Analisis Potensi Berdasarkan Basis Ekono (1)
Analisis Potensi Berdasarkan Basis Ekonomi Sektor Pertanian Tanaman Pangan di
Kota Blitar Terhadap Provinsi Jawa Timur
(Mata Kuliah Ekonomi Wilayah & Kota)
Disusun Oleh:
1. Ecky Samodra Yahya
(135060600111013)
Kelas D
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No- 25
Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara, Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan peluang sekaligus
tantangan bagi Pemerintah Daerah dalam mengembangkan daerahnya masing-masing.
Pemerintah daerah diberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk menggali dan
mengusahakan semua potensi sektor ekonomi yang ada dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan daerah.
Merujuk Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah menyebutkan hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundangundangan. Prinsip
pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya untuk memberikan wewenang
lebih besar kepada daerah agar dapat membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah.
Kota Blitar adalah sebuah Kota di Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kota Blitar
adalah 32.58 km2. Secara administratif Kota Blitar dibagi kedalam 22 Kecamatan, 200
kecamatan dan desa. Sebagai daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor
pertanian, Kota Blitar merupakan salah satu daerah yang menyediakan swasembada padi.
Sektor pertanian berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian Kota Blitar.
Perhitungan sektor basis Kota Blitar dilakukan dengan menggunakan analisis
Location Quotient dengan data hasil produksi tahun 2008 – 2010. Selain itu digunakan
analisis Shift Share untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pada sektor basis yang ada di
Kota Blitar. Diharapkan setelah diketahui sektor basis dan non basis diketahui, maka
pemerintah Kota Blitar dapat meningkatkan produksi hasil panen, khususnya untuk sektor
basis sehingga dapat memberikan keuntungan bagi pendapatan daerah Kota Blitar.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari analisis ini sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi sektor unggulan atau basis pada Kota Blitar terhadap
Provinsi Jawa Timur
2. Mengetahui perubahan struktur atau kinerja ekonomi di Kota Blitar terhadap
struktur ekonomi pada Provinsi Jawa Timur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad
1999:116).
2.1.1 Pengertian Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi berupaya untuk menemukan dan mengenali aktivitas basis dari
suatu wilayah, kemudian meramalkan aktivitas itu dan menganalisis dampak tambahan dari
aktivitas ekspor tersebut. Konsep kunci dari teori basis ekonomi adalah bahwa kegiatan
ekspor merupakan mesin pertumbuhan. Tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh
bagaimana kinerja wilayah itu terhadap permintaan akan barang dan jasa dari luar.
Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang
menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan
menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini
memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah
tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga
dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146).
2.1.2 Pengertian Sektor Basis dan Non-Basis
Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahanperubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam
perekonomian daerah.Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi
(economic base theory).
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi
dua sektor yaitu:
a.
Sektor-sektor Basis
Sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat
di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan
jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian
masyarakat yang bersangkutan.
b.
Sektor-sektor Bukan Basis
Sektor bukan basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang
dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan.Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang.Ruang
lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.
Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke
dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa
yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya
semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari
kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang
bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.
Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan pembangunan
menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis merupakan sektor sekunder
(city folowing) artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari pembangunan yang
menyeluruh.
2.1.3 Indikator Sektor Basis dan Non-Basis
Salah satu cara dalam menentukan suatu sektor sebagai sektor basis atau non-basis
adalah
analisis Location
Quotient (LQ).
Arsyad
(1999:315)
menjelaskan
bahwa
teknik Location Quotient dapat membagi kegiatan ekonomi suatu daerah menjadi dua
golongan yaitu:
a. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar
daerah yang bersangkutan. Sektor ekonomi seperti ini dinamakan sektor ekonomi
potensial (basis)
b. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah tersebut dinamakan sektor
tidak potensial (non basis) atau local industry.
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah
adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
BAB III
METODE ANALISIS
3.1
Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan struktur/kinerja ekonomi daerah
terhadap struktur ekonomi yang lebih tinggi (provinsi atau nasional) sebagai referensi.
a. Location Quotient (LQ)
LQ di dasarkan pada teori basis ekonomi. Tujuannya adalah menentukan sektor
ekonomi basis (ekspor) dan non-basis. Dalam analisis LQ ekonomi diasumsikan
tertutup. Asumsi lain, jika suatu daerah lebih berspesialisasi dibanding negara dalam
menghasilkan produk tertentu (LQ>1), maka ia akan mengekspor barang tersebut.
