Perbandingan Penerapan Model CAPM dan AP (1)
Perbandingan Penerapan Model CAPM dan APT Dalam
Memprediksi Return dan Risk di Bursa Efek Indonesia
Octavian, Romiazis Sefta
Universitas Trilogi
1. Latar Belakang Masalah
Pasar modal dirasa memili peran yang penting bagi perekonomian negara. Pasar modal
menjalankan dua fungsi, pertama sebagai sumber perusahaan mendapatkan tambahan
modalnya dari Investor. Tambahan modal tersebut dapat digunakan untuk perkembangan
usahanya, ekspansi bisnis dll. Kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk
berinvestasi seperti saham, obligasi, reksa dana.
Pasar modal memperdagangkan beberapa jenis sekuritas yang mempunyai tingkat
risiko yang berbeda. Salah satu sekuritas tersebut adalah saham, saham merupakan salah satu
sekuritas diantara sekuritas-sekuritas lainnya yang memiliki risiko yang tinggi. Risiko ini
terlihat dari ketidakpastian investor akan menerima berapa banyak return saham dari
perusahaan yang sudah diberikan modalnya. Seperti menurut Sharpe dalam (Tandelilin, 2010)
bahwa investasi merupakan komitmen dana dengan jumlah yang pasti untuk mendapatkan
return yang tidak pasti di masa depan.
Ketidakpastian yang akan diterima membuat para investor harus memprediksikan
seberapa banyak nilai return yang diharapkan karena tingkat return saham yang diharapkan
adalah penting untuk banyak keputusan keuangan seperti prediksi biaya ekuitas keputusan
investasi, manajemen portofolio, penganggaran modal, dan evaluasi kinerja. Prediksi ini
dapat menggunakan 2 model yang seringkali digunakan para investor, yaitu Capital Asset
Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT). Model CAPM pertama kali
dikemukakan oleh Sharpe (1964) dan Lintner (1965) yang merupakan model untuk
menentukan harga suatu assets pada kondisi equilibrium. (Tandelilin, 2010 : 187). Dalam hal
ini risiko yang diperhitungkan adalah risiko sistematis yang diwakili oleh beta, karena risiko
yang tidak sistematik bisa dihilangkan dengan cara diversifikasi. Salah satu asumsi dalam
CAPM adalah semua investor memiliki pola pikir atau cara yang sama melihat investasi,
terutama dalam memperkirakan return saham yang diharapkan. Di dunia nyata asumsi ini
jelas memiliki kelemahan, karena tidak ada satu proxy pun yang cukup jelaskan mengapa
pengembalian saham berubah. Perubahan Kembalinya satu saham tidak bisa dijelaskan
dengan satu faktor (indeks pasar) saja
Kemudian Stephen A. Ross (1976) mengembangkan model CAPM dengan
memasukkan variabel makro seperti tingkat suku bunga, inflasi serta aktivitas bisnis memiliki
dampak yang signifikan terhadap tingkat perubahan return saham. Model hasil
pengembangan ini disebut Arbitrage Pricing Theory (APT). APT menggambarkan hubungan
antara risiko dan pendapatan, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda.
Meski model ini secara keseluruhan tidak dapat memecahkan kekurangan yang terdapat
dalam model CAPM, Tapi inilah model pertama yang dikembangkan untuk mencoba
menghilangkan kekurangan yang terjadi pada model CAPM.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan pembahasan tentang
model CAPM dan APT dengan judul “Perbandingan Penerapan Model CAPM dan APT
Dalam Memprediksi Return dan Risk di Bursa Efek Indonesia”
2. Tujuan Penulisan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perbedaan tingkat
akurasi antara model CAPM dan APT dalam memprediksi return saham. Hasil studi ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap literatur manajemen keuangan dalam hal
komparasi model asset pricing untuk mengestimasi tingkat pengembalian saham yang
diharapkan.
3.
Pembahasan
3.1 Return
Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga
merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang
dilakukannya (Tendelilin 2010 : 102). Untuk mengestimasi return sekuritas sebagai aset
tunggal (stand‐alone risk), investor harus memperhitungkan setiap kemungkinan terwujudnya
tingkat return tertentu, atau yang lebih dikenal dengan probabilitas kejadian. Return yang
sesungguhnya atau actual return adalah return yang sudah terjadi dan dihitung dari selisih
harga saham saat ini dikurangi harga saham kemarin. Sedangkan return ekspektasi adalah
keuntungan yang diharapkan oleh investor di masa yang akan datang.
