu be tindak dan berlaku baik. Dengan demikian, setiap
keinginan A alo selalu dilaksanakan oleh B. Kemungkinan sekali bahwa B sama
sekali tidak mengetahui kegunaan tindakan-tindakannya itu. Akan tetaF karena dia
telah menaruh kepercayaan kepada si A, dia akan berbu hal-hal yang sesuai dengan
kemauan A yang merupakan penguasa agar A semakin memercayai B. Pada contoh
tersebut, hubungan yang terja bersifat pribadi, tetapi mungkin saja hubungan
demikian akan be kembang di dalam suatu organisasi atau masyarakat secara luas. So
kepercayaan memang sangat penting demi kelanggengan suatu kekuasaan.
4. Pemujaan
Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh orang-orang lain. Akan
tetapi, di dalam sistem pemujaan, seseorang atau selv lompok orang yang memegang
kekuasaan mempunyai dasar pemuja~ dari orang-orang lain. Akibatnya adalah segala
tindakan pengua; dibenarkan atau setidak-tidaknya dianggap benar.
Keempat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan oleh penguasa

untuk dapat menjalankan kekuasaan yang ada di tangannya, apabila seseorang
hendak menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan secara langsung tanpa
perantaraan. Keadaan semacam itu pada umumnya dapat dijumpai pada masyarakatmasyarakat kecil dan bersahaja, di mata para warganya saling mengenal dan belum
dikenal adanya diferensia, namun di dalam masyarakat yang sudah rumit, hubungan
antara penguasa dengan yang dikuasai mungkin terpaksa dilaksanakan setidak
langsung. Misalnya di Indonesia; tak akan mungkin presid setiap kali berhubungan
langsung dengan rakyatnya yang berjuta-juta dan tersebar tempat kediamannya.

7

Apabila dilihat dalam masyarakat, kekuasaan di dalam pelaksanaant dijalankan
melalui saluran-saluran tertentu. Saluran-saluran terse) banyak sekali, tetapi kita
hanya akan membatasi diri pada saluran – saluran sebagai berikut ini :
1. Saluran Militer
Apabila saluran ini yang dipergunakan, penguasa akan lebih bareani
mempergunakan paksaan (caercion) serta kekuatan militer (milit force) di dalam
melaksanakan kekuasaannya. Tujuan utama ada untuk menimbulkan rasa takut dalam
diri masyarakat sehingga mereka tunduk kepada kemauan penguasa atau
sekelompok orang-orang yang dianggap sebagai penguasa. Untuk keperluan tersebut,
sering kali di bentuk organisasi-organisasi atau pasukan-pasukan khusus yang

bertindak sebagai dinas rahasia. Hal ini banyak dijumpai pada negara-negara
totaliter.
2. Saluran Ekonomi
Dengan menggunakan saluran-saluran di bidang ekonomi, penguasa berusaha
untuk menguasai kehidupan masyarakat. Dengan jalan menguasai ekonomi serta
kehidupan rakyat tersebut, penguasa dapat melaksanakan peraturan-peraturannya
serta akan menyalurkan perintahperintahnya dengan dikenakan sanksi-sanksi yang
tertentu.
3. Saluran Politik
Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah berusaha untuk membuat
peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat. Caranya adalah, antara lain,
dengan meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk menaati peraturan-peraturan
yang telah dibuat oleh badan-badan yaryg berwenang dan yang sah.
4.
Saluran Tradisional
Saluran tradisional biasanya merupakan saluran yang paling disukai. Dengan cara
menyesuaikan tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang dikenal di dalam
sesuatu masyarakat, pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan dengan lebih lancar.
5. Saluran Ideologi
Penguasa-penguasa dalam masyarakat biasanya mengemukakan serangkaian
ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin, yang bertujuan untuk menerangkan dan sekaligus
memberi dasar pembenaran bagi pelaksanaan kekuasaannya. Hal itu dilakukan
supaya kekuasaan dapat menjelma menjadi wewenang.
6.

