Pengembangan Materi Barisan dan Deret Ar (1)

Pengembangan Materi Barisan dan Deret Aritmetika
Kelas X Menggunakan Pendekatan PMRI Melalui
Konteks Kain Songket
Novi Komariyatiningsih
SMA Negeri 2 Lubai, Jln.Raya Prabumulih-Baturaja, Muara Enim; [email protected]

Abstrak. Makalah ini bertujuan melaporkan hasil pengembangan materi Barisan dan
Deret Aritmetika kelas X dengan menggunakan pendekatan PMRI melalui konteks kain
songket. Pengembangan materi ini dilakukan untuk mendapatkan bahan ajar barisan
dan deret aritmetika yang valid dan praktis untuk siswa kelas X. Penulis melakukan
tahap preliminary study dan formative evaluation dalam proses pengembangannya.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan walktrough, observasi,
dokumentasi, dan wawancara. Hasil analisis data menyimpulkan bahwa penelitian ini
telah menghasilkan bahan ajar barisan dan deret aritmetika yang valid dan praktis.
Valid tampak pada revisi berdasarkan hasil validasi beberapa validator. Praktis tampak
pada hasil pengamatan pada small group.
Kata Kunci. Pengembangan, Barisan dan Deret Aritmetika, PMRI, Konteks kain songket.

1.

Pendahuluan


Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses
pendidikan. Artinya keberhasilan pencapaian pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses pembelajaran dirancang dan dijalankan secara profesional.
Selama ini pembelajaran matematika lebih difokuskan pada aspek komputasi yang sifatnya
algoritmik. Tidak mengherankan jika siswa pada umumnya dapat melakukan berbagai
perhitungan matematika, tetapi kurang menunjukkan hasil yang menggembirakan terkait
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Ali Mahmudi [1], 2009:1).
Permasalahan dalam pembelajaran matematika juga dikemukakan oleh Ratu Ilma[2]
(2007:21) menyatakan rendahnya prestasi siswa di sekolah, yang diasumsikan karena
disebabkan materi pembelajaran yang kurang menarik dikarenakan kurangnya contoh yang
diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari dan metode pembelajaran yang lebih
terfokus pada guru.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, peran guru sangat penting. Guru diharapkan mampu
merancang perangkat pembelajaran yang dapat memaksimalkan kemampuan komunikasi
matematis siswa, memiliki metode mengajar yang baik dan mampu memilih metode
pembelajaran yang tepat dan mendesain sendiri materi yang sesuai dengan konsep-konsep
mata pelajaran yang akan disampaikan. Sehingga diperlukan suatu upaya reformasi dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan
merancang perangkat pembelajaran, memilih strategi atau cara dalam membuat dan

menyampaikan materi pelajaran. Misalnya memulai pembelajaran dengan situasi yang dekat

dengan siswa, membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya
sehingga lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan.
Hal ini seiring dengan pendapat Nila Kesumawati [3] (2008:134) yang menyatakan prinsip
utama dalam pembelajaran matematika saat ini adalah untuk memperbaiki dan menyiapkan
aktivitas-aktivitas belajar yang bermanfaat bagi siswa. Reformasi yang tampaknya perlu
dilakukan terutama pada pembuatan materi matematika yang difokuskan kepada aplikasi
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan penggunaan metode belajar secara aktif tentang
matematika. Salah satu pendekatan yang berorientasi pada pengalaman siswa sehari-hari
yang menekankan pada kebermaknaan siswa dalam belajar adalah pendekatan PMRI
(Pendidikan Matematika Realistik Indonesia).
PMRI adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menggiring siswa memahami konsep
matematika dengan mengkonstruksi sendiri melalui pengetahuan sebelumnya yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-harinya, dengan menemukan sendiri konsep tersebut,
maka diharapkan belajar siswa menjadi lebih bermakna (Ratu Ilma[4], 2011:548). Siswa
belajar dari adanya masalah kontekstual yang dekat dengan kehidupannya sehari-hari,
kemudian pada akhirnya memunculkan sebuah konsep matematika. Dari masalah
kontekstual yang diberikan, siswa mengembangkan model-model matematika sendiri menuju