3.2 Risiko
Eiteman, Stonehill dan Moffett dalam Fahmi (2011:169), risk is the mismatching of
interest rate bases for associated assets and liabilities, yang berarti secara umum resiko dapat
digambarkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi
di masa depan dengan keputusan yang diambil berdasarkan suatu pertimbangan. Djohanputro
(2006:15) menyatakan bahwa pengertian risiko terkait dengan adanya ketidakpastian dan
tingkat ketidakpastiannya dapat diukur secara kuantitatif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa risiko adalah suatu ketidakpastian yang akan terjadi akibat dari keputusan
investasi yang dapat diukur secara kuantitatif.
Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan
return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, berarti semakin besar
risiko investasi tersebut (Tendelilin 2010 : 102). Besaran risiko investasi diukur dari besaran
standar deviasi dari return yang diharapkan. Deviasi standar merupakan akar kuadrat dari
varians, yang menunjukkan seberapa besar penyebaran variabel random di antara rata‐
ratanya; semakin besar penyebarannya, semakin besar varians atau deviasi standar investasi
tersebut.
3.3 Model CAPM (Capital Asset Pricing Model)
Pada model CAPM dikatakan bahwa para investor memiliki pola piker dan cara yang
sama dalam berinvestasi. Penggunaan model ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan
antara risiko dan return saham. Untuk melihat pengaruh tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus :
E ( Ri )=Rf + ( Rm−Rf ) Bi
Keterangan :
E(Ri)
= Expected Return pada sekuritas i
Rf
= Risk Free Rate dari Return
Rm
= Market Return
Bi
= Sensitifitas
3.4 Model APT (Arbitrage Pricing Theory)
Perbedaan Model ini dengan CAPM adalah terdapatnya faktor-faktor lain
dalam yang bisa mempengaruhi return saham yang diharapkan, seperti inflasi,
perubahan kurs mata uang, kebijakan ekonomi. Menurut Kisman dan Restiyanita
(2015), untuk melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi (PDB) dan tingkat suku
bunga pada return saham yang diharapkan dapat menggunakan rumus :
E ( Rit ) =a 0+b 1 GDPt +b 2 INTt +e 0
Keterangan :
E (Rit) = Return yang diharapkan pada saham i, periode t
a0
= Konstanta
bi
= Sensitifitas dari tiap faktor
GDPt
= Pertumbuhan ekonomi periode t
INTt
= Tingkat suku bunga periode t
e0
= Random error
4. Rekomendasi
1. Menurut Kisman dan Restiyanita (2015) dalam hasil penelitiannya, kedua model
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi return saham. Namun, dari keakuratan
dan keabsahannya, lebih disarankan untuk menggunakan model APT daripada CAPM
seperti yang terlihat dari koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adjusted), model
APT lebih baik untuk dapat menjelaskan variasi return saham yang lebih tinggi
dibanding model CAPM.
2. Sebaiknya para investor pada perbankan menggunakan model APT dalam
memprediksi return saham. Dan bagi peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan
atau mengganti variabel-variabel APT yang masih berhubungan dengan prediksi
return saham, sehingga dapat membantu investor untuk mengetahui faktor lain dari
variabel APT yang juga mempengaruhi hubungan return dan risiko suatu saham
perusahaan.
5. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa model APT lebih baik daripada model CAPM. Terlebih pasar modal di Indonesia
merupakan pasar modal semi efisien, sehingga setiap informasi belum sepenuhnya tercermin
dalam harga pasar. Dengan demikian model APT merupakan model yang paling akurat dalam
menghitung expected return pada saham-saham di pasar modal Indonesia, khususnya pada
saham perbankan umum swasta nasional devisa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kisman, Z., & Shintabelle Restiyanita, M.2015. The Validity of Capital Asset Pricing
Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of Stocks
in Indonesia Stock Exchange. American Journal of Economics, Finance and
Management Vol. 1, No. 3, 2015, pp. 184-189.
2. Laia, K., & Saerang, I. 2015. The Comparison Between Accuracy of Capital Asset
Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Stocks Investment on
Exchange National Private Banking Listed on Indonesian Stock Exchange. ISSN 23031174.
3. Pasaribu, R. 2010. Asset Pricing Model Selection: Indonesian Stock Exchange. Jurnal
Akuntansi & Manajemen Vol. 21, No. 3, 2010, ISSN: 0853-1259.
4.
Lemiyana. 2015. Analisis Model CAPM dan APT dalam Memprediksi Tingkat Return
Saham Syariah (Studi kasus Saham di Jakarta Islamic Index ). I‐Finance Vol. 1, No. 1.