Hasil dari LQ ini akan digunakan untuk mengetahui struktur ekonomi, bukan untuk
proyeksi.
Keterangan :
Eij
= Variabel regional (contoh: hasil komoditas) sektor i di wilayah j
Ej
Ein
En
(Kota)
= Variabel regional di wilayah j
= Variabel regional di sektor i di wilayah n (provinsi)
= Variabel regional di wilayah n
b. Analisis Hasil LQ
LQi > 1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor basis (B),
sedangkan LQi < 1 disebut sektor nonbasis (NB).
c. Keunggulan Metode LQ
Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain :
1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung.
2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis
untuk mengetahui trend.
d. Kelemahan Metode LQ
Beberapa kelemahan metode LQ adalah:
1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan
bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan
produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional.
2. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.
3.2
Analisis Shift Share
a. Analisis Shift Share
Analisis untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah
dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (tingkat regional atau
nasional).
Dengan
Vjt= Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex:Kota) pada tahun
akhir.
Vt = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Provinsi) pada
tahun akhir.
Va = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Provinsi) pada
tahun awal.
Va = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Kota) pada tahun
awal.
b. Analisis Hasil Total Shift Share
Jika nilai Shift Share > 1
= positif (+)
Shift Share < 1
= negatif (-)
Shift share positif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat
wilayah ke satu lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah
kedua (wilayah perbandingan).
Shift Share negatif artinya pertumbuhan suatu sektor pada tingkat wilayah kesatu
lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut pada wilayah kedua
(wilayah perbandingan).
c. Keunggulan Shift Share
Keunggulan analisis Shift- share antara lain (Stevens B.H. dan Moore dalam Modul
Isian Daerah untuk SIMRENAS):
1. Analisis Shift-share tergolong sederhana. Namun demikian, dapat memberikan
gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi.
2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan
cepat.
3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan
cukup akurat.
d. Kelemahan Shift Share
Kelemahan analisis Shift-share, yaitu:
1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.
2. Masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1)
tidak dapat dijelaskan dengan baik.
3. Ada data periode waktu tertentu di tengah periode pengamatan yang tidak
terungkap.
4. Analisis ini membutuhkan analisis lebih lanjut apabila digunaka untuk
peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke
periode lainnya.
5. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor.
6. Tidak ada keterkaitan antardaerah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Hasil Produksi Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur
Hasil sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur menurut Jawa Timur Dalam Angka
Tahun 2010 dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur adalah jagung, padi, belimbing
dan pepaya. Berikut adalah jumlah (ton) pada masing-masing komoditas.
Komoditas
Tahun
Jagung
Padi
Belimbing
Pepaya
2008
1.254.745
1.963.740
92.946
104.776
2009
1.255.643
1.964.089
73.455
109.235
2010
1.257.721
1.963.983
73.686
109.375
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010
4.2
Data Hasil Produksi Sektor Pertanian di Kota Blitar
Hasil sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur menurut Jawa Timur Dalam Angka
Tahun 2010 dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur adalah jagung, padi, belimbing
dan pepaya. Berikut adalah jumlah (ton) pada masing-masing komoditas.
Komoditas
Tahun
Jagung
Padi
Belimbing
Pepaya
2008
83,85
102,62
4,96
4,85
2009
84,57
108,56
4,67
5,74
152,86
4,83
4,63
2010
75,68
Sumber: BPS Statistik Daerah Kota Blitar 2014
4.3
Perhitungan Analisis Location Qoutient (LQ)
Adapun hasil produksi sektor pertanian di Kota Blitar dan Provinsi Jawa Timur dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini
Jenis
Komoditas
Jagung
Kota Blitar
Provinsi Jawa Timur
Hasil Produksi
Hasil Produksi
(ton)
(ton)
2.499
2.646.151
Kota Blitar
Provinsi Jawa Timur
Hasil Produksi
Hasil Produksi
(ton)
(ton)
Padi
8.956
5.587.318
Belimbing
479
969.592
Pepaya
347
1.701.532
Jumlah
12.281
10.904.593
Jenis
Komoditas
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010
1. Perhitungan LQ jagung
LQ Jagung=
2.499 /12 . 281
2.646 .151/10 . 904 .593
¿ 0.84
2. Perhitungan LQ Padi
LQ Padi=
8 . 9 56/12.281
5.587.318 /10.904 .593
¿ 1,42
3. Perhitungan LQ Belimbing
LQ Belimbing=
4 7 9 /12.281
9 69.592/10.904 .593
¿ 0,44
4. Perhitungan LQ Pepaya
LQ Pepaya=
3 47 /12.281
1.701 .532/10.904 .593
¿ 0,18
Tabel Hasil LQ Produksi Pertanian
Jenis
Komoditas
Jagung
Kota Blitar
Hasil Produksi (ton/th)
Provinsi Jawa Timur
Hasil Produksi (ton/th)
2.499
2.646.151
8.956
5.587.318
479
969.592
347
1.701.532
LQ
0,84
Padi
1,42
Belimbing
0,44
Pepaya
0,18
Jumlah
12.281
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Pada tabel hasil LQ diatas dapat dilihat terdapat kotak merah pada komoditas, karena
nilai LQ > 1 yaitu 1,42 untuk komoditas padi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil komoditas
dari padi dapat mencukupi kebutuhan di Kota Blitar dan di wilayah lainnya.
