Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana

BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya

  merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternative pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah. o Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM pada dasarnya bertujuan untuk :

  Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan o pembangunan bidang Cipta Karya, Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor o swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya, Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya.

9.1 Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain: o

  Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah : Pemerintah

  daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah oton om untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pem erintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, o yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

  Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

  Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendu kung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja o Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana

  Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan D ana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, criteria khusus, dan o kriteria teknis.

  

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

  Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

  Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan termasuk bidang peker jaan umum Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta o kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

  Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber

  pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan : a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan

  APBD tahun sebelumnya;

  b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

  d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan o persetujuan DPRD.

  Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerinta h dengan

  Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur o air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

  Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman

  Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari :

  a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

  b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembi ayaan Penerimaan dan Pembiayaan o Pengeluaran.

  Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan

  Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai Berikut : Bidang Infrastruktur Air Minum a. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan system penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan :

  Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; 1. Tingkat kerawanan air minum 2.

  Bidang Infrastruktur Sanitasi b. DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis : kerawanan sanitasi;

  1.

  2. cakupan pelayanan sanitasi

  Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan o

  Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU memb entuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an yang tel ah Disepakati Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dap at disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM meliputi : a. Dana APBN , meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana A lokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  b. Dana APBD Provinsi , meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  c. Dana APBD Ka bupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  d. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemer intah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

  e. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  f. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

  Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembang unan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang s ebesar- besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2 Profil APBD Kabupaten Musi Rawas

  Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut : a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung

  b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan pengeluaran

  Penciptaan nilai tambah bruto di Kabupaten Musi Rawas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhannya dengan migas di tahun 2011 sebesar 5.90 persen, namun jika komponen migas dikeluarkan dari perhitungan, maka ekonomi Kab. Musi Rawas mampu tumbuh diatas 8.1%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang mampu tumbuh diatas 13.87%, diikuti sektor bangunan yang tumbuh 8.99%, sektor-sektor lain mampu tumbuh dibawah 9%. Sektor pertambangan dan penggalian yang sebelumnya mampu tumbuh diatas 2%, pada tahun ini hanya mampu tumbuh 1.79%.

Tabel 9.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Musi Rawas

  

Menurut Lapangan Usaha, 2011

LAPANGAN USAHA TAHUN 2011

  1

  2

  1. Pertanian

  8.35

  2. Pertambangan dan Penggalian

  1.79

  3. Industri Pengolahan

  6.06

  4. Listrik, Gas dan Air

  8.10

  5. Bangunan

  8.99

  6. Perdagangan, Hotel & Restoran

  7.55

  7. Angkutan & Komunikasi

  13.87

  8. Keuangan, Persewaan & Jasa

  8.84 Perusahaan

  9. Jasa-jasa

  7.68 PDRB dengan Migas

  5.90 PDRB tanpa Migas

  8.10 Sumber : Kabupaten Musi Rawas DalamAngka 2012

9.2.1. Komponen Penerimaan Pendapatan

  Pendapatan dan belanja Kabupaten Musi Rawas dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Dari anggaran yang direncanakan ternyata realis asinya selalu melebihi dari anggaran yang direncanakan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 7.2. berikut ini.

Tabel 9.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

  

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2007-2011

APBD TAHUN (RP) Anggaran Realisasi Persentase (%)

  1

  2

  3

  4

  2007 895,122,332,523 818,959,328,639

  91.41 2008 1.039.033.414.678 924.372.209.192 90.95 2009 992.308.853.356 921.584.963.745 92.87 2010 1.154.806.964.000 1.014.021.060.425 87.81 2011 1.187.816.223.039 1.115.313.620.910

  93.90 Sumber : Kabupaten Musi Rawas DalamAngka 2012

9.2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Tabel 9.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2007-2011

PENDAPATAN ASLI DAERAH TAHUN (RP) Anggaran Realisasi Persentase (%)

  1

  2

  3

  4 2007 30,274,001,000.00.00 29.504.973.615.00

  97.46

2008 35.455.283.000.00 39.438.525.878.00 111.23

2009 40.073.601.000.55 38.311.101.253.30

  95.60 2011 46.933.500.000.00 46.779.716.449.96 2010 38.767.327.800.00 25.349.111.124.00

  65.39

  99.67 Sumber : Kabupaten Musi Rawas DalamAngka 2012

9.3. Perkembangan Keuangan Daerah

  Perkembangan keuangan daerah Kabupaten Musi Rawas dari tahun ke tahun terus menerus mengalami kenaikan, kenaikan signifikan terjadi di dua tahun terakhir. Terlihat dari Pendapatan Asli Daerah tahun 2011 naik turun 99.67 persen dari tahun 2010, Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) pun terus mengalami kenaikan, pada tahun 2010 APBD Musi Rawas sebesar Rp. 1.014.021.060.425 menjadi Rp. 1.115.313.620.910 di tahun 2011 atau naik sebesar 9.99 persen. Rasio PAD terhadap APBD pun terus mengalami kenaikan.

