KONTRIBUSI LBN RUSYD

KONTRIBUSI LBN RUSYD
TERHADAP HERMENEUTIKA TEKS KITAB SUCI
Oleh: Hadiansyah Yudistira

lbn Rusyd adalah salah seorang Filosof dan sosok inteleklual muslim terkemuka. la memiliki
wawasan yang cukup luas dalam bidang fiqh (yurisprudensi Islam), llmu Kalam (teologi), Tim
it kedokteran dan filsafat. Di antara karya-karyanya yang terkenal adalah "'Tahafut al-Tahafut
(sebagai bantahan atas karya al-Ghazali Tahafut al-Falasifah), Fashl al-Maqal dan Kasyf an
Manahij al-adillah. Disamping itu masih banyak karya-karya lain yang berisi tentang komentarkomentar atas karya Aristoteles, hingga ia diberi gelar " Sang Komentator Agung".
Kendatipun lbn Rusyd tidak populer sebagai salah satu tokoh berpengaruh dalam bidang tafsir,
namun kontribusinya dalam wacana ketafsiran (hermeneutics discourse) tidak bisa dinafikan.
Karena dalam rangkaian pemikirannya untuk mensinergikan Agama dan Filsafat, la menyodorkan
konsep Ta'wil, sebagai upaya bagaimana memahami teks kitab suci.
Tawaran lbn Rusyd dalam hermeneutik teks kitab suci al-Qur'an, diawali dengan membagi
konstruksi teks ke dalam dua kategori. Pertama, Teks yang memiliki makna dzahir dan kedua teks
yang memiliki makna batin. Teks jenis pertama barangkali mudah dipahami, sedangkan yang
kedua menimbulkan kesulitan. Karena teks yang kedua memiliki makna ganda; makna luar
(apparent meaning) dan makna terdalam (hidden meaning).
Persoalan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana cara memahami makna batin dari sebuah
teks dan siapa saja yang berhak memahami dan memaknainya. Menurut lbn Rusyd, untuk
memahami makna terdalam sebuah teks diperlukan ta'wil (interpretasi alegoris). Ta'wil

(interpretasi alegoris) adalah upaya pamalingan lafadz-lafadz dari konotasi makna hakiki kepada
konotasi makna majazi (metafor), tanpa harus merusak tradisi bahasa Arab dalam membuat
alegori (metaphor) tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat banyak sekali teks-teks liturgis
(keagamaan) yang tidak bersesuaian dengan akal (1997: 137).
Dengan demikian Interpretasi alegoris rnengesampingkan makna luar dan lebih mengafirmasi
makna terdalam teks. Dari kategorisasi makna tersebut timbul suatu pertanyaan. Apakah
memang, teks kitab suci memiliki makna ganda, karena ternyata secara implisit makna batin juga
memiliki makna luar? Lantas mana sebenarnya makna yang benar? Bagaimana Ibn Rusyd
mensikapi hal ini?
lbn Rusyd dalam hal ini, mempunyai pandangan adanya kesatuan kebenaran (unity of truth), tidak
mungkin ada kontradiksi antara kebenaran, oleh karenanya menurut Ibn Rusyd teks kitab suci
hanya mempunyai satu makna. Dan makna yang dimaksud adalah makna batin yang telah di
ta'wilkan. Lahirnya ta'wil ini, didorong kuat karena anggapan adanya kontradiksi antara kitab suci
dengan sains (filsafat). (lbid)
Untuk dapat menyerap makna terdalam teks kitab suci, menurut lbn Rusyd bisa diterima dengan
beraneka ragam, hanya saja Tuhan membalut kebenarannya lewat citra dan simbol. Dan
umumnva citra dan simbol merupakan penampakan makna dzahir (luar) dari teks yang memiliki
makna batin (terdalam). Hanya saja banyak perbedaan yang terletak pada penggunaan bahasa
simbolnya.
Aneka ragam simbol yang digunakan melahirkan tiga model pembacaan umat terhadap teks kitab

suci dan landasan normatif lainnya menurut Ibn Rusyd. Pertama, Model pembacaan retorik (alKhitabiyah) yang umumnya digunakan oleh kalangan awam.
Kedua, model pembacaan dialektika. Kelompok ini sebagian besar adalah para ulama dan
mutakallimun (teolog). Mereka berupaya rnengungkap rahasia makna-makna dibalik teks dengan
lebih banyak menggunakan bukti-bukti sofistik. Mereka menolak sesuatu yang bersifat pasti
(dharury), seperti keberadaaan aksiden-aksiden dan kemampuan sesuatu untuk mempengaruhi

sesuatu lainnya. Menurut Ibn Rusyd model pembacaan Ta'wil seperti ini seringkali membawa
pada konflik dan pertengkaran di kalangan umat, kendatipun tidak seluruhnya demikian. Kedua
model pembacaan diatas hanya mampu menguak sisi eksoteris agama.
Selanjutnya model pembacaan demonstratif (al-burhaniyah), lazimnya digunakan oleh kalangan
filosof dan ahli hikmah. lbn Rusyd menyebutnya sebagai kalangan elite dan khusus. Karena
hanya merekalah yang mampu menta'wilkan dan menguak makna esoteris agama. Model
pembacaan demonstratif menjadikan filsafat sebagai jalan atau media untuk menelusuri makna
terdalam teks. Dalam pandangan lbn Rusyd, model pembacaan seperti ini akan mengantarkan
pembacanya kepada suatu hakekat kebenaran.
Kendati para filosof mempunyai otoritas yang lebih besar untuk menta'wilkan, namun secara
implisit Ibn Rusyd tetap memberikan keleluasan kepada kelompok lain. Dan tidak memutlakkan
kebenaran ta'wil mereka (filosof). Pembagian pembaca (reader) diatas juga tidak bersifat kaku
dan konstan. Pada prakteknya ketiga metode bisa saja dilakukan oleh kelompok yang berlainan
atau saling melengkapi.

Karena tidak semua teks kitab suci harus dita'wilkan secara metafor, maka lbn Rusyd
memberikan batasan-batasan hermeneutis dalam proses penta'wilan, secara tipologis teks
memiliki lima makna. 1) Makna yang secara mutlak tidak boleh dita'wilkan, 2) Makna yang
hanya bisa dita'wilkan oleh orang yang mempunyai otoritas keilmuan yang memadai, 3) Makna
yang mutlak harus dita'wilkan dan wajib disebarkan ke khalayak umat, 4) Makna yang spesifik
dita'wilkan oleh para ulama (intelektual) dan hanya diperuntukan bagi kalangan mereka sendiri,
5) Makna yang lebih baik tidak dita'wilkan kecuali oleh kalangan ulama dan filosof. (2000 : 117)
Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwasanya lbn Rusyd mempunyai kontribusi
dalam rangkaian sejarah hermeneutika teks kitab suci dalam tradisi Islam. Seperti diungkapkan
Jorge J.E. Gracia, ada dua hal penting dilakukan lbn Rusyd dalam hermeneutiknya yang sangat
berarti bagi hermeneutik Islam kontemporer. Pertama, sensitivitasnya dalam membuat
kategorisasi teks (text), kedua, sensivitasnya dalam membuat klasifikasi pembaca (reader).
Penulis adalah Mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuludin

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 17-02