2015
Memprediksi Return dan Risk di Bursa Efek Indonesia
Octavian, Romiazis Sefta
Universitas Trilogi
1. Latar Belakang Masalah
Pasar modal dirasa memili peran yang penting bagi perekonomian negara. Pasar modal
menjalankan dua fungsi, pertama sebagai sumber perusahaan mendapatkan tambahan
modalnya dari Investor. Tambahan modal tersebut dapat digunakan untuk perkembangan
usahanya, ekspansi bisnis dll. Kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk
berinvestasi seperti saham, obligasi, reksa dana.
Pasar modal memperdagangkan beberapa jenis sekuritas yang mempunyai tingkat
risiko yang berbeda. Salah satu sekuritas tersebut adalah saham, saham merupakan salah satu
sekuritas diantara sekuritas-sekuritas lainnya yang memiliki risiko yang tinggi. Risiko ini
terlihat dari ketidakpastian investor akan menerima berapa banyak return saham dari
perusahaan yang sudah diberikan modalnya. Seperti menurut Sharpe dalam (Tandelilin, 2010)
bahwa investasi merupakan komitmen dana dengan jumlah yang pasti untuk mendapatkan
return yang tidak pasti di masa depan.
Ketidakpastian yang akan diterima membuat para investor harus memprediksikan
seberapa banyak nilai return yang diharapkan karena tingkat return saham yang diharapkan
adalah penting untuk banyak keputusan keuangan seperti prediksi biaya ekuitas keputusan
investasi, manajemen portofolio, penganggaran modal, dan evaluasi kinerja. Prediksi ini
dapat menggunakan 2 model yang seringkali digunakan para investor, yaitu Capital Asset
Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT). Model CAPM pertama kali
dikemukakan oleh Sharpe (1964) dan Lintner (1965) yang merupakan model untuk
menentukan harga suatu assets pada kondisi equilibrium. (Tandelilin, 2010 : 187). Dalam hal
ini risiko yang diperhitungkan adalah risiko sistematis yang diwakili oleh beta, karena risiko
yang tidak sistematik bisa dihilangkan dengan cara diversifikasi. Salah satu asumsi dalam
CAPM adalah semua investor memiliki pola pikir atau cara yang sama melihat investasi,
terutama dalam memperkirakan return saham yang diharapkan. Di dunia nyata asumsi ini
jelas memiliki kelemahan, karena tidak ada satu proxy pun yang cukup jelaskan mengapa
pengembalian saham berubah. Perubahan Kembalinya satu saham tidak bisa dijelaskan
dengan satu faktor (indeks pasar) saja
Kemudian Stephen A. Ross (1976) mengembangkan model CAPM dengan
memasukkan variabel makro seperti tingkat suku bunga, inflasi serta aktivitas bisnis memiliki
dampak yang signifikan terhadap tingkat perubahan return saham. Model hasil
pengembangan ini disebut Arbitrage Pricing Theory (APT). APT menggambarkan hubungan
antara risiko dan pendapatan, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda.
Meski model ini secara keseluruhan tidak dapat memecahkan kekurangan yang terdapat
dalam model CAPM, Tapi inilah model pertama yang dikembangkan untuk mencoba
menghilangkan kekurangan yang terjadi pada model CAPM.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan pembahasan tentang
model CAPM dan APT dengan judul “Perbandingan Penerapan Model CAPM dan APT
Dalam Memprediksi Return dan Risk di Bursa Efek Indonesia”
2. Tujuan Penulisan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perbedaan tingkat
akurasi antara model CAPM dan APT dalam memprediksi return saham. Hasil studi ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap literatur manajemen keuangan dalam hal
komparasi model asset pricing untuk mengestimasi tingkat pengembalian saham yang
diharapkan.
3.
Pembahasan
3.1 Return
Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga
merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang
dilakukannya (Tendelilin 2010 : 102). Untuk mengestimasi return sekuritas sebagai aset
tunggal (stand‐alone risk), investor harus memperhitungkan setiap kemungkinan terwujudnya
tingkat return tertentu, atau yang lebih dikenal dengan probabilitas kejadian. Return yang
sesungguhnya atau actual return adalah return yang sudah terjadi dan dihitung dari selisih
harga saham saat ini dikurangi harga saham kemarin. Sedangkan return ekspektasi adalah
keuntungan yang diharapkan oleh investor di masa yang akan datang.
3.2 Risiko
Eiteman, Stonehill dan Moffett dalam Fahmi (2011:169), risk is the mismatching of
interest rate bases for associated assets and liabilities, yang berarti secara umum resiko dapat
digambarkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi
di masa depan dengan keputusan yang diambil berdasarkan suatu pertimbangan. Djohanputro
(2006:15) menyatakan bahwa pengertian risiko terkait dengan adanya ketidakpastian dan
tingkat ketidakpastiannya dapat diukur secara kuantitatif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa risiko adalah suatu ketidakpastian yang akan terjadi akibat dari keputusan
investasi yang dapat diukur secara kuantitatif.
Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan
return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, berarti semakin besar
risiko investasi tersebut (Tendelilin 2010 : 102). Besaran risiko investasi diukur dari besaran
standar deviasi dari return yang diharapkan. Deviasi standar merupakan akar kuadrat dari
varians, yang menunjukkan seberapa besar penyebaran variabel random di antara rata‐
ratanya; semakin besar penyebarannya, semakin besar varians atau deviasi standar investasi
tersebut.
3.3 Model CAPM (Capital Asset Pricing Model)
Pada model CAPM dikatakan bahwa para investor memiliki pola piker dan cara yang
sama dalam berinvestasi. Penggunaan model ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan
antara risiko dan return saham. Untuk melihat pengaruh tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus :
E ( Ri )=Rf + ( Rm−Rf ) Bi
Keterangan :
E(Ri)
= Expected Return pada sekuritas i
Rf
= Risk Free Rate dari Return
Rm
= Market Return
Bi
= Sensitifitas
3.4 Model APT (Arbitrage Pricing Theory)
Perbedaan Model ini dengan CAPM adalah terdapatnya faktor-faktor lain
dalam yang bisa mempengaruhi return saham yang diharapkan, seperti inflasi,
perubahan kurs mata uang, kebijakan ekonomi. Menurut Kisman dan Restiyanita
(2015), untuk melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi (PDB) dan tingkat suku
bunga pada return saham yang diharapkan dapat menggunakan rumus :
E ( Rit ) =a 0+b 1 GDPt +b 2 INTt +e 0
Keterangan :
E (Rit) = Return yang diharapkan pada saham i, periode t
a0
= Konstanta
bi
= Sensitifitas dari tiap faktor
GDPt
= Pertumbuhan ekonomi periode t
INTt
= Tingkat suku bunga periode t
e0
= Random error
4. Rekomendasi
1. Menurut Kisman dan Restiyanita (2015) dalam hasil penelitiannya, kedua model
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi return saham. Namun, dari keakuratan
dan keabsahannya, lebih disarankan untuk menggunakan model APT daripada CAPM
seperti yang terlihat dari koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adjusted), model
APT lebih baik untuk dapat menjelaskan variasi return saham yang lebih tinggi
dibanding model CAPM.
2. Sebaiknya para investor pada perbankan menggunakan model APT dalam
memprediksi return saham. Dan bagi peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan
atau mengganti variabel-variabel APT yang masih berhubungan dengan prediksi
return saham, sehingga dapat membantu investor untuk mengetahui faktor lain dari
variabel APT yang juga mempengaruhi hubungan return dan risiko suatu saham
perusahaan.
5. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa model APT lebih baik daripada model CAPM. Terlebih pasar modal di Indonesia
merupakan pasar modal semi efisien, sehingga setiap informasi belum sepenuhnya tercermin
dalam harga pasar. Dengan demikian model APT merupakan model yang paling akurat dalam
menghitung expected return pada saham-saham di pasar modal Indonesia, khususnya pada
saham perbankan umum swasta nasional devisa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kisman, Z., & Shintabelle Restiyanita, M.2015. The Validity of Capital Asset Pricing
Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of Stocks
in Indonesia Stock Exchange. American Journal of Economics, Finance and
Management Vol. 1, No. 3, 2015, pp. 184-189.
2. Laia, K., & Saerang, I. 2015. The Comparison Between Accuracy of Capital Asset
Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Stocks Investment on
Exchange National Private Banking Listed on Indonesian Stock Exchange. ISSN 23031174.
3. Pasaribu, R. 2010. Asset Pricing Model Selection: Indonesian Stock Exchange. Jurnal
Akuntansi & Manajemen Vol. 21, No. 3, 2010, ISSN: 0853-1259.
4.
Lemiyana. 2015. Analisis Model CAPM dan APT dalam Memprediksi Tingkat Return
Saham Syariah (Studi kasus Saham di Jakarta Islamic Index ). I‐Finance Vol. 1, No. 1.
2015