Saluran-saluran lainnya
Selain saluran-saluran lain di yang telah disebutkan di atas. yang dapat
dipergunakan penguasa, misalnya alat-alat ke massa seperti surat kabar, radio,
televisi, dan lain-lainnya. Selain itu, dapat pula dipergunakan saluran rekreasi yang
biasa digunakan masyarakat mengisi waktu senggangnya, seperti sandiwara rakyat.
8

yang sangat pesat di bidang teknologi alat-alat komunikasa menyebabkan saluran
tersebut pada akhir-akhir ini mendapatkan yang penting sebagai saluran pelaksanaan
kekuasaan yang oleh seorang penguasa. Biasanya penguasa tidak hanya menjadi
salah satu saluran. Akan tetapi, tergantung pada struktur yang bersangkutan.
Misalnya pada masyarakat tradisional, tradisi akan Iebih berhasil dalam meyakinkan
masyarakat misalnya saluran militer.
Apabila dimensi kekuasaan ditelaah, ada kemungkinan-kemungkinan di
antaranya:
a. kekuasaan yang sah dengan kekerasan;
b. kekuasaan yang sah tanpa kekerasan
c. kekuasaan tidak sah dengan kekerasan;
d. kekuasaan tidak sah tanpa kekerasan.
c.

CARA CARA MEMPERTAHANKAN KEKUASAAN
Kekuasaan yang telah dilaksanakan melalui saluran-saluran sebaga-mana
diterangkan di atas memerlukan. serangkaian cara atau usaha-usaha untuk
mempertahankannya. Setiap penguasa yang telah memegang kekuasaan di dalam
masyarakam, demi stabilnya masyrakat tersebut, akan berusaha untuk
mempertahankannya. Cara-cara atau usaha-usaha yang dapat dilakukannya adalah
antara lain :
1. Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam
bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa, dimana peraturan-peraturan
tersebut akan menguntungkan penguasa, keadaan tersebut biasanya terjadi pada
waktu ada pergantian kekuasaan dari seseorang penguasa kepada pennguasa lain
(yang baru).
2. Mengadakan sistem-sistem kepercayaan yang akan dapat memperkokoh
kedudukan penguasa atau golongannya, yang meliputi agama, ideologi dan
seterusnya.
3. Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik.
4. Mengadakan konsolidasi horizontal dan vertikal.

d.

BEBERAPA LAPISAN MASYARAKAT
Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini
beraneka macam dengan masing-masing polanya. Biasanya ada satu pola yang
berlaku umum pada setiap masyarakat, betapapun perubahan-perubahan yang
dialami masyarakat itu (yang akan menelorkan suatu pola baru). Namun, pola
tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya. Kiranya
dapat dikatakan bahwa bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri pada
9