Komoditas jagung, pepaya dan belimbing merupakan komoditas yang tidak unggul di
Kota Blitar. Hal ini disebabkan karena nilai LQ 0,84 untuk komoditas jagung, 0,44 untuk
komoditas belimbing dan 0,18 untuk komoditas pepaya. Dengan nilai kurang dari satu maka
komoditas ini tidak dapat mencukupi kebutuhan Kota Blitar, apalagi untuk mencukupi
kebutuhan wilayah lain.
4.4.1 Perhitungan Analisis Shift Share
Adapun hasil produksi sektor pertanian di Kota Blitar dan Provinsi Jawa Timur dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini
Tabel Hasil LQ Produksi Pertanian
Komoditas Provinsi Jawa Timur
Tahun
Jagung
Padi
Belimbing Pepaya
2008
1.254.745
1.963.740 92.946
104.776
2009
1.255.643
1.964.089 73.455
109.235
2010
1.257.721
1.963.983 73.686
109.375
Sumber: BPS Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010
Komoditas di Kota Blitar
Belimbin
Jagung
Padi
g
83,85
102,62
4,96
84,57
108,56
4,67
75,68
152,86
4,83
Pepaya
4,85
5,74
4,63
Dalam perhitungan Shift Share ini, perhitungan dimulai dari tahun awal yakni
menggunakan tahun dasar 2008 dan tahun akhir tahun 2010.
1. Perhitungan Shift Share Jagung
1.257 .721
8 3 , 85
( 1.25
4 . 745 )
=75,68−
152,86−
10.904.593
¿−8,37
2. Perhitungan Shift Share Padi
1.963 .983
102,62
( 1.96
3 . 740 )
¿ 50,23
3. Perhitungan Shift Share Belimbing
4 , 96
( 73.686
92.946 )
ing=4,83−
¿ 0,89
4. Perhitungan Shift Share Pepaya
a=4,63−
4,85
( 109.375
104.776 )
¿−0,43
Pada tabel hasil Shift Share, komoditas padi dan belimbing memiliki nilai shift share
bernilai positif (+) yaitu padi sebesar 50,23 dan belimbing 0,89. Sedangkan dari hasil
perhitungan shift share pada komoditas jagung dan pepaya mendapatkan hasil bernilai (-)
yaitu sebesar -8,37 untuk jagung dan -0,43 untuk pepaya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
komoditas dari padi dan belimbing mengalami pertumbuhan yang sangat cepat di Kota Blitar
dan di wilayah lainnya.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Kota Blitar meemiliki sektor ekonomi dibidang ekonomi pertanian
tanaman pangan yang terdiri dari tanaman jagung, padi, belimbing dan
pepaya.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
yang
di
dapat
dari
analisis
LocationQuoation (LQ) dan Shift Share di Kota Blitar mempunyai komoditas
pertanian pangann yang unggul dan menghasilkan nilai yang positif
(mengalami pertumbuhan dengan cepat) adalah hasil komoditas pertanian
pangan padi dan belimbing, dibandingkan dengan komoditas jagung dan
buah pepaya.
5.2
Saran
Mengetahui hasil yang didapatkan pada hasil analisis LQ dan Shift Share pada Kota
Blitar yang unggul di komoditas padi dan belimbing sebaiknya pemerintah, instansi, swasta,
maupun masyarakat memperhatikan keadaan tersebut. Sebaiknya kedua komoditas yang
belum unggul dapat mengikuti keunggulan pada komoditas padi dan belimbing serta
membuat kedua komoditas tersebut bertumbuh dengan cepat layaknya komoditas padi dan
belimbing.
