Kecepatan dan Konsensus dalam Keputusan
Samuel Tarigan
Management Department, STIE-HB Jln. Dipatiukur 80-84
1 samuel_tariganithb.ac.id
Abstract— Consensus and strategic decision making speed are
keterkaitan penting antara content dan process (Huff dan
two decision process outcomes that are important in the field of
Reger, 1987 dalam Rajagopalan, Rasheed, dan Datta, 1993).
strategy process because their influence on a firm’s performance
Penelitian mengenai strategy process memiliki fokus pada
(Rajagopalan, Rasheed, and Datta 1993), especially in high
proses bagaimana keputusan stratejik dihasilkan dan
velocity environment (Eisenhardt, 1989). This literature review was conducted by identifying previous studies on both constructs
diimplementasikan,
serta
faktor-faktor yang
in order to gain insights on their consequences on firm
mempengaruhinya. Dalam ranah strategy process, kecepatan
performance as well as their antecedents. Results show that 1)
dan konsensus adalah dua konstruk yang sering dianggap
both strategic decision speed and consensus generally improve
sebagai trade-off bagi kinerja sebuah organisasi (Roberto,
firm performance, and 2) their antecedents can be related to
individual, top management team, process, organization, or
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecepatan
industry factors. Further research can be done empirically in
keputusan stratejik dapat meningkatkan kinerja perusahaan,
order to build understanding on whether both constructs can be
khususnya di lingkungan yang sangat cepat berubah dari segi
achieved simultaneously by top management team such that the
teknologi, regulasi, dan pasar, sebuah lingkungan yang disebut
success of strategy execution (Dooley, Fryxell, and Judge, 2000) and the firm’s overall performance can be improved especially in
dengan high velocity environment (misalnya Eisenhardt,
high velocity environment
1989). Contoh lingkungan high velocity adalah industri
telekomunikasi, media dan industri teknologi informasi
Keywords — strategy process, strategic decision speed,
(telematika). Sebagai contoh, di sektor telekomunikasi
perubahan pasar, regulasi dan teknologi dalam kurun waktu
consensus, commitment, strategy implementation
15 tahun terakhir sangat pesat, terutama dengan munculnya
teknologi komunikasi selular dan digital, serta semakin
Abstrak— Konsensus dan kecepatan keputusan stratejik adalah
dua keluaran proses keputusan yang menjadi konstruk penting
matangnya infrastruktur dan meningkatknya penetrasi
dalam proses strategi karena berpengaruh pada kinerja
teknologi di tengah-tengah masyarakat. Dalam situasi tersebut,
perusahaan (Rajagopalan, Rasheed, dan Datta 1993) terutama di
kecepatan keputusan stratejik menjadi penting. Namun
lingkungan high velocity (Eishenhardt, 1989). Studi literatur ini
beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa di samping
dilakukan dengan cara mengidentifikasi penelitian-penelitian
kecepatan keputusan, konsensus menjadi faktor yang penting
terdahulu menyangkut kedua konstruk tersebut untuk
diperhatikan untuk mencapai dukungan dan komitmen dari
memahami pengaruhnya pada kinerja perusahaan dan
seluruh anggota tim manajemen puncak (TMP) pada saat
anteseden-anteseden dari keduanya. Hasil menunjukkan bahwa
implementasi keputusan (misalnya Dooley, Fryxell, dan Judge,
1) baik kecepatan keputusan stratejik maupun konsensus pada umumnya meningkatkan kinerja, dan 2) anteseden keduanya
2000). Dengan demikian baik kecepatan keputusan stratejik
dapat berada pada tingkat individu, tim manajemen puncak,
maupun konsensus berpotensi
mempengaruhi kinerja
proses, organisasi, dan industri. Penelitian selanjutnya dapat
perusahaan, karena keduanya menentukan kecepatan respon
dilakukan secara empirik untuk memahami apakah keduanya
perusahaan terhadap perubahan lingkungan dan kemampuan
dapat dicapai secara bersamaan oleh manajemen puncak
perusahaan dalam mengeksekusi strateginya.
sehingga meningkatkan keberhasilan eskekusi strategi (Dooley,
Studi literatur dalam artikel ini dilakukan dengan tujuan
Fryxell, dan Judge, 2000), dan kinerja perusahaan secara
untuk memahami pengaruh kedua konstruk tersebut terhadap
keseluruhan, terutama di lingkungan high velocity.
kinerja perusahaan serta anteseden-anteseden dari kedua konstruk tersebut. Hasilnya akan dapat menjadi dasar teoretis
Kata kunci — proses keputusan, kecepatan keputusan stratejik,
untuk mengembangkan model-model penelitian empirik konsensus, komitmen, implementasi strategi. kuantitatif bagi penelitian selanjutnya dalam rangka memahami apakah dengan kondisi anteseden tertentu, kedua
I. PENDAHULUAN
konstruk tersebut dapat dicapai secara bersamaan oleh tim
Penelitian-penelitian dalam bidang manajemen stratejik
meningkatkan kinerja
dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: strategy content
perusahaan yang bergerak di lingkungan high velocity.
dan strategy process (Rajagopalan, Rasheed, dan Datta, 1993). Minat yang semakin besar untuk melakukan penelitian
II. STUDI LITERATUR
strategy process berkembang sejalan dengan kesadaran akan
2.1 Keputusan Stratejik
berbeda, kepentingan pribadi dan ketidakseimbangan power; 5)
Sebuah keputusan pada hakekatnya adalah komitmen
garbage can, di mana pengambilan keputusan dipandang
(biasanya komitmen sumberdaya) untuk mengambil tindakan
sebagai pertemuan serentak antara choice opportunities, solusi
tertentu (Mintzberg, Raisinghani dan Theoret, 1976 p. 246)
masalah, partisipan, dan masalah (Eisenhardt dan Zbaracki,
sehingga keputusan stratejik dapat diartikan sebagai komitmen
1992 p. 27); 6) bureaucratic yang memiliki fokus pada
untuk mengambil sebuah tindakan yang bersifat stratejik.
pengaruh rutin, sistem, dan struktur organisasi terhadap proses
Ghemmawat (1991), March dan Simon (1958) dan Porter
pengambilan keputusan (Fredrickson, 1985; Lechner dan
(1980) mendefinisikan keputusan stratejik sebagai keputusan- Muller-Stewens, 2000; Rajagopalan, Rasheed dan Datta, keputusan yang tidak dapat diprogram yang melibatkan
komitmen sumberdaya secara substansial pada tingkat seluruh
Tulisan ini akan menggunakan perspektif model normatif
perusahaan. Dean dan Sharfman (1996 p. 379-380) dan strategic choice. Merujuk model normatif, penelitian ini menggambarkan keputusan stratejik sebagai keputusan yang
memandang bahwa pengambilan keputusan perlu didasarkan
memberikan komitmen sumberdaya secara substansial,
pada pendekatan rasional komprehensif (Eisenhardt dan
Zbaracki, 1992). Untuk menghasikan keputusan rasional
keputusan-keputusan yang lebih kecil (Mintzberg et al. 1976);
komprehensif,
pengambilan
keputusan memerlukan
keputusan yang yang ill-structured, tidak rutin, dan kompleks
pendekatan partisipatif di antara para pengambil keputusan,
(Schwenk, 1988); dan substansial, tidak biasa dan punya
yang kemudian dapat menimbulkan ‘tension’ dengan
dampak menyeluruh (all pervading) (Hickson et al. 1986).
kecepatan keputusan.
