BAB II LANDASAN TEORI - PELAKSANAAN ZAKAT HARTA ANAK DI BAWAH PERWALIAN (Studi Kasus di Lembaga Amil Zakat MasjidAs-Salam BTN III Way Halim Permai Bandar Lampung) - Raden Intan Repository
BAB II LANDASAN TEORI Pada tahap ini penulis akan memaparkan landasan teori yang berkaitan dengan judul skripsi ini, yaitu tentang zakat harta dan anak di bawah perwalian. A. Konsep Zakat 1. Definisi Zakat Sebelum membahas tentang definisi zakat harta, terlebih dahulu penulis akan membahas tentang teori zakat secara umum terlebih dahulu.
a.
Pengertian zakat dari segi bahasa Zakat berasal dari bahasa Arab, yaitu: yang berarti
ًءَامَص ُ٘نٝ َامَص – –
1 mensucikan-atau membayar zakat.
Sebagaimana kata zakat disebutkan Firman Allah yang terdapat pada Al-
Qur‟an: At-Taubah ayat: 103
Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah 1 untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
2 Maha mengetahui.” b.
Pengertian zakat dari segi terminologi atau istilah terdapat pada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh ulama, antara lain: 1)
Sayyid Sabiq, dalam kitabnya Fiqh Sunnah Pada Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq mengatakan bahwa “zakat adalah sebutan dari sesuatu hak Allah Ta‟ala yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena didalamnya terkandung harapan atau beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya
3 dengan pelbagai kebaikan.
2) Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Hukum Zakat
Pengertian zakat menurut bahasa, zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Zaka berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka berarti orang-orang
4
baik . Ini berarti juga jika seseorang tersebut mengeluarkan zakat, harta dan jiwanya akan menjadi bersih dan baik. Secara nyata, harta yang dikeluarkan untuk zakat memang akan berkurang, namun sebenarnya harta yang kita miliki adalah harta yang kita keluarkan untuk berzakat, tidak akan berkurang melainkan akan tumbuh dan berkembang.
2 3 Rifai‟I, H. Moh, Abdulghoni, Rosihin, Op.Cit, hlm. 199 Sayyid Sabiq, Op.Cit, hlm. 5
3) Al-Mawardi, dalam kitabnya Al-Hawi yang dikutip oleh Hasby Ash-
Shidiqie “Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu.”
4) Syekh Muhammad Qasim Al-Ghazzi, dalam kitabnya Fatul Qarib
“Zakat berarti sebagian harta yang diambil dari harta seseorang untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan
5
syarat- syarat tertentu.” 5)
Menurut Istilah dalam Syari‟ah Menurut Syari‟ah zakat ialah sejumlah harta (uang atau benda) yang wajib dikeluarkan dari milik seseorang, untuk kepentingan kaum fakir miskin, serta anggota masyarakat lain yang memerlukan bantuan dan
6 berhak menerimanya.
Pengertian zakat juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat yang disebutkan dalam Pasal 1 butir 2 yaitu, Zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk 5 diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Muhammad Qasim Al-Hizzi, Fathul Qarib, Alih Bahasa Ibnu Zuhri, (Bandung: Trigenda Karya, 1999), hlm. 127 6 Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-
Orang yang berhak menerima zakat atau disebut juga mustahik disebutkan dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011.
Berdasarkan dari beberapa uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan zakat adalah bagian harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada orang tertentu setelah mencapai jumlah tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu pula sesuai yang telah ditentukan oleh syariat. Harta yang sudah memenuhi syarat-syaratnya wajib untuk dizakati sebagai wujud rasa syukur seorang hamba atas segala nikmat yang telah Allah berikan dan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah serta membersihkan jiwa dan hartanya. Harta yang sudah dizakatkan akan mensucikan dan membersihkan harta lain yang dimiliki, juga untuk melipat gandakan harta lain yang diperoleh, menghindari fitnah dan terakhir untuk memberkahkan harta yang dimakannya.
Penyebutan zakat memiliki beberapa macam istilah yang disebutkan di
7
dalam Al- Qur‟an, antara lain: “infak, shadaqah dan hak”
Infak, Firman Allah SWT: Q.S At-Taubah 34
A rtinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar- benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang- orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih
8 Sedekah, Firman Allah SWT: Q.S At-Taubah: 60
”
A rtinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
9 Hak, Firman Allah SWT: Q.S Al-
An‟aam: 141
8 Artinya: ”dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
10
yang berlebih-lebihan.” Zakat digunakan untuk beberapa arti, namun yang berkembang dalam masyarakat, istilah zakat digunakan untuk sedekah wajib dan istilah shadaqah digunakan untuk sedekah biasa.
2. Dasar Hukum Zakat
Zakat harta merupakan salah satu dari jenis zakat yang wajib dibayarkan oleh umat Islam saat hartanya sudah memenuhi syarat-syaratnya (tercapai nisab dan haulnya). Dasar hukum zakat harta terdapat di semua sumber hukum Islam, diantaranya adalah: a.
Al-Qur‟an 1)
Firman Allah dalam Al-Qur‟an Q.S Al-Baqarah: 110
Artinya: “dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah
11 Maha melihat apa-
apa yang kamu kerjakan.” 2)
Firman Allah dalam Al-Qur‟an Q.S At-Taubah: 11
Artinya: “jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
12 mengetahui.
” Telah diriwayatkan Ibnu Zaid, dia berkata, “Difardhukan shalat dan zakat sekaligus, tidak dipisah- pisahkan antara keduanya.”. maka dibacanya ayat ini, selanjutnya ia berkata “Allah enggan menerima shalat orang yang tidak berzakat.”. Telah meriwayatkan pula Abdullah bin Mas‟ud, dia berkata, “Diperintahkan kamu mengerjakan shalat dan mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat, siapa yang tidak berzakat maka tidak ada shalat atasnya.” Menurut keterangannya, dia berkata seperti perkataan Ibnu Zaid yang menyatakan, “Allah SWT. 11 Menurunkan rahmatnya kepada Abu Bakar. Alangkah pahamnya dia
Ibid, hlm. 16-17 tentang agama, karena dia berkata, Saya tidak membeda-bedakan antara dua macam yang telah dikumpulkan Allah yaitu shala t dan zakat.”
13
3) Firman Allah dalam Al-Qur‟an Q.S Al-Baqarah: 267
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
14 Sayyid Quthb dalam tafsirnya
Fii Zhihalil Qur’an
15
, menafsirkan bahwa nash tersebut mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal yang mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah SWT dari dalam dan atas bumi, baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW maupun di zaman sesudahnya, seperti hasil-hasil pertanian dan pertambangan seperti minyak semuanya wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam sunnah
13 Syekh H. Abdul Halim Hasan, Op. Cit, hlm. 476
14
Rasulullah SA, baik yang sudah diketahui secara langsung maupun yang diqiyaskan kepadanya.
b.
Hadits Selain dari Al-
Qur‟an, dasar hukum wajibnya zakat dijelaskan dalam beberapa hadits Nabi SAW, diantaranya: 1)
Rasulullah SAW bersabda:
ٍوَََعِب ِّْٜشِبْخَا ٌَََيَعٗ َِْٔٞيَع َُٔيىا َوَص ِِٜبَِْىؤَىَاق ًلاَج ََُا َْْْٔع َُٔيىا َِٜضَس َبَُْ٘ٝا ِْٜبَا َِْع َلاَٗ ََٔيىا ُذُبْعَت َُٔى َاٍ ٌبَسَا ٌََيَعَٗ َُِٔٞيَعَُٖيىا َوَص ُِٚبَْىا َهَاقَٗ َُٔى َاٍ َهَاق َتََْجْىأ ُِْٜيِخ ْذُٝ َاََِح َشىا ُوِصَّتَٗ َةَامَضىا ِْٜتْءْؤتَٗ َةَلاَصّىا ٌُِْٞقُتَٗ ًاعَْٞش ِِٔب ُك ِشْشُت
Artinya: “Dari Abi Ayyub RA., bahwa seseorang berkata kepada Nabi SAW “Beritakanlah kepadaku amal apa yang dapat memasukkan saya ke surga!” Ia berkata, “Apakah yang itu, lalu apakah untuk itu? Maka hendaklah kamu menyembah Allah, tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu pun, kamu mendirikan shalat, memberikan zakat, dan menyambung (silaturahim)”
16
2) Rasulullah SAW bersabda:
َهَاق َُْْٔع َُٔيىا َِٚضَس َشََُع ِِْبا َِْع : ِلإْا َُِْٚبا ٌََيَعَٗ َِْٔٞيَع َُٔيىا َٜيَص َِٔيىا ُهُْ٘عَس َهَاق ٍظََْخ َٜيَع ًِ لاْع : َةَلاَصّىا ًَُاقِإَٗ َِٔيىا ُهُْ٘عَس اَذَََحٍُ ََُأَٗ َُٔيىاَلاِإ ََٔىِإَلا ُْأ ٌةَدَاَٖش ََُاضٍََس ًَُْ٘صَٗ ِتَْٞبْىا ُخِّحَٗ َةَام َضىا ُءَاتِْٝإَٗ ( ٌيغٍ ٗ ٛساخبىا ٓاٗس )
Artinya: “dari Ibnu Ummar r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Islam itu didirikan atas lima sendi: mengaku bahwasannya tiada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan (Rasul) Allah, menunaikan shalat, menunaikan 16 Achmad Sunarto, Syamsudin Noor, Himpunan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta: TB Setia zakat, mengerjakan haji dan berpuasa Ramadhan.”” (HR.
17 Bukhari dan Muslim)
3) Rasulullah SAW bersabda:
ِلَِْٞيَع َُٔيىا َِٜع ََُْ٘ف ٜعء ُْ٘ت َلاَٗ ِلَْٞىَء ُّٔيىا َِٜغْحَُٞف ِْٜحُت َلاَٗ ِٜقِفَّْا
Artinya: “Bersedekahlah dan janganlah engkau menghitung-hitung, sebab Allah menghitung atas engkau, dan janganlah engkau mengumpulkan (tanpa zakat), sebab Allah akan mengumpulkan atas engkau.” (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menyatakan larangan memberikan sesuatu di jalan Allah dengan harapan akan memperoleh balasan lebih banyak dari manusia (istiksar) dan menghitung-hitung pahala yang akan diperoleh. Diumpamakan orang mengatakan kepada kita: “Allah lah yang memberimu rezeki, maka jangan engkau tahan saja hartamu (dalam dompet atau gudang) tanpa infaq. Sebab Allah mengumpulkan (memberikan) kepadamu dan Dia satu-satunya yang mencegah
18 nikmatnya untukmu. Infaq meliputi pengertian zakat dan sedekah.
Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka dapatlah diambil suatu 17 kesimpulan bahwa menunaikan zakat merupakan salah satu dari lima
Muhammad Daud Abd Al-Baqi, Al- Lu’lu’wa Al-Marjan, Juz II, Terjemah oleh Muslih Shabir,
(Semarang: Al-Ridha, 1993), hlm. 312 18 Suwarta Wijaya, Zafrullah Salim, Asbabul Wurud 2 Terjemahan Cet. 3, (Jakarta: Kalam
rukun Islam. Zakat itu wajib dikeluarkan atas setiap orang-orang yang hartanya sudah memenuhi syarat-syarat untuk dizakatkan (orang kaya), karena sesungguhnya di dalam harta mereka ada hak orang-orang fakir diantara mereka.
c.
Ijma‟ Kaum Muslimin di seluruh dunia sepakat, zakat merupakan kewajiban yang harus dikeluarkan oleh orang-orang yang mampu. Selain itu, para
shahabat juga telah sepakat untuk memerangi orang-orang yang enggan untuk mengeluarkan zakat.
19 d.
Aturan Perundang-Undangan Selain Al-
Qur‟an dan Hadits sebagai dasar hukum zakat, dalam rangka meningkatkan kualitas umat Islam di Indonesia, pemerintah Indonesia telah membuat peraturan perunfdang-undangan tentang pengelolaan zakat sebagai berikut:
1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
2) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji
Nomor D/291 Tahun 2000 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
19 Abbas Karabah, Al Din Wa Al-
3) Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
4) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tentang Zakat.
3. Rukun dan Syarat Zakat Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari harta yang telah mencapai nishab dengan melepaskan kepemilikan sebagai milik orang yang berhak menerimanya (mustahik) dan menyerahkan harta tersebut kepada wakilnya, yakni imam atau orang yang bertugas untuk mengumpulkannya (Badan/Lembaga Amil Zakat). Dapat disimpulkan bahwa rukun zakat adalah: orang yang berzakat (muzakki), harta yang dizakatkan, orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) atau bisa juga diwakilkan oleh Badan/Lembaga Amil Zakat untuk dikelola terlebih dahulu sebelum diberikan kepada mustahik.
Adapun mengenai syarat, para ulama membaginya dalam dua kategori. Pertama, persyaratan seseorang diwajibkan untuk berzakat. Kedua, meliputi persyaratan harta yang wajib dikeluarkannya.
a.
Syarat seseorang yang diwajibkan untuk berzakat: 1)
Islam Menurut Ijma‟ulama, zakat tidak diwajibkan atas orang kafir. Karena bukanlah orang yang suci. Mahzab Syafi‟I berbeda pendapat dari pendapat mahzab lainnya, mahzab ini mewajibkan orang murtad untuk mengeluarkan zakat atas hartanya sebelum masa riddahnya. Yakni harta yang dimiliki ketika dia masih menjadi seorang Muslim. Berbeda pula dengan pendapat Abu Hanifah, beliau berpendapat bahwa riddah tetap saja menggugurkan kewajiban zakat.
2) Merdeka
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak diwajibkan atas seseorang yang tidak merdeka, seperti: hamba sahaya, sebab ia tidak mempunyai hak milik atas harta yang dimilikinya. Sehingga, tuan dari hamba sahaya tersebut yang kemudian diwajibkan untuk membayar zakatnya, baik atas harta pribadinya sendiri, ataupun atas harta kepemilikan hamba sahayanya tersebut.
3) Baligh dan Berakal
Menurut Mahzab Hanafi, hal tersebut dipandang sebagai syarat wajib zakat, sehingga pada anak kecil dan orang gila tidak wajib untuk diambil zakatnya. Keduanya tidak termasuk pula dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah. Sedangkan menurut jumhur ulama, keduanya bukan merupakan syarat, sehingga zakat tetap wajib dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang gila melalui seorang wali
20 (orang yang mengasuhnya).
b.
Syarat Harta yang Wajib Dikenakan Zakat 1)
Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal Artinya, harta yang haram, baik secara substansi bendanya maupun cara mendapatkannya jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat. Di dalam Sakhih Bukhori terdapat satu bab yang menguraikan bahwa sedekah (zakat) tidak akan diterima kecuali dari usaha yang halal dan bersih. 2)
Harta tersebut merupakan milik penuh dan berkuasa menggunakannya Pada hakikatnya, kepemilikan mutlak harta adalah pada Allah SWT, tetapi Allah SWT memberikan kepemilikan harta kepada manusia secara terbatas. Harta yang dimiliki manusia secara penuh maksudnya bahwa manusia berkuasa memiliki dan memanfaatkan secara penuh.
Pemilikan dan pemanfaatan harta harus sesuai dengan aturan-aturan
21 Islam.
3) Harta tersebut berkembang dan berpotensi untuk dikembangkan.
Disebut juga dengan istilah harta produktif (Al-
Namaa’) seperti
melalui usaha, perdagangan, melalui pembelian saham, atau 20 ditabungkan baik secara pribadi maupun bersama pihak lain.
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mahzab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakaya,
1997), hlm. 1004) Harta Tersebut Telah Mencapai Nishab
Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab maka kekayaan tersebut wajib untuk dizakatkan. Jika belum mencapai nishab, maka zakat tersebut tidak wajib untuk dizakatkan. Batasan nishab itu sendiri antara sumber zakat yang satu dengan sumber zakat lainnya berbeda satu sama lain.
5) Harta Tersebut Telah Mencapai Haul
Salah satu syarat kewajiban zakat adalah haul, yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang apabila sudah mencapai satu tahun hijriyah, maka wajib baginya mengeluarkan zakat apabila syarat-syarat lainnya telah terpenuhi. Syarat haul ini tidak mutlak, karena ada beberapa sumber zakat seperti zakat pertanian dan zakat rikaz tidak harus memenuhi
22 syarat haul satu tahun.
4. Jenis-Jenis Zakat
Zakat menurut sumber hukum Islam terbagi menjadi dua, yaitu zakat fitrah yang dibayarkan pada bulan Ramadhan sampai sebelum shalat Id Fitri dan zakat harta (zakat mal) yang bisa dibayarkan kapan saja setelah memenuhi syarat-syaratnya. a.
Zakat Fitrah Zakat fitrah sesuai dengan namanya, berguna untuk membersihkan jiwa seorang Muslim. Setelah berpuasa satu bulan penuh, Allah mewajibkan umat Islam untuk membayarkan zakat fitrah sebagai penyempurna puasanya, membersihkan jiwa dan kesalahan yang diperbuat.
Selain itu zakat fitrah juga dimaksudkan untuk membantu orang-orang yang kekurangan atau fakir miskin sehingga sama-sama ikut merasakan kegembiraan pada hari raya Idul Fitri, sudah sewajarnya hari kemenangan itu dirayakan dengan kegembiraan dan keceriaan oleh seluruh Muslim tanpa ada yang merasa sedih disebabkan tidak adanya makanan untuk keluarganya karena semua Muslim yang tidak mampu telah mendapatkan bantuan atau haknya dari zakat fitrah.
Zakat fitrah wajib dibayarkan pada bulan Ramadhan, diwajibkan kepada semua Muslim tanpa terkecuali, baik dewasa maupun anak-anak, laki-laki ataupun perempuan, merdeka ataupun hamba sahaya selama mereka masih mempunyai persediaan pembekalan sampai hari raya Idul Fitri. Ini merupakan kekhususan zakat fitrah dibandingkan zakat mal, jika zakat mal baru bisa dibayarkan ketika harta seseorang sudah memenuhi beberapa syarat, zakat fitrah dibayarkan oleh semua Muslim yang masih memiliki nyawa tanpa terkecuali. Dari bayi yang baru lahir sesaat sebelum shalat Idul Fitri maupun oleh orang yang sakit parah dan sedang untuk syarat orang yang diwajibkan membayar zakat fitrah adalah sebabgai berikut: 1)
Islam, ini merupakan syarat mutlak. Allah hanya mewajibkan zakat kepada Umat Muslim saja.
2) Masih hidup ataupun terlahir sebelum shalat Ied
3) Memiliki satu sha‟ makanan pokok dan memiliki kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya untuk malam hari raya sampai siangnya.
1 sha‟ yang dimaksudkan dalam syarat tersebut adalah setara dengan 2,5kg makanan pokok yang biasa dimakan oleh pada daerahnya, atau bisa juga dibayarkan dengan sejumlah uang yang seharga makanan pokok tersebut.
Waktu pembayayran zakat fitrah juga merupakan salah satu hal yang penting untuk diingat, karena jika terlupa dan membayarkannya setelah shalat Id maka akibatnya sangat fatal karena nilainya bukan lagi merupakan zakat fitrah yang wajib dibayarkan muzakki untuk membersihkan jiwanya, namun hanya bernilai sedekah biasa yang dibayarkan di luar bulan Ramadhan.
Menurut beberapa Ulama, ada beberapa perbedaan pilihan waktu dalam membayarkan zakat fitrah.
1) Sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan sampai sebelum shalat Id. Hal ini berdasarkan pendapat abu Tsauri, Ahmad, Ishak,
Abu Hanifah, Al- Laits, dan Imam Syafi‟I mengatakan, lebih tepatnya waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah saat terbit fajar di hari raya Idul Fitri.
2) Boleh mulai dari dua hari sebelum hari raya Idul Fitri. Ini merupakan hasil kesepakatan dari jumhur ulama.
3) Mulai dari awal Ramadhan sampai sebelum shalat Id. Hal ini berdasarkan pendapat Abu Hanifah dan Imam Syafi‟I.
b.
Zakat Harta (Zakat Mal) Mal berasal dari bahasa Arab yaitu “maal” yang berarti harta benda.
Zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan atas harta benda yang kita miliki. Allah memerintahkan kepada kita untuk berbagi dengan orang yang membutuhkan karena sesungguhnya di dalam harta kita terdapat suatu bagian harta orang lain yang tidak mampu yang harus kita bagikan haknya. Zakat mal dikeluarkan ketika harta yang dimiliki sudah mencapai nishab dan haulnya. Harta benda yang wajib dibayarkan zakatnya antara lain hewan ternak, emas dan perak, hasil pertanian, perniagaan atau perdagangan, zakat profesi atau pekerjaan, hasil tambang (madin) dan
23 barang temuan (rikaz).
5. Mustahik Zakat
Zakat sebagai salah satu ibadah yang manfaatnya selain untuk 23 membersihkan harta juga bermanfaat bagi saudara sesama Muslim yang
Agus Thayib Afifi dan Shabibi Ika, Kekuatan Zakat, (Yogyakarta: Pustaka Albana, 2010), berhak untuk menerimanya dalam membangun dan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Oleh karena itu, zakat yang disalurkan haruslah tepat sasaran kepada golongan mustahik sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al- Qur‟an, Firman Allah Q.S. At-Taubah: 60
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
24 Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Ayat tersebut telah menjelaskan terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat, dengan penjelasan sebagai berikut: a.
Fuqar, adalah jamak dari faqir yaitu orang yang tidak ada harta untuk hidup sehari-hari dan tidak mampu bekerja dan berusaha.
b.
Masakin, adalah jamak dari miskin yaitu orang yang penghasilan sehari- harinya tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
c.
Amil, yaitu orang-orang yang bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat kepada yang berhak menerimanya.
d.
Muallaf, yaitu orang yang baru masuk Islam dan imannya masih lemah. e.
Hamba Sahaya (budak), yaitu orang yang belum merdeka.
f.
Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak hutang, sedangkan ia tidak mampu. Terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan gharim ini, aliran Syafi‟iyah menyatakan bahwa gharimin meliputi: 1) hutang karena mendamaikan dua orang yang bersengketa, (2) hutang untuk kepentingan pribadi, (3) hutang karena menjamin orang lain.
g.
Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah SWT. Namun pada perkembangannya, sabilillah tidak hanya pada jihad, akan tetapi mencakup semua program yang memberi kemashlahatan pada umat bahkan termasuk para ilmuwan yang melakukan tugas negara untuk kepentingan umat Islam, meskipun secara pribadi ia kaya.
h.
Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) seperti
25 dalam berdakwah dan menuntut ilmu.
6. Hikmah dan Manfaat Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah selain bersifat horizontal terhadap Allah, juga bersifat vertikal kepada sesama manusia, terutama memberikan manfaat kepada saudara sesama Muslim yang termasuk dalam golongan mustahik seperti yang sudah dijelaskan pada Bab I. Tidak hanya itu, beberapa manfaat dan hikmah yang didapat dengan menunaikan ibadah zakat adalah:
25 Fahrudddin, Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia, Cet. I (Yogyakarta: UIN Malang
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT. Mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan matrealistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta lain yang dimiliki.
Kedua, zakat merupakan hak mustahik. Zakat berfungsi untuk membantu, menolong da membina mustahik, terutama fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT., terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan rasa iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dalam diri mereka. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif saja dan habis dalam waktu sebentar, tetapi dapat memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab
26 kemiskinan mereka.
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama‟i) antara orang-orang yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya dihabiskan untuk berjhad di jalan Allah, yang karena kesibukan tersebut ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berikhtiar mencari nafkah untuk ia dan 26 keluarganya.
Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan saran dan prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas
27 sumber daya manusia Muslim.
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Sebab, zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik dimungkinkan membangun oertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan
28 pendapatan.
Ketujuh, dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfak dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup ia
29 dan keluarganya, juga bisa digunakan untuk berzakat.
27 28 Sayyid Sabiq, Op.Cit, hlm. 146 Monzer Kahf, Ekonomi Islam, Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1955), hlm. 88
Secara khusus, hikmah zakat juga dapat dilihat dari berbagai sisi, yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan maupun bagi masyarakat keseluruhan.
a.
Bagi Para Muzakki 1) Menghilangkan sifat kikir dan bakhil. 2) Menanamkan perasaan cinta kasih terhadap golongan yang lemah. 3)
Mengembangkan rasa dan semangat kesetia kawanan dan kepedulian sosial.
4) Membersihkan harta dari hak-hak (bagian kecil) para penerima zakat (mustahik).
5) Menumbuhkan kekayaan si pemilik jika dalam memberikan zakat, infak dan sedekah tersebut dilandasi rasa tulus dan ikhlas.
6) Terhindar dari ancaman Allah SWT dan siksaan yang pedih.
b.
Bagi Para Mustahik 1)
Menghilangkan perasaan sakit hati, iri hati, benci dan dendam terhadap golongan kaya yang hidup serba kecukupan dan mewah yang tidak peduli dengan masyarakat bawah. 2)
Menimbulkan dan menambahkan rasa syukur serta simpati atas partisipasi golongan kaya terhadap kaum dhuafa.
3) Menjadi modal kerja usaha mandiri yang akan mengangkat taraf hidup.
c.
Bagi Umara
1) Menunjang keberhasilan pelaksanaan program pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan umat Islam.
2) Memberikan solusi aktif mengentas kecemburuan sosial di kalangan masyarakat.
B. Konsep Zakat Harta 1.
Definisi Zakat Harta Pada dasarnya pengertian zakat harta tidak jauh berbeda dengan pengertian zakat pada umumnya, karena zakat harta merupakan salah satu dari jenis-jenis zakat. Namun, ada juga beberapa Imam besar Mahzab, Ulama dan juga ahli fiqih pernah memberikan definisi zakat harta secara khusus.
“Menurut Imam Maliki, Zakat Mal (Zakat Harta) adalah sebagian dari tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai nisab bagi orang yang berhak menerimanya dengan ketentuan harta yang dimiliki tersebut dimiliki secara sempurna, telah mencapai haul dan bukan barang tambang. Imam Abu Hanifah mendefinisikan, Zakat Mal adalah pemindah kepemilikan tertetu dari harta tertentu kepada seseorang berdasarkan ketetapan Allah
SWT. Imam Syafi‟I mendefinisikan Zakat Mal adalah sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau jiwa tertentu dengan cara terentu pula. Ahmad Ibnu Hanbal zakat dengan hak wajib pada harta tertentu pada waktu tertentu pula. Sedangkan, menurut Yusuf Qardhawi, Zakat Mal adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
30
menyerahkan kepada orang yang berhak untuk menerimanya.” Menurut Rizal Qosim, dalam bukunya Pengamalan Fiqih beliau mendefinisikan zakat mal sebagai bagian dari harta kekayaan seseorang atau
30 H. Yayat Hidayat, Zakat Profesi Solusi Mengentaskan Kemiskinan Umat, (Bandung: Mulia
badan hukum yang wajib diberikan kepada orang tertentu setelah mencapai
31 jumlah tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu pula.
Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan yang dimaksud dengan zakat harta (Zakat Mal) adalah sebagian harta yang harus dikeluarkan oleh pemiliknya baik itu perseorangan ataupun badan hukum setelah harta tersebut tercapai syarat-syaratnya (nisab dan haul) sesuai aturan syara‟ untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
2. Dasar Hukum Zakat Harta
Zakat harta merupakan salah satu dari jenis harta yang juga wajib untuk dikeluarkan agar harta lain yang dimiliki tetap suci dan dapat berkembang.
Dasar hukum zakat harta ada di semua sumber hukum Islam, diantaranya adalah: a.
Al-Qur‟an 1)
Firman Allah Q.S. At-Taubah: 35
A rtinya: “pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
32
kamu simpan itu.” Ayat ini menjelaskan tentang Allah mengancam orang-orang bakhil yang menyimpan emas dan perak di dalam peti, tanpa menafkahkannya di jalan kebaikan, bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang lebih pedih di dalam neraka. Yaitu pada hari ketika harta benda yang mereka simpan itu dibakar dengan mereka, dan dikatakan kepada mereka “inilah balasan bagi perbuatan kalian di dunia. Kalian telah menahan harta agar tidak dimakan oleh orang fakir miskin, supaya kalian menikmatinya sendiri, maka balasan kalian adalah harta itu menjadi bencana yang menimpa kalian; pinggang dan punggung kalian dibakar
33 dengannya, sehingga ia tidak bermanfaat di dalam agama dan dunia.
2) Firman Allah Q.S Ali-Imran: 14
Artinya: “dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang- 32 binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di 33 Rifai‟I, H. Moh, Abdulghoni, Rosihin, Op.Cit, hlm. 174 Muhammad Mustofa, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi Jilid 10, (Semarang: Toha Putra, 1998) dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
34
(surga).” b. Hadits
1) Ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz bin Jabal sebagai gubernur
Yaman, salah satu perintah dikeluarkannya adalah untuk memungut zakat dari orang yang kaya untuk dibagikan kepada penduduk yang termasuk ke dalam mustahik zakat. Beliau bersabda kepadanya:
اًرَاعٍُ َثَعَب ٌََيَعَٗ َِْٔٞيَع َُٔيىا َٜيَص َِٜبَْىا ََُأ اَََُْْٖع َُٔيىا َِٜضَس ِطاَبَغ ِِبْا َِْع ََّٜأ َٗ َِٔيىاَلاِإ ََٔىِاَلا َُْا ِةَداََٖش َٜىِإ ٌُُْٖعْدا َهاَقَف َََِِٞىا َٚىا َٜىِإ َُْْٔع َُٔيىا َِٚضَس ِٜف ًتَقَذَص ٌَِْْٖٞيَع ُضَشَتْقَا ََٔيىا ََُا , ََُِْْٖٗ٘يْع َاَف َلِى َزِىاَْ٘ع َاطًأ ٌُْٕ ُِْئَف َِٔيىا ُهُْ٘عَس ) ٛاخبىا ٓاٗس ( ٌِِْٖع اَشَقُف َٜيَع ُداَشُتَٗ ٌِِْٖع َاِْْٞغَأ ٍِِْ ٌزَخُْ٘ت ٌِِْٖىَاٍَْ٘ا