masyarakat dengan adat istiadat clan pola-pola perilakunya. Mungkin dalam
keadaan-keadaan krisis, batas-batasnya mengalami perubahan sedikit, pada
umumnya garis tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada. Gejala
demikian menimbulkan lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, 9 yang
didasarkan pada rasa kekhawatiran masyarakat akan terjadinya disintegrasi bila tidak
ada kekuasaan yang menguasainya. Karena integrasi masyarakat dipertahankan oleh
tata tertib sosial yang dijalankan oleh penguasa, masyarakat mengakui adanya
lapisan kekuasaan tersebut, walaupun kadang-kadang kenyataan demikian
merupakan beban. Adanya faktor pengikat antara warga-warga masyarakat dikarenakan atas dasar gejala bahwa ada yang memerintah dan ada yang diperintah dalam
masyarakat yang bersangkutan. Lapisan-lapisan tersebut selalu akan ada, walaupun
setiap perubahan dalam masyarakat akan berpengaruh terhadapnya. Mungkin sistem
lapisan yang lama akan hancur sama sekali, tetapi pasti akan timbul sistem lapisan
kekuasaan baru karena masyarakat memerlukannya. Setiap tahap perkembangan dari
suatu masyarakat tertentu mempunyai ciri-ciri sistem lapisan kekuasaan yang khusus.
Perlu pula ditambahkan bahwa kekuasaan bukanlah semata-mata berarti bahwa
banyak orang tunduk di bawah penguasa. Kekuasaan selalu berarti suatu sistem
lapisan bertingkat (hierarkis).
Menurut MacIver, ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau piramida
kekuasaan, yaitu sebagai berikut:
1. Tipe pertama (tipe kata) adalah sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah
yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat
berkasta, dimana hampir-hampir tak terjadi gerak sosial vertikal.
2. Tipe yang kedua (tipe oligarkis) masih mempunyai garis pemisah yang tegas.
Akan tetapi, dasar pembedaan kelas-kelas sosial di tukar oleh kebudayaan
masyarakat, terutama pada kesempatan diberikan kepada para warga untuk
memperoleh kekuasaan-keku tertentu. Bedanya dengan tipe yang pertama adalah
walaupun kedudukan para warga pada tipe kedua masih didasarkan pada
kelahiran ascribed status, individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
Di setiap lapisan juga dapat dijumpai lapisan-lapisan yang lebih khusus lagi,
sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan lapisan lainnya tidak begitu
mencolok.
3. Tipe yang ketiga (tipe demokratis) menunjukkan kenyataan akan adanya garis
pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil sekali. Kelahiran tidak menentukan
seseorang, yang terpenting adalah kemampuan clan kadang-kadang juga faktor
keberuntungan. Tipe ini terbukti dari anggota-anggota partai politik. yang dalam

10

suatu masyarakat demokratis dapat mencapai kedudukan-kedudukan tertentu
melalui partai.
e.

WEWENANG
Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, wewenang juga dapat dijumpai di manamana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan wewenang berada di satu tangan.
Wewenang dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib
sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai
masalah-masalah penting, dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan.
Dengan kata lain, seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang
yang memimpin atau membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan
tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau
sekelompok orang. Tekanannya adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan.
Dipandang dari sudut masyarakat, kekuasaan tanpa wewenang merupakan kekuatan
yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari
masyarakat agar menjadi wewenang. Wewenang hanya mengalami perubahan dalam
bentuk. Berdasarkan kenyataannya wewenang tadi tetap ada. Perkembangan suatu
wewenang terletak pada arah serta tujuannya untuk sebanyak mungkin memenuhi
bentuk yang diidam-idamkan masyarakat. Wewenang ada beberapa bentuk, yaitu
sebagai berikut :
1. Wewenang Kharismatis, Tradisional, dan Rasional (Legal)
Perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)
dikemukakan oleh Max Weber. Pembedaan tersebut didasarkan pada hubungan
antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. Di dalam mernbicarakan ketiga
bentuk wewenang tadi, Max Weber memerhatikan sifat dasar wewenang tersebut
karena itulah yang menentukan kedudukan penguasa yang mempunyai wewenang
tersebut.
Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma,
yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu pulung) yang ada pada diri seseorang.
Kemampuan khusus tadi melekat orang tersebut karena anugerah dari Tuhan Yang
Maha Kuasa. Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut
dasar kepercayaan dan pemujaan karena mereka menganggap bahwa sumber
kemampuan tersebut merupakan sesuatu yang berada di atas kekuasaan dan
kemampuan manusia umumnya. Manfaat serta kegunaa sumber kepercayaan dan
pemujaan karena kemampuan khusus tad pernah terbukti bagi masyarakat.
Wewenang kharismatis tersedut akan dapat tetap bertahan selat dapat dibuktikan
keampuhannya bagi seluruh masyarakat. Contohnya nabi, para rasul, penguasapenguasa terkemuka dalam sejarah, dan seterusnya. Wewenang kharismatis berwujud
11