Sebuah keputusan stratejik kadang tidak bisa dibedakan
2.3 Kerangka Integratif Pengambilan Keputusan
dengan pasti dari keputusan taktikal karena bersifat relatif, situasional, subyektif, serta merupakan respon manajemen
Dalam setiap tahapan pengambilan keputusan dalam model
atas masalah yang tidak terdefinisi dengan pasti (not well- normatif (rational-analytical), terdapat banyak variabel yang defined problems) Thomas (1984 p. 140-141), messy problem dapat
mempengaruhi
keluaran
masing-masing tahap
(Ackoff, 1974), ill-structured decision problem (Mintzberg,
keputusan. Rajagopalan,
Rasheed dan Datta (1993)
Raisinghani dan Theoret, 1976) atau wicked problems
mengajukan sebuah
kerangka
integratif dari proses
(Mason dan Mitroff, 1981 p. 12). Karena sifat relatif dan
pengambilan keputusan stratejik yang terdiri dari beberapa
subyektif dari apa yang merupakan stratejik (Carpenter dan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan
Sanders, 2009 p. 234), maka Eisenhardt (1989) mengajukan
keputusan yang digabungkan ke dalam beberapa kategori
beberapa kriteria keputusan stratejik sebagai berikut:1) seperti dijelaskan dalam Gambar 1 berikut ini. (1) ENVIRONMENTAL FACTORS
- Past Strategies - Past Performance melibatkan reposisi secara stratejik atau arah perusahaan, 2) (2) ORGANIZATIONAL FACTORS - Complexity - Uncertainty
- Decision ImpetusMotive (3) DECISION SPECIFIC FACTORS
- Decision Urgency - Outcome UncertaintyRisk
memiliki taruhan besar, hasil keputusan dapat mempengaruhi
- Munificence
- Organization Structure
- Organization Size - Power Distribution
- Decision Complexity
kinerja perusahaan secara signifikan, 3) melibatkan sebanyak - Organizational Slack - TMT Characteristics
mungkin fungsi dalam perusahaan, serta 4) mewakili
- Comprehensiveness keputusan yang tergolong besar dalam perusahaan. CHARACTERISTICS
(4) DECISION PROCESS
- Degree of Political Activity - Extent of Rationality - ParticipationInvolvement
2.2 Model-Model Pengambilan Keputusan Stratejik
- ExtentType of Conflict - DurationLength
Dalam tema pengambilan keputusan stratejik, terdapat beberapa model pengambilan keputusan. Kownatzki (2002)
- Decision Quality (5) PROCESS OUTCOMES
menjelaskan bahwa terdapat setidaknya enam model
- Speed - Timeliness
pengambilan keputusan sebagai berikut 1) rational-analytical
- Organizational Learning - Commitment
(synoptic) atau normatif di mana pengambilan keputusan dipandang sebagai sebuah proses linier, sistematis, serta
- ROIROA (6) ECONOMIC OUTCOMES
memiliki sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Lechner,
- Market Share - Growth in SalesProfit - Stock Price
Mulier-Stewens, 2000); 2) adaptive, external control, atau contingency di mana keputusan stratejik bersifat detrministik
Gambar 1. Strategic Decision Processes: An Integrative Framework
karena dibatasi oleh lingkungan eksternal (Duncan, 1972;
Sumber: Rajagopalan, Rasheed dan Datta (1993)
Emery dan Trist, 1965; Lawrence dan Lorsch, 1967); 3) strategic choice yang berada di antara rational-analytical dan
Dalam kerangka integratif pengambilan keputusan stratejik
external control, di mana manajemen dapat (menentukan)
yang diajukan Rajagopalan, Rasheed, dan Datta (1993) di atas,
mengambil keputusan mengenai sasaran, domain, teknologi
terdapat tiga kelompok anteseden terpenting dalam proses
dan struktur perusahaan (Child, 1972; Hitt dan Tyler, 1991),
pengambilan keputusan yakni: 1) faktor lingkungan, 2) faktor
namun pada saat yang sama mereka tetap tergantung pada
organisasional, 3) faktor jenis keputusan. Ketiga faktor
lingkungannya dan harus terus menyesuaikan diri terhadap tersebut akan menentukan karakteristik proses keputusan situasi di sekitarnya (Keats dan Hitt, 1988); 4) politics dan
(seperti: partisipasi, durasi, konflik, aktivitas politik,
power, di mana pengambilan keputusan dipandang sebagai
rasionalitas, komprehensifitas). Karakteristik proses keputusan
hasil tawar-menawar dan negosiasi di antara beberapa sub- selanjutnya akan menghasilkan keluaran proses (process unit dan individu yang masing-masing memiliki persepsi yang outcome) seperti kualitas keputusan, kecepatan, ketepatan hasil tawar-menawar dan negosiasi di antara beberapa sub- selanjutnya akan menghasilkan keluaran proses (process unit dan individu yang masing-masing memiliki persepsi yang outcome) seperti kualitas keputusan, kecepatan, ketepatan
Konteks Penelitian
Efek
Penelitian
keluaran keputusan akan menentukan keluaran ekonomis
Zehir dan Ozsahin
(economic outcome seperti ROIROA, pertumbuhan sales dan
profit, market share, dan harga saham).
2.4 Keluaran Proses Keputusan
di lingkungan
Souitaris dan Maestro
Keluaran proses keputusan adalah faktor yang penting
unstableunanalyzable
untuk diteliti karena memediasi hubungan antara proses
di perusahaan Internet start-
0 Forbes (2001, 2005)
keputusan dengan kinerja perusahaan (Rajagopalan, Rasheed,
up
dan Datta, 1993). Beberapa keluaran proses keputusan di
+ hubungan positif , – hubungan negatif, 0 pengaruh tidak
antaranya: 1) kecepatan keputusan yang dapat mempengaruhi signifikan, hubungan kurvilinier kinerja perusahaan di lingkungan high velocity (Bourgeois
Penelitian mengenai kecepatan keputusan stratejik diawali
dan Eisenhardt, 1988; Eisenhardt, 1989; Baum dan Wally,
oleh penelitian Fredrickson (1984) yang menemukan bahwa
2003), 2) komprehensifitas keputusan yakni ‘sejauh mana
dalam lingkungan yang stabil, pengambilan keputusan yang
sebuah organisasi melakukan proses yang menyeluruh
komprehensif menghasilkan kinerja yang lebih baik.
