Index of /ProdukHukum/kehutanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLI K I NDONESI A
Nomor : P. 58/ Menhut-I I / 2009
Tentang
PENGGANTI AN NI LAI TEGAKAN DARI I ZI N PEMANFAATAN KAYU DAN ATAU
DARI PENYI APAN LAHAN DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEHUTANAN REPUBLI K I NDONESI A,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, dalam
kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan penggunaan kawasan
hutan dengan status pinjam pakai dapat diterbitkan izin pemanfaatan kayu/ izin
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan menggunakan ketentuanketentuan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu atau bukan kayu pada
hutan alam sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
b. bahwa dalam meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
kehutanan dari hasil hutan kayu, maka terhadap tegakan dari hutan negara
melalui I zin Pemanfaatan Kayu perlu dikenakan penggantian nilai tegakan;
c. bahwa dalam pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman
meliputi kegiatan penyiapan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah

Nomor 3 Tahun 2008, dalam hal dihasilkan kayu dari kegiatan tersebut maka
dapat dimanfaatkan sebagai sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
kehutanan melalui penggantian nilai tegakan.
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan
penggantian nilai tegakan dari izin pemanfaatan kayu dan atau dari penyiapan
lahan dalam pembangunan hutan tanaman dengan Peraturan Menteri
Kehutanan.
Mengingat ::1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 3699);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik I ndonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik I ndonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-

-2Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4844);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 1999 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 3838);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran
Negara Republik I ndonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik I ndonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
I ndonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
I ndonesia Nomor 4814);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi
(Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik I ndonesia Nomor 4207), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2007 (Lembaran Negara
Republik I ndonesia Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara

Republik I ndonesia Nomor 4813);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Keputusan Presiden Nomor 187/ M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet
I ndonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Keputusan Presiden Nomor 31/ P Tahun 2007;
9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik I ndonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 20 Tahun 2008;
10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Kementerian Negara Republik I ndonesia, sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/ Menhut-I I / 2007 tentang Petunjuk
Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Pembayaran Provisi Sumber
Daya Hutan dan Dana Reboisasi;

-312. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/ Menhut-I I / 2006 tentang Penatausahaan

Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Negara, sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 8/ Menhut-II / 2009
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 22);
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/ Menhut-I I / 2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kehutanan sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Nomor P.64/ Menhut-I I / 2008 (Berita Negara Republik
I ndonesia Tahun 2008 Nomor 80).

M EM UTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PENGGANTI AN NI LAI
TEGAKAN DARI I ZI N PEMANFAATAN KAYU DAN ATAU DARI PENYI APAN
LAHAN DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.

I zin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disebut I PK adalah izin untuk memanfaatkan hasil

hutan kayu dan/ atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dikonversi, penggunaan
kawasan hutan produksi atau hutan lindung dengan status pinjam pakai, tukar-menukar, dan
dari Areal Penggunaan Lain (APL) yang telah diberikan izin penggunaan lahan.

2.

I UPHHK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu
dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan,
pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran.

3.

I UPHHK-HT adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu
dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

4.

I UPHHBK-HT adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa
bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan,

pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

5.

Penggantian nilai tegakan adalah penggantian nilai tegakan dari kegiatan I PK dan atau dari
penyiapan lahan dalam pembangunan hutan tanaman.

6.

Nilai tegakan adalah harga yang dibayar berdasarkan Laporan Hasil Produksi (LHP).

7.

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Menteri
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

8.

Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.


9.

Penggunaan kawasan hutan adalah kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk
pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan
hutan melalui pinjam pakai kawasan hutan.

-410. Areal Penggunaan Lain (APL) adalah areal hutan yang ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi, atau
berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) menjadi bukan kawasan hutan.
11. Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi adalah hutan produksi yang dapat diubah
status atau peruntukannya menjadi bukan kawasan hutan dengan cara pelepasan kawasan
hutan atau dengan cara tukar-menukar dengan Keputusan Menteri Kehutanan.
12. Pelepasan kawasan hutan adalah pengubahan status kawasan hutan menjadi bukan kawasan
hutan dengan Keputusan Menteri Kehutanan.
13. Tukar-menukar kawasan hutan adalah suatu kegiatan melepaskan kawasan hutan tetap untuk
kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan yang diimbangi dengan memasukkan
tanah pengganti yang statusnya bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap.
14. Pinjam pakai kawasan hutan adalah penyerahan sebagian penggunaan atas sebagian
kawasan hutan baik yang telah ditunjuk maupun yang telah ditetapkan kepada pihak lain
untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan,

dan fungsi kawasan hutan.
15. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.
16. Risalah Hutan adalah kegiatan pengukuran, pengamatan dan pencatatan terhadap pohon yang
direncanakan akan ditebang yang dilaksanakan dengan intensitas sebesar 5% (lima persen).
17. Bagan kerja adalah rencana kerja yang diberlakukan terhadap pemegang I PK.
18. RKT adalah rencana kerja dengan jangka waktu 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran
dari RKUPHHK (Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu).
19. Surat Perintah Pembayaran Penggantian Nilai Tegakan Sebagai Ganti Rugi (SPP-GR) adalah
dokumen yang memuat besarnya kewajiban penggantian nilai tegakan yang harus dibayar
oleh Wajib Bayar.
20. Bendaharawan Penerima Departemen Kehutanan adalah Pegawai Negeri Sipil Departemen
Kehutanan yang ditetapkan oleh Menteri dan diberi tugas serta wewenang untuk menerima
dan menyetor ke Kas Negara dan mengadministrasikan penggantian nilai tegakan.
21. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.
22. Sekretaris Jenderal adalah Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan.
23. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang
bina produksi kehutanan.
24. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan

bertanggung jawab di bidang planologi kehutanan.
25. Gubernur adalah Gubernur Provinsi.
26. Bupati/ Walikota adalah Kepala penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten/ Kota sesuai
dengan wilayah kerjanya.
27. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diberi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di
daerah provinsi.

-528. Dinas Kabupaten/ Kota adalah Dinas yang diberi tugas dan tanggung jawab di bidang
kehutanan di daerah kabupaten/ kota.
29. Kepala Balai adalah Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi sesuai dengan
wilayah kerjanya dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal.
30. Pejabat Penagih SPP-GR adalah pejabat yang ditetapkan oleh Kepala Balai.
31. APHI adalah Asosiasi Pengusahaan Hutan I ndonesia.

BAB I I
PENGGANTI AN NI LAI TEGAKAN DARI I ZI N PEMANFAATAN KAYU
Bagian Kesatu
Persyaratan Areal dan Pemohon
Pasal 2
(1) Penggantian nilai tegakan dilakukan melalui pemberian I PK.

(2) Areal yang dapat dimohon untuk I PK adalah:
a. areal penggunaan lain (APL) yang telah dibebani izin peruntukan;
b. kawasan hutan akibat perubahan peruntukan kawasan hutan melalui pelepasan kawasan
hutan atau tukar-menukar kawasan hutan; atau
c. kawasan hutan akibat penggunaan kawasan hutan dengan cara pinjam pakai kawasan
hutan.
d. areal dari kegiatan penyiapan lahan dalam pembangunan hutan tanaman, yang kayunya
tidak dimanfaatkan oleh pemegang I UPHHK-HT.

Pasal 3
(1) Pemberian I PK sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf a dan b diberikan oleh
Bupati yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota.
(2) Pemberian I PK sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf c dan d diberikan oleh
Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Dinas Provinsi.

Pasal 4
Pemohon yang dapat mengajukan I PK pada areal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
adalah:
a. Perorangan;
b. Koperasi;

c. Badan Usaha Milik Negara;
d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); atau
e. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS).

Bagian Kedua
Tata Cara Pemberian I PK Dalam APL dan Pelepasan Kaw asan Hutan
Pasal 5
(1)

Permohonan I PK pada areal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), diajukan oleh
pemohon kepada Kepala Dinas Kabupaten/ Kota dengan tembusan kepada:

-6a. Bupati/ Walikota;
b. Direktur Jenderal;
c. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan;
d. Kepala Dinas Provinsi; dan
e. Kepala Balai.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk untuk pemohon perorangan atau Akte Pendirian
perusahaan pemohon beserta perubahannya;
b. Fotokopi izin peruntukan penggunaan lahan seperti izin bidang pertanian, perkebunan,
perikanan, pemukiman, pembangunan transportasi, sarana prasarana wilayah,
pembangunan sarana komunikasi dan informasi yang diterbitkan oleh Menteri, Gubernur
atau Bupati/ Walikota sesuai kewenangannya, yang dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang;
c. Peta lokasi yang dimohon.

Pasal 6
(1)

(2)

(3)

Permohonan I PK yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2), Kepala Dinas Kabupaten/ Kota menolak permohonan tersebut dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari sejak permohonan diterima.
Permohonan I PK yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2), Kepala Dinas Kabupaten/ Kota meminta pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas
Provinsi, dengan tembusan kepada Kepala Balai.
Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan persyaratan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).

Pasal 7
(1)

(2)

Kepala Dinas Provinsi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya
permintaan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2),
menerbitkan pertimbangan teknis atau penolakan kepada Kepala Dinas Kabupaten/ Kota
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Bupati/ Walikota, dan Kepala Balai.
Pertimbangan teknis Kepala Dinas Provinsi berdasarkan hasil penelaahan terhadap status
kawasan hutan dan aktivitas pemegang izin peruntukan (pengurus perusahaan, kantor dan
tenaga teknis terkait).

Pasal 8
(1)

Berdasarkan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Kepala Dinas
Kabupaten/ Kota memerintahkan kepada pemohon untuk:
a. melakukan risalah hutan pada areal yang dimohon dengan intensitas 5% (lima
persen) untuk pohon berdiameter > 30 Cm dan diselesaikan dalam jangka waktu
paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat perintah dan membuat
rekapitulasi Laporan Risalah Hutan (LRH);
b. menuangkan rekapitulasi LRH sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam Berita
Acara dan ditandatangani oleh pengurus perusahaan dilengkapi Pakta I ntegritas
yang berisi nama, jabatan, alamat, pernyataan kebenaran pelaksanaan risalah
hutan dan sanggup diberi sanksi pembatalan PK bila pelaksanaan risalah hutan
tidak benar.

-7-

(2)

(3)

(4)
(5)

Rekapitulasi LRH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan sebagai dasar
untuk menentukan Taksiran Volume tebangan dalam Keputusan I PK, menetapkan Bank
Garansi dari bank pemerintah yang besarnya 3/ 12 (tiga per duabelas) dari taksiran volume
kayu, dan membuat Pernyataan Kesediaan untuk membayar penggantian nilai tegakan dari
hasil I PK yang dibuat di atas kertas bermaterai cukup, berisi nama perusahaan, alamat,
nama pengurus, dan kesanggupan membayar.
Dalam hal permohonan telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala Dinas Kabupaten/ Kota memberikan surat persetujuan I PK dan kepada pemohon
diwajibkan untuk:
a. membuat Rencana Penebangan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterimanya
Surat Perintah;
b. melaksanakan penataan batas blok tebangan I PK, dan diselesaikan paling lambat 2
(dua) bulan sejak diterimanya Surat Perintah;
c. menyampaikan Bank Garansi dari bank pemerintah; dan
d. menyampaikan Pernyataan Kesediaan untuk membayar penggantian nilai tegakan dari
hasil I PK sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam hal memenuhi persyaratan sebagaimana pada ayat (2) diterbitkan Keputusan
Pemberian I PK.
Dalam hal pemohon tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dalam waktu 2 (dua) bulan surat persetujuan I PK sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibatalkan.

Pasal 9
Keputusan Pemberian I PK sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (4) atau surat pembatalan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (5), salinan/ tembusannya disampaikan kepada:
a.
Direktur Jenderal;
b.
Bupati/ Walikota;
c.
Kepala Dinas Provinsi;
d.
Direktur Jenderal Planologi; dan
e.
Kepala Balai.

Pasal 10
(1)

(2)
(3)

Berdasarkan Keputusan Pemberian I PK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4),
pemegang I PK melakukan kegiatan penebangan, pembagian batang, penyaradan,
pemuatan, pengangkutan, dan pembongkaran di tempat pengumpulan kayu (TPK) yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota dan dibuat Laporan Hasil Produksi (LHP).
Berdasarkan LHP sebagaimana ayat (1), dikenakan pembayaran ganti nilai tegakan.
Dalam hal ada perbedaan volume antara LRH dengan LHP, yang digunakan adalah volume
kayu sebagaimana tertuang dalam LHP.

Pasal 11
(1)
(2)
(3)

Penatausahaan kayu hasil I PK mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pemegang I PK wajib membayar penggantian nilai tegakan dari I PK.
Volume kayu untuk perhitungan ganti nilai tegakan dihitung berdasarkan volume pada
Laporan Hasil Produksi (LHP).

-8-

Pasal 12
(1)

(2)

Selain membayar penggantian nilai tegakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
pemegang I PK tetap diwajibkan membayar PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) dan DR
(Dana Reboisasi) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Pejabat Penagih SPP-GR
menerbitkan SPP-GR kepada pemegang I PK.

Bagian Ketiga
Tata Cara Pemberian I PK Dalam Rangka Pinjam Pakai Kaw asan Hutan
Pasal 13
Permohonan I PK pada areal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, diterbitkan
pada areal hutan produksi atau hutan lindung dengan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud pada Peraturan
Menteri Kehutanan tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Pasal 14
(1)

(2)

Permohonan I PK pada areal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dan d
diajukan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada:
a. Gubernur;
b. Direktur Jenderal;
c. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan; dan
d. Kepala Balai.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk untuk pemohon perorangan atau Akte Pendirian
perusahaan pemohon beserta perubahannya;
b. Fotokopi izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud pada Peraturan Menteri Kehutanan tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
c. Peta lokasi yang dimohon.

Pasal 15
(1)

(2)

(3)

Permohonan I PK yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2), Kepala Dinas Provinsi menolak permohonan tersebut dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari sejak permohonan diterima.
Permohonan I PK yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2), Kepala Dinas Provinsi meminta pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal, dengan
tembusan kepada Kepala Balai.
Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan persyaratan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).

Pasal 16
(1) Direktur Jenderal dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya
permintaan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2),
menerbitkan pertimbangan teknis atau penolakan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
tembusan kepada Gubernur, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Kepala Dinas
Kabupaten/ Kota, dan Kepala Balai.

-9(2) Pertimbangan teknis Direktur Jenderal berdasarkan hasil penelaahan terhadap status
kawasan hutan dan aktivitas pemegang izin peruntukan (pengurus perusahaan, kantor dan
tenaga teknis terkait).

Pasal 17
(1)

(2)

(3)

(4)
(5)

Berdasarkan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Kepala Dinas
Provinsi memerintahkan kepada pemohon untuk:
a. melakukan risalah hutan pada areal yang dimohon dengan intensitas 5% (lima persen)
untuk pohon berdiameter ≥ 30 cm dan diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat
1 (satu) bulan sejak diterimanya surat perintah dan membuat rekapitulasi Laporan
Risalah Hutan (LRH);
b. menuangkan rekapitulasi LRH sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam Berita Acara
dan ditandatangani oleh pengurus perusahaan dilengkapi Pakta I ntegritas yang berisi
nama, jabatan, alamat, pernyataan kebenaran pelaksanaan risalah hutan dan sanggup
diberi sanksi pembatalan I PK bila pelaksanaan risalah hutan tidak benar.
Rekapitulasi LRH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan sebagai dasar
untuk menentukan Taksiran Volume tebangan dalam Keputusan I PK, menetapkan Bank
Garansi dari bank pemerintah yang besarnya 3/ 12 (tiga per duabelas) dari taksiran volume
kayu, dan membuat Pernyataan Kesediaan untuk membayar penggantian nilai tegakan dari
hasil I PK yang dibuat di atas kertas bermaterai cukup, berisi nama perusahaan, alamat,
nama pengurus, dan kesanggupan membayar.
Dalam hal pemohon telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
Dinas Provinsi memberikan surat persetujuan I PK dan kepada pemohon diwajibkan untuk:
a. membuat Rencana Penebangan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterimanya
Surat Perintah;
b. melaksanakan penataan batas blok tebangan I PK, dan diselesaikan paling lambat 2
(dua) bulan sejak diterimanya Surat Perintah;
c. menyampaikan Bank Garansi dari bank pemerintah; dan
d. menyampaikan Pernyataan Kesediaan untuk membayar penggantian nilai tegakan dari
hasil I PK sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam hal memenuhi persyaratan sebagaimana ayat (3) diterbitkan Keputusan Pemberian I PK.
Dalam hal pemohon tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dalam waktu 2 (dua) bulan surat persetujuan I PK sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibatalkan.

Pasal 18
Keputusan Pemberian I PK sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (4) atau surat pembatalan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (5), salinan/ tembusannya disampaikan kepada:
a. Direktur Jenderal;
b. Gubernur;
c. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan;
d. Kepala Balai

- 10 -

Pasal 19
(1)

(2)
(3)

Berdasarkan Keputusan Pemberian I PK sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (4),
pemegang I PK melakukan kegiatan penebangan, pembagian batang, penyaradan,
pemuatan, pengangkutan, dan pembongkaran di tempat pengumpulan kayu (TPK) yang
ditetapkan oleh Kepala Provinsi dan dibuat Laporan Hasil Produksi (LHP).
Berdasarkan LHP sebagaimana ayat (1), dikenakan pembayaran ganti nilai tegakan.
Dalam hal ada perbedaan volume antara LRH dengan LHP, yang digunakan adalah volume
kayu sebagaimana tertuang dalam LHP.

Pasal 20
(1)
(2)
(3)

Penatausahaan kayu hasil I PK mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pemegang I PK wajib membayar penggantian nilai tegakan dari I PK.
Volume kayu untuk perhitungan ganti nilai tegakan dihitung berdasarkan volume pada
Laporan Hasil Produksi (LHP).

Pasal 21
(1)

(2)

Selain membayar penggantian nilai tegakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)
pemegang I PK tetap diwajibkan membayar PSDH dan DR sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Berdasarkan LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Pejabat Penagih SPP-GR
menerbitkan SPP-GR kepada pemegang I PK.

Bagian Keempat
Prioritas Pemberian I zin Pemanfaatan Kayu
Pasal 22
(1)

(2)

(3)

Pemberian I PK diprioritaskan kepada:
a. Perum Perhutani apabila lokasi I PK berasal dari wilayah kerja Perum Perhutani;
b. Pemegang I zin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Pemegang I zin Peruntukan terhadap
tegakan kayu yang berada pada areal izinnya.
Dalam hal izin pinjam pakai berada dalam areal I UPHHK-HA atau I UPHHK-RE atau I UPHHKHT atau I UPHHK-HTR maka pemberian I PK diprioritaskan kepada Pemegang I UPHHK-HA
atau I UPHHK-RE atau I UPHHK-HT atau I UPHHK-HTR.
Dalam hal yang mendapat prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menggunakan kesempatan untuk memanfaatkan tegakan kayu dari areal kerjanya, maka
I PK dapat dimohon dan diberikan kepada pihak lain.

Pasal 23
Keputusan Pemberian I PK oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (4) atau Keputusan Pemberian I PK oleh Kepala Dinas Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), sekurang-kurangnya memuat:

- 11 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

nama serta alamat pemegang izin;
luas dan letak lokasi I PK;
jumlah, volume dan jenis kayu bulat yang akan diproduksi;
hak, kewajiban dan larangan pemegang I PK;
jangka waktu berlakunya I PK;
tempat dan tanggal terbitnya I PK;
nama, dan tandatangan pejabat penerbit I PK; dan
stempel/ cap instansi/ pejabat penerbit I PK.

Pasal 24
(1) Dalam hal pada areal pinjam pakai kawasan hutan atau pada APL kayunya tidak ekonomis
dengan volume tegakan paling banyak 50 meter kubik dalam satu calon I PK, maka
pemegang izin tidak memerlukan I PK dan berhak melakukan kegiatan termasuk pembukaan
lahan dan penebangan pohon.
(2) Potensi kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan kewajiban untuk membayar
penggantian nilai tegakan yang didasarkan pada hasil risalah hutan dengan intensitas 100%
(seratus persen) untuk diameter kayu di atas 30 cm, yang dilakukan oleh Kepala Dinas
Kabupaten/ Kota.
(3) Terhadap kayu hasil tebangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah dilunasi
kewajibannya kepada negara berupa penggantian nilai tegakan, PSDH dan DR dapat
diangkut dengan dilengkapi dokumen, diolah dan dipasarkan.

BAB I I I
PENGGANTI AN NI LAI TEGAKAN DARI KEGI ATAN PENYI APAN LAHAN
DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Permohonan dan Perpanjangan I UPHHK-HT
Pasal 25
Tata cara permohonan dan perpanjangan I UPHHK-HT mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Perhitungan Dan Penggantian Nilai Tegakan
Pasal 26
(1) Hasil kayu dari areal kegiatan penyiapan lahan dalam pembangunan hutan tanaman
dimasukkan dalam RKT.
(2) Terhadap hasil kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemegang I UPHHK-HT diwajibkan
untuk:
a. melakukan risalah hutan pada areal kegiatan penyiapan lahan dengan intensitas 5%
(lima persen) untuk pohon berdiameter ≥ 30 cm dan diselesaikan dalam jangka waktu
paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat perintah dan membuat rekapitulasi
Laporan Risalah Hutan (LRH);

- 12 b. rekapitulasi LRH sebagaimana dimaksud huruf a dituangkan dalam Berita Acara yang
digunakan sebagai dasar pengesahan RKT sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
c. menyampaikan Pernyataan Kesediaan untuk membayar penggantian nilai tegakan dari
hasil kegiatan penyiapan lahan yang dibuat di atas kertas bermaterai cukup berisi nama
perusahaan, alamat, nama pengurus, dan kesanggupan membayar.
(3) Dalam hal pemegang I UPHHK-HT tidak memanfaatkan hasil kayu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diberikan kepada pihak lain melalui permohonan I PK yang diterbitkan oleh
Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

Pasal 27
(1) Penatausahaan kayu I UPHHK-HT mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Pemegang I UPHHK-HT wajib membayar penggantian nilai tegakan dari kegiatan penyiapan
lahan.
(3) Volume kayu untuk perhitungan ganti nilai tegakan dihitung berdasarkan volume pada
Laporan Hasil Produksi (LHP).

Pasal 28
(1) Selain membayar penggantian nilai tegakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2)
pemegang I UPHHK-HT tetap diwajibkan membayar PSDH dan DR sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Berdasarkan LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), Pejabat Penagih SPP-GR
menerbitkan SPP-GR kepada pemegang I UPHHK-HT.

BAB I V
TATA CARA PENGENAAN DAN PENYETORAN
PENGGANTI AN NI LAI TEGAKAN DARI HASI L I PK DAN ATAU DARI KEGI ATAN
PENYI APAN LAHAN DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Untuk Pemegang I zin Pemanfaatan Kayu
Pasal 29
(1) Pejabat penagih SPP-GR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 21 ayat
(2) menerbitkan SPP-GR berdasarkan Harga Patokan yang ditetapkan oleh Menteri
Perdagangan dikurangi kewajiban PSDH, DR dan Biaya Produksi.
(2) Biaya Produksi sebagaimana pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan
pertimbangan Direktur Jenderal dan masukan dari Asosiasi Pengusaha Hutan I ndonesia (APHI )
dan dapat diterbitkan setiap enam bulan.

Pasal 30
(1) SPP-GR sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 21 ayat (2) ditembuskan
kepada:

- 13 -

(2)
(3)

(4)

(5)

a. Lembar pertama untuk Wajib Bayar;
b. Lembar kedua untuk Kepala Dinas Kabupaten/ Kota;
c. Lembar ketiga untuk Kepala Dinas Provinsi;
d. Lembar keempat untuk Kepala Balai;
e. Lembar kelima untuk arsip Pejabat Penagih.
Berdasarkan SPP-GR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemegang I PK melakukan
pembayaran ke Rekening Bendaharawan Penerima.
Bukti Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala Balai dan
kepada Pejabat Penerbit SKSKB untuk diterbitkan Surat Keterangan Sah Kayu Bulat
(SKSKB).
Terhadap pemberian I PK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Kepala Balai
setiap 3 (tiga) bulan sekali wajib menyampaikan laporan atas penerbitan SPP-GR kepada
Direktur Jenderal, dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal, Kepala Dinas Provinsi, dan
Kepala Dinas Kabupaten/ Kota.
Terhadap pemberian I PK sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) Kepala Balai setiap
3 (tiga) bulan sekali wajib menyampaikan laporan atas penerbitan SPP-GR kepada Direktur
Jenderal, dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal dan Kepala Dinas Provinsi.

Bagian Kedua
Tata Cara Untuk Kegiatan Penyiapan Lahan
Dalam Pembangunan Hutan Tanaman
Pasal 31
(1)

(2)

Pejabat penagih SPP-GR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) menerbitkan SPPGR berdasarkan Harga Patokan yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dikurangi
kewajiban PSDH, DR dan Biaya Produksi.
Biaya Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dengan
memperhatikan pertimbangan Direktur Jenderal dan masukan dari Asosiasi Pengusaha
Hutan I ndonesia (APHI ) dan dapat diterbitkan setiap enam bulan.

Pasal 32
(1)

SPP-GR sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 ayat (2) ditembuskan kepada:
a. Lembar pertama untuk Wajib Bayar;
b. Lembar kedua untuk Kepala Dinas Kabupaten/ Kota;
c. Lembar ketiga untuk Kepala Dinas Provinsi;
d. Lembar keempat untuk Kepala Balai;
e. Lembar kelima untuk arsip Pejabat Penagih.
(2) Berdasarkan SPP-GR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemegang I UPHHK-HT
melakukan pembayaran ke Rekening Bendaharawan Penerima.
(3) Bukti Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala Balai, dan
kepada Pejabat Penerbit SKSKB untuk diterbitkan Surat Keterangan Sah Kayu Bulat
(SKSKB).
(4) Kepala Balai setiap 3 (tiga) bulan sekali wajib menyampaikan laporan atas penerbitan SPPGR kepada Direktur Jenderal, dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal dan Kepala
Dinas Provinsi.

- 14 -

BAB V
HAK, KEWAJI BAN DAN LARANGAN
BAGI PEMEGANG I ZI N PEMANFAATAN KAYU
Pasal 33
Pemegang I PK mempunyai hak sebagai berikut:
a. melaksanakan kegiatan penebangan kayu sesuai dengan izin yang diberikan; dan
b. melaksanakan kegiatan pengangkutan, pengolahan dan atau pemasaran atas hasil hutan
kayu sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 34
Pemegang I PK wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:
a. membayar penggantian nilai tegakan dari I PK;
b. Membayar PSDH dan DR;
c. membuat dan menyampaikan laporan bulanan atas pelaksanaan kegiatan I PK sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. melaksanakan kegiatan nyata di lapangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
diterbitkannya I PK;
e. melaksanakan kegiatan I PK berdasarkan Bagan Kerja;
f. melaksanakan penatausahaan hasil hutan dari areal I PK sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
g. mengamankan areal I PK dari berbagai macam gangguan keamanan dan kebakaran hutan;
h. melakukan tata batas areal kerja I PK;
i. memperoleh izin peralatan untuk pelaksanaan I PK; dan
j. menaati segala ketentuan di bidang kehutanan.

Pasal 35
Dalam mencegah penyalahgunaan I PK untuk kegiatan perkebunan, maka I PK dilakukan :
a. untuk luas I PK tahap I disesuaikan dengan ketersediaan jumlah bibit tanaman perkebunan
yang tersedia;
b. pemberian luas I PK tahap berikutnya diberikan berdasarkan kemampuan realisasi luas
penanaman tanaman perkebunan pada tahap I I PK.

BAB VI
PERPANJANGAN I ZI N PEMANFAATAN KAYU
Pasal 36
(1)
(2)

I PK diberikan paling lama untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dan dapat diperpanjang.
Permohonan perpanjangan I PK disampaikan kepada:
a. Kepala Dinas Kabupaten/ Kota untuk APL dan Pelepasan Kawasan Hutan;
b. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi untuk areal Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Pasal 37
(1)

Permohonan perpanjangan I PK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dilampiri
dengan persyaratan:

- 15 a.
b.
c.
d.
e.
(2)

peta lokasi yang dimohon;
proposal penggunaan lahan;
laporan kemajuan pelaksanaan penggunaan lahan;
laporan realisasi pelaksanaan I PK dari tahun sebelumnya;
tanda bukti pelunasan pembayaran PSDH dan DR serta penggantian nilai tegakan dari
pelaksanaan I PK tahun sebelumnya.
Prosedur/ mekanisme permohonan perpanjangan I PK mengikuti ketentuan pemberian I PK
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

BAB VI I
PEMBI NAAN, PENGENDALI AN, DAN PELAPORAN
BAGI PELAKSANAAN I ZI N PEMANFAATAN KAYU
Pasal 38
(1) Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan I PK yang
diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi.
(2) Kepala Dinas Provinsi melakukan pembinaan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan I PK
yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/ Kota.

Pasal 39
(1) Kepala Dinas Provinsi melakukan pengendalian atas pelaksanaan I PK yang diterbitkan sesuai
kewenangannya.
(2) Kepala Dinas Kabupaten/ Kota melakukan pengendalian atas pelaksanaan I PK yang
diterbitkan sesuai kewenangannya.

Pasal 40
(1) Pemegang I PK wajib menyampaikan laporan bulanan atas realisasi I PK kepada Kepala Dinas
Kabupaten/ Kota dan Kepala Dinas Provinsi.
(2) Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/ Kota wajib membuat dan menyampaikan
rekapitulasi laporan bulanan kepada Direktur Jenderal atas realisasi I PK.

BAB VI I I
HAPUSNYA I ZI N PEMANFAATAN KAYU
Pasal 41
(1) I PK hapus karena:
a. jangka waktu yang diberikan telah berakhir;
b. dicabut oleh pemberi izin sebagai sanksi;
c. diserahkan kembali kepada pemberi izin sebelum jangka waktu izin berakhir.
(2) Dengan berakhirnya I PK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menghapus kewajiban
pemegang izin untuk:
a. melunasi pembayaran PSDH dan DR;
b. melunasi pembayaran penggantian nilai tegakan;
c. melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam rangka berakhirnya I PK
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

- 16 -

Pasal 42
(1) I PK dapat dicabut, apabila pemegang I PK:
a. tidak melaksanakan kegiatan pemanfaatan kayu secara nyata dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak diterbitkannya I PK;
b. meninggalkan areal I PK selama 45 (empat puluh lima) hari berturut-turut sebelum I PK
berakhir;
c. memindahtangankan I PK tanpa seizin pemberi izin; atau
d. melakukan tindak pidana kehutanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004.
(2) Sanksi pencabutan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b,
dan c didahului dengan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masingmasing peringatan 20 (dua puluh) hari, oleh pemberi izin.
(3) Sanksi pencabutan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tanpa
diberi peringatan terlebih dahulu setelah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

BAB I X
SANKSI UNTUK I ZI N PEMANFAATAN KAYU
Pasal 43
(1) Pemegang I PK dikenakan sanksi:
a. Pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004, apabila melakukan penebangan diluar areal izin peruntukan sebelum
memperoleh I PK.
b. Denda sebesar 15 kali PSDH dan ditambah penggantian nilai tegakan kayu, apabila
melakukan penebangan di luar areal I PK tetapi masih di dalam areal izin peruntukan.
(2) Pemegang izin sah lainnya (seperti izin perkebunan, transmigrasi, dan lain-lain) dikenakan
sanksi:
a. Pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004, apabila melakukan penebangan diluar areal izin peruntukan sebelum
memperoleh I PK.
b. Denda sebesar 15 kali PSDH dan ditambah penggantian nilai tegakan kayu, apabila
melakukan penebangan di areal izin peruntukannya, tanpa memiliki I PK untuk volume
tegakan lebih dari 50 meter kubik.
(3) Tata cara pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2)
huruf b mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.39/ Menhut-I I / 2008 tentang
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pemegang I zin Pemanfaatan Hutan.

BAB X
KETENTUAN LAI N-LAI N
Pasal 44
(1) Peraturan ini berlaku juga bagi pembangunan I UPHHBK-HT dan pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu dalam I PK.
(2) Dalam hal pada areal yang akan dibebani I PK terdapat hasil hutan bukan kayu, izin
pemanfaatannya dimasukkan dalam I PK.

- 17 (3) Dalam hal pemegang izin peruntukan melakukan penebangan diarealnya tanpa I PK sebelum
diterbitkan Peraturan ini, maka terhadap kayu yang ditebang tetap dikenakan PSDH dan DR.

BAB XI
KETENTUAN PERALI HAN
Pasal 45
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka:
a. I PK yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 382/ MenhutI I / 2004, tetap berlaku sampai dengan izin berakhir.
b. Permohonan I PK yang telah diajukan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK
382/ Menhut-I I / 2004, tahap selanjutnya diproses sesuai dengan Peraturan ini.
c. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 382/ Menhut-I I / 2004 tentang I zin Pemanfaatan
Kayu dinyatakan tidak berlaku.
d. Terhadap RKT I UPHHK-HT yang sedang berjalan pada saat berlakunya Peraturan ini,
dikenakan kewajiban penggantian nilai tegakan sesuai Peraturan ini.

BAB XI I
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Kehutanan ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik I ndonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 September 2009

MENTERI KEHUTANAN
REPUBLI K I NDONESI A,
ttd.
H. M.S. KABAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 September 2009

MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLI K I NDONESI A,
ttd.
ANDI MATTALATTA
BERI TA NEGARA REPUBLI K I NDONESI A TAHUN 2009 NOMOR 289

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
ttd.
SUPARNO, SH
NI P. 19500514 198303 1 001