Kota Blitar Terhadap Provinsi Jawa Timur
(Mata Kuliah Ekonomi Wilayah & Kota)
Disusun Oleh:
1. Ecky Samodra Yahya
(135060600111013)
Kelas D
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No- 25
Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara, Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan peluang sekaligus
tantangan bagi Pemerintah Daerah dalam mengembangkan daerahnya masing-masing.
Pemerintah daerah diberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk menggali dan
mengusahakan semua potensi sektor ekonomi yang ada dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan daerah.
Merujuk Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah menyebutkan hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundangundangan. Prinsip
pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya untuk memberikan wewenang
lebih besar kepada daerah agar dapat membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah.
Kota Blitar adalah sebuah Kota di Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kota Blitar
adalah 32.58 km2. Secara administratif Kota Blitar dibagi kedalam 22 Kecamatan, 200
kecamatan dan desa. Sebagai daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor
pertanian, Kota Blitar merupakan salah satu daerah yang menyediakan swasembada padi.
Sektor pertanian berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian Kota Blitar.
Perhitungan sektor basis Kota Blitar dilakukan dengan menggunakan analisis
Location Quotient dengan data hasil produksi tahun 2008 – 2010. Selain itu digunakan
analisis Shift Share untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pada sektor basis yang ada di
Kota Blitar. Diharapkan setelah diketahui sektor basis dan non basis diketahui, maka
pemerintah Kota Blitar dapat meningkatkan produksi hasil panen, khususnya untuk sektor
basis sehingga dapat memberikan keuntungan bagi pendapatan daerah Kota Blitar.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari analisis ini sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi sektor unggulan atau basis pada Kota Blitar terhadap
Provinsi Jawa Timur
2. Mengetahui perubahan struktur atau kinerja ekonomi di Kota Blitar terhadap
struktur ekonomi pada Provinsi Jawa Timur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad
1999:116).
2.1.1 Pengertian Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi berupaya untuk menemukan dan mengenali aktivitas basis dari
suatu wilayah, kemudian meramalkan aktivitas itu dan menganalisis dampak tambahan dari
aktivitas ekspor tersebut. Konsep kunci dari teori basis ekonomi adalah bahwa kegiatan
ekspor merupakan mesin pertumbuhan. Tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh
bagaimana kinerja wilayah itu terhadap permintaan akan barang dan jasa dari luar.
Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang
menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan
menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini
memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah
tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga
dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146).
2.1.2 Pengertian Sektor Basis dan Non-Basis
Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahanperubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam
perekonomian daerah.Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi
(economic base theory).
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi
dua sektor yaitu:
a.
Sektor-sektor Basis
Sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat
di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan
jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian
masyarakat yang bersangkutan.
b.
Sektor-sektor Bukan Basis
Sektor bukan basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang
dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan.Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang.Ruang
lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.
Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke
dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa
yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya
semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari
kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang
bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.
Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan pembangunan
menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis merupakan sektor sekunder
(city folowing) artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari pembangunan yang
menyeluruh.
2.1.3 Indikator Sektor Basis dan Non-Basis
Salah satu cara dalam menentukan suatu sektor sebagai sektor basis atau non-basis
adalah
analisis Location
Quotient (LQ).
Arsyad
(1999:315)
menjelaskan
bahwa
teknik Location Quotient dapat membagi kegiatan ekonomi suatu daerah menjadi dua
golongan yaitu:
a. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar
daerah yang bersangkutan. Sektor ekonomi seperti ini dinamakan sektor ekonomi
potensial (basis)
b. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah tersebut dinamakan sektor
tidak potensial (non basis) atau local industry.
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah
adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
BAB III
METODE ANALISIS
3.1
Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan struktur/kinerja ekonomi daerah
terhadap struktur ekonomi yang lebih tinggi (provinsi atau nasional) sebagai referensi.
a. Location Quotient (LQ)
LQ di dasarkan pada teori basis ekonomi. Tujuannya adalah menentukan sektor
ekonomi basis (ekspor) dan non-basis. Dalam analisis LQ ekonomi diasumsikan
tertutup. Asumsi lain, jika suatu daerah lebih berspesialisasi dibanding negara dalam
menghasilkan produk tertentu (LQ>1), maka ia akan mengekspor barang tersebut.
Hasil dari LQ ini akan digunakan untuk mengetahui struktur ekonomi, bukan untuk
proyeksi.
Keterangan :
Eij
= Variabel regional (contoh: hasil komoditas) sektor i di wilayah j
Ej
Ein
En
(Kota)
= Variabel regional di wilayah j
= Variabel regional di sektor i di wilayah n (provinsi)
= Variabel regional di wilayah n
b. Analisis Hasil LQ
LQi > 1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor basis (B),
sedangkan LQi < 1 disebut sektor nonbasis (NB).
c. Keunggulan Metode LQ
Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain :
1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung.
2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis
untuk mengetahui trend.
d. Kelemahan Metode LQ
Beberapa kelemahan metode LQ adalah:
1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan
bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan
produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional.
2. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.
3.2
Analisis Shift Share
a. Analisis Shift Share
Analisis untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah
dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (tingkat regional atau
nasional).
Dengan
Vjt= Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex:Kota) pada tahun
akhir.
Vt = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Provinsi) pada
tahun akhir.
Va = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Provinsi) pada
tahun awal.
Va = Volume dari tanaman (ton) pangan di wilayah (ex: Kota) pada tahun
awal.
b. Analisis Hasil Total Shift Share
Jika nilai Shift Share > 1
= positif (+)
Shift Share < 1
= negatif (-)
Shift share positif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat
wilayah ke satu lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah
kedua (wilayah perbandingan).
Shift Share negatif artinya pertumbuhan suatu sektor pada tingkat wilayah kesatu
lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut pada wilayah kedua
(wilayah perbandingan).
c. Keunggulan Shift Share
Keunggulan analisis Shift- share antara lain (Stevens B.H. dan Moore dalam Modul
Isian Daerah untuk SIMRENAS):
1. Analisis Shift-share tergolong sederhana. Namun demikian, dapat memberikan
gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi.
2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan
cepat.
3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan
cukup akurat.
d. Kelemahan Shift Share
Kelemahan analisis Shift-share, yaitu:
1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.
2. Masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1)
tidak dapat dijelaskan dengan baik.
3. Ada data periode waktu tertentu di tengah periode pengamatan yang tidak
terungkap.
4. Analisis ini membutuhkan analisis lebih lanjut apabila digunaka untuk
peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke
periode lainnya.
5. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor.
6. Tidak ada keterkaitan antardaerah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Hasil Produksi Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur
Hasil sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur menurut Jawa Timur Dalam Angka
Tahun 2010 dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur adalah jagung, padi, belimbing
dan pepaya. Berikut adalah jumlah (ton) pada masing-masing komoditas.
Komoditas
Tahun
Jagung
Padi
Belimbing
Pepaya
2008
1.254.745
1.963.740
92.946
104.776
2009
1.255.643
1.964.089
73.455
109.235
2010
1.257.721
1.963.983
73.686
109.375
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010
4.2
Data Hasil Produksi Sektor Pertanian di Kota Blitar
Hasil sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur menurut Jawa Timur Dalam Angka
Tahun 2010 dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur adalah jagung, padi, belimbing
dan pepaya. Berikut adalah jumlah (ton) pada masing-masing komoditas.
Komoditas
Tahun
Jagung
Padi
Belimbing
Pepaya
2008
83,85
102,62
4,96
4,85
2009
84,57
108,56
4,67
5,74
152,86
4,83
4,63
2010
75,68
Sumber: BPS Statistik Daerah Kota Blitar 2014
4.3
Perhitungan Analisis Location Qoutient (LQ)
Adapun hasil produksi sektor pertanian di Kota Blitar dan Provinsi Jawa Timur dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini
Jenis
Komoditas
Jagung
Kota Blitar
Provinsi Jawa Timur
Hasil Produksi
Hasil Produksi
(ton)
(ton)
2.499
2.646.151
Kota Blitar
Provinsi Jawa Timur
Hasil Produksi
Hasil Produksi
(ton)
(ton)
Padi
8.956
5.587.318
Belimbing
479
969.592
Pepaya
347
1.701.532
Jumlah
12.281
10.904.593
Jenis
Komoditas
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010
1. Perhitungan LQ jagung
LQ Jagung=
2.499 /12 . 281
2.646 .151/10 . 904 .593
¿ 0.84
2. Perhitungan LQ Padi
LQ Padi=
8 . 9 56/12.281
5.587.318 /10.904 .593
¿ 1,42
3. Perhitungan LQ Belimbing
LQ Belimbing=
4 7 9 /12.281
9 69.592/10.904 .593
¿ 0,44
4. Perhitungan LQ Pepaya
LQ Pepaya=
3 47 /12.281
1.701 .532/10.904 .593
¿ 0,18
Tabel Hasil LQ Produksi Pertanian
Jenis
Komoditas
Jagung
Kota Blitar
Hasil Produksi (ton/th)
Provinsi Jawa Timur
Hasil Produksi (ton/th)
2.499
2.646.151
8.956
5.587.318
479
969.592
347
1.701.532
LQ
0,84
Padi
1,42
Belimbing
0,44
Pepaya
0,18
Jumlah
12.281
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Pada tabel hasil LQ diatas dapat dilihat terdapat kotak merah pada komoditas, karena
nilai LQ > 1 yaitu 1,42 untuk komoditas padi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil komoditas
dari padi dapat mencukupi kebutuhan di Kota Blitar dan di wilayah lainnya.