suatu wewenang untuk diri orang itu sendiri dan dapat dilaksanakan terhadap
segolongan orang atau bahkan terhadap bagian terbesar masyarakat. Jadi, dasar
wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu peraturan (hukum), tetapi '
bersumber pada diri pribadi individu bersangkutan. Kharisma semakin meningkat
sesuai dengan kesanggupan individu yang bersangkutan untuk membuktikan
manfaatnya bagi masyarakat, dan pengikut-pengikutnya akan menikmatinya.
Wewenang kharismatis dapat berkurang bila ternyata individu yang memilikinya
berbuat kesalahan-kesalahan yang merugikan masyarakat sehingga kepercayaan
masyarakat terhadapnya menjadi berkurang.
Wewenang tradisional dapat dipunyai oleh seseorang maupun sekelompok orang.
Dengan kata lain, wewenang tersebut dimiliki oleh orang-orang yang menjadi
anggota kelompok, yang sudah lama sekali mempunyai kekuasaan di dalam suatu
masyarakat. Wewenang tadi dipunyai oleh seseorang atau sekelompok orang bukan
karena mereka mempunyai kemampuan-kemampuan khusus seperti pada wewenang
kharismatis, tetapi karena kelompok tadi mempunyai kekuasaan dan wewenang yang
telah melembaga clan bahkan menjiwai masyarakat. Demikian lamanya golongan
tersebut memegang tampuk kekuasaan hingga membuat masyarakat percaya akan
mengakui kekuasaannya.
Pada masyarakat di masa penguasa mensional, tidak ada pembatasan yang tegas
kemampuan-kemampuan pribadi seseorang. hubungan kekeluargaan memegang
peranan pelaksanaan wewenang. Kepercayaan serta kehormatan mereka yang
mempunyai wewenang tradisional fungsi memberikan ketenangan pada masyarakat
masyarakat selalu mengikatkan diri pada tradisi.
Di dalam masyarakat yang demokratis sesuai dengan sistem hukumnya, orang
yang memegang kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan
terbatas. Gunanya adalah supaya orang-orang yang memegang kekuasaan tadi akan
dapat menyelenggarakannya sesuai dengan kepentingan masyarakat. Kemungkinan
orang-orang tertentu secara terus-menerus memegang kekuasaan dalam jangka waktu
lama seperti halnya pada masyarakat tradisional kecil sekali karena kemungkinan
semacam itu akan menghambat keinginan akan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat.
Apabila ketiga bentuk wewenang tersebut ditelaah lebih mendalam, akan terlihat
bahwa ketiga-tiganya dapat dijumpai dalam masyarakat, walau mungkin hanya salah
satu bentuk saja yang menonjol. Di dalam suatu masyarakat yang hidup tenang dan
stabil, umumnya wewenang tradisional yang legal amat mengedepan. Dengan
meluasnya sistem demokrasi, wewenang tradisional yang diwujudkan dengan
kekuasaan turun-temurun kelihatannya semakin berkurang.

