Pengaruh falsafat Ibn Rusyd di Barat
(S.Fil.I)
Oleh :
Ridwan Hamid
NIM: 104033101066
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul
Pengaruh Falsafat Ibn Rusyd di Barat
telah
diujikandalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 23 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memerolehgelar Sarjana FIlsafat Islam (S.Fil.I) pada program studi Aqidah
Filsafat.
Jakarta, 23 Juni 2011
SIDANG MUNAQASAH
Ketua Merangkap Anggota
Ketua Merangkap Anggota
Drs. Agus Darmadji, M.Fils
Dra. Tien Rohmatin, MA
NIP.19610827 199303 1 002
NIP.19680803 199403 2 002
Penguji I
Penguji II
Drs. Fakhruddin, MA
Dra. Tien Rohmatin, MA
NIP.19580714 198703 1 002
NIP.19680803 199403 2 002
Pembimbing
Drs. Nanang Tahqiq, MA
NIP. 19660201 199103 1001
(3)
KATA PENGANTAR
Maha suci Tuhanku yang telah menciptakan akal kepada manusia. Sembah
dan sujud hamba hanya kepada-Nya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat, hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat
merampungkan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan-Nya kepada panutan kita, Nabi Muhammad SAW. Karena perjuangan beliau kita
dapat menikmati iman kepada Allah SWT.
Dengan sangat bahagia, walau dengan bentuk dan penulisan yang
sederhana, skripsi yang berjudul
PENGARUH FALSAFAT IBN RUSYD DI
BARAT
dapat terselesaikan. Bagi penulis, ini bukanlah suatu pekerjaan yang
ringan, namun dengan adanya niat dan tekad serta diiringi doa dan kesungguhan
penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Aqidah dan
Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa tanpa kontribusi
pemikiran, gagasan serta dorongan berbagai pihak, sulit dibayangkan skripsi ini
dapat terselesaikan. Untuk itu, dengan segala hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya penulis haturkan kepada:
1.
Drs. Nanang Tahqiq, MA, sebagai pembimbing skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk mengoreksi serta memberikan banyak masukan
dalam skripsi ini.
2.
Drs. Agus Darmadji, M.Fils, selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat, Dra.
Tien Rahmatin, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Aqidah dan Filsafat, beserta
seluruh staf pengajar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
(4)
Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing penulis selama menjalankan
studi di fakultas ini.
3.
Prof. Dr. Zainun Kamal, M.A., Dekan Fakultas Ushuluddin.
4.
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5.
Selanjutnya, salam
ta
‘
zhîm
penulis kepada ayahanda Hamid Adih dan Ibunda
Hayati Ningsih, selaku kedua orang tua yang selalu mendorong dan
mendoakan penulis untuk terus melanjutkan pendidikan. Buaian dan kasih
sayang yang diberikan mereka sungguh tak akan pernah terbalas oleh penulis.
6.
Kepada adik-adikku Cahya, Huriah, Akbar, biar tambah dewasa.
7.
My lovely Malini Aprilianti, yang telah mendedikasikan dirinya untuk penulis
dengan cinta dan kasih sayangnya yang selalu setia baik suka maupun duka,
yang sering
dicuekin
ketika proses pembuatan skripsi ini.
8.
Arrazi, Wahyu, Mia, dan kawan-kawan yang lebih dulu lulus yang membakar
semangat penulis untuk tetap konsisten. Ali Kemal, Hasan al Banna, M. Hajid,
H. Muslim dan kawan-kawan senasib dan seperjuangan di Aqidah Filsafat
lainnya, terima kasih atas bantuan dan dorongan semangat kalian.
9.
Makmun, Naldi, Amri, Rosi dan kawan-kawan KKS lainnya, KKS yang
sangat mengesankan.
10.
Dodi, Abi, Zonk dan Uji, kawan-kawan
ngerock
di Brontox Band.
11.
Serta semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak disebutkan satu
persatu tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis kepada kalian semua.
(5)
Yang terakhir, penulis memanjatkan doa kepada Allah SWT, agar semua
usaha dan bantuan semua pihak yang membantu dianggap sebagai suatu amal
serta dibalas-Nya dengan balasan yang lebih baik. Kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi kawan-kawan pembaca umumnya. Sebagai penutup
hanya doa jualah yang dapat penulis mohonkan kepada Allah SWT, semoga selalu
membimbing langkah kita menuju masa depan yang lebih baik.
Ciputat, 04 Maret 2011
(6)
TRANSLITERASI
ا
a
ب
b
ت
t
ث
ts
ج
j
ح
h
خ
kh
د
d
ذ
dz
ر
r
ز
z
س
s
ش
sy
ص
sh
ض
dh
ط
th
ظ
zh
ع
„
غ
gh
ف
f
ق
q
ك
k
ل
l
م
m
ن
n
و
w
ه
h
ء
‟
ى
y
ة
at
(7)
SURAT PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
………... iii
TRANSLITERASI
………
vii
DAFTAR ISI
……….………
. viii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
……….
1
B.
Batasan dan Rumusan Masalah ……….
7
C.
Tujuan Penelitian ………...
7
D.
Tinjauan Pustaka
………..
8
E.
Metode Penelitian
………
.
………
9
F.
Sistematika Penulisan
……….………
..
…………
10
BAB II
RIWAYAT HIDUP IBN RUSYD ………..
A.
Sebelum di Istana
……….……
12
B.
Failasuf Istana
………
16
C.
Karya-Karya Ibn Rusyd
……….
21
BAB III
PENGARUH FALSAFAT IBN RUSYD DI BARAT
31
(8)
1.
Pengertian Barat
………
..
…………
34
2.
Periodisasi Barat
…………
..
………...
...
44
B.
Averroisme Barat
………..
49
C.
Pergumulan antara Agama dan Akal ………...
60
D.
Pertentangan Averroisme dengan Gereja
………..
66
E.
Penolakan t
erhadap Agama ………
73
BAB IV
PENUTUP
………...
83
A.
Kesimpulan
………
83
B.
Saran-saran ………
88
(9)
A.
Latar Belakang Masalah
Sekarang ini kita dapat melihat perkembangan peradaban Barat yang
sangat fenomenal. Barangkali, peradaban Barat ini merupakan puncak peradaban
manusia yang pernah dicapai sepanjang sejarah. Sejak Revolusi Industri di Inggris
abad ke-16 dan Revolusi Prancis pada tahun 1789, Barat bergerak maju bagaikan
anak panah yang melesat lepas dari busurnya, setelah pada Abad Pertengahan
tertinggal dalam Zaman Kegelapan.
Revolusi Industri mengawali lahirnya sains dan teknologi canggih,
penemuan demi penemuan ilmiah terus-menerus dilakukan oleh orang Barat.
Misteri alam sedikit demi sedikit dapat dikuak sehingga manusia dapat
“menguasai”nya, hal ini melahirkan implikasi bahwa dengan kemampuan akal
dan daya ciptanya, manusia merasa superior atas alam dan mereka pun melakukan
eksploitasi alam secara besar-besaran demi memenuhi ambisi mereka.
Orang-orang Barat lebih disibuk
kan pada pertanyaan “bagaimana menciptakan sesuatu?”
dan ta
k peduli lagi pada pertanyaan “
mengapa mereka harus menciptakannya?
“.
Menurut
Ahmad Syafi‟i Maarif, peradaban Barat adalah peradaban
how
tanpa
why.
1Pada satu sisi kemajuan Barat telah melahirkan orang-orang yang penuh
vitalitas, berdisiplin tinggi, menghargai waktu, rasional dan menjunjung tinggi
1Ahmad Syafi‟i Ma‟arif,
Peta Bumi Intelektual Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993),
(10)
hak-hak asasi manusia. Namun di sisi lain, kemajuan ini juga menjauhkan mereka
dari nilai-nilai moral dan agama. Mereka telah kehilangan nilai-nilai spiritual
karena mereka tidak peduli pada hal-hal yang bersifat transenden, karena segala
sesuatu dapat diukur dengan pertimbangan rasio.
Dalam sejarah Barat, kemajuan peradaban Barat dan sikap hidup sekular
orang-orang Barat ini merupakan hasil dari sebuah proses panjang pergumulan
dan pertentangan yang hebat antara kekuatan rasionalitas ilmu pengetahuan di
satu pihak dengan kekuatan agama (gereja) di pihak lain. Dan dalam pergumulan
yang hebat ini akhirnya rasio manusia mengalahkan dominasi gereja, mereka tidak
memercayai lagi doktrin-doktrin agama Kristen yang ditafsirkan secara ekslusif
oleh gereja yang mereka anggap tidak sejalan dengan rasio. Uniknya, terjadinya
pemisahan ini justru diawali ketika Barat mulai berkenalan dengan ide-ide falsafat
Islam.
Tokoh yang paling populer dan dianggap paling berjasa dalam membuka
mata orang-orang Barat adalah Ibn Rusyd yang lahir di Cordova pada 520
H./1126 M.
2Cordova adalah kota terbesar di Andalusia, dan di sana banyak
terlahir orang-orang pintar. Para sejarahwan umumnya sepakat, bahwa Cordova
ibarat kepala pada tubuh yang menjadi tempat berpusatnya orang-orang ternama
dan para cendekiawan.
3Ibn Rusyd merupakan seorang yang juga memunyai
2 Sirajuddin Zar,
Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), h. 221.
3 Kamil Muhammad Kamil „Uwaidah,
Ibnu Rusyd Filosof Muslim dari Andalusi,
(11)
pengaruh secara mendalam terhadap perjalanan Skolatisisme Barat serta
aspek-aspek Renaisance itu sendiri.
4Ibn Rusyd berasal dari keluarga ilmuwan. Ayah dan kakeknya adalah para
pecinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Pada tahun
548 H./1153 M., Ibn Rusyd pergi ke Marakesy atas permintaan Ibn Thufayl (w.
581 H./1185 M.) yang ketika itu ia menjadi
dokter pribadi Khalifah Abû Ya„
qûb
Yûsuf (558-580 H./1163-1184 M.) dari Dinasti Muwahhidûn. Ibn Thufayl
memperkenalkan Ibn Rusyd pada Khalifah. Dalam pertemuannya tersebut,
Khalifah yang sangat suka falsafat itu ingin mengakses karya-karya Aristoteles,
tapi sulit memahami dan mencernanya secara langsung dari bahasa Yunani.
Khalifah juga mengeluh karena buruknya terjemahan yang ada selama ini. Karena
itu Ibn Thufayl meminta Ibn Rusyd menerjemahkan dan menafsirkan karya-karya
Aristoteles tersebut.
5Ibn Rusyd juga telah melakukan kajian mengenai hubungan
antara ilmu kedokteran dengan ilmu fisika. Menurutnya, ilmu kedokteran itu
dasar-dasarnya diambil dari ilmu fisika, bedanya ilmu fisika itu teoritis dan ilmu
kedokteran itu adalah praktis.
6Selain itu pertemuan ini juga mengantarkan Ibn
Rusyd untuk menjadi
qâdhî
di Sevilla. Setelah dua tahun mengabdi, ia diangkat
menjadi hakim agung di Cordova, jabatan yang dulu pernah dipegang ayah dan
kakeknya
Pada tahun
578 H./1184 M. Khalifah Abû Ya„
qûb Yûsuf meninggal dan
digantikan oleh putranya Abû Ya„qûb al-Manshûr (578-595 H./1184-1199 M.)
4 Dominique Urvoy,
Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd (Averroes), terj. Ahmad Syahid,
(Jakarta: Risalah Gusti, 2001), h. 1.
5 Madjid Fakhry,
History of Islamic Philosophy, (New York: Columbia University Press,
1970), h. 303.
6 Ibn Rusyd,
(12)
Pada awal pemerintahannya
, Abû Ya„
qûb al-Manshûr juga menghormati Ibn
Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya. Namun pada tahun 1195 M. mulai terjadi
kasak-kusuk di kalangan tokoh agama. Mereka mulai menyerang falsafat dan para
failasuf. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibn Rusyd, hingga pada akhirnya ia
dipecat dari segala jabatannya dan diasingkan ke Lucena (sebuah perkampungan
Yahudi). Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan
kedokteran, matematika dan astronomi. Semua kegiatan berfikir bebas dilarang
dan berfalsafat dianggap membahayakan bagi akidah Islam.
Ketika dibuang ke Lucena, Ibn Rusyd disambut baik oleh
murid-muridnya, seperti Maimỉ
nides dan Josef Benjehovan yang beragama Yahudi dan
diberikan sarana dan prasarana yang layak, dengan demikian kegiatan mengajar
dan menulis Ibn Rusyd tetap berlangsung, dan di antara yang datang dan belajar
kepadanya adalah para pemuda Yahudi. Maka dari itu tidaklah mengherankan jika
pada waktu pembakaran buku-buku Ibn Rusyd, yang musnah adalah buku-buku
yang dalam bahasa Arab. Tetapi dalam waktu yang singkat di beberapa tempat di
Eropa muncul karya-karya Ibn Rusyd yang berbahasa Latin dan Yahudi.
7Diperkirakan tindak penyelamatan ini dilakukan oleh murid-muridnya yang
sangat simpati teradap pemikiran-pemikiran Ibn Rusyd. Buku-buku Ibn Rusyd
yang berbahasa Arab dibawa ke Universitas Toledo dan Palermo (yang pada
waktu itu menjadi pusat penerjemahan) untuk dialihbahasakan ke dalam bahasa
Latin.
87 Hasyimsyah Nasution,
Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h.126.
8
(13)
Pemikiran Ibn Rusyd berkembang di Eropa melalui berbagai
penerjemahan dan penerbitan. Penerjemahan dilakukan oleh muridnya yang
datang dari berbagai pelosok Eropa dan oleh orang-orang Yahudi. Dalam
perkembangan berikutnya, karya-karya Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin dan menjadi bacaan wajib bagi kalangan mahasiswa di beberapa Universitas
di Barat. Di Sicilia, Kaisar Frederick II memerintahkan Michael Scot untuk
memimpin gerakan penerjemahan terhadap karya-karya failasuf Muslim, bahkan
Kaisar Frederick II sendiri ikut terlibat aktif dalam melakukan penerjemahan
terhadap karya-karya Ibn Rusyd. Saking besarnya perhatian Kaisar Frederick II
terhadap gerakan penerjemahan karya-karya failasuf Muslim ini timbul dugaan
bahwa Kaisar ini telah memeluk agama Islam, namun karena pertimbangan
tertentu ia menyembunyikan keislamannya.
9Sementara di Toledo, gerakan
penerjemahan karya-karya Ibn Rusyd dipimpin langsung oleh Uskup Raymond
dengan mendirikan lembaga penerjemahan yang didirikan oleh Arkhdeakon
Dominic Gundisalvi.
10Selain itu, orang-orang Yahudi Spanyol juga ikut serta
dalam proses alih ilmu pengetahuan Islam ke dunia Barat. Dalam catatannya,
Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa proses penerjemahan ini melibatkan
seorang pendeta Spanyol yang mengerti bahasa Latin tapi tidak mengerti bahasa
Arab dan seorang Yahudi Spanyol yang mengerti bahasa Arab tapi tidak mengerti
bahasa Latin. Si Yahudi sambil membacakan setiap kalimat dalam karya-karya
yang diterjemahkan itu, menjelaskan arti kalimat-kalimat tersebut ke dalam
bahasa Spanyol yang sama-sama mereka pahami, untuk kemudian dicatat oleh
9 Omar Amin Husein,
Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 120.
10
(14)
pendeta tersebut. Jadi bahasa Spanyol dalam proses penerjemahan itu berfungsi
sebagai penghubung antara kedua penerjemah tersebut.
11Pengaruh Ibn Rusyd di Eropa tidak terjadi secara langsung, tetapi melalui
murid-muridnya dari Eropa yang belajar di Spanyol dan mereka ini dikenal
dengan
Averroisme.
Istilah Averroisme itu mulai digunakan di Eropa sekitar tahun
1270, atau 72 tahun setelah Ibn Rusyd meninggal. Kata yang digunakan adalah
averristae
yang sesungguhnya lebih merupakan sinisme untuk merujuk pada para
pengikut dan pengagum Ibn Rusyd. Meskipun banyak orang yang menulis tentang
Ibn Rusyd, menurut Oliver Leaman, keliru jika mereka disebut dengan kaum
Averrois (pengikut Ibn Rusyd). Averrois memiliki pandangan tertentu tentang
hubungan antara bahasa falsafat dan bahasa agama, dan pandangan ini berakar
pada pemikiran Ibn Rusyd.
12Ibn Rusyd adalah failasuf yang berhasil memberikan pengaruh yang lebih
besar di kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani daripada Muslim Asia. Di
Timur Ibn Rusyd dikenal sebagai pembela falsafat dan para failasuf atas serangan
al-Ghazâlî, maka di Barat, I
bn Rusyd dikenal sebagai “komentator Aristoteles”
yang membawa semangat rasional dan pencerahan bagi mereka dan pengaruhnya
ini semakin memerlihatkan bentuknya dengan munculnya gerakan Averroisme di
Barat yang mencoba mengembangkan gagasan-gagasan rasional Ibn Rusyd. Ibn
Rusyd memang sangat Aristotelian, dan dari situlah ia menemukan
rasionalismenya.
13Seperti ditegaskan Russel yang dikutip oleh Nurcholish
11 Nurcholis Majid,
Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 94.
12 Seyyed Hossein Nasr, ed.,
Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, buku kedua, diterjemahkan
oleh Tim Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 1072.
(15)
Madjid, jasa Ibn Rusyd tidak mungkin diingkari dalam membuka dinamika
berfikir orang Kristen Eropa (dan ironisnya, tidak pada kebanyakan
orang-orang Muslim sendiri), kemudian dari Eropa menyebar ke seluruh dunia melalui
ilmu pengetahuan.
14Dari paparan di atas timbul suatu kenyataan yang tidak terbantahkan,
bahwa kemajuan peradaban Barat sejak abad ke-12 tidak terlepas dari sumbangan
peradaban Islam yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh saintis dan para failasuf
Muslim. Orang-orang Barat banyak sekali mengadopsi pemikiran-pemikiran dari
orang Islam dan membangun peradaban mereka setelah mendapat sentuhan dari
peradaban Islam. Maka tidaklah berlebihan jikalau Gustave Lebon, sebagaimana
dikutip Harun Nasution, mengakui bahwa orang Arablah yang menyebabkan
orang Barat memunyai Peradaban. Mereka adalah
imam
bagi Barat selama enam
abad. Hal ini senada pula dengan hal yang dilontarkan Rom Landau, bahwa orang
Islamlah guru orang Barat dalam berfikir objektif dan menurut logika.
15B. Batasan dan Perumusan Masalah
Dalam skripsi ini, penulis membatasi diri pada pembahasan mengenai
pengaruh falsafat Ibn Rusyd terhadap kemajuan peradaban Barat. Maka
pandangan-pandangan mengenai masalah lain tidak akan dibahas dalam skripsi
ini, karena kurang relevan dengan objek studi.
Permasalahan yang akan diangkat adalah seputar pengaruh Ibn Rusyd
yang sangat besar di Barat. Agar pembahasan tidak melebar dan tetap tercakup
14
Ibid, h. 107.
15 Harun Nasution,
Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, (Jakata: Universitas
(16)
dalam judul “Pengaruh Falsafat Ibn Rusyd di Barat”, maka p
erlu dirumuskan
sebagai berikut: bagaimana proses perkembangan pemikiran Ibn Rusyd di Barat
dan mengapa pemikirannya sangat berpengaruh di Barat, hingga pada
perkembangnya menghasilkan sikap sekular orang Barat terhadap agama?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk menemukan jawaban
kualitatif dan falsafi terhadap pertanyaan yang tersimpul dalam rumusan masalah.
Lebih rinci tujuan tersebut dapat diungkapkan sebagai berikut :
1.
Untuk dapat menemukan gambaran yang lebih utuh mengenai falsafat
dan biografi Ibn Rusyd.
2.
Melalui gambaran yang utuh mengenai falsafat Ibn Rusyd tersebut
diharapkan dapat diketahui proses transformasi ilmu pengetahuan dari
Timur ke Barat, terutama pemikiran Ibn Rusyd.
3.
Untuk memeroleh gelar kesarjanaan strata satu dalam bidang falsafat
Islam.
D.
Tinjauan Pustaka
Kajian tentang Ibn Rusyd sebenarnya telah banyak dilakukan para
ilmuwan, baik buku-buku maupun karya akademik yang membahas tentang Ibn
Rusyd. Hal tersebut setidaknya menjelaskan kebesaran pengaruh pemikirannya.
Buku dan karya ilmiah yang membahas tentang Ibn Rusyd yaitu,
Ibnu Rusyd
Filosof Muslim dari Andalusia
karya Kamil Muhammad Kamil
„Uwaidah yang
(17)
diterjemahkan oleh Aminullah Elhady dari buku
Ibn Rusyd al-Andalûsî Faylasûf
al-
‘Arabî
wa al-Muslimîn.
Buku ini membahas lengkap biografi, karya-karya,
serta pemikiran Ibn Rusyd termasuk di dalamnya kritik terhadap al-Ghazâlî.
Selanjutnya adalah
Averroes and His Philosophy
karya Oliver Leaman yang juga
membahas tentang biografi serta perjalanan intelektual Ibn Rusyd dan
kecenderungannya terhadap pemikiran Aristoteles.
Adapun karya akademik lain tentang Ibn Rusyd adalah,
Kritik Ibn Rusyd
terhadap Konsep Teologi Asy΄ariyah,
skripsi
karya Hendi Suhartono yang
membahas bagaimana kritik Ibn Rusyd terhadap konsep teologi
Asy„ariyyah
tentang hudûst, hukum kausalitas dan keadilan Tuhan. Serta skripsi karya
Amiruddin yang berjudul
Konsep tentang Wujud dan Dalil-dalil Keberadaannya
menurut Ibn Rusyd,
yang membahas tentang relevansi antara aspek falsafi dan
wahyu serta rasionalisasi konsep wujud Tuhan dan dalil-dalil wujud Tuhan yang
dikemukakan Ibn Rusyd secara teologis.
Dari semua karya-karya yang telah penulis sebutkan tadi, pada penelitian
ini penulis membahas tentang pengaruh pemikiran Ibn Rusyd di Barat yang
dikembangkan melalui Averroisme Barat yang mencoba mengembangkan
gagasan-gagasan rasional Ibn Rusyd hingga pada perkembangnya menghasilkan
sikap sekular orang Barat terhadap agama.
E.
Metode Penelitian
Dalam upaya memeroleh data-data dan mengenai berbagai hal dalam
pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian dari berbagai sumber
(18)
kepustakaan (
library research)
, yaitu meneliti sumber-sumber aktual yang
merupakan data-data tertulis, baik berupa buku-buku maupun sumber-sumber lain
yang memiliki relevansi dengan judul yang akan dibahas. Terdapat dua jenis
sumber yang akan penulis jadikan rujukan dalam skripsi ini, pertama adalah
sumber-sumber primer dengan menggunakan buku-buku asli karangan Ibn Rusyd
yang membahas tentang akal dan agama, seperti
Fashl Maqâl fî mâ bayn
al-Hikmah wa al-
Syarî‘ah min al
-Ittishâl
dan
Tahâfut al-Tahâfut.
Dan
sumber-sumber sekunder berupa teks-teks lain yang berkaitan dengan tema.
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan metode deskriptif dan
analitis kritis. Metode deskriptif diketengahkan untuk menggambarkan falsafat
Ibn Rusyd yang sangat sistematis khususnya dalam men”damai”kan antara agama
dan akal. Adapun metode analitis kritis diketengahkan untuk menganalisis proses
pengaruh falsafatnya di dunia Barat serta timbulnya gerakan Averroisme.
Teknik Penulisan dalam skripsi ini menggunakan buku
Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. Adapun transliterasi
menggunakan pedoman Paramadina.
F.
Sistematika Penulisan
Untuk memeroleh gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi bahasan
dalam skripsi ini, penulis perlu memaparkan sistematika penulisannya. Skripsi ini
terdiri dari empat bab di mana setiap bab memiliki sub bab-sub bab.
(19)
Pada Bab I, adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
batasan rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitan
dan sistematika penulisan. Pokok utama dan arah tujuan skripsi ini
menggambarkan tesis pokok skripsi dan fokus kajian akan ditulis.
Pada Bab II, akan dibahas mengenai Ibn Rusyd yang mencakup biografi,
perjalanan intelektual dan karya-karyanya serta kehidupannya sebelum di istana
yang kemudian diangkat menjadi
qâdhî
di istana
dan diasingkan karena
kepentingan politik. Kemudian juga tentang asal mula gerakan Ibn Rusyd
sehingga diminati oleh masyarakat Barat, menjadi tekanan dalam bab ini.
Pada Bab III, kajian akan diarahkan kepada pengaruh falsafat Ibn Rusyd di
Barat, termasuk di dalamnya proses penyebaran pemikirannya melalui gerakan
Averroisme yang mengembangkan gagasan rasional Ibn Rusyd. Pada bab ini juga
akan diuraikan bagaimana gigihnya gerakan ini dalam memertahankan
rasionalitasnya sehingga terjadi pergumulan besar antara akal dan wahyu dan
pemberontakan terhadap agama.
Pada Bab IV, selain memuat kesimpulan dari uraian pada bab-bab
sebelumnya dan menjawab rumusan masalah yang menjadi objek kajian, bab ini
juga memuat saran-saran yang berkaitan dengan gagasan umum dalam skripsi ini.
(20)
A.
Sebelum di Istana
Sejak Abad Pertengahan, Andalusia yang menjadi pusat peradaban dunia
berjasa besar dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dan falsafat Islam ke
Barat. Tidak berlebihan jika Nouruzzaman Shiddiqi menyatakan bahwa
Andalusia (Spanyol)
sebagai “jembatan penyebrang kebudayaan Muslim ke
Barat”.
1Andalusia yang terletak di sekitar semenanjung Iberia dan membelah
benua Eropa dengan Afrika ini dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad
ke-5 Masehi, wilayah ini disebut dengan Iberia (
Les Iberes
), yang diambil dari
bangsa Iberia (penduduk tertua di wilayah tersebut). Ketika berada dalam
penguasaan Romawi, wilayah ini dikenal dengan nama Asbania. Pada abad ke-5
M., Andalusia dikuasai oleh bangsa Vandal yang berasal dari bagian selatan
wilayah ini. Sejak itu wilayah ini disebut Vandalusia, yang oleh umat Islam
disebut Andalusia.
Di Andalusia inilah banyak terlahir tokoh-tokoh ilmuwan dan failasuf
Muslim, karena penguasa-penguasanya benar-benar mendukung kemajuan ilmu
pe
ngetahuan dan peradaban. Abû Ya„
qûb Yûsuf (558-580 H./1163-1184 M.) dari
Dinasti Muwahhidûn yang berkuasa pada masa tersebut merupakan pecinta ilmu
dan falsafat. Ia menguasai dengan baik falsafat Yunani, terutama ajaran-ajaran
1 Nouruzzaman Shiddiqi,
Tamadun Muslim Bunga Rampai Kebudayaan Muslim, (Jakarta:
(21)
Plato (427-347 SM.) dan Aristoteles (384-
322 SM.). Abû Ya„
qûb Yûsuf juga
memerlihatkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan dengan menghormati dan
mengundang para ilmuwan ke istananya. Tokoh yang dapat dicatat pada masa ini
di antaranya adalah Ibn Bâjjah, Ibn Thufayl, Abû Ja„far Ahmad ibn Muhammad,
Ibn Zuhr, dan Ibn Rusyd. Ibn Thufayl dan Ibn Rusyd adalah dua tokoh yang
menjadi tangan kanan Abû Ya„
qûb Yûsuf. Mereka menjadi dokter pribadi serta
kawan berdiskusi dalam berbagai masalah ilmu pengetahuan dan falsafat bagi
Abû Ya„
qûb Yûsuf.
Ibn Rusyd atau Abû al-Walîd Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn
Rusyd, dikenal di Barat Averroes, adalah failasuf yang berhasil memberikan
guncangan jauh lebih besar di kalangan orang Yahudi dan Nasrani daripada yang
diberikannya atas kaum Muslim
2. Pemikirannya tentang harmonisasi antara akal
dan wahyu dianggap paling berjasa dalam membuka mata orang-orang Barat,
Dominique Urvoy menambahkan,
Ia merupakan seorang yang memunyai pengaruh secara mendalam
terhadap perjalanan Skolastisisme Barat serta aspek-aspek Renaisance
itu sendiri.
3Selain itu, Ibn Rusyd juga merupakan komentator terbaik atas karya-karya
Aristoteles yang membuatnya dikenal luas di kalangan sarjana Barat, sehingga
seseorang yang hendak melibatkan diri dalam perdebatan Aristotelian yang
2
Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, diterjemahkan oleh Tim
Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 1071.
3
Dominique Urvoy, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd (Averroes), terj. Ahmad Syahid,
(22)
demikian lazim pada Abad Pertengahan mesti melibatkan diri pada pemikiran
Ibn Rusyd dan interpretasinya.
4Ibn Rusyd dilahirkan di Cordova pada tahun 520 H./1126 M.,
5dalam
keluarga yang menaruh perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan. Kakeknya,
Abû al-Walîd ibn Rusyd (450-520 H.) adalah seorang hakim ketua di Cordova,
demikian juga dengan ayahnya. Tumbuh dalam lingkungan keluarga seperti itu,
Ibn Rusyd sudah mengenyam pendidikan tradisional sejak masa kecil terutama
ilmu yang berkaitan dengan bahasa, fiqh, Hadîts dan al-Qur
‟
ân di bawah
bimbingan ulama-ulama terkemuka pada zamannya.
6Cordova sendiri, yang merupakan kota terbesar dan ibu kota Andalusia
menjadi pusat ilmu pengetahuan. Banyak tokoh ilmuwan dalam berbagai disiplin
berasal dari Cordova. Para sejarahwan umumnya bersepakat bahwa Cordova itu
ibarat kepala pada tubuh, yang menjadi tempat berpusatnya para cendekiawan
dan orang-orang terhormat.
7Kamil Muhammad Kamil „Uwaidah, mengutip dari
Ibn Bassam, mengungkapkan:
Cordova merupakan tujuan terakhir, pusat kebanggaan, ibu kota, tempat
yang tentram bagi orang-orang cerdik dan pintar, kota terpenting di
antara kota-kota lainnya, tempat tersebarnya berbagai macam ilmu, pusat
peradaban Islam, tempat munculnya pemimpin agama, tempat
munculnya pemimpin agama, tempat berkembangannya pemikiran yang
lurus, ladang yang menghasilkan banyak intelektual dan laut yang
menghasilkan cendekiawan yang cemerlang. Dari langitnya muncul
bintang-bintang bumi, bintang-bintang zaman dan pendekar-pendekar
4
Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 1072. 5 Muhammad „Atif al-„Araqî,
Al-Manâhij al-Naqdî fî Falsafah Ibn Rusyd, (Kairo: Dâr
al-Ma„ârif, 1980), h. 14.
6 Iysa A. Bello,
The Medieval Islamic Controversy between Philosophy and Orthodoxy,
(Leiden: E. J. Brill, 1989), Vol. II, h. 10.
7 Kamil Muhammad Kamil „Uwaidah,
Ibnu Rusyd Filosof Muslim dari Andalusi,
(23)
puisi dan prosa. Di sana disusun dan ditulis karya-karya yang
menakjubkan.
8Di Cordova terdapat tiga orang terkenal bernama Ibnu Rusyd, ketiganya
berasal dari satu keluarga. Ketiganya adalah ulama, cendekiawan dan hakim.
Mereka adalah kakek, ayah dan cucu. Mereka adalah Muhammad ibn Rusyd
(kakek/Ibn Rusyd al-Jadd), penulis
Al-Bayân wa al-Tahshîl
, sebuah kitab besar
yang menjadi rujukan madzhab Mâlikî, dan pernah menjabat sebagai qâdhî
al-qudhât di Andalusia. Orang kedua bernama Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd
(ayah/Ibn Rusyd al-Ibn), ia juga pernah menjabat sebagai qâdhî di Cordova dan
qâdhî al-qudhât di Andalusia. Dan orang ketiga adalah Ibn Rusyd (al-Hâfizh),
tokoh yang akan dibahas.
Pendidikan awalnya dimulai dari belajar al-Qur
‟
ân di rumahnya sendiri
dengan ayahnya. Selanjutnya ia belajar imu-ilmu keislaman seperti fiqh, tafsir,
Hadîts, dan sastra Arab. Dalam bidang fiqh di bawah bimbingan ayahnya ia
memelajari kitab
Muwaththa
’
, karya Imam Mâlik (94-179 H./716-795 M.),
mengomentari dan menghafalnya dalam usia yang relatif muda. Penguasaannya
dalam bidang fiqh tersebut terlihat dari karyanya yang sangat monumental yaitu
Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid,
yang sebagian besar ditulis sejak
tahun 564 H./1168 M.
9Di sana ia tuangkan sebab-sebab timbulnnya perbedaaan
pendapat dalam fiqh serta alasan masing-masing, karena itu ia menjadi
satu-satunya pakar dalam bidang fiqh dan masalah khilafiyah di zamannya.
10Selain
itu ia pun banyak menghafal syair-syair al-Mutanabbi
‟ dan Abû
Tamâm. Selain
8
Ibid, hal. 20.
9 Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 419. 10
(24)
itu ia pun memahami secara mendalam dan luas ilmu kalâm terutama milik kaum
As
y„
arî seperti karya-karya Juwaynî, guru Ghazâlî, serta karya-karya
al-Ghazâlî sendiri.
11Ia juga memelajari kedokteran dilengkapi dengan kemahirannya
berbahasa Arab serta ilmu-ilmu lainnya. Dalam kedokteran ia dianggap sebagai
imam terkemuka. Setelah mendalami ilmu-ilmu agama dan kedokteran, ia juga
mendalami matematika, fisika, astronomi, logika dan falsafat, sehingga ia
menjadi seorang ilmuwan ensiklopedis yang menguasai berbagai ilmu
pengetahuan. Ibn Rusyd tidak memisahkan kedokteran dari bidang falsafat,
karena pada masa ia hidup, semua ilmu dimasukkan dalam falsafat yang
merupakan kajian menyeluruh tentang wujud, sebagai keseluruhan yang terdiri
dari berbagai bidang. Inilah sebab kita melihat ada pengaruh falsafat dalam
kedokteran klasik.
12B.
Failasuf Istana
Ibn Rusyd berasal dari keluarga ilmuwan. Ayah dan kakeknya adalah para
pecinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol, tetapi kedua
mereka juga memunyai hubungan dekat dengan negara dan penguasa, yakni
berupa hubungan keilmuan dalam bidang pendidikan dan hukum. Untuk pertama
kalinya Ibn Rusyd meninggalkan kota kelahirannya (Cordova) pada tahun 548
H./1153 M., pergi ke Marrakesy atas permintaan Ibn Thufayl (w. 581 H./1185
11 Iysa A. Bello, h. 10.
(25)
M.) yang ketika itu
menjadi dokter pribadi Khalifah Abû Ya„qûb Yûsuf
(558-580 H./1163-1184 M.) dari Dinasti Muwahhidûn. Ibn Thufayl memerkenalkan
Ibnu Rusyd pada Khalifah. Dalam pertemuannya tersebut, Khalifah yang sangat
suka falsafat itu ingin mengakses karya-karya Aristoteles, tapi sulit memahami
dan mencernanya secara langsung dari bahasa Yunani. Khalifah juga mengeluh
karena buruknya terjemahan yang ada selama ini. Ibn Thûfayl meminta Ibn
Rusyd menerjemahkan dan menafsirkan karya-karya Aristoteles tersebut, karena
ia merasa sudah tua dan terlalu sibuk untuk melakukan pekerjaan ini.
13Keahliannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan terutama ilmu fiqh
menyebabkan pemerintah menetapkan Ibn Rusyd menjadi
qâdhî
, yang
merupakan jabatan pertamanya di istana. Ia menjadi hakim di Sevilla pada tahun
565 H./1170 M. setelah 2 tahun ia kemudian dipindahkan ke Cordova pada tahun
568 H./1172 M. Ibn Rusyd menunjukkan kecakapan yang luar biasa di dalam
jabatan itu, seperti juga kakek dan ayahnya yang merupakan hakim-hakim
terkenal dan sangat disegani.
Setahun kemudian, pada tahun 568 H./1173 M., ia diangkat qâdhî
al-qudhât.
14Jabatan yang tinggi inilah yang dipegangnya sampai hari akhir
hidupnya, dan 25 tahun lebih ia memegang jabatan ini, sampai kepada
pengasingan dirinya oleh istana ke sebuah perkampungan Yahudi, yang
membuatnya dicopot dari semua jabatannya dan kemudian dikembalikannya
jabatan serta nama baiknya oleh istana, sebagaimana akan dibahas nanti.
13 Seyyed Hossein Nasr, h. 417. 14 Zainal Abidin Ahmad,
Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam Terbesar di Barat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 55.
(26)
Banyak sekali perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Ibn Rusyd di
dalam masa jabatannya tersebut, maka tidak heran banyak juga musuh-musuh
yang tidak menyenanginya baik di kalangan pemerintahan maupun ulama.
Setelah mengabdikan diri untuk istana selama hampir setengah abad, dengan
menerima kehormatan yang tinggi, maka menjelang kematiannya, saat Ibn Rusyd
berusia 70 tahun nasib buruk pun menimpanya.
15Ia difitnah kemudian
diasingkan ke sebuah perkampungan Yahudi.
Khalifah Abû Ya„qûb Yûsuf meninggal pada tahun 580 H./1184 M. dan
digantikan oleh anaknya Khalifah Abû Ya„qûb al-Manshûr. Al-Manshûr pada
mulanya adalah seorang kepala negara yang cerdas, adil, pecinta ilmu dan
ahlinya, begitu juga menempatkan segala pembesar yang mendampinginya di
istana adalah para ahli. Namun keadaan berubah, hingga pada akhirnya
al-Manshûr mengasingkan Ibn Rusyd dan membakar semua karyanya dan melarang
memelajarinya kecuali yang berhubungan dengan kedokteran.
Pada tahun 593 H./1196 M.
16Ibn Rusyd diasingkan ke Lucena, sebuah
kota kecil di selatan Cordova yang kebanyakan dihuni oleh orang Yahudi.
17Menurut Nurcholish Madjid, penindasan dan hukuman terhadap Ibn Rusyd ini
bermula karena Khalifah al-Manshûr ingin mengambil hati para tokoh agama
yang memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam.
18Terdapat beberapa penjelasan seputar alasan terjadinya tragedi tersebut.
Menurut sebagian riwayat, hal itu karena penguasa yang saat itu sedang
15 Oliver Leaman,
Averroes and His Philosophy, (Oxford: Clarendon Press, 1988), h. 4.
16 Zainal Abidin Ahmad, h. 69. 17 Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 418. 18 Nurcholish Madjid,
(27)
menghadapi peperangan dengan kaum Nasrani di Spanyol, Khalifah terpaksa
mengambil kebijakan tersebut guna menghimpun dukungan di kalangan
fuqahâ
’
yang dalam banyak hal memusuhi doktrin-doktrin falsafat Ibn Rusyd. Riwayat
lain menyebutkan bahwa hal ini dilatarbelakangi oleh pertikaian politik lokal di
sekitar Khalifah, di mana sang penguasa berkeinginan untuk memenuhi aspirasi
para
fuqahâ
’
.
19Ibn Rusyd sendiri adalah seorang faqîh, demikian juga ia selalu mengaji
penyesuaian antara syari
„
at dan akal, akan tetapi pada sisi lain ia juga
meng-hadapi orang-orang yang menggunakan fiqh sebagai pelindung untuk mencapai
tujuan yang mereka inginkan guna menghadapi musuh dalam bidang pemikiran.
Ibn Rusyd mengatakan,
“
Berapa banyak faqîh yang karena fiqh menjadi
berkurang rasa
warâ’
nya dan cenderung pada dunia”
20Suatu sidang yang luar biasa telah dilakukan di Cordova pada tahun 593
H./1196 M. Sidang yang sangat menggemparkan, karena si terdakwa yang
dituntut dalam perkara ialah seorang Ketua Mahkamah Agung (qâdhî al-qudhât)
yang besar jasanya kepada ilmu pengetahuan dan negara. Ibn Rusyd dituduh
mengajarkan doktrin-doktrin menyimpang. Dalam sidang itu karya-karyanya
dan makna-makna serta maksudnya dipahami secara tergesa-gesa dan
sewenang-wenang. Mereka menuduh Ibn
Rusyd sudah “murtad” dari Islam
, menentang
segala kepercayaan yang dianut oleh umat Islam karena ia menganut falsafat
Yunani dengan segala ilmu-ilmu purbakala yang bertentangan dengan Islam.
2119 Oliver Leaman, h. 4. 20 Ibn Rusyd,
Falsafah Ibn Rusyd: Fashl al-Maqâl fî mâ bayn al-Hikmah wa al-Syarî‘ah min al-Ittishâl, (Beirut: Dâr al-Afâq al-Jadîdah, 1978), h. 18.
(28)
Abû
„Abdi
llâh bin Marwan yang mewakili Khalifah sebagai ketua sidang
pada hari itu, membacakan keputusan sebagai berikut :
1.
Ibn Rusyd dan kawan-kawannya nyata bersalah, mengacaukan
kepercayaaan rakyat Muslimin umumnya, dengan menyebarkan
ilmu-ilmu Yunani, dijatuhi hu
kum ”buangan” selama waktu yang
tidak ditentukan, Ibn Rusyd dibuang ke perkampungan Yahudi
“Lucena”, sedangkan kawan
-kawannya ditahan di rumah.
2.
Seluruh rakyat dilarang membaca buku-buku karangan Ibn Rusyd,
dan segala buku-buku falsafat Yunani harus dibakar.
3.
Dikeluarkan suatu intruksi umum (dari al-Manshûr) kepada seluruh
rakyat agar menyiarkan larangan itu.
22Namun Ernest Renan menyebutkan sambutan kaum Yahudi atas Ibn
Rusyd di tempat pembuangan itu dan bagaimana pula inisiatif mereka
menyebarkan buku-buku Ibn Rusyd ke dalam bahasa mereka (Ibrani, Hebrew).
23Ketika pembuangan ke Lucena, Ibn Rusyd disambut baik oleh
murid-muridnya, seperti Maimonides dan Josef Benjehovan yang beragama Yahudi dan
diberikan sarana dan prasarana yang layak, dengan demikian kegiatan mengajar
dan menulis Ibn Rusyd tetap berlangsung, dan di antara yang datang dan belajar
kepadanya adalah para pemuda Yahudi. Maka dari itu tidaklah mengherankan
jika pada waktu pembakaran buku Ibn Rusyd, yang musnah adalah
buku-buku yang berbahasa Arab. Akan tetapi di tempat yang berbeda masih dapat
22
Ibid, h. 77.
23 Ernest Renan,
Ibn Rusyd wa al-Rusydiyyah,diterjemahkan oleh „Adil Zu‟aitir, (Kairo: Dâr
(29)
dijumpai buku-buku dalam bahasa Hebrew (Yahudi), berkat usaha
murid-muridnya di kalangan Yahudi di tempat pembuangannya.
Namun masa penderitaan Ibn Rusyd tidak berjalan lama, hanya satu tahun
saja. Pada tahun 594 H./1197 M., hukuman buang Ibn Rusyd dicabut oleh
Khalifah setelah mengetahui bahwa kasusnya ini dibela oleh banyak orang
terpandang di Seville.
24Ibn Rusyd ditarik kembali dari pengasingannya di
Lucena, dan hidup berkumpul dengan keluarganya di Cordova. Ibn Rusyd diberi
kehormatan istimewa agar datang menghadap khalifah di Marrakesy, dengan
maksud dikembalikan kepada jabatannya di Istana dan memulihkan nama
baiknya kembali.
C.
Karya-karya Ibn Rusyd
Ibn Rusyd dikenal sebagai penulis yang sangat produktif, ia banyak
menghasilkan karya-karya dalam berbagai disiplin keilmuan, seperti kedokteran
astronomi, sastra, fiqh, ilmu kalâm dan falsafat. Perhatiannya pada ilmu
pengetahuan sungguh
luar biasa, karena itu Ibn „Abrâ
r, seperti yang dikutip dari
Mu
hammad Kamil „Uwaidah
, menyimpulkan bahwa di Spanyol belum pernah ada
seorang ilmuwan yang utama dan sempurna seperti Ibn Rusyd. Lebih dari sepuluh
ribu lembar kertas telah ia habiskan untuk menulis karya-karyanya, sehingga
tidak berlebihan kiranya jika ada ungkapan bahwa Ibn Rusyd tidak pernah
meninggalkkan kegiatan penelitian dan membaca sejak ia dewasa, kecuali pada
24 Seyyed Hossein Nasr, ed., h. 419.
(30)
malam ayahnya meninggal dan malam pernikahannya.
25Karya-karyanya
menunjukan penguasaan yang luas terhadap berbagai disiplin keilmuan, meskipun
spesialisasinya di bidang falsafat.
Menurut Ernest Renan, karya Ibn Rusyd mencapai 78 buah, dengan
rincian dua puluh delapan judul tentang falsafat, dua puluh judul tentang
kedokteran, delapan judul tentang fiqh, lima judul tentang teologi, empat judul
tentang astronomi, dua judul tentang sastra dan sebelas judul dalam berbagai
ilmu.
26Tapi sangat disayangkan, karya-karya Ibn Rusyd yang banyak itu tidak
dapat dijumpai di masa sekarang, kecuali beberapa buah yang masih tersimpan
dalam beberapa perpustakaan besar di Eropa. Kebanyakan buku-buku yang ada
tidak lagi dalam bahasa aslinya, bahasa Arab, melainkan sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan Hebrew. Hal itu diakibatkan dari masalah yang
menimpanya. Dalam masa itu, banyak dari karya-karyanya yang musnah dibakar
atas perintah khalifah, terutama di bidang falsafat.
Keistimewaan Ibn Rusyd di dalam segala buku-buku karangannya ialah,
menghimpun tiga cara yang berbeda, komentar, kritik dan pendapat sendiri.
Seorang komentator yang ahli belum tentu bisa menjadi seorang kritikus yang
ulung, dan dari keduanya itu pula belum tentu dapat melahirkan pendapatnya
secara original.
27Berikut ini akan penulis uraikan beberapa karya-karya Ibn Rusyd,
1.
Karangan-karangannya
25 Kamil Muhammad Kamil „Uwaidah, h. 25. 26 Ernest Renan, h. 80-83.
(31)
1.
Fashl al-Maqâl fî mâ bayn al-Hikmah wa al-Syarî
‘
ah min al-Ittishâl,
buku ini menegaskan bahwa al-Qur
‟
ân sendirilah (Q.s. al-Hashr [59]: 2
dan Q.s. al-
Isrâ‟ [17]: 184) yang menganjurkan kajian rasional.
28Buku
ini mengungkapkan metode rasional yang menjadi landasan Ibn Rusyd
dalam pembahasan persoalan-persoalan falsafat.
2.
Al-Kasyf
‘an Manâhij al
-
‘Adillah fî ‘
Aqâ
’id al
-Millah,
di dalam buku
ini pertama-tama Ibn Rusyd menampilkan pandangan para
mutakallimûn, serta mengritik dengan menunjukkan pandangannya.
3.
Dhamîmah li Mas’ala
h al-
‘Ilm al
-Qadîm,
dari karyanya ini ada
beberapa tinjauan yang dikemukakan oleh Ibn Rusyd dalam pesoalan
ilmu Tuhan, apakah semata-mata karena merupakan pengetahuan
universal ataukah ia merupakan pengetahuan terhadap semua
partikular secara terpisah-pisah.
4.
Tahâfut al-Tahâfut,
dalam buku ini Ibn Rusyd menolak serangan
al-Ghazâli kepada para failasuf melalui karyanya
Tahâfut al-Falâsifah.
Menurut Ibn Rusyd, statemen-statemen demonstratif dalam buku-buku
mengenai hal tersebut, khususnya buku-buku Aristoteles, bukan seperti
yang dibawakan Ibn Sînâ dan yang lainnya dari kalangan Islam, karena
di dalamnya ada sesuatu yang tidak diperhatikan. Pendek kata,
mengenai falsafat yang dipahami al-Ghazâlî tersebut tidak diambil dari
28 Seyyed Hossein Nasr, h. 427.
(32)
pendapat Aristoteles langsung, melainkan pendapat-pendapat yang
dibawa oleh Ibn Sînâ.
29Buku ini lebih luwes daripada
fashl
dalam menjelaskan keunggulan
agama yang didasarkan pada wahyu atas akal yang dikaitkan dengan
agama yang murni rasional.
5.
Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid,
buku ini menjadi
salah satu referensi penting dalam fiqh Malîkî, sebuah uraian logis
tentang hukum Islam yang monumental. Karya ini merupakan risalah
tentang
ikhtilâf
(ilmu perbandingan madzhab) yang menilai dan
memertimbangkan dalam setiap hal, setiap sudut, pendapat-pendapat
yang diajukan oleh madzhab kecil atau individu terkemuka, bukan
hanya oleh madzhab besar.
306.
Kulliyyât fî al-Thibb,
buku ini merupakan salah satu buku terpenting
dalam kedokteran Ibn Rusyd, terlihat pengaruh falsafat Aristoteles
padanya serta pengambilan teori-teori kedokterannya, di samping
kritiknya kepada pendahulunya dalam beberapa bidang pengobatan.
Buku ini juga memuat segi-segi pengobatan dan karakteristik anggota
badan.
2.
Ulasan dan ringkasannya
1.
Tafsîr mâ
ba‘
da al-Thabî
’
ah,
buku ini berisi banyak kritik Ibn Rusyd
terhadap para mutakallim dan Ibn Sînâ, demikian juga dengan
29 Ibn Rusyd,
Tahâfut al –Tahâfut, (Kairo: Dâr al-Ma„ârif, n.d), h. 67.
(33)
teori yang dikemukakan dalam berbagai ulasannya, khususnya
mengenai persoalan kekekalan alam.
2.
Talkhîs mâ
ba‘
da al-Thabî
’ah
,
dalam buku ini terdapat
lembaran-lembaran yang dianggap sepenuhnya berasal dari pandangan Ibn
Rusyd sendiri, sebagai pengaruh yang diterimanya dari Aristoteles
serta usahanya untuk mengukuhkan pandangannya yang berdasarkan
syariat Islam.
3.
Kitâb al-Burhân,
dalam buku ini Ibn Rusyd secara khusus
menggunakan argumentasi Aristoteles , dan tampak dengan jelas pada
setiap bagian dari pandangannya, baik mengenai kausalitas maupun
mengenai keharmonisan antara akal dan syariat dan sebagainya.
313.
Karya-karya berupa komentar pendek (
al-
Jawâmi‘
al-Shagîr
), di sini ia
menjelaskan secara rinci doktrin Aristoteles, menambah, mengedit, mencari
bahan-bahan dari karya-karya lain guna menyempurnakan pemikirannya dan
memerkenalkan suatu pola dan metodenya sendiri.
32Ini mencakup
komentarnya atas karya-karya ilmu alam Aristoteles:
Jawâmi‘ al
-
Samâ’ al
-Thabî‘î, Jawâmi‘ al
-
Samâ’
wa al-
‘Âlâm, Jawâmi‘ al
-Kawn wa al-Fasâd,
Jawâmi‘ al Asrâr al
-
‘
Alawiyyah.
4.
Karya-karya berupa komentar menengah (
Talâkhîsh
), yaitu
Talkhîs Kitâb
al-Ma
‘qûlâ
t, Talkhîsh Kitâb al-
‘
Ibârah, Talkhîsh Kitâb al-Qiyâs
dan yang
lainnya
.
Seperti apa yang ia tulis terhadap karya-karya Aristoteles yang
sangat banyak di bidang logika dan ilmu alam serta karya-karya Jalius di
31 Kamil Muhammad Kamil „Uwaidah, h. 132-135. 32 Dominique Urvoy, h. 65.
(34)
bidang kedokteran, di sini Ibn Rusyd bertolak dari teks umum yang ia ringkas
kemudian mengelaborasinya dalam pembahasan, penjelasan, komentar serta
perdebatan. Dr. Oemar Amin Hoesin melihat dalam karya-karya jenis ini Ibn
Rusyd tidak hanya membebaskan dirinya dari Aristoteles tapi juga
menunjukkan kematangannya sebagai seorang failasuf serta menyatakan
buah pikirannya yang sebenarnya.
335.
Karya-karya berupa komentar panjang (
al-Syurûh al-Thawîl
). Ini mencakup
kitab
Syarh Kitâb al-Burhân, Syarh al-
Samâ’ al
-Thabî
‘î, al
-
Samâ’ wa al
-‘Âlâm, Syar
h Kitâb al-Nafs, Syarh m
â ba‘da al
-
Thabî‘
ah.
Kesemuanya itu
merupakan komentar terhadap karya-karya Aristoteles. Adapun metode yang
ditempuhnya menyerupai metode yang dipakai oleh para mufassir al-
Qur‟â
n.
Kitab tersebut dibahas poin per poin sambil memberikan penjelasan,
alasan-alasan dan memerdebatkan pandangan-pandangan para penafsir yang lain,
sambil menunjukkan ijtihadnya sendiri dengan kehendak yang kuat agar
sudut pandangnya bersesuaian dengan dasar-dasar yang menjadi pijakan
Aristoteles dan apa yang ditetapkan oleh pemikirannya.
6.
Karya-karya pendek yang tak terbilang banyaknya, sebagian berupa
maqâlah- maqâlah
dan sebagian berupa
masâ
’
il
di bidang logika, ilmu alam
dan kedokteran, astronomi dan sebagainya.
Walaupun banyak dari hasil karya-karya Ibn Rusyd di dalam bahasa
aslinya (Arab) dimusnahkan, namun pada perkembangan berikutnya, karya-karya
Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, maka tidak heran setelah
33 Oemar Amin Hoesin,
(35)
pembakaran karya-karyanya tersebut hanya buku-buku yang berbahasa Arab
yang musnah. Oleh karena itu karya-karyanya itu tersiar dalam waktu yang dekat
di berbagai tempat di Eropa dalam bahasa-bahasa Latin dan Hebrew.
Pengaruh Ibn Rusyd di Barat bukan secara langsung, melainkan melalui
gerakan-gerakan penerjemahan dan murid-muridnya yang belajar di Spanyol,
mereka ini dikenal dengan nama
Averroisme
.
Seperti yang telah penulis ungkapkan di awal, pemikiran Ibn Rusyd lebih
banyak diminati di dunia Barat dibanding Islam di Asia atau afrika. Di Barat ia
dikenal sebagai
“komentator” terhadap Aristoteles yang dijuluki “Guru
Pertama
”.
34Meskipun dalam banyak kesempatan menggunakan terjemahan Latin
dari bahasa Ibrani yang berasal dari komentar berbahasa Arab yang
diterjemahkannya dari bahasa Suriah dan yang terakhir dari bahasa Yunani,
pemikiran para pelajar Kristen dan sarjana Abad Pertengahan telah dikepung oleh
komentar-komentar Ibn Rusyd terhadap karya-karya Aristoteles. Tak ada penulis
lain yang memunculkan pengaruh sebesar itu. Dari abad ke-12 hingga akhir abad
ke-16, Averroisme tetap menjadi madzhab pemikiran paling dominan, dan hal itu
tanpa mengesampingkan banyaknya tentangan yang datang dari kalangan Gereja
melalui Mahkamah inquisisi. Ungkapan Philip K. Hitti menarik untuk dikutip.
Falsafat Ibn Rusyd meliputi perjalanan kembali menuju
Aristote-lianisme yang lebih murni dan lebih ilmiah, setelah menjadi objek
cercaan para pendeta Kristen, dan karya-karya Ibn Rusyd menjadi
rujukan utama di Universitas Paris dan lembaga-lembaga pendidikan
tinggi lainnya di Barat. Dengan segala kesempurnaan dan
kesalah-pahaman yang muncul atas namanya, gerakan Averroisme berlanjut
34
Philip K. Hitti, History of the Arab, diterjemahkan oleh Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: PT
(36)
menjadi elemen penting dalam perkembangan pemikiran Barat sampai
lahirnya sains eksperimental modern.
35Gerakan Averroisme ini mencoba mengembangkan gagasan-gagasan Ibn
Rusyd, terutama harmonisasi antara falsafat dan agama, yang dalam
perkembangan berikutnya akan banyak terjadi penyimpangan makna, ada yang
memahamkan secara benar, tetapi ada pula yang salah. Namun bagaimana pun
juga Averroisme dianggap aliran paling radikal, aliran “akal merdeka” yang
membuka zaman baru di Eropa. Maka tidaklah mengherankan jika Gereja
menganggapnya aliran yang berbahaya yang harus dibendung.
36Kehadiran falsafat Ibn Rusyd ternyata tidak cukup mampu menerangi
gulita peradaban Islam. Rasionalitas falsafat Ibnu Rusyd justru membawa angin
segar bagi Barat, bahkan mampu membebaskan Barat dari cengkraman hegemoni
gereja. Kehadiran falsafat Ibn Rusyd telah mengobarkan api revolusi yang
menghendaki pemisahan sains dari agama. Ibnu Rusyd, dengan kemampuannya
mengomentari karya-karya Aristoteles, telah membangkitkan budaya berpikir
yang tidak pernah dialami oleh peradaban tersebut. Kesadaran akan pentinganya
akal dalam memahami ayat-ayat Tuhan mulai berkembang subur di Barat. Selain
itu, Averroisme pun berhasil membongkar ketidakbenaran doktrin Gereja dan
melepaskan diri dari kecamannya. Maka lahirlah Zaman Renaisance pada abab ke
14, dan akibatnya muncul paham Rasionalisme yang meninggalkan ajaran-ajaran
agama, Positivisme yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai
35
Ibid, h. 744.
(37)
satunya sumber pengetahuan yang benar,
37dan Sekularisme yang membelakangi
soal-soal kerohanian dan akhirat. Dari semua aliran tersebut maka timbullah sikap
dan pendirian yang paling berbahaya, yaitu penolakan terhadap Tuhan yang
semuanya akan penulis jelaskan lebih rinci pada bab ketiga.
Demikianlah riwayat hidup Ibn Rusyd dengan segala peristiwa dan
kejadiannya. Pada hari Kamis, 9 Safar 595 H./10 Desember 1198 M.
38Ibn Rusyd
tutup usia pada usia 75 tahun menurut hitungan Hijriyah, atau 72 tahun menurut
hitungan Masehi, di Marrakesy tak lama setelah pulang dari pengasingannya. Ibn
Rusyd telah mengalami penderitaan pahit dan sekaligus telah menikmati pula
kebesaran yang cukup. Para pengaji Ibn Rusyd mengakui keutamaan akhlaknya,
konsistensi dan pengabdiannya pada kepentingan umum, sebagaimana
diungkapkan oleh Ibn „Abbâr, “Belum ada seorang pun di Andalus yang
menyamainya dalam kesempurnaan, keilmuan dan keutamaannya”. Ia pun
menambahkan, “Meskipun ia memiliki kedudukan mulia, ia adalah seorang yang
rendah
hati”.
3937 Lorens Bagus,
Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 858.
38 Ernest Renan
, h. 419.
(38)
Adalah suatu yang tidak terbantahkan bahwa kemajuan peradaban Barat sejak abad ke-12 tidak terlepas dari sumbangan peradaban Islam yang dikembangkan oleh failasuf Muslim. Orang-orang Barat banyak mengambil ide-ide dari failasuf Muslim dalam membangun peradaban mereka sendiri. Orang-orang Muslim memberikan warna baru dalam ilmu pengetahuan Barat, walaupun ilmu pengetahuan tersebut merupakan hasil interaksi dengan peradaban Yunani, Persia dan India, namun orang-orang Islam mampu mengembangkannya dalam bentuk yang inovatif dan variatif. Bidang-bidang ilmu pengetahuan ini mencakup banyak hal seperti matematika, astronomi, kedokteran, logika, metafisika, dan falsafat.1 Tidak berlebihan jika Gustave Lebon, sebagaimana dikutip oleh Harun Nasution, mengakui bahwa orang Arablah yang menyebabkan Barat memunyai peradaban. Mereka adalah imam bagi Barat selama enam abad. Sementara Rom Landau menyatakan bahwa dari orang-orang Arablah orang-orang Barat belajar berpikir objektif dan menurut logika.2 Oliver Leman mengatakan:
Rasanya aneh jika menganggap falsafat Islam asing dari tradisi falsafat Barat, karena falsafat Islam telah dipengaruhi oleh falsafat Yunani dan pada gilirannya banyak memengaruhi perkembangan falsafat di wilayah Eropa Kristen.3
1 Aden Wijdan,
Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2007),
h. 45.
2 Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, (Jakata: Universitas
Indonesia, 1986), h. 79.
3 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis, diterjemahkan oleh
(39)
Kemajuan peradaban Barat merupakan hasil dari sebuah perjalanan panjang yang di dalamnya terdapat pergumulan dan pertentangan hebat antara kekuatan rasionalitas ilmu pengetahuan dengan dogma Gereja. Akibat dari pertentangan ini, orang Barat tidak lagi memercayai doktrin-doktrin Kristen yang diterjemahkan secara ekslusif oleh Gereja. Kontradiksi antara akal dan wahyu yang tidak bisa didamaikan, berujung pada pemisahan antara keduanya. Karena tidak dapat didamaikan, maka keduanya mengambil jalan sendiri-sendiri.
Gereja dengan sikap keras kepala memertahankan penafsiran terhadap doktrin Kristen yang tidak rasional dan menolak segala hal yang berbau ilmu pengetahuan. Sementara di sisi lain para ilmuwan Barat berjalan sendiri dengan melepaskan nilai-nilai agama hingga pada perkembangan selanjutnya berujung pada sikap anti agama dan berujung pada penolakan terhadap Tuhan.
Terjadinya pemisahan ini justru diawali ketika Barat mulai berkenalan dengan ide-ide falsafat Islam. Mereka melakukan transfer terhadap pemikiran para failasuf Muslim, terutama dari Spanyol dan Sicilia, yang kemudian mengem-bangkannya dalam kehidupan mereka. Tokoh yang paling popular yang dianggap paling berjasa dalam membuka mata orang-orang Barat adalah Ibn Rusyd melalui gerakan pemikiran yang disebut Averroisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikirannya. Ibn Rusyd terkenal sangat konsisten dengan pemikiran Aristoteles sehingga oleh orang Barat ia dikenal dengan “komentator” terhadap Aristoteles yang dijuluki “Guru Pertama”.4 Dari Ibn Rusyd-lah mereka
4 Philip K. Hitti, History of the Arab, diterjemahkan oleh cecep Lukman Yasin, (Jakarta: PT
(40)
utama falsafat Aristoteles yang diserap kemudian dipantulkan Ibn Rusyd serta diterima kembali oleh orang-orang Barat adalah argumen-argumen logis yang membukakan jalan bagi pemikiran rasional di Barat.
Dalam perkembangan berikutnya, karya-karya Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menjadi bacaan wajib bagi kalangan mahasiswa di beberapa universitas Barat. Di Sicilia gerakan penerjemahan ini disponsori oleh kaisar Frederick II yang memerintahkan Michael Scot untuk memimpin penerjemahan ini. Sementara di Toledo, gerakan penerjemahan karya Ibn Rusyd dipimpin langsung oleh Uskup Raymond dengan mendirikan lembaga penerjemahan yang dipimpin oleh Arkdeakon Dominic Gundisalvi. Dari sini gerakan Averroisme selanjutnya mengembangkan pengaruhnya ke Universitas Paris.5
Averroisme sesungguhnya berdampak pada pembentukan pandangan Barat mengenai kedudukan relatif agama dan falsafat.6 Sejalan dengan pesatnya pergerakan rasionalisme Averroisme di Barat, pelopor-pelopor gerakan ini juga menentang paham-paham Gereja yang mereka anggap tidak sesuai dengan logika dan ilmu pengetahuan. Akibatnya, para ilmuwan Barat mengalami perlakuan yang kejam dari Gereja melalui inquisisi terhadap orang-orang yang keluar dari agama
Kristen. Di antara mereka ada yang dipenjara bahkan tidak sedikit di antara mereka yang dibunuh dengan dibakar hidup-hidup. Sejarah mencatat, dari akhir
5 Omar Amin Husein, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 192. 6 Oliver Leaman, h. 168.
(41)
hidup di Spanyol, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh Averroisme.7
Atas perlakuan Gereja tersebut, kalangan ilmuwan Barat semakin jauh dari agama. Menurut mereka agama harus dipisahkan dari kehidupan sosial dan ilmu pengetahuan, karena agama dilihat sebagai penghambat kemajuan. Iman kepada Tuhan pun dipandang sebagai sisa-sisa mitos yang juga perlu diatasi, sehingga tidak menjadi penghambat potensial dalam pengembangan sains.8
Paparan historis di atas merupakan sedikit gambaran tentang apa yang akan penulis bahas dalam bab ini. Namun sebelum membahas tentang pengaruh falsafat Ibn Rusyd di Barat, perlu kiranya untuk memahami pengertian Barat itu sendiri, serta aspek-aspek pembentukannya.
A. Definisi Barat
1. Pengertian Barat
Kata “Barat” dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah western atau west.9 The west atau western dapat dikatakan sebagai kata benda (noun) dalam
arti negara-negara bagian yang terletak di bagian barat, kata sifat (adjective) atau
kata keterangan (adverb) yang menunjukkan arah menurut letak geografisnya.10
7 Zainal Abidin Ahmad,
Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam Terbesar di Barat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 175.
8 Franz M. Suseno,
Menalar Tuhan, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 57.
9 Dr. Ingo Wandelt, Dictionary on Comprehensive Security in Indonesia: Terminology,
(Jakarta: FES, 2009), h. 70.
10 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: PT.
(42)
kiri peta adalah barat.11
Maksud penggunaan “Barat” dalam skripsi ini merupakan penggambaran terhadap negara-negara yang terletak di bagian barat berikut peradaban dan pembentukan pemikirannya. Konsep Barat di sini menunjukkan pengertian Eropa, karena kawasan inilah yang bersentuhan langsung dengan gagasan-gagasan falsafi dan rasional Islam, khususnya Ibn Rusyd. Ia bermula dari kontak peradaban Islam dengan Spanyol, hingga akhirnya memerluas pengaruhnya ke wilayah-wilayah Eropa lainnya seperti Prancis, Itali, Inggris dan Jerman.
Barat merujuk kepada negara-negara yang berada di benua Eropa dan Amerika. Barat dibedakan dari Timur yang digunakan untuk merujuk kepada Asia. Meskipun begitu, pada umumnya kata ini lebih sering diasosiasikan terhadap negara-negara yang memunyai mayoritas penduduk berkulit putih. Oleh karena itu, Australia dan Selandia Baru juga sering dianggap sebagai bagian dari Barat.
Penggunaan istilah Barat dan Timur dalam berbagai konteks apabila direnungkan secara mendalam akan menimbulkan bias dan mengundang banyak
pertanyaan. Kalau klasifikasi dibuat berdasarkan geografi maka akan banyak timbul pertanyaan. Mengapa Amerika, Canada dan Australia yang secara geografis tidak terletak di barat tetapi disebut Barat? Begitu juga sebaliknya, mengapa Turki yang wilayahnya terbentang dari semenanjung Anatolia di Asia barat daya dan daerah Balkan di Eropa tenggara, serta negara lain seperti Tunisia,
11 Wikipedia, ”West”, artikel diakses pada 8 Maret 2011 dari
(43)
mewakili masing-masing kelompok? Dan apa yang digunakan sebagai dasar pengelompokannya? Dari fenomena tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klasifikasi Barat dan Timur lebih merupakan klasifikasi budaya, sosial atau ekonomi daripada klasifikasi geografis.
Sejak awal manusia diciptakan beraneka ragam yang diturunkan dari beraneka ragam makhluk induk. Berdasarkan cara berpikir itu, terdapat suatu pandangan poligenesis, yang menganggap bahwa kebudayaan manusia yang berkembang di Eropa itu berasal dari makhluk yang lebih kuat, lebih mampu dan lebih tinggi daripada manusia-manusia ras lain di benua-benua lain, sekaligus menganggap bahwa bangsa-bangsa Eropa adalah yang lebih dahulu mencapai kemajuan dibanding bangsa-bangsa lain. Hal ini menunjukkan bahwa Eropa meligitimasikan diri sebagai pusat dari kebudayaan dan sekaligus menjadi pusat orientasi dari pemikiran, di mana pengaruh gagasan-gagasan, pranata-pranata dan orang-orang tidak terjadi melalui dominasi, melainkan melalui apa yang dinamakan oleh Gramsci sebagai kesepakatan. Karenanya dalam masyarakat yang bersifat tidak totaliter, bentuk-bentuk budaya tertentu menguasai bentuk-bentuk budaya lainnya sebagaimana halnya ide-ide tertentu lebih berpengaruh daripada lainnya. Bentuk kepemimpinan budaya ini diidentifikasikan oleh Gramsci sebagai
hegemoni, sebagai suatu konsep yang tidak dapat dihindarkan untuk dapat
memahami kehidupan budaya dalam masyarakat Barat yang industrialis.12 Sedangkan penggunaan istilah “Barat” ada hipotesis lain yang bertitik tolak dari
12 Edward W. Said,
(44)
daerah Eropa, Afrika Utara dan Asia barat.
Penemuan Columbus atas Dunia Baru,13 yang didanai oleh Ratu Isabella I dari Spanyol (pemimpin kebijakan Inquisisi di Spanyol) yang sangat memusuhi Islam,14 telah memfasilitasi bangsa Eropa untuk merampas dan menjarah sisa-sisa dari Tanah Amerika. Columbus sendiri, yang ditampilkan sebagai seorang penjelajah petualang di banyak buku teks sekolahan, telah menerapkan kebijakan perbudakan dan pembasmian masal bagi populasi Taino di Kepulauan Karibia. Ini hanyalah permulaannya saja. Saat bangsa Eropa lainnya mulai sadar mengenai penemuan baru Columbus atas sumber-sumber kekayaan, bangsa Eropa lainnya juga mulai membuat rencana atas Dunia Baru demi memerkaya diri mereka. Jutaan orang dibantai di seluruh Amerika, saat Bangsa Kolonial Spanyol dan Portugis menjarah emas, perak, dan komoditas lainnya. Bangsa kolonial Spanyol, kemudian lebih dikenal dengan sebutan Conquistadors (Penjajah).15
Contoh lainnya adalah suku-suku yang menghilang cepat dalam belantara Brazil16 serta pembasmian dan penelantaran Bangsa Indian-Amerika oleh bangsa-bangsa Eropa dan para pemukim baru di seluruh Amerika Utara. Indian-Amerika adalah warga pribumi. Diperkirakan, pada saat Christopher Columbus menemukan Amerika Utara pada tahun 1492 M., terdapat sekitar 12 juta warga pribumi Indian yang jumlahnya menurun drastis hingga hanya sejumlah 237.000
13
Ibid, h. 74.
14 Zainal Abidin Ahmad, h. 185. 15
Rizki S. Saputro, “Sejarah Barat dan Exspansionisme Penuh Kekerasan”, artikel diakses pada 20 Maret 2011 dari http://rizkisaputro.wordpress.com
16 Francis Fukuyama, The End of History and The Last Man: Kemenangan Kapitalisme dan
(45)
terhadap peristiwa ini bukan hanya Amerika saja yang menderita. Afrika juga dikolonisasi secara brutal oleh bangsa-bangsa Eropa selama bertahun-tahun lamanya. Benua Afrika dipotong dan dibagi-bagi di antara negara-negara Eropa. Italia menguasai Eritrea dan Somalia. Spanyol menduduki Afrika Barat. Bagian yang kini dikenal sebagai Burundi, Rwanda, Tanzania, dan Namibia, pernah dikendalikan oleh Jerman. Bangsa Portugis mengamankan untuk dirinya, Angola, Mozambique, dan teritorial kecil lainnya. Belgia secara brutal memerintah di Kongo. Adapun Inggris mendirikan mandat-mandatnya di Afrika Selatan, di seluruh Afrika Timur, dan wilayah-wilayah yang kini dikenal sebagai Sudan, Ghana, Zambia, Zimbabwe, Malawi, dan Nigeria. Perancis sendiri menguasai lusinan bangsa-bangsa Afrika Barat, termasuk yang sekarang ini menjadi negara Senegal dan Ivory Coast, juga Chad, Madagaskar, dan Kepulauan Komoro.17
Dari paparan di atas, penggunaan kata “Barat” dalam skripsi ini jelas bukan merupakan klasifikasi geografisnya, melainkan pemikiran, budaya dan peradabannya. Dalam hal ini Eropa dan peradabannya sangat berpengaruh terhadap peradaban-peradaban lain di dunia. Edward W. Said mengatakan:
Kita orang-orang Eropa sebagai yang berbeda dari mereka orang-orang non-Eropa, dan sungguh kita dapat berargumentasi bahwa unsur utama dalam budaya Eropa persisnya adalah apa yang menjadikan budaya tersebut berkuasa baik di Eropa maupun di luar Eropa: gagasan-gagasan identitas Eropa sebagai identitas yang lebih unggul dibandingkan dengan semua bangsa dan budaya non Eropa.18