Tabel 9.4 Rasio PAD dan APBD Realisasi

  

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2007-2011

TAHUN PAD APBD RASIO (%)

  1

  2

  3

  4

  2007 29.504.973.615.00 818,959,328,639

  3.60 2008 39.438.525.878.00 924.372.209.192 4.27 2009 38.311.101.253.30 921.584.963.745 4.16 2010 25.349.111.124.00 1.014.021.060.425 2.50 2011 46.779.716.449.96 1.115.313.620.910

  4.19 Sumber : Kabupaten Musi Rawas DalamAngka 2012 Selama kurun waktu lima tahun terakhir, nilai Produk Domestik Regional Bruto

  Kabupaten Musi Rawas baik Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) meningkat cukup signifikan. Total nilai tambah sektor ekonomi Kabupaten Musi Rawas dengan migas pada tahun 2011 atas dasar harga berlaku mencapai 7,2 triliun, sedangkan jika komponen migas dikeluarkan dari penghitungan, total nilai tambah mencapai 5 triliun.

Tabel 9.5 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Musi Rawas

  

Menurut Sektor Ekonomi ADHB dan ADHK Tahun 2011 (Juta Rp)

SEKTOR ADHB ADHK

  1 Pertanian 3.607.965 1.613.687

  

2 Pertambangan 2.629.014 1.278.852

  

3 Industri Pengolahan 806.182 301.093

  

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 7.015 3.298

  5 Bangunan 449.992 162.090

  

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 468.394 168.096

  

7 Angkutandan Komunikasi 47.764 21.447

  

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 153.146 65.384

  9 Jasa-jasa 677.606 250.016 PDRB Dengan Migas 8.846.808 3.863.963

  PDRB Tanpa Migas 6.541.774 2.696.134 Sumber : Kabupaten Musi Rawas DalamAngka 2012

  Pos-pos pendapatan dan belanja perlu diolah ke dalam bentuk grafik proporsi untuk melihat perkembangan proporsi sumber penerimaan dan pengeluaran selama lima tahun terakhir berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintah (PP No. 71 Tahun 2010) seperti gambar 9.1.

9.4 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Setelah APBD secara u mum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir nyang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat / swasta.

9.4.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir

  Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulant kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011).

  Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu diana lisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

Tabel 9.4 Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten Musi Rawas dalam 5 Tahun Terakhir (dalam

  

ribu)

Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Sektor 2009 2010 2011 2012 2013

  Pengembangan Air Minum

  • ) *) *) *) *)

  Pengembangan PLP

  • ) *) *) *) *)

  Pengembangan

  • ) *) *) *) *)

  Permukiman Penataan Bangunan &

  • ) *) *) *) *)

  Lingkungan Total

  • *Dalam Ribuan

  Di samping APBN y ang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mend anai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.

  Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan ai r minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) y ang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DA K ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.

Tabel 9.5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten Musi Rawas dalam 5 Tahun Terakhir

  Jenis DAK 2009 2010 2011 2012 2013 DAK Air Minum - DAK Sanitasi

  • Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun Terakhir

  Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan Pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan

  Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. Perlu disusun tabe l proporsi berdasarkan sektor-sektor Cipta Karya yang ada.

Tabel 9.6 Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir 2009 2010 2011 2012 2013 Sektor

  Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi APBD APBD APBD APBD APBD % % % % % Sektor

Pengembangan Air *) *) *) *) *) *) *) *) *) *)

Minum

Pengembangan PPLP *) *) *) *) *) *) *) *) *) *)

Pengembangan *) *) *) *) *) *) *) *) *) *)

Permukiman

Penataan Bangunan *) *) *) *) *) *) *) *) *) *)

dan Lingkungan

Total Belanja APBD *) *) *) *) *) *) *) *) *) *)

Bidang Cipta Karya

Total Belanja APBD *) *) *) *) *) *) *) *) *) *)

  • *Dalam Proses Pendataan

  Selain itu, pemerintah daerah juga didorong un tuk mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. Oleh sebab itu, perkembangan besaran DDUB dalam 3-5 tahun terakhir perlu diketahui untuk melihat komitmen pemerintah daerah. Perkembangan DDUB dapat dijabarkan dalam tabel 9.7

Tabel 9.7 Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir (dalam ribuan)

  2009 2010 2011 2012 2013 Sektor DD DD DD DD DD

  Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi UB UB UB UB UB APBN APBN APBN APBN APBN Sektor

  Pengembangan Air *) *) *) *) *) *) *) *) *) *) Minum Pengembangan *) *) *) *) *) *) *) *) *) *) PPLP Pengembangan *) *) *) *) *) *) *) *) *) *) Permukiman Penataan Bangunan *) *) *) *) *) *) *) *) *) *) dan Lingkungan

  Total

9.4.2 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir

  Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan la ba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah ( profit oriented ). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan i nvestasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya

  Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP- SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