12

Di dalam masyarakat yang mengalami perubahan-perubahan cepat. mendalam
dan meluas, wewenang kharismatis mendapat kesempatan untuk tampil ke muka.
Dalam keadaan demikian tradisi tidak mendapat penghargaan selayaknya dari
masyarakat. Lagi pula, kaidah-kaidah didapat nilai-nilai sosial tidak lagi dapat
digunakan sebagai pedoman tegas bagi para warga. Oleh karena itu, golongangolongan masyarakat yang biasa dipimpin dengan sukarela mengikuti orang yang
cakap. Barangsiapa pernah mengalami revolusi fisik Indonesia pada 1945 akan
mengetahui betapa besar daya tarik para pemimpin masyarakat yang memiliki
kharisma di dalam mengarahkan masyarakat pada waktu itu.
Max Weber mengemukakan pendapat bahwa ada kecenderungan dari wewenang
kharismatis (yang berkurang kekuatannya bila ]ceadaan masyarakat berubah) untuk
dijadikan kekuasaan tetap dengan meng abadikan kepentingan serta cita-cita para
pengikut pemimpin kharismatis tadi ke dalam kehidupan bersama kelompok, dan
kepentingan untuk mempererat hubungan satu dengan lainnya. Masalah akan timbul
bila yang memiliki kharisma sudah tak ada lagi. Dalam hal ini ada beberapa cara
yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu antara lain:
 mencari seseorang yang mampu untuk memenuhi ukuran-ukuran atau
kriteria wewenang kharismatis sebagaimana ditentukan oieh masyarakat.
 dengan mengadakan penyaringan atau seleksi.
 seseorang yang mempunyai wewenang kharismatis, menunjuk
penggantinya serta mengakui kekuasaannya, di mana masyarakat luas
juga mengakuinya.
 penunjukan oleh pembantu-pembantu penguasa terdahulu yang dipercayai
oleh masyarakat.
 menciptakan suatu sistem kepercayaan bahwa kharisma dapat diwariskan
kepada keturunan atau seseorang yang masih ada hubungan keluarga
dengan orang yang mempunyai kharisma tersebut.
 menciptakan sistem kepercayaan bahwa dengan upacara-upacara
tradisional tertentu, kharisma dapat dialihkan kepada orang lain.
Proses perubahan wewenang kharismatis menjadi kekuasaan dan wewenang yang
tetap tidak mustahil menimbulkan pertikaian-pertikaian. Bagi penganut wewenang
kharismatis, kadang-kadang tidaklah mudah untuk melupakan kenyataan bahwa
wewenang tersebut pernah melekat pada diri clan pribadinya. Akan tetapi, hal ini
bukanlah merupakan penghalang besar terutama pada masyarakat modern karena
warga masyarakat umumnya rasional dan menghendaki suatu landasan hukum yang
kuat pada wewenang yang berlaku di dalam masyarakat. Kesulitan-kesulitan
mungkin akan dijumpai pada masyarakat-masyarakat bersahaja yang masih
memelihara sistem kepercayaan.
13

2.

Wewenang resmi dan tidak resmi
Di dalam setiap masyarakat akan dapat dijumpai aneka macam bentuk kelompok.
Dalam kehidupan kelompok-kelompok tadi sering kali timbul masalah tentang
derajat resmi suatu wewenang yang berlaku di dalamnya. Sering kali wewenang
yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut sebagai wewenang tidak
resmi karena bersifat spontan, situasional dan, didasarkan pada faktor saling
mengenal. Wewenang demikian tidak diterapkan secara sistematis. Keadaan
semacam ini dapat dijumpai, misalnya, pada ciri seorang ayah dalam fungsinya
sebagai kepala rumah tangga atau pada diri seorang guru yang sedang mengajar di
muka kelas. Wewenang tidak resmi biasanya timbul dalam hubungan-hubungan
antarpmbadi yang snatnya situasionat, dan sangat ditentukan oleh kepribadian para
pihak.
Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan, dan rasional Biasanya
wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang
memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam
kelompok tadi, karena banyaknya anggota, biasanya hat serta kewajiban para
anggotanya, kedudukan serta peranan, siapa-siapa yang menetapkan kebijaksanaan
dan siapa pelaksananya, dan seterusnya ditentukan dengan tegas. Walau demikian,
dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja
ada wewenang yang tidak resmi. Tidak semuanya dijalankan atas dasar peraturanperaturan resmi yang sengaja dibentuk. Bahkan demi lancarnya suatn perusahaan
besar, misalnya,. kadangkala prosesnya didasarkan padi kebiasaan atau aturan-aturan
yang tidak resmi. Contohnya dapat dilihat pada seorang sekretaris direktur. la punya
wewenang tidak resmi yang besar. Demikian pula dalam suatu lembaga
pemasyarakatan, seorang narapidana tertentu lebih ditakuti oleh rekan-rekannya
daripada pegawai lembaga pemasyarakatan yang mempunyai wewenang resmi.
Sebaliknya di dalam kelompok-kelompok kecil mungkin saja ada usahausaha untuk
menjadikan wewenang tidak resmi menjadi resmi karena terlalu seringnya terjadi
pertikaian antar anggota.
3. Wewenang pribadi dan teritorial
Pembedaan antara wewenang pribadi dengan teritorial sebenarnya timbul dari
sifat dan dasar keiompok-kelompok sosial tertentu. Kelompokkelompok tersebut
mungkin timbul karena faktor ikatan darah, atau ' mungkin juga karena faktor ikatan
tempat-tinggal, atau karena gabungan kedua faktor tersebut. Di Indonesia dikenal
kelompok-kelompok atas : dasar ikatan darah, misalnya marga, belah, dan
seterusnya. Sebaliknya dikenal pula nama desa, yang lebih didasarkan pada faktor
teritorial. Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara anggotaanggota kelompok, dan di sini unsur kebersamaan sangat memegang peranan. Para
14

individu dianggap lebih banyak memiliki kewajiban ketimbang hak. Struktur
wewenang bersifat konsentris, yaitu dari satu titik pusat lalu meluas melalui
lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang dianggap
mempunyai kekuasaan penuh di wilayahnya masing-masing. Apabila bentuk
wewenang ini dihubungkan dengan ajaran Max Weber, wewenang pribadi lebih
didasarkan pada tradisi daripada peraturan-peraturan. Juga mungkin didasarkan pada
kharisma seseorang.
Pada wewenang teritorial, wilayah tempat tinggal memegang peranan yang sangat
penting. Pada kelompok-kelompok teritorial unsur kebersamaan cenderung
berkurang karena desakan faktor-faktor individualisme. Hal ini tidaklah berarti
bahwa kepentingan perorangan diakui dalam kerangka kepentingan bersama. Pada
wewenang teritorial ada kecenderungan untuk mengadakan sentralisasi wewenang
yang memungkinkan hubungan langsung dengan para warga kelompok. Walaupun di
sini dikemukakan pembedaan antara wewenang pribadi dengan teritorial, di dalam
kenyataannya kedua bentuk wewenang tadi dapat saja hidup berdampingan.
Pada desa-desa di Jawa, misalnya, wewenang teritorial lebih berperan, di samping
ada kecenderungan-kecenderungan untuk mengakui wewenang dari golongan
pemilik tanah (kuli kenceng) dan sifatnya turuntemurun dan didasarkan pada ikatan
atau hubungan darah. Akan tetapi, ada pula kenyataan-kenyataan yang membuktikan
bahwa terdapat wewenang-wewenang pribadi clan teritorial yang murni sifatnya.
4. Wewenang terbatas dan menyeluruh
Suatu dimensi lain dari wewenang adalah pembedaan antara wewenang terbatas
dengan wewenang menyeluruh. Apabila dibicarakan tentang wewenang terbatas,
maksudnya adalah wewenang tidak mencakup semua sektor atau bidang kehidupan,
tetapi hanya terbatas pada salahsatu sektor atau bidang saja. Misalnya, seorang jaksa
di Indonesia, mempunyai wewenang untuk atas nama negara dan mewakili
masyarakat menuntut seorang warga masyarakat yang melakukan tindak pidana.
Namun, jaksa tidak berwenang mengadilinya. Contoh lain adalah seorang menteri
dalam negeri, tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan-urusan yang
menjadi wewenang menteri luar negeri. Wewenang semacam ini sebenarnya lazim,
terutama dalam masyarakat yang sudah rumit susunan clan organisasinya. Namun
demikian, wewenang yang menyeluruh juga suatu ciri dari suatu negara.
Suatu wewenang menyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak dibatasi oleh
bidang-bidang kehidupan tertentu. Suatu contoh adaiah, misalnya, setiap negara
mempunyai wewenang yang menyeluruh atau mutlak untuk mempertahankan
kedaulatan wilayahnya. Jadi, terbatasnya atau menyeluruhnya suatu wewenang
bersifat tergantung dari sudut penglihatan pihak-pihak yang ingin menyorotinya.

15

Kedua bentuk wewenang tadi dapat berproses secara berdampingan, dimana pada
situasi tertentu, salah satu bentuk lebih berperan daripada bentuk lainnya.
f.

KEPIMIMPINAN
1.Umum
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin
atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikutpengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagai mana
dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara
kepemimpinan sebagai suatu proses sosial.
Kepemimpinan ada yang bersifat resmi (formal leadership), yaitu
kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan. Adapula kepemimpinan
karena pengakuan masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan
kepemimpinan. Suatu perbedaan yang mencolok antara kepemimpinan yang
resmi dengan yang tidak resmi ( informal leadership) adalah kepempinan yang
resmi didalam pelaksanaannya selalu harus berada di atas landasan-landasan tau
peraturan-peraturan resmi.
2.Perkembangan kepimimpinan dan sifat seorang pimpinan
Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau
sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Sejak mula terbentuknya suatu kelompok
sosial, seseorang atau beberapa orang di antara warga-warganya melakukan
peranan yang lebih aktif dari pada rekan-rekanya sehingga orang tadi atau
beberapa orang tampak lebih menonjol dari lain-lainya. Itulah asal mula
timbulnya kepemimpinan, yang kebanyakan timbul dan berkembang dalam
struktur sosial yang kurang stabil.
Munculnya seorang pemimpin sangat diperlukan dalam keadaan-keadaan
dimana tujuan kelompok sosial yang bersangkutan terhalang atau apabila
kelompok tadi mengalami ancaman dari luar.
Munculnya seorang pemimpin merupakan hasil dari suatu proses dinamis yang
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok. Apabila pada saat tersebut
muncul seorang peemimpin, kemungkinan kelompok tersebut akan mengalami
suatu disintegrasi.
3.Kepimpinan menurut ajaran tradisional
Ajaran-ajaran tradisional seperti misalnya di jaawa menggambarkan tugas
seorang pemimpin melalui pepatah sebagai berikut :
 Ing ngarsa sung tulada
 Ing madya mangun karsa
 Tut wuri handayani

16

Pepatah tersebut sering dipergunakan oleh almarhum Ki Hajar Dewantara,
yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih adalh
sebagai berikut:
 Di muka member tauladan
 Di tengah- tengah membangun semangat
 Dari belakang memberikan pengaruh
Seorang pemimpin di muka harus memiliki idealisme yang kuat, serta
kedudukan. Akan tetapi, menutut watak dan kecakapannya, bseorang
pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin dimuka, ditengah, dan
dibelakang (front leader, social leader, dan rear leader). Bahaya bagi pemimpin
dimuka adalah kemungkinan berjalanya terlalu cepat sehingga masyarakat
yang dipimpinnya tertinggal jauh.
Seorang pemimpin yang ditengah mengikuti kehendak yang dibentuk
masyarakat. Ia selalu dapat menggamati jalanya masyarakat, serta dapat
merasakan suka dukanya. Pemimpin yang dibelakang diharapkan mempunyai
kemampuan untuk mengikuti perkembangan masyarakat.
Memang kepemimpinan tradisional Indonesia pada umumnya bersifat
sebagai kepemimpinan di belakang, yang hingga dewasa ini masih tetap
dipertahankan terutama pada masyarakat -masyarakat tradisional, yaitu
masyarakat-masyarakat hukum adat.

4.Sandaran kepimpinan yang dianggap efektif
Kepemimpinan seseorang (pemimpin) harus mempunyai sandaran-sandaran
kemasyarakatan atau social basis. Pertama-tama kepemimpinan erat
hubungannya dengan susunan masyarakat. Masyarakat-masyarakat yang agraris
dimana belum ada spesialis biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang
kehidupan masyarakat.
Cultural focus dapat berpindah-pindah, misalnya pada suatu waktu pada
lapangan ekonomi dan seterusnya. Apabila pada suatu saat cultural focus beralih,
si pemimpin punharus mampu mengalihkan titik berat kepemimpiannya pada
cultural focus yang baru.
Pada umumnya para pemimpin masyarakat tradisional adalah pemimpinpemimpin di belakang atau ditengah. Jarang sekali yang jarang sekali yang
menjadi pemimpin di muka. Sebaliknya, apabila ditinjau dan ditelaah keadaan di
kota-kota besar, susunan mayarakat kota tersebut menghendaki kepemimpinan
yang lain dari kepemimpinanpada masyarakat tradisional. Untuk memenubhi
17

kebutuhan setiap golongan masyrakat kota, tak lagi dapat dilaksanakan melalui
hubungan-hubungan pribadi. Melainkan kebijaksanaan rasional-lah yang lebih
diperlukan.
5.Tugas dan metode seorang pemimpin
Secara sosiologis, tugas-tugas pokok seorang pemimpin adalah sebagai berikut :
 Memberikan suatu kerangka pokok yang jelas yang dapat dijadikan
pegangan bagi pengikut-pengikutnya.
 Mengawasi, mengendalikan, serta menyalurkan perilaku warga masyarakat
yang dipimpinnya.
 Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia di luar kelompok yang
dipimpin.
Cara-cara tersebut lazimnya dikelompokan ke dalam kategori-kategori, sebagai
berikut:
a. Cara-cara otoriter memiliki ciri-ciri pokok berikut ini
 Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara sepihak.
 Pengikut sama sekali tidak diajak untuk ikut serta merumuskan
tujuan kelompok dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
 Pemimpin terpisah deri kelompok dan seakan-akan tidak ikut
dalam proses interaksi di dalam kelompok tersebut.
b. Cara-cara demokrasi
 Secara musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau
anggota kelompok untuk ikut serta merumuskan tujuan tujuan yang
harus dicapai kelompok, serta cara-cara untuk mencapai tujuantujuan yang tersebut.
 Pemimpin secara aktif memberikan saran dan petunjuk-petunjuk.
 Ada kritik positif, baik dari pemimpin maupun pengikut-pengikut.
 Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi di dalam kegiatankegiatan kelompok.
c. Cara-cara bebas
Cara-cara bebas memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut
 Pemimpin menjalankan peranannya secara pasif.
 Penentuan tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya
diserahkan kelompok.
 Pemimpin hanya menyediakan sarana yang deperlukan
kelompok.
18

 Pemimpin berda di tengah-tengah kelompok, namun dia hanya
berperan sebagai penonton.
Cara-cara otoriter mungkin lebih tepat untuk diterapkan di dalam masyarakat
yang sangat heterogen, sedangkan cara-cara bebas lebih cocok bagi masyarakat
yang relative homogen.

BAB III.
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Dari makalah ini dapat kami simpulkan bahwa ilmu sosiologi kekuasaan,
wewenang, dan kepemimpinan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan
sangat penting dalam kehidupan kelompok sosial di masyarakat. Kekuasaan adalah
kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan
social yang ada termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang
menjadi pijakan kemungkinan itu. Wewenang merupakan hak jabatan yang sah untuk
memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan
wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan
dan grup. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dan
diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan
tertentu. Sumber kekuasaan terdiri dari harta benda, status, wewenang legal,
charisma, dan pendidikan. Selain itu unsur kekuasaan juga berpengaruh yaitu
meliputi: rasa takut, rasa cinta, kepercayaan, dan pemujaan.
B.

Saran dan Kritik
19

Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya, namun tak luput dari itu juga
makalah ini banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang sekiranya kami belum
memahaminya. Dari itu kami berharap makalah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita
semua dengan segala kritikan-kritikan yang bisa menjadikan motivasi untuk belajar.

DAFTAR PUSTAKA
Soekanto soerjono. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1982.
Ballard, H. Social institutions. New York: D Appleton Century, 1936.
Bouman. Ilmu masyarakat Umum. Terjemahan Susjono. Jakarta: PT.Pembangunan,
1956.
Khoe Soe Khiam. Sendi sendi Sosiologi ( ilmu masyarakat).
Bandung:Penerbit.Ganaco, 1963

20