17 Rizki S. Saputro, “Sejarah Barat dan Exspansionisme Penuh Kekerasan”. 18 Edward W. Said, h. 9.
(46)
unsur kebudayaan lain. Ada tiga peradaban yang memunyai peranan penting terhadap pembentukan tradisi keilmuan dan pemikiran Barat. Yunani-Romawi, Yahudi-Kristen dan Islam19. Dalam hal ini menurut Francis Fukuyama, Kristen merupakan unsur penting yang membentuk kebudayaan Barat.20
Suatu hal yang lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari kebudayaan yang maju, dan kebudayaan yang terbelakang mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini yang berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika peradaban Islam unggul dibanding peradaban Barat, mereka mau tak mau harus berinteraksi dan meminjam konsep-konsep penting dalam Islam sebagai peradaban yang lebih dulu berkembang. Dalam Yahudi misalnya, yang mengambil bulat-bulat semua ide-ide dalam Islam. Oliver Leaman mengatakan:
Orang Yahudi tertarik oleh keragaman sudut pandang teoritis yang ada, dan secara antusias menceburkan dirinya terlibat dalam kehidupan intelektual masa itu. Mereka bahkan mengadaptasi banyak teori yang berhubungan dengan bidang-bidang penyelidikan yang khas Islam, seperti fiqh dan teologi dengan teks-teks hukum dan agama mereka sendiri.21
Pada Abad Pertengahan sebelum Renaisance, Barat berada dalam keterbelakangan dalam berbagai lapangan. Peradaban Barat jauh tertinggal dari peradaban dunia lainnya, khususnya Islam, dalam sistem kehidupan, sosial, politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Pemikiran Barat pada Abad Pertengahan didominasi oleh hegemoni Gereja yang bercorak skolastik atau dogmatis, di mana
19 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta : PT Gramedia, 2001), h. 1. 20 Francis Fukuyama, h. 96.
21 Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, diterjemahkan oleh Tim
(47)
hubungannya dengan kepercayaan agama daripada oleh gaya penelitian yang ilmiah yang terbuka dan objektif .22
Dalam mendiskusikan sejarah pemikiran dan falsafat Barat, kita memiliki beberapa istilah yang memiliki pengertian dan semangat yang kurang lebih sama dalam pembentukan tradisi keilmuan dan pemikiran Barat.
Pertama, adalah Renaisance, secara etimologis Renaisance berasal dari
bahasa Latin yaitu kata Re berarti kembali dan naitre berarti lahir yang secara
harfiah berarti kelahiran kembali. Kata ini merujuk kepada gerakan falsafat, budaya, dan sains di Eropa. Dimulai di Italia pada abad ke-14 dan berakhir di Inggris pada akhir abad ke-16, secara historis Renaisance adalah suatu gerakan yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dirinya telah dilahirkan kembali dalam keadaban. Bangkitnya kembali minat terhadap hal-hal kuno telah mengambil tempat dalam Renaisance yang memberikan sesuatu menuju ke zaman modern.23 Di dalam kelahiran kembali itu orang-orang Barat kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan keindahan.24 Gerakan Renaisance ini juga menjadi pembatas yang memisahkan dua zaman, yakni masa kegelapan (Abad Pertengahan) dan masa pencerahan (Modern). Renaisance melahirkan banyak sekali failasuf dan tokoh besar, di antaranya Brahe, Copernicus, Kepler, Galileo, Machiavelli, Erasmus, Leonardo da Vinci, Michelangelo, dan Rafael.
22 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, diterjemahkan oleh Robert MZ,
(Jakarta: Gramedia, 1986), h. 14.
23 Francis Fukuyama, h. 97. 24 Harun Hadiwijono,
(48)
kembali. Istilah ini tak ada kaitannya dengan reformasi politik seperti yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1998, tetapi hanya pada agama. Era “Reformasi” merujuk sepenuhnya kepada gerakan perbaikan agama. Dimotori oleh, antara lain, Huldrych Zwingli, Martin Luther, dan John Calvin, Reformasi dikenal sebagai gerakan protes terhadap Gereja Katolik yang dianggap tak lagi sanggup mengikuti perkembangan zaman. Gerakan yang kemudian melahirkan banyak sekali madzhab Protestan ini dimulai pada abad ke-16 di Jerman dan berakhir satu abad kemudian di Perancis.
Ketiga, adalah pencerahan (enlightenment). Para sejarahwan kerap merujuk
abad ke-18 sebagai periode pencerahan yang memang berakar pada Renaisance dan diketahui memiliki semangat revisi atas kepercayaan-kepercayaan tradisional.25 Dari Perancis, gerakan pencerahan menyebar ke kota-kota besar Eropa. Di Skotlandia, gerakan pencerahan memunculkan beberapa nama besar seperti David Hume dan Francis Hutcheson (yang kemudian diikuti beberapa failasuf Inggris seperti Edward Gibbon dan Jeremy Bentham). Di Jerman, gerakan pencerahan terpusat di Universitas Gottingen, dengan para tokoh pentingnya, antara lain, Justus Moser, Johann Gottsched, Lessing, Immanuel Kant, Moses Mendelssohn, Winckelmann, dan Herder.26
Pengalaman Eropa selama periode Renaisance dan Pencerahan telah melahirkan asumsi baru dalam pemikiran Barat, di antaranya:
25 Ibid, h. 47.
26
(1)
81
Islam yang dalam hal ini, Ibn Rusyd dinilai telah berhasil mengharmonisasikan antara falsafat dan agama tanpa adanya pemisahan antara keduanya.
3. Dari pengalaman masyarakat Barat ini, kita bisa menarik sebuah pelajaran berharga, bahwa penafsiran agama tidak dapat didominasi mutlak oleh sekelompok tertentu saja. Ketika suatu kelompok mengklaim bahwa penafsirannya yang paling benar, maka sesungguhnya mereka telah “memerkosa” agama itu sendiri dan memaksakan keseragaman bagi yang lainnya. Karena dalam Islam perbedaan merupakan rahmat.
(2)
89
„Abduh, Muhammad, Ilmu dan Peradaban menurut Islam dan Kristen, diterjemahkan oleh: Mahyuddin Syaff, Bandung: Diponegoro, 1992. Ahmad, Zainal Abidin, Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes): Filosof Islam
Terbesar di Barat, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Altwajri, Ahmed O. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis, diterjemahkan oleh Mufid, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
„Araqi, „Atif al-, Al-Manâhij al-Naqdî fî Falsafati Ibn Rusyd, Kairo: Dâr al-Ma„ârif, 1980.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996.
Bakry, Hasbullah, Di Sekitar Skolastik Islam, Jakarta: Tintamas, 1984.
Bello, Iysa A, The Medieval Islamic Controversy between Philosophy and
Orthodoxy, Leiden: E. J. Brill, 1989.
Dahlan, Abdul Aziz, Pemikiran Filsafat dalam Islam, Padang: IAIN IB Press, 1999.
Daya, Burhanuddin, Pergumulan Timur Menyikapi Barat: Dasar-dasar
Oksidentalisme, Yogyakarta: Suka Press, 2008.
Echols, Jhon M. dan Shadily, Hassan. An English-Indonesian Dictionary, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.
(3)
90
Fakhry, Madjid, History of Islamic Philosophy, New York: Columbia University Press, 1970.
Fukuyama, Francis, The End of History and The Last Man: Kemenangan
Kapitalisme dan Demorasi Liberal, diterjemahkan oleh Amrullah,
Yogyakarta: Qalam, 2003.
Glasner, Peter E, Sosiologi Sekularisasi: Suatu Kritik Konsep, diterjemahkan oleh Mochtar Zoerni, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1992.
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius: Yogyakarta, 1980. Hitti, Philip K, History of The Arab, diterjemahkan oleh Cecep Lukman Yasin,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Husein, Omar Amin, Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Ibn Rusyd, Tahâfut al-Tahâfut, Kairo: Dâr al-Ma„ârif, n.d.
_________, Fashl al-Maqâl fî mâ bayn al-Hikmah wa al-Syarî‘ah min al-Ittishâl, Beirut: Dâr al-Masyrîq, 1995
Johnson, Doyle Paul, Teori sosiologi Klasik dan Modern, diterjemahkan oleh Robert MZ, Jakarta: Gramedia, 1986.
Leaman, Oliver, Averroes and His Philosophy, Oxford: Clarendon Press, 1988. _____________, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis,
diter-jemahkan oleh Musa Kahzim, Bandung: Mizan, 2001.
Ma‟arif, Ahmad Syafi‟i, Peta Bumi Intelektual Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1993.
(4)
Majid, Nurcholis, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina, 1997. Muller, H. J, Freedom in The Ancient World, New York: Harper & Broters, 1961. Nasr, Seyyed Hossein, ed., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, buku pertama,
diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan, 2003. _____________________, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, buku kedua,
diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan, 2003. Nasution, Harun, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan,
1995.
______________, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, Jakata: Universitas Indonesia, 1986.
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999 Poerwantana, Seluk-beluk Filsafat Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993 Renan, Ernest, Ibn Rusyd wa al-Rusydiyyah, diterjemahkan oleh „Adil Zu‟aitir,
Kairo: Dâr Ihyâ‟ al-Kitâb al „Arabiyyah, 1957.
Ahmad, Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta : PT Gramedia, 2001. Said, Edward W., Orientalisme, Bandung: Penerbit Pustaka, 1985
Saputro, Rizki S. “Sejarah Barat dan Exspansionisme Penuh Kekerasan”, artikel diakses pada 20 Maret 2011 dari http://rizkisaputro.wordpress.com
(5)
92
Sharif, M.M., A History of Muslim Philosophy vol II, Wiesbaden: Otto Harrasowitz, 1966.
Shiddiqi, Nouruzzaman, Tamadun Muslim Bunga Rampai Kebudayaan Muslim, Jakarta: Bulan Bintan Muhammad
Tamara, M. Nasir dan Elza Peldi Taher ed., Agama dan Dialog Antar Peradaban, Jakarta: Paramadina, 1999.
Urvoy, Dominique, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd (Averroes), diterjemahkan oleh Ahmad Syahid, Jakarta: Risalah Gusti, 2001.
„Uwaidah, Kamil Muhammad Kamil, Ibnu Rusyd Filosof Muslim dari Andalusi, diterjemahkan oleh:Aminullah Elhady, Jakarta: Riora Cipta, 2001.
Wandelt, Ingo, Dictionary on Comprehensive Security in Indonesia: Terminology, Jakarta: FES, 2009.
Wijdan, Aden, Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2007
Wikipedia, ”West”, artikel diakses pada 8 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/West
________, ”Sekularisme”, artikel diakses pada 28 Februari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisme
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
(6)
____________, Filsafat Islam: Dari al-Ghazâlî ke Ibn Rusyd, Padang: IAIN IB Press, 1999.