Artinya: “dari Ibnu Abbas r.a berkata Nabi SAW mengirimkan Mu‟adz r.a ke Yaman. Beliau bersabda kepadanya: “Ajaklah mereka supaya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku pesuruh Allah. Jika mereka telah mematuhi yang demikian, terangkanlah kepada mereka, shalat lima waktu sehari semalam. Kalau mereka telah mentaatinya, ajarkanlah bahwa Allah SWT. memerintahkan kepada mereka supaya membayar zakat harta mereka, diambil dari orang yang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang
35
yang miskin”. (HR. Bukhori) 2)
menjelaskan
Menurut Abdul Rahman Al-Jazmi dalam kitabnya
ٍتَصُْ٘صّْخٍُ ِطِئاَشَشِب ِِٔقِحَتْغَُِى ُصُْ٘صّْخٍُ َهَاٍ ُلِيََْت
34 35 Rifai‟I, H. Moh, Abdulghoni, Rosihin, Op.Cit, hlm. 47
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim al Bukhari, Terjemahan Hadits Shahih
Bukhari, penterjemah: Zainuddin Hamidy, Fachruddin, Nasharuddin Thaha, Johar Arifin dan Rahman
Artinya: “Kepemilikan harta yang secara khusus untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat yang khusus
36
pu la.”
3. Jenis-jenis dan Nishab Zakat Harta a.
Hewan Ternak Hewan ternak yang dimiliki seorang Muslim selain telah sampai nisab dan telah dimiliki lebih dari satu tahun atau telah memenuhi haul harus juga memenuhi dua syarat lain yaitu digembalakan dan tidak dipekerjakan.
Digembalakan maksudnya adalah dengan sengaja diurus sepanjang tahun untuk maksud memperoleh susu, bibit baru, pembiakkan dan dagingnya. Binatang gembalaan adalah binatang yang memperoleh makanan di lapangan penggembalaan terbuka sebagai konsekwensi, pemilik harus memberi binatang itu makan, tidak mesti dalam seluruh hari dalam setahun tetapi jika sudah digembalakkan pada sebahagian besar hari dalam setahun sudah dapat memenuhi syarat. Hukum ini tidak gugur, sekalipun hanya digembalakkan di lapangan dalam beberapa saat saja dikarenakan padang rumput tidak ada atau hanya sedikit atau oleh keadaan apapun juga.
Tidak dipekerjakan maksudnya adalah tidak dipekerjakan untuk kepentingan pemiliknya, seperti menggarap tanah pertanian, dijadikan alat untuk mengambil air guna menyirami tanaman, dipergunakan untuk alat pengangkut barang dan lain sebagainya. Pendapat ini dikemukakan oleh
37 Abu Ubaid.
Ulama sepakat dalam menetapkan wajib zakat untuk binatang-binatang tersebut, tetapi berbeda pendapat tentang macam-macam binatang yang wajib dizakatkan. Mereka sepakat menetapkan zakat wajib terhadap unta, lembu dan kerbau, sapi, kambing dan biri-biri. Namun ada juga ulama yang memasukkan ayam, unggas dan ikan sebagai hewan terrnak yang wajib untuk dizakatkan dengan hitungan keuntungan yang diperoleh di akhir
38 tahun bukan dihitung perekor.
Kebanyakan ulama menetapkan bahwa binatang-binatang tersebut diwajibkan zakat jika mencari makan sendiri dengan pengembalaan.
Adapun jika diberi umpannya, atau dipekerjakan tidak ada zakat untuknya. Demikian pendapat yang diungkapkan Abu Hanifah, Asy-
Syafi‟I dan Ahmad. Abu Hanifah dan Ahmad mengatakan binatang yang digembala dalam sebagian tahun wajib zakat. Sedangkan, Asy-
Syafi‟I mengatakan,
39 binatang yang wajib zakat ialah yang digembala sepanjang tahun.
37 38 Yusuf Al-Qardhawi, Op.Cit, hlm. 170-174 Agus Thayib Afifi dan Shabibi Ika, Op.Cit., hlm. 77-78
1) Unta
Unta, baik unta Khursani maupun unta Arab campur masing-masing 2,5. Tidak ada zakat bagi unta yang kurang dari lima ekor, jantan atau
40 betina.
Tabel 2.1 Nishab Zakat UntaJumlah Ekor Unta Jumlah Zakat