matematika formal. Melalui matematisasi matematika, model tersebut menjadi model of
untuk pengetahuan informal, dan model for untuk pengetahuan formal.
Pendekatan PMRI yang penulis gunakan dalam proses pengembangan materi, mendukung
implementasi dari kurikulum 2013 yang berlaku saat ini. Dalam kurikulum 2013 bertujuan
mendorong siswa mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, menalar, dan
mengkomunikasikan apa yang diperoleh atau diketahui setelah siswa menerima materi
pembelajaran (Sutarto dan Nurlaili [5], 2014: 81).
Dalam makalah ini, penulis mendesain materi “Barisan dan Deret Aritmetika Kelas X”
dalam bentuk Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dengan menggunakan pendekatan PMRI
melalui konteks kain songket.

2. Landasan Teori
2.1. Penggunaan Konteks dalam Pembelajaran Matematika
Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika menjadikan konsep-konsep abstrak dapat dipahami berdasarkan pemikiran yang dibangun dari situasi realistik tertentu yang sudah
dikenal dengan baik oleh siswa.
Menurut Anggo[6] (2011:35), konteks adalah situasi yang menarik perhatian anak dan yang
mereka dapat kenali dengan baik. Situasi ini mungkin salah satu dari bentuk yang bersifat
khayalan atau nyata, dan menyebabkan anak membangkitkan pengetahuan yang mereka telah peroleh melalui pengalaman, misalnya dalam bentuk metode kerja mereka sendiri secara
informal, sehingga membuat belajar


Salah satu konteks yang dapat digunakan adalah Kain Songket. Kata songket berasal dari
istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti "mengait" atau
"mencungkil". Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil
sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. [1]Selain itu, menurut
sementara orang, kata songket juga mungkin berasal dari kata songka, songkok
khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas
dimulai.[2] Istilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’. Songket
adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta.
Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau tanjak, hiasan ikat
kepala. (http://id.wikipedia.org/wiki/Songket).

2.2. Pendekatan Pembelajaran
Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berbasis kompetensi adalah menempatkan
siswa sebagai subjek didik, yakni lebih banyak mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran; pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi untuk berfikir sendiri. Oleh karena itu maka guru tidak boleh dipandang sebagai “orang yang paling
tahu segalanya” melainkan lebih berperan sebagai fasilitator terjadinya proses belajar pada
individu siswa, dan siswa tentunya juga harus secara terus menerus berusaha menyempurnakan diri sehingga dari waktu ke waktu makin meningkat kemampuannya (Sutarto dan Nurlaili[5], 2014: 53).
Kurikulum dan pembelajaran memiliki posisi yang berbeda, meskipun demikian keduanya
merupakan hal yang tidak terpisahkan. Seiring dengan berlakunya kurikulum 2013 saat ini,
pendekatan pembelajaran yang baik diharapkan dapat mendorong siswa mampu lebih baik
dalam melakukan observasi, bertanya, menalar, dan mengomunikasikan apa yang diperoleh

atau diketahui siswa setelah menerima materi pembelajaran. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih
baik, sehingga lebih kreatif, inivatif, dan produktif (Sutarto dan Nurlaili [5], 2014: 81).

2.3. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pada tahun 1971, Freudenthal, pendiri Institut Freudenthal mengembangkan suatu
pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang bernama RME (Realistic
Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika,
bagaimana siswa belajar, dan bagaimana matematika harus diajarkan.
Freudenthal dalam Sutarto Hadi[7] (2005:7) berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang
sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang
sudah jadi). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai
situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri.
Terinspirasi oleh filosofi RME, suatu tim mengembangkan sebuah pendekatan untuk
meningkatkan belajar matematika di sekolah Indonesia, yang dikenal dengan PMRI
(Pendidikan Matematika Realistik Indonesia), suatu adaptasi dari RME (Sembiring [8], dkk.,
2008:928).

PMRI banyak diwarnai oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan
pentingnya adalah matematika harus dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai
aktivitas manusia (Freudenthal dalam Zulkardi, 2005:13). Pertama, matematika harus dekat

terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi yang pernah mereka alami dalam
kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas manusia, siswa harus diberi
kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam
matematika. Pada PMRI kedua pandangan ini dijadikan dasar dalam pembelajaran
matematika.
Pernyataan “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia” menunjukkan bahwa
Freudenthal tidak menempatkan matematika sebagai suatu produk jadi, melainkan sebagai
suatu bentuk aktivitas atau proses (Ariyadi Wijaya[10], 2012:20). Berdasarkan pandangannya
tersebut, terdapat tiga prinsip dalam RME yaitu guided reinvention (menemukan kembali
secara terbimbing) dan progressive mathematization (matematisasi progresif), didactical
phenomenology (fenomenologi didaktik), dan self developed model (membangun sendiri
model) (R. Soedjadi[11], (2007:4)).
Prinsip guided reinvention menekankan “penemuan kembali” secara terbimbing, yang mana
siswa belajar matematika dalam kegiatan terbimbing oleh guru mereka atau teman
sebayanya. Pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual walaupun hanya dengan
membayangkannya, dan selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan dapat menemukan
kembali konsep-konsep matematika.
Progressive mathematization menekankan pada “matematisasi” atau “pematematikaan” yang
dapat diartikan sebagai upaya untuk mengarahkan kepada pemikiran matematika. Dikatakan
progresif karena terdapat dua langkah dalam matematisasi, yaitu horizontal dan vertikal yang

berawal dari masalah kontekstual yang diberikan dan akan berakhir pada matematika yang
formal.
Prinsip didactical phenomenology menekankan fenomena pembelajaran yang bersifat
mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topiktopik matematika kepada siswa.
Prinsip self developed model menunjukkan adanya fungsi “jembatan” yang berupa model.
Siswa memungkinkan akan membangun model sendiri karena berawal dari masalah
kontekstual dan akan menuju ke matematika formal serta adanya kebebasan pada siswa.
Model buatan siswa sendiri tersebut dikenal dengan model of dan sifatnya masih dapat
disebut matematika informal. Selanjutnya melalui generalisasi atau formalisasi dapat
mengembangkan model yang mengarahkan ke matematika formal, yang disebut model for.
Hal tersebut sesuai dengan matematisasi horizontal dan vertikal, yang memungkinkan siswa
dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan caranya sendiri.
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam RME/PMRI sejalan dengan pandangan konstruktivisme,
belajar merupakan suatu proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan
mental siswa secara aktif, seorang guru tidak mengajarkan kepada siswa bagaimana
menyelesaikan persoalan, tetapi mempresentasikan masalah dan mendorong siswa
menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika memberi

jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau salah, tapi
guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar

menukar ide sampai persetujuan dicapai untuk menyelesaikan masalah.
Menurut de Lange, Treffers, dan Gravemeijer dalam Zulkardi [9](2005:14), terdapat lima
karakterisrik PMRI: “1) menggunakan masalah kontekstual; 2) menggunakan model yang
menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal; 3)
menghargai ragam bahasa dan kontribusi siswa; 4) interaktivitas; 5) terintegrasi dengan topik
pembelajaran lainnya”. Masalah kontekstual sebagai acuan titik awal dari mana matematika
yang diinginkan dapat timbul. Pengembangan model, skema dan simbolisasi sangat
diperhatikan daripada hanya mentransfer rumus secara langsung. Kontribusi siswa
merupakan kontribusi yang besar pada proses pembelajaran, diharapkan dapat mengarahkan
siswa dari metode informal ke arah yang lebih formal. Interaktivitas berupa negosiasi secara
eksplisit, intervensi, kooperatif dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting
dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai
jantung untuk mencapai yang formal. Keterkaitan dan keterintegrasian harus dieksploitasi
dalam pemecahan masalah, unit-unit belajar tidak dapat dicapai dengan cara terpisah.

2.4. Materi Barisan dan Deret Aritmetika
Barisan dan Deret Aritmetika dipelajari di kelas X dalam kurikulum 2013. Kompetensi dasar
dari materi barisan dan deret adalah sebagai berikut (Kemdikbud [12], 2014: 189):
1. Memiliki motivasi internal. Kemampuan bekerjasama, konsisten, sikap disiplin, rasa
percaya diri, dan sikap toleransi dalam perbedaan strategi berpikir dalam memilih

dan menerapkan strategi menyelesaikan masalah.
2. Mentransformasikan diri dalam berperilaku jujur, tangguh menghadapi masalah, kritis, dan disiplin, dalam melakukan tugas belajar matematika.
3. Menunjukkan sikap bertanggung jawab, rasa ingin tahu, jujur, dan perilaku peduli
lingkungan.
4. Memprediksi pola barisan dan deret aritmetika dan geometri atau barisan lainnya
melaui pengamatan dan memberikan alasannya
5. Menyajikan hasil menemukan pola barisan dan deret dan penerapannya dalam penyelesaian masalah sederhana.

3. Pengembangan Materi Barisan dan Deret Aritmetika
3.1. Lembar Aktivitas Siswa Materi Barisan dan Deret Aritmetika
Produk yang penulis hasilkan adalah materi barisan dan deret aritmetika yang dikemas dalam
bentuk Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Materi dalam LAS ini diawali dengan konteks kain
songket, yang diharapkan dapat membantu menggiring siswa menemukan konsep barisan
dan deret aritmetika, kemudian melaui aktivitas siswa dapat menemukan rumus suku ke-n
barisan aritmetika.

3.2. Proses Pengembangan LAS Barisan dan Deret Aritmetika
LAS yang penulis hasilkan berupa prototipe I, yang diperoleh melalui proses tahap preliminary study (tahap persiapan, tahap pendesainan materi) dan prototipe II yang diperoleh dari
tahap formative evaluation (tahap evaluasi, tahap revisi) (Akker dkk[13]., 2006).
Tahap persiapan, penulis memilih materi yang akan menjadi bahan untuk dikembangkan

menggunakan pendekatan PMRI, dan melakukan analisis berdasarkan kurikulum 2013 untuk
materi barisan dan deret aritmetika. Penulis juga melakukan kajian literatur terkait materi
barisan dan deret aritmetika.
Setelah persiapan selesai dilakukan, penulis mulai mendesain materi barisan dan deret
aritmetika kelas X, berdasarkan karakteristik PMRI, yaitu menggunakan masalah
kontekstual, menggunakan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum
menggunakan cara formal, menghargai ragam bahasa dan kontribusi siswa, terintegrasi
dengan topik pembelajaran lainnya.
Langkah selanjutnya, penulis melakukan evaluasi terhadap produk yang telah dihasilkan.
Evaluasi yang penulis lakukan adalah, evaluasi oleh diri sendiri, teman sejawat, proses one
to one, dan small group dengan objek yang berbeda. Temuan-temuan yang peneliti peroleh
dari hasil evaluasi, penulis gunakan sebagai dasar untuk melakukan revisi terhadap LAS
yang dihasilkan.
Penulis melakukan evaluasi sendiri terhadap LAS yang dihasilkan, mengevaluasi kesesuaian
dengan kompetensi yang ingin dicapai sesuai dengan kurikulum 2013. Melalui teman
sejawat, penulis meminta mereka melakukan evaluasi terhadap LAS yang dhasilkan, apakah
materi yang telah dikembangkan telah sesuai dengan kurikulum, seiring dengan itu penulis
melakukan proses one to one (siswa mengerjakan LAS secara individu) untuk melihat
apakah materi yang telah penulis kembangkan telah sesuai dengan perkembangan usia siswa
kelas X, melihat kesulitan siswa dalam mengerjakan LAS, dan meminta komentar siswa

mengenai kesulitan yang dihadapi melalui proses wawancara di akhir pembelajaran,
sehingga akhirnya penulis menemukan kelemahan-kelemahan dan solusi untuk
mengatasinya dari produk yang dihasilkan.
Semua komentar dari teman sejawat dan siswa pada proses one to one penulis gunakan
sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan revisi. Hasil revisi tersebut diujicobakan pada

proses small group (siswa mengerjakan LAS secara berkelompok), dan akhirnya diperoleh
LAS materi Barisan dan Deret Aritmatika yang valid dan praktis.

3.3. Penerapan pada Pembelajaran Matematika
Penerapan LAS yang penulis hasilkan pada pembelajaran matematika, dapat dilihat dalam
RPP yang telah penulis rancang. Dalam proses pembelajaran, guru menerapkan langkahlangkah pembelajaran matematika menggunakan PMRI (R. Soedjadi [11], 2007: 9-10), yaitu:
1. Mempersiapkan Kelas
- Pesiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan.
- Kelompokkan siswa jika perlu (sesuai rencana).
- Sampaikan kompetensi dasar yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang
akan dipakai pada hari itu.
2. Kegiatan Pembelajaran
- Berikan masalah kontekstual.
- Berilah penjelasan singkat seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami
soal atau masalah kontekstual yang diberikan
- Mintalah siswa secara berkelompok ataupun secara individual untuk mengerjakan atau menjawab masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri.
Berilah waktu yang cukup untuk siswa mengerjakannya.
- Jika dalam waktu yang dipandang cukup, siswa tidak ada satu pun yang dapat
menemukan cara pemecahan, berilah petunjuk seperlunya.
- Mintalah seorang siswa atau wakil kelompok siswa untuk menyampaikan hasil
kerjanya.
- Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapan tentang berbagai penyelesaian yang disajikan temannya di depan kelas.
Bila ada penyelesaian lebih dari satu, ungjapkanlah semua.
- Buatlah kesepakatan kelas tentang penyelesaian manakah yang dianggap paling
tepat, terjadi suatu negosiasi. Berikanlah penekanan kepada penyelesaian yang
dipilih atau benar.
- Bila masih tidak ada penyelesaian yang benar, mintalah siswa untuk memikirkan
cara lain.

4.

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil formative evaluation, penulis menemukan kesulitan-kesulitan siswa dalam
mengerjakan LAS yang diberikan, diantaranya siswa kesulitan memahami maksud dari

setiap pertanyaan yang terdapat dalam LAS (prototipe I), sehingga siswa tidak dapat
mengerjakannya. Hal senada juga penulis dapatkan dari teman sejawat yang membantu
proses validasi. Akhirnya, penulis melakukan revisi terhadap prototipe I berdasarkan
komentar-komentar dan hasil pengamatan yang penulis peroleh, menghasilkan prototipe II
seperti yang terlihat pada gambar 1.

i. prototipe I

ii. prototipe II
Gambar 1. Prototipe

Prototipe II yang dihasilkan penulis ujicobakan pada siswa yang berbeda dalam kelompok
kecil (small group), seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Proses Small Group
Dari hasil pengamatan penulis, siswa dapat mengerjakan setiap pertanyaan dengan baik,
hanya saja pada bagian aktivitas 1, siswa mengalami kesulitan untuk membuat paket pola
pada kertas karton. Siswa lebih senang membuat sketsa sendiri di kertas buramnya. Hal ini
penulis biarkan saja, dikarenakan tujuan penulis adalah siswa dapat memahami konsep

barisan aritmetika yang pada akhirnya siswa dapat menemukan sendiri rumus umum suku
ke-n suatu barisan aritmetika.
Di akhir pembelajaran, melalui proses wawancara, penulis menanyakan komentar siswa
terhadap prototipe II yang telah dikerjakan. Pada umumnya siswa mengatakan kalimat yang
terdapat dalam LAS mudah dipahami, sehingga dapat diselesaikan dengan mudah.

5.

Kesimpulan dan Saran

Inovasi ini telah menghasilkan suatu produk LAS materi Barisan dan Deret Aritmetika kelas
X berdasarkan karakteristik PMRI, sehingga dapat disimpulkan karakteristik materi barisan
dan deret aritmetika yang valid dan praktis menggunakan pendekatan PMRI adalah sebagai
berikut:
Konstruk yang digunakan telah sesuai dengan pendekatan PMRI. Penyajian materi dimulai
dari suatu konteks, yaitu kain songket dan diikuti beberapa pertanyaan terkait dengan konteks yang digunakan. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut berupa model-model jawaban siswa yang merupakan kontribusi siswa sehingga menggiring siswa memahami konsep barisan dan deret aritmetika, menggunakan aktivitas menyusun pola warna yang dapat
menggiring siswa menemukan rumus suku ke-n deret aritmetika. Dari konteks yang diberikan terdapat keterkaitan antar topik (intertwine), dari pemahaman barisan dan deret aritmetika, sehingga siswa dapat membedakan yang mana barisam dan deret aritmetika sampai kepada menentukan rumus suku ke-n barisan dan deret aritmetika.
LAS yang dihasilkan mudah digunakan, dapat membantu siswa memahami konsep barisan
dan deret aritmetika.
Berdasarkan hasil inovasi yang penulis lakukan, penulis menyarankan
1. Siswa, dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, sehingga dapat meyalurkan potensi berfikirnya
2. Guru, dalam pembelajaran matematika sebaiknya mempunyai ide memunculkan masalah kontekstual yang disesuaikan dengan materi pembelajaran, dan menggunakan
PMRI dalam ide masalah kontekstual yang diperoleh, dan merealisasikan kurikulum
2013
3. Sekolah, menumbuhkan suasana akademik di lingkungan sekolah melalui MGMP.
4. Dunia pendidikan matematika, menggunakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran
matematika yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.

Daftar Pustaka
[1] Ali Mahmudi. “Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika”. http://staff.uny.ac.id. (2009)

[2] Ratu, Ilma. “Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Statistika Menggunakan Pedekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berdasarkan KBK di SMAN 17 Palembang”. Jurnal Pendidikan Matematika I(1): 21-23. (2007)
[3] Nila, Kesumawati. “Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Untuk Pembelajaran Materi
Himpunan”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian Pendidikan dan Penerapan MIPA pada tanggal 30 Mei 2008, Yogyakarta. (2008)
[4] Ratu, Ilma. “Improving Mathematics Communication Ability of Students In Grade 2 Through
PMRI Approach”. Makalah disampaikan pada Seminar and The fourth National Conference on
Mathematics Education pada tanggal 21-23 Juli 2011, Yogyakarta. (2011)
[5] Sutarto, Nurlaili. Kurikulum dan Pembelajaran dalam Implementasi pada Kurikulum 2013. Jakarta: Kemilau Ilmu Semesta. (2014)
[6] Anggo, Mustamin. “Pemecahan Masalah Matematika Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa”. Edumatica 2(1): 35 – 41. (2011)
[7] Sutarto, Hadi. Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Tulip. (2005)
[8] Sembiring R.K, dkk. “Reforming Mathematics Learning in Indonesia Classrooms Through
RME”. ZDM Mathematics Education 40, 927 – 939. (2008)
[9] Zulkardi. Pendidikan Matematika di Indonesia: Beberapa Permasalahan dan Upaya Penyelesaiannya. Inderalaya: Unsri. (2005)
[10] Ariyadi, Wijaya Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran.
Yogyakarta: Graha Ilmu. (2012)
[11] R. Soedjadi. “Dasar-Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia”. Jurnal Pendidikan Matematika 1(2): 21-33. (2007)
[12] Kemdikbud. Matematika Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Semester 1~Edisi Revisi. Jakarta:
Kemdikbud. (2014)
[13] Akker J., Nieveen, N., & Mc.Kenney, S. Design Resesarch from a curriculum perspective. Pada
Akker J., Gravemeijer, K., McKenney, S. & Nieveen, N. (eds). Educational Design Research
(hal 67-90). London: Routledge.( 2006)