Komoditas jagung, pepaya dan belimbing merupakan komoditas yang tidak unggul di
Kota Blitar. Hal ini disebabkan karena nilai LQ 0,84 untuk komoditas jagung, 0,44 untuk
komoditas belimbing dan 0,18 untuk komoditas pepaya. Dengan nilai kurang dari satu maka
komoditas ini tidak dapat mencukupi kebutuhan Kota Blitar, apalagi untuk mencukupi
kebutuhan wilayah lain.
4.4.1 Perhitungan Analisis Shift Share
Adapun hasil produksi sektor pertanian di Kota Blitar dan Provinsi Jawa Timur dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini
Tabel Hasil LQ Produksi Pertanian
Komoditas Provinsi Jawa Timur
Tahun
Jagung
Padi
Belimbing Pepaya
2008
1.254.745
1.963.740 92.946
104.776
2009
1.255.643
1.964.089 73.455
109.235
2010
1.257.721
1.963.983 73.686
109.375
Sumber: BPS Jawa Timur dan Jawa Timur Dalam Angka 2010
Komoditas di Kota Blitar
Belimbin
Jagung
Padi
g
83,85
102,62
4,96
84,57
108,56
4,67
75,68
152,86
4,83
Pepaya
4,85
5,74
4,63
Dalam perhitungan Shift Share ini, perhitungan dimulai dari tahun awal yakni
menggunakan tahun dasar 2008 dan tahun akhir tahun 2010.
1. Perhitungan Shift Share Jagung
1.257 .721
8 3 , 85
( 1.25
4 . 745 )
=75,68−
152,86−
10.904.593
¿−8,37
2. Perhitungan Shift Share Padi
1.963 .983
102,62
( 1.96
3 . 740 )
¿ 50,23
3. Perhitungan Shift Share Belimbing
4 , 96
( 73.686
92.946 )
ing=4,83−
¿ 0,89
4. Perhitungan Shift Share Pepaya
a=4,63−
4,85
( 109.375
104.776 )
¿−0,43
Pada tabel hasil Shift Share, komoditas padi dan belimbing memiliki nilai shift share
bernilai positif (+) yaitu padi sebesar 50,23 dan belimbing 0,89. Sedangkan dari hasil
perhitungan shift share pada komoditas jagung dan pepaya mendapatkan hasil bernilai (-)
yaitu sebesar -8,37 untuk jagung dan -0,43 untuk pepaya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
komoditas dari padi dan belimbing mengalami pertumbuhan yang sangat cepat di Kota Blitar
dan di wilayah lainnya.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Kota Blitar meemiliki sektor ekonomi dibidang ekonomi pertanian
tanaman pangan yang terdiri dari tanaman jagung, padi, belimbing dan
pepaya.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
yang
di
dapat
dari
analisis
LocationQuoation (LQ) dan Shift Share di Kota Blitar mempunyai komoditas
pertanian pangann yang unggul dan menghasilkan nilai yang positif
(mengalami pertumbuhan dengan cepat) adalah hasil komoditas pertanian
pangan padi dan belimbing, dibandingkan dengan komoditas jagung dan
buah pepaya.
5.2
Saran
Mengetahui hasil yang didapatkan pada hasil analisis LQ dan Shift Share pada Kota
Blitar yang unggul di komoditas padi dan belimbing sebaiknya pemerintah, instansi, swasta,
maupun masyarakat memperhatikan keadaan tersebut. Sebaiknya kedua komoditas yang
belum unggul dapat mengikuti keunggulan pada komoditas padi dan belimbing serta
membuat kedua komoditas tersebut bertumbuh dengan cepat layaknya komoditas padi dan
belimbing.