Sebaliknya dalam lingkungan yang tidak stabil (dinamis),
mengintegrasikan keputusan stratejik (Fredrickson dan
pengambilan keputusan yang komprehensif cenderung
Mitchell, 1984), atau seberapa jauh keputusan diambil
menghasilkan kinerja yang lebih rendah (Fredrickson dan
berdasarkan analisis secara teliti (Talaulicar et al., 2005 p.522), Mitchell, 1984; Janis, 1972; Mintzberg 1994 p.325).
3) ekstensifitas keputusan. Miller et al., (1998), yakni sejauh Bourgeois dan Eisenhardt (1988) mengkonfirmasikan bahwa mana TMP menggunakan proses pengambilan keputusan yang
dalam lingkungan high velocity, perusahaan yang mengambil
lengkap dalam menyusun rencana jangka panjang, 4) kualitas
keputusan secara cepat menghasilkan kinerja yang lebih baik.
keputusan (Schweiger et al., 1986) menggunakan enam
Perusahaan-perusahaan yang efektif dalam lingkungan high
kriteria penilaian kualitas keputusan, yakni: apakah keputusan
velocity memiliki: a) mengambil keputusan dengan hati-hati
menggunakan informasi yang tersedia (best available namun dengan cepat b) memiliki CEO yang tegas tetapi juga information), menggunakan asumsi yang valid, membantu
TMP yang kuat c) mengambil keputusan beresiko dan inovatif,
organisasi mencapai tujuannya, sesuai dengan kondisi yang
namun berhati-hati dalam implementasinya. Penelitian Judge
ada, konsisten dengan strategi organisasi, dan memberikan
dan Miller (1991) dalam berbagai konteks lingkungan
kontribusi pada efektivitas organisasi (Dooley dan Fryxell, menunjukkan hasil serupa, bahwa dalam lingkungan high 1999 p. 396) atau secara umum seberapa jauh keputusan
velocity, perusahaan yang mengambil keputusan dengan cepat
memberikan hasil (outcome) yang diinginkan (Eisenhardt dan
cenderung memiliki kinerja lebih baik. Sedangkan dalam
Zbaracki (1992)
lingkungan low-velocity, pengambilan keputusan yang cepat cenderung menghasilkan kinerja yang lebih buruk. Meskipun
2.5 Kecepatan Keputusan Stratejik
demikian, penelitian lain terhadap 83 perusahaan internet yang
Kecepatan pengambilan keputusan stratejik adalah waktu
baru menunjukkan bahwa kecepatan pengambilan keputusan
yang diperlukan dalam pengambilan keputusan stratejik sejak tidak mempengaruhi kinerja (Forbes, 2001). issue pertama kali dilontarkan dalam rapat atau pencarian
Meskipun sebagian studi tersebut menghasilkan temuan
informasi dilakukan, sampai dengan dihasilkannya komitmen
kadang bertentangan, namun secara umum, menunjukkan
untuk bertindak
(Eisenhardt, 1989).
Bagian berikut
bahwa di lingkungan high velocity kecepatan keputusan
menjelaskan konsekuensi kecepatan keputusan terhadap stratejik memiliki hubungan positif dengan kinerja. Meskipun kinerja perusahaan dan anteseden-anteseden dari kecepatan demikian, beberapa perusahaan tidak mengambil keputusan keputusan yang telah diteliti sebelumnya
stratejik dengan cepat karena pertimbangan kualitas keputusan
yang dihasilkan. Kualitas keputusan yang lebih baik dapat
Perusahaan
diperoleh melalui komprehensifitas yang lebih tinggi,
misalnya dengan mengembangkan beberapa alternatif yang
kecepatan keputusan stratejik pada kinerja perusahaan tentunya akan memakan waktu (Browne et al., 1997; Dean diuraikan dalam Tabel 1.2 berikut ini.
dan Sharfman, 1996; Fredrickson, 1984; Nutt, 1993; v. T ABEL 1 Werder, 1999). Namun dalam lingkungan di mana terdapat
ketidakpastian yang tinggi, penundaan sebuah keputusan tidak
S TUDI T ERDAHULU M ENGENAI P ENGARUH K ECEPATAN K EPUTUSAN
akan
yang berguna untuk INERJA P ERUSAHAAAN meningkatkan kualitas keputusan (Baum dan Wally, 2003).
menghasilkan
informasi
S TRATEJIK PADA K
Konteks Penelitian
Efek
Penelitian
Dalam lingkungan high velocity, informasi seringkali tidak
di lingkungan high velocity
Bourgeois dan
akurat, tidak tersedia, atau usang (Bourgeois dan Eisenhardt,
Eisenhardt (1988)
1988). Artinya, meksipun keputusan yang cepat tidak selalu
Judge dan Miller
berarti keputusan yang lebih baik, kecepatan keputusan tidak
lantas berarti mengurangi kualitas outcome. (Wally dan Baum,
Baum dan Wally
1994 p. 948). Keputusan yang akurat sekalipun tidak akan
berguna bila tidak tepat waktu. Sehingga, dalam lingkungan berguna bila tidak tepat waktu. Sehingga, dalam lingkungan
Debat
0 Talaulicar et al. (2005)
Anteseden Kecepatan Keputusan Stratejik
Partisipasi
Zehir dan Ozsahin (2008)
Polichronity
Souitaris dan Maestro (2010)
Menyadari pengaruh positif kecepatan keputusan stratejik
Karakteristik
pada kinerja perusahaan di lingkungan high velocity, beberapa Organisasi
Sentralisasi dan
Wally dan Baum (1994)
peneliti mempelajari lebih lanjut faktor-faktor yang dapat
formalisasi
mempengaruhi kecepatan pengambilan keputusan tersebut.
Keterlibatan SBU untuk
Kownatzki (2002)
Eisenhardt (1989) melakukan studi kualitatif terhadap 8
komitmen
perusahaan mikrokomputer yang bergerak di industri high
Kecepatan sebelumnya
Perlow et al. (2002)
velocity untuk mempelajari lebih dalam bagaimana eksekutif
Sentralisasi non rutin,
Baum dan Wally (2003)
di perusahaan-perusahaan tersebut mengambil keputusan
desen-tralisasi rutin,
dengan cepat. Melalui studi kualitatif di indsutri high velocity,
formalisasi rutin,
Eisenhardt (1989) menemukan bahwa para manajer yang
informalisasi non rutin
mengambil keputusan stratejik dengan cepat 1) menggunakan
CEO model,
Talaulicar et al. (2005)
departmental model
mengembangkan lebih banyak alternatif, 3) menggunakan
Product line length,
Argouslidis (2008)
penasihat yang berpengalaman, 4) mengatasi konflik secara
formalisasi, dan
rate perubahan
efektif, antara lain melalui konsensus bersyarat, dan 5)
teknologi
mengintegrasikan keputusan stratejik dengan keputusan-
Ukuran perusahaan
keputusan di masa lalu dan keputusan taktikal.
Orientasi pasar
Beberapa studi lain telah dilakukan untuk mengidentifikasi
Keberhasilan
0 Amason dan Mooney (2008)
anteseden dari kecepatan keputusan seperti diuraikan dalam
sebelumnya
Tabel 2 berikut ini.
Organizational slack
Marcel, Barr dan Duhaime (2010)
T ABEL 2. B EBERAPA A NTESEDEN K ECEPATAN K EPUTUSAN YANG T ELAH
D ITELITI Competitive
Potter, Minutolo, dan
Karakteristik Lingkungan
Baum dan Wally (2003)
Individual
munificence
Kemampuan kognitif,
Bourgeois dan Eisenhardt
External cues
Marcel, Barr dan Duhaime
intuisi, toleransi pada
resiko, kecenderungan
Wally dan Baum (1994)
Competitor attack’s
Marcel, Barr dan Duhaime
bertindak
Cheng, Rhodes, dan Lok
+ hubungan positif , – hubungan negatif, 0 pengaruh tidak signifikan,
Karakteristik TMP
hubungan kurvilinier
CEO dan TMP power
Bourgeois dan Eisenhardt, 1988)
Konsensus dan Kinerja Perusahaan
Keragaman pengalaman 0
Kauer et al. (2007)
Fleksibilitas strategic
Nadkarni dan Narayanan
Dess dan Origer (1987) mendefinisikan konsensus sebagai
schema
kesepakatan umum (general agreement) yang disetujui seluruh
Cognitive framework
Marcel, Barr dan Duhaime (2010)
atau hampir seluruh pihak yang terlibat dalam pengambilan
keputusan. Knight et al. (1999) mendefinisikannya sebagai
Industry tenure
Marcel, Barr dan Duhaime
sejauh mana mental model anggota individu beririsan
Keragaman latar
Hambrick, Cho dan Chen
(overlap). Dalam penelitian mengenai strategic consensus,
belakang fungsional,
biasanya
konsensus ini
dioperasionalisasikan dengan
pendidikan, dan
mengukur sejauh mana para manajer memiliki pemahaman
company tenure
bersama mengenai means dan ends (Bourgeois, 1980;
Heterogenitas TMP
0 Sharfman dan Dean (1997)
Bourgeois dan Singh, 1983; Dess, 1987), atau mengenai
(efek pada fleksibilitas)
strategic priorities (Bowman dan Ambrosini, 1997). Semua
Karakteristik Proses
definisi dan operasionalisasi tersebut memiliki fokus pada
Informasi, jumlah
Eisenhardt (1989)
shared understanding. Namun, dalam beberapa penelitian lain
alternatif, penasihat,
(Dess, 1987; Wooldridge dan Floyd, 1990), konsensus tidak
resolusi konfik, integrasi keputusan
bersama (shared
understanding), tetapi juga komitmen.
Guiding principles
Oliver dan Roos (2005)
Pendekatan rasional-normatif menekankan pentingnya
pendapat secara sekaligus (bersamaan). Keseimbangan terjadi
konsensus sebagai outcome dalam setiap tahapan dalam
saat konsensus tidak menjadi sebuah aturan kaku (regimented)
proses formulasi strategi (Andrews, 1971; Ansoff, 1965).
dan perbedaan pendapat menjadi peperangan (Hedberg,
Dalam perspektif incremental-political (Allison, 1971; Nystrom, dan Starbuck, 1976 p.56). Braybrooke dan Lindblom, 1970; Cyert dan March, 1963),
Selanjutnya Priem (1990) menambahkan bahwa faktor
konsensus secara implisit juga merupakan faktor penting
kontinjen dinamisme lingkungan turut
mempengaruhi
dalam pengambilan keputusan. Dalam perspektif ini, goals
hubungan curvilinear konsensus-kinerja tersebut. Untuk
dan methods ditentukan melalui sebuah proses politik dan kinerja optimal di lingkungan stabil, Priem (1990) tawar menawar berbasis power yang berujung pada konsensus
mengajukan konfigurasi organisasi optimal yang ditandai
TMP. Quinn (1980, p. 130) secara eksplisit menyatakan
dengan struktur formal (sesuai Lawrence Lorsch, 1967),
pentingnya konsensus dalam pendekatan incremental, melalui
konsensus tinggi sebagai akibat kurangnya kebebasan
penekanannya pada apa yang disebut ‘crystallizing consensus’. bertindak karena struktur yang formal (Stogdill, 1959), serta Konsisten
TMP homogen agar dapat menghasilkan konsensus tinggi
incremental-political, peneliti-peneliti empirik secara hampir (sesuai Hambrick Mason, 1984). Konsensus tinggi dari seragam menghipotesakan hubungan positif antara tingkat
proses rasional akan menghasilkan komprehensifitas tinggi,
konsensus dalam TMP dengan kinerja perusahaan (Priem,
yang menurut Fredrickson (1984), tepat untuk lingkungan
1990 p. 469).
yang stabil. Dan sebaliknya, untuk lingkungan dinamis Priem
Metastudi yang dilakukan Dess dan Origer (1987)
formalisasi rendah,
mengenai konsensus memberikan hasil yang ambigu.
konsensus rendah, TMP heterogen, dan komprehensifitas
Bourgeois (1980), Dess (1987), serta Dess dan Keats (1987)
rendah. Menurut Priem (1990), dalam lingkungan yang stabil,
menemukan bukti pengaruh positif konsensus (konsensus
tingkat konsensus yang lebih tinggi akan menghasilkan
terhadap tujuan, metode kompetitif, dan persepsi lingkungan)
kinerja yang tinggi, sementara dalam lingkungan yang
pada kinerja. Namun, Bourgeois (1985) menemukan
dinamis, tingkat konsensus yang lebih rendah akan
hubungan signifikan yang sebaliknya: perbedaan pendapat
menghasilkan kinerja yang tinggi seperti dijelaskan dalam
dalam TMP mengenai tujuan dan persepsi ketidakpastian
Gambar 2.3 berikut ini. Proposisi tersebut sesuai dengan
lingkungan justru berhubungan positif dengan kinerja. Grinyer
proposisi dari 1) Hambrick dan Mason (1984) yang
dan Norburn (1975) juga menemukan bahwa konsensus
menyatakan bahwa TMP yang homogen (konsensus tinggi)
berkorelasi negatif dengan kinerja. Dess dan Origer (1987, p.
akan menghasilkan kinerja tinggi di lingkungan yang stabil,
320) mengajukan penjelasan bahwa perbedaan hasil tersebut
serta 2) Fredrickson (1984) yang menyatakan bahwa
disebabkan karena perbedaan definisi (operasionalisasi) serta
komprehensifitas keputusan (consensus outcome dari proses
perbedaaan jenis penelitian yang dilakukan. Hal tersebut
rasional) meningkatkan kinerja di lingkungan yang stabil.
didukung oleh Kellermanns et al. (2011) yang menemukan bahwa penelitian yang menggunakan
operasionalisasi
kosensus sebagai pemahaman bersama tentang strategic priorities menunjukkan efek positif konsensus pada kinerja secara konsisten (Bowman dan Ambrosini, 1997; Homburg et al., 1999; Rapert et al., 2002).
Priem (1990) mengajukan penjelasan lain dengan menyatakan bahwa hubungan konsensus dan kinerja adalah hubungan yang curvilinear. Dalam kondisi ekstrim di mana terdapat perbedaan pendapat yang tajam dan CEO menerapkan keputusan secara sepihak (otoriter), kinerja dapat menjadi lebih buruk karena implementasi keputusan tidak mendapat dukungan dari anggota TMP lainnya (Brodwin dan Bourgeois, 1984 p.180). Di sisi ekstrim lain di mana terdapat
Gambar 2. Hubungan Konsensus-Kinerja yang Dimoderasi Dinamisme
konsensus sempurna, kinerja juga akan menurun karena
Lingkungan
adanya efek negatif sindrom groupthink (Janis, 1972) dan
Sumber: Priem (1990)
kecenderungan mencari konsensus ketika menghadapi ancaman (Staw, Lance, dan Dutton, 1981) serta hilangnya
Proposisi Priem (1990) tersebut diuji dalam penelitian yang
efek positif perbedaan pendapat minoritas (Nemeth, 1986)
dilakukan oleh Homburg, Krohmer dan Workman (1999)
yang bisa menstimulasi perhatian dan pemikiran yang dengan menggunakan sampel data cross-national dari tiga divergen. Artinya, tingkat konsensus yang terlalu rendah atau
industri. Homburg et al., (1999) menemukan bahwa konsensus
tinggi akan menurunkan kinerja, atau dengan kata lain ada
meningkatkan kinerja di perusahaan dengan strategi
titik tingkat konsensus optimum. Untuk itu pengambil
diferensiasi, tetapi tidak pada perusahaan dengan strategi low-
keputusan perlu menjaga keseimbangan antara konsensus dan cost. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa hubungan perbedaan pendapat, karena pada dasarnya sebuah organisasi
positif konsensus dan kinerja pada perusahaan berstrategi
dapat mengambil manfaat dari konsensus dan perbedaan
diferensiasi tersebut dipengaruhi (dimoderasi) secara negatif oleh dinamisme lingkungan. Artinya bagi perusahaan- diferensiasi tersebut dipengaruhi (dimoderasi) secara negatif oleh dinamisme lingkungan. Artinya bagi perusahaan-
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda, namun metastudi terakhir oleh Kellermanns, Walter, Floyd, Lechner, dan Shaw (2011) menunjukkan bahwa strategic consensus secara keseluruhan memiliki efek positif pada kinerja. Kellermanns et al., (2011) juga menemukan bahwa hubungan positif antara konsensus dengan kinerja tersebut dimoderasi oleh faktor dinamisme lingkungan, artinya dalam lingkungan yang stabil, hubungan positif antara konsensus dan kinerja lebih kuat daripada di lingkungan yang dinamis (p. 130).
Dampak konsensus pada kinerja perusahan, tentu tidak terlepas dari kualitas keputusan yang dihasilkan melalui proses keputusan itu sendiri. Dalam kasus di mana terjadi grouthink (Janis, 1972), di mana para anggota TMP yang kohesif mencapai konsensus terhadap sebuah keputusan dengan cepat tanpa melalui analisis secara realistis dan kritis, konsensus dapat menghasilkan kualitas keputusan yang rendah. Proses mempertahankan esprit de corp semacam ini, dapat menyebabkan group polarization (Isenberg, 1986a) yang menghasilkan keputusan yang lebih beresiko dibandingkan preferensi individual anggotanya.
Namun dalam kasus di mana konsensus dihasilkan melalui proses konflik kognitif (Schweiger dan Sandberg, 1989) yang fungsional, misalnya melalui perdebatan yang konstruktif, maka konsensus akan menghasilkan keputusan yang berkualitas. Erffemyer dan Lane (1984) menunjukkan bahwa di antara empat proses keputusan partisipatif dalam grup (interaksi tidak terstruktur, proses konsensus, nominal group technique, dan Delphi), proses konsensus menghasilkan kualitas keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan proses interaksi tidak terstruktur dan nominal group technique, meskipun Deplhi menghasilkan kualitas keputusan terbaik untuk persoalan yang bersifat terstruktur (almanac type). Dalam perspektif incremental-political (Allison, 1971; Braybrooke dan Lindblom, 1970; Cyert dan March, 1963), konsensus terhadap goals dan methods dicapai melalui sebuah proses politik dan tawar menawar berbasis power, sehingga dapat menghasilkan keputusan yang berkualitas karena mencerminkan berbagai kepentingan dalam organisasi. Sedangkan dalam situasi yang tidak diwarnai perbedaan kepentingan (non-politis) dalam organisasi, Dooley dan Fryxell (2002) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat konsensus dengan keragaman dalam TMP mempengaruhi tingkat kolaborasi dan kualitas keputusan. Dengan adanya kesepakatan atas tujuan (goal consensus), para anggota TMP yang heterogen terdorong untuk berkolaborasi dalam mengembangkan dan mengevaluasi alternatif keputusan secara komprehensif, sehingga menghasilkan keputusan yang rasional dan berkualitas.
Hubungan antara konsensus dengan kinerja juga dapat dimediasi oleh keberhasilan implementasi keputusan. Tahap implementasi menjadi topik penting dalam ranah manajemen stratejik karena efektifitas organisasi sangat tergantung kepada keberhasilan tim manajemen dalam mengimplementasikan
keputusan-keputusan stratejik (Schweiger dan Sandberg, 1991). Hasil studi Dooley, Fryxell dan Judge (2000) menunjukkan bahwa konsensus meningkatkan komitmen TMP, dan komitmen tersebut meningkatkan tingkat keberhasilan implementasi. Meskipun komitmen akibat konsensus kadang dapat mengurangi fleksibilitas (Homburg et al. 1999; West dan Schwenk, 1996), tanpa konsensus, proses implementasi bisa menjadi korban politik antar departemen atau pihak dalam perusahaan (Dooley dan Fryxell, 1999 p. 389). Penelitian di lingkungan high velocity, menunjukkan bahwa proses politik semacam ini menyebabkan kinerja rendah (Bourgeois dan Eisenhardt, 1988). Erffmeyer dan Lane (1984) menunjukkan bahwa di antara empat proses keputusan partisipatif dalam grup (interaksi tidak terstruktur, proses konsensus, nominal group technique (NGT), dan Delphi), proses konsensus menghasilkan penerimaan (acceptance) tertinggi dibandingkan tiga proses lainnya. Penelitian lain oleh Sager dan Gastil (2006) menunjukkan bahwa konsensus berkorelasi secara positif dengan persepsi anggota grup terhadap kepuasan, self-representation, other representation, serta fairness dari sebuah proses keputusan.
Secara umum, penelitian terdahulu menunjukkan bahwa konsensus meningkatkan kinerja perusahaan (Kellermanns et al., 2011) meskipun efeknya di lingkungan yang dinamis tidak sebesar di lingkungan yang stabil. Penelitian-penelitian tentang pengaruh konsensus pada kinerja perusahaan diuraikan dalam Tabel 3 berikut ini.
T ABEL 3. S TUDI T ERDAHULU M ENGENAI P ENGARUH K ONSENSUS PADA K INERJA
P ERUSAHAAAN
Operasionalisasi Konsensus
Efek
Penelitian
on goals dan means
Stagner (1969)
on goals dan means
0 Bourgeois (1980a), West dan Schwenk (1996)
on goals
Grinyer dan Norburn (1977, 1978)
on means
DeWoot et al (1977, 1978)
on means
Bourgeois (1980a)
tentang kekuatankelemahan
Hrebiniak dan Snow (1982)
on goals or methods
Dess (1987)
tentang ketidakpastian lingkungan dan goals
Bourgeois (1985)
on strategic priorities
Bowman dan Ambrosini (1997)
tentang proses keputusan
Iaquinto dan Fredrickson (1997)
tentang strategi diferensiasi tentang strategi low cost
Homburg, et al. (1999)
on competitive priorities
Pagell dan Krause (2002)
on strategic priorities
Rapert et al. (2002)
on competitive method (means) moderasi dinamisme lingkungan mediasi consensus on goals
+ - +
Gonzales Benito, Aguinis, Boyd, dan Gonzales (2007)
Operasionalisasi Konsensus
Efek
Penelitian
interpersonal dan agreement seeking. Knight et al. (1999)
konsensus dengan moderasi
Ramos-Garza (2009)
menemukan bahwa semakin tinggi heterogenitas TMP maka
kompleksitas lingkungan
semakin tinggi konflik interpersonal . Konflik interpersonal
penekanan pada harmoni
Karube, Numagami,
adalah konflik emosional atau diistilahkan dengan konflik
(organizational deadweight,
dan Kato (2009)
sosial atau konflik afektif (Amason, 1996) yang tidak
irrational consensus)
berorientasi
on goals, means, strategic
Kellermanns et al.
pada tugas (task). Amason (1996) juga menemukan bahwa
konflik afektif semacam ini menurunkan kualitas keputusan
moderasi dinamisme
dan penerimaan terhadap keputusan tersebut. Selanjutnya,
lingkungan
Knight et al. (1999) menemukan bahwa semakin tinggi
+ hubungan positif , – hubungan negatif, 0 pengaruh tidak signifikan, hubungan kurvilinier
konflik interpersonal maka semakin sedikit upaya untuk melakukan agreement seeking. Kurangnya upaya di antara
Anteseden Konsensus
anggota TMP untuk mencapai kesepakatan kemudian
Priem (1990 p.471) menyatakan bahwa konsensus sebagai
mengakibatkan tingkat konsensus yang lebih rendah .
keluaran (consensus outcome) dapat dicapai setidaknya
Sebaliknya, TMP yang homogen akan memiliki lebih sedikit
melalui tiga macam proses konsensus (consensus process):
konflik interpersonal, sehingga lebih banyak terjadi upaya
proses konsensus ‘tradisional’, proses dialektika, maupun
agreement seeking yang kemudian menghasilkan konsensus
proses devil’s advocacy. Proses konsensus ‘tradisional’ dapat
yang lebih tinggi (Knight et al. 1999 p.450).
dilakukan dengan cara meminta para pengambil keputusan
Amason (1996) menemukan bahwa konflik kognitif (terkait
mengutarakan secara penuh pendapatnya (Priem, 1990 p.471)
task) meningkatkan konsensus dan kepuasan, tetapi konflik
yang dikenal dengan cara musyawarah untuk mencapai
afektif (antar pribadi) menurunkannya. Priem, Harrison, dan
mufakat. Proses ini diistilahkan juga sebagai agreement Muir (1995) menemukan bahwa konflik kognitif yang seeking (Knight et al., 1999 p. 448). Berbeda dari proses
disengaja (seperti dalam DIDA) akan meningkatkan
agreement seeking, kedua proses lainnya, yakni dialectical
konsensus atas keputusan yang dihasilkan, sementara proses
inquiries (DI) dan devil’s advocacy (DA) (Cosier, 1982;
yang menyembunyikan konflik (tidak mendorong terjadinya
Mitroff, 1982; Schwenk, 1982, 1988; Cosier dan Schwenk,
menghambat tim mencapai
1990; Schwenk dan Cosier, 1980), bersifat lebih terstruktur
kesepakatan karena masih banyak pertanyaan yang belum
dan menggunakan konflik. Baik DI maupun DA keduanya
terjawab menyangkut alternatif-alternatif yang berbeda dari
adalah proses konstruktif menggunakan tingkat konflik yang
keputusan yang diambil
optimum untuk mencapai konsensus (consensus outcome)
Dalam Tabel 4 tampak bahwa anteseden-anteseden utama
mengenai solusi atau keputusan (Priem, 1990 p. 471). DI kecepatan keputusan maupun konsensus dapat dikelompokkan menggunakan dua posisi yang berseberangan (tesis dan
ke dalam faktor-faktor yang terkait individual pengambil
antitesis) dan melalui debat dan evaluasi kritis akan
keputusan, karakteristik TMP, proses pengambilan keputusan,
menghasilkan sintesis posisi baru yang berhasil melewati uji
karakteristik organisasi, serta lingkungan
asumsi dalam proses debat tersebut, sedangkan DA
T ABEL 4. B EBERAPA A NTESEDEN K ONSENSUS YANG T ELAH D ITELITI
menggunakan satu posisi saja yang dikritisi sampai
menghasilkan solusi yang disepakati bersama (Schweiger, Penelitian
Anteseden
Efek
Sandberg, dan Ragan, 1986 p. 53).
Faktor TMP
Keragaman demografik
0 Knight et al. (1999)
Schweiger et al. (1986) menemukan bahwa DI dan DA
(direct) strategic
menghasilkan asumsi dan rekomendasi yang lebih berkualitas
consensus
daripada yang dihasilkan proses konsensus tradisional.
mediasi interpersonal
Penelitian lebih lanjut oleh Schweiger dan Sandberg (1989)
conflict
menunjukkan bahwa cara DI dan DA menggunakan
mediasi agreement seeking
kemampuan individual anggota secara lebih baik daripada
Karakteristik TMP
Sager dan Gastil
menghasilkan kepuasan dan penerimaan anggota tim yang
agreeableness, openness)
supportive
lebih baik atas keputusan grup (Schweiger et al., 1986;
Tjosvold dan Field, 1985). Gero (1985) juga menemukan communication
consensus decision rule
bahwa
proses konsensus
Faktor Proses
menghasilkan keyakinan atas keputusan yang lebih baik
Komunikasi vertikal
Rapert et al. (2002)
daripada proses bersifat konflik seperti DI atau DA.
strategic consensus
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsensus
(efek positif pada
dalam proses keputusan adalah heterogenitas TMP. Knight et
pemahaman tentang
al. (1999) menunjukkan bahwa heterogenitas TMP memiliki
prioritas stratejik)
dampak negatif langsung terhadap tingkat konsensus.
Proses unanimity rule
Mohammed dan
Heterogenitas TMP juga mempengaruhi konsensus secara
(lebih positif daripada
Ringseis (2001)
tidak langsung melalui dua proses grup, yakni konflik
majority rule) konsensus kognitif majority rule) konsensus kognitif
Partisipasi dan komunikasi
Ketokivi dan
(artinya konsensus rendah, kecepatan keputusan rendah) atau
dalam perencanaan
Castaner (2004)
menunggu sampai tercapainya konsensus dalam TMP,
stratejik goal
misalnya melalui proses agreement seeking (konsensus tinggi
convergence
tetapi kecepatan keputusan rendah). Sehingga dalam kasus di
Supportive communication
Sager dan Gastil
consensus decision rule
mana terdapat konflik yang tinggi (misalnya karena TMP
agreement seeking dapat
Faktor Organisasi
Slack resources
Bourgeois dan Singh
menyebabkan tingkat konsensus berkorelasi negatif dengan
consensus on goals
kecepatan keputusan apabila manajemen tidak mempunyai
means
mekanisme resolusi konflik yang efektif seperti konsensus
Faktor Lingkungan
bersyarat (Eisenhardt, 1989). Dalam situasi di mana TMP
Lingkungan tidak stabil
Iaquinto dan
homogen, maka akan terjadi lebih sedikit konflik (konsensus
konsensus
Fredrickson (1997)
tinggi) dan kecepatan keputusan yang lebih tinggi (Mintzberg,
+ hubungan positif , – hubungan negatif, 0 pengaruh tidak signifikan, Raisinghani dan Theoret, 1976), atau secara umum terdapat hubungan kurvilinier
korelasi positif antara tingkat konsensus dengan kecepatan
Temuan ini konsisten dengan Finkelstein dan Hambrick
Selain mempengaruhi kecepatan keputusan, konsensus juga
(1996); Priem (1990); serta hasil penelitian Zenger dan
keputusan tersebut
Lawrence (1989); Eisenhardt dan Schoonhoven, 1990;
diimplementasikan
(Schweiger
dan Sandberg, 1991).
Wagner et al., 1984 (dalam Knight et al., 1999, p. 447)
Beberapa pandangan awal dalam ilmu manajemen sepakat
2 Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian Jehn (1997)
dengan ungkapan negarawan Romawi Cicero “Diversity in
yang menunjukkan bahwa konflik dalam grup akan
council, unity in command” Artinya, perbedaan pendapat
mempengaruhi cara grup melakukan tugasnya.
diperlukan pada waktu pengambilan keputusan, tetapi begitu
3 Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian Schweiger,
keputusan sudah diambil tim harus membangun konsensus,
Sandberg dan Rechner (1989).
sehingga seolah-olah keduanya independen (Dooley dan Fryxell, 1999). Namun, pandangan yang lebih modern saat ini
dalam proses keputusan
2.7 Tingkat Konsensus, Kecepatan Keputusan dan Dukungan
mempengaruhi
proses
formulasi sekaligus proses
pada Keputusan
implementasi (Schweiger dan Sandberg, 1991). Pola
Knight et al. (1999) menunjukkan bahwa TMP yang lebih
hubungan yang terbentuk pada saat formulasi strategi akan
homogen memiliki lebih sedikit konflik interpersonal dan
sekaligus menjadi dasar bagi implementasinya. Artinya,
lebih cenderung melakukan agreement seeking dalam
konsensus dalam proses keputusan akan berpengaruh pada
pengambilan keputusan. Dengan lebih sedikit konflik, maka
dukungan dan komitmen pada saat implementasi seperti
keputusan dapat diambil dengan lebih cepat. Mintzberg, ditunjukkan oleh Parayitam, Olson dan Bao (2010). Raisinghani dan Theoret (1976) menyatakan bahwa konflik dapat menyebabkan interupsi sehingga dapat memperlambat
III. KESIMPULAN
keputusan.
Kajian terhadap beberapa penelitian mengenai proses
Dari uraian di atas tampak bahwa hubungan antara tingkat
keputusan stratejik seperti diuraikan di atas menunjukkan
konsensus (consensus outcome) dengan kecepatan keputusan bahwa pada umumnya kecepatan keputusan stratejik dan tidak lepas dari pengaruh faktor konflik selama ‘proses’
konsensus memberikan pengaruh positif pada kinerja
keputusan. Namun Eisenhardt (1989 p.544) menunjukkan
perusahaan, khususnya di lingkungan high velocity. Terdapat
bahwa bukan tingkat konflik dalam TMP yang mempengaruhi
faktor-faktor terkait individu pengambil keputusan, tim
kecepatan keputusan, melainkan resolusi konflik. Konflik
manajemen puncak, karakteristik proses keputusan, organisasi,
kognitif (debat) yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas
dan lingkungan yang akan mempengaruhi baik kecepatan
keputusan (Schweiger dan Sandberg, 1989) tidak harus
keputusan maupun konsensus. Akhirnya, proses untuk
memperlambat keputusan (Talaulicar et al., 2005). Eisenhardt
mencapai konsensus, dalam rangka memastikan dukungan dan
(1989) menemukan bahwa dalam menghadapi konflik,
komitmen anggota TMP pada keputusan yang penting saat
perusahaan yang cepat dalam mengambil keputusan
implementasi, juga ternyata dapat dilakukan tanpa harus
melalui proses yang berkepanjangan melalui mekanisme
qualification) di mana TMP akan pertama-tama berupaya resolusi konflik yang efektif. mencapai konsensus, namun bila tidak berhasil maka CEO
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui
atau VP terkait yang dipercaya untuk mengambil keputusan.
apakah anteseden-anteseden pada tingkat individu, TMP,
Dengan cara tersebut, TMP dapat mencapai konsensus proses keputusan,
organisasi
dan lingkungan dapat
sekaligus mempertahankan kecepatan keputusan. Eisenhardt
dikondisikan untuk menghasilkan konsensus dan kecepatan
(1989) juga menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang keputusan stratejik secara bersamaan, dan apakah keduanya lamban tidak memiliki resolusi aktif dan membiarkan konflik
meningkatkan
kinerja
perusahaan melalui mediasi
berlarut-larut sampai akhirnya TMP terpaksa mengambil keberhasilan implementasi keputusan stratejik. Penelitian berlarut-larut sampai akhirnya TMP terpaksa mengambil keberhasilan implementasi keputusan stratejik. Penelitian
[24] Dess, G.G.; dan Origer, N.K. (1987). Environment, Structure, and
kuantitatif dengan sampel besar agar hasilnya dapat
Consensus in Strategy Formulation: A Conceptual Integration. The
digeneralisasikan, Academy of Management Review, 12(2), 313-330. terutama dalam konteks di mana
[25] DeWoot, P.; Heyvaert, H.; dan Martou, F. (1977-1978). Strategic
lingkungan sering berubah secara cepat yang dikenal sebagai
Management: an Empirical Study of 168 Belgian. Firms. International
lingkungan high velocity (Eisenhardt, 1989) di mana
Studies of Management and Organization, 7, Winter 1977-78, 60-75.
kecepatan respon perusahaan terhadap perubahan lingkungan
[26] Dooley R.S.; dan Fryxell, G.E. (2002). Top Management Team
menjadi sangat penting. Heterogeneity, Consensus, and Collaboration: A Moderated Mediation
Model of Decision Quality. Academy of Management Proceedings Membership Directory, L1-L6.
R EFERENCES [27] Dooley R.S.; Fryxell, G.E.; dan Judge, W.Q. (2000). Belaboring the
Ackoff, R.L. (1974). Redesigning the Future. New York: Wiley.
Not-So-Obvious:
Consensus,
Commitment, and Strategy
Allison, G.T. (1971). Essence of Decision: Explaining the Cuban
Implementation Speed and Success. Journal of Management, 26 (6),
Missile Crisis. Boston: Little Brown.
1237-1257.
Amason, A.C. (1996). Distinguishing the Effects of Functional and
[28] Dooley, R.S.; dan Fryxell, G.E. (1999). Attaining Decision Quality and
Dysfunctional Conflict on Strategic Decision Making: Resolving A
Commitment from Dissent: The Moderating Effects of Loyalty and
Paradox for Top Management Teams. Academy of Management
Competence in Strategic Decision-Making Teams. Academy of
Journal, 39(1), 123-148.
Management Journal, 42(4), 389-402.
Andrews, K.R. (1971). The Concept of Corporate Strategy. Homewood,
[29] Duncan, R.B. (1972). Characteristics of Organizational Environments
IL: Irwin.
and Perceived Environmental Uncertainty. Administrative Science
Ansoff, H.I. (1965). Corporate Strategy. New York: McGraw Hill.
Quarterly, 17(3), 313 – 327.
Argouslidis, P.C. (2008). Determinants of the Speed of Elimination
[30] Eisenhardt, K.M. (1989). Making Fast Strategic Decisions in High
Decision Making in Financial Services. Journal of Services Marketing,
velocity Environments. Academy of Management Review, 32(3), 543-
Baum, J.R.; dan Wally, S.; (2003). Strategic Decision Speed and Firm
[31] Eisenhardt, K.M.; dan Schoonhoven, C.B. (1990). Organizational
Performance. Strategic Management Journal, 24 (11): 1107-1129.
Growth: Linking Founding Team, Strategy, Environment, and Growth
Bourgeois, L.J. (1980). Performance and Consensus. Strategic
Among U.S. Semiconductor Ventures 1978-1988. Administrative
Management Journal, 1(3), 227-248.
Science Quarterly, 35, 504-529.
Bourgeois, L.J. (1985). Strategic Goals, Perceived Uncertainty, and
[32] Eisenhardt, K.M.; dan Zbaracki, M.J. (1992). Strategic Decision
Economic Performance in Volatile Environments. Academy of
Making. Strategic Management Journal, 13, Special Issue:
Management Journal, 28, 548-573.
Fundamental Themes in Strategy Process Research, 17-37.
[10] Bourgeois, L.J.; dan Eisenhardt, K. (1988). Strategic Decision
[33] Emery, F.E.; dan Trist, E.L. (1965). The Causal Texture of
Processes in High Velocity Environments: Four Cases in the
Organizational Environments. Human Relations, 18(1), 21 – 32.
Microcomputer Industry. Management Science, 34, 816-835.
[34] Erffmeyer; dan Lane (1984). Quality and Acceptance of an Evaluative
[11] Bourgeois, L.J.; dan J. Singh. (1983). Organization Slack and Political
Task: The Effects of Four Group Decision-Making Formats. Group
Behavior Within Top Management Teams. Academy of Management
Organization Studies 9,4.
Proceedings, 43-47.
[35] Finkelstein, S.; dan Hambrick, D.C. (1996). Strategic Leadership: Top
[12] Bowman, C.; dan Ambrosini, V. (1997). Perceptions of Strategic
Executives and Their Effects on Organizations. St. Paul, MN: West
Priorities, Consensus and Firm Performance. Journal of
Pub. Co
Management Studies, 34: 241–258.
[36] Forbes, D.P. (2001). The Performance Implications of Strategic
[13] Braybrooke, D.; dan Lindblom, C.E. (1970). A Strategy of Decision:
Decision-Making: Evidence From a New Venture Context. Presented
Policy Evaluation as a Social Process. New York: Free Press.
at 2001 Academy of Management Meeting, Washington, DC.
[14] Brodwin, D.R.; dan Bourgeois, L.J. (1984). Five Steps to Strategic
[37] Forbes, D.P. (2005). Managerial Determinants of Decision Speed in
Action. Pada G. Carroll dan D. Vogel (Eds.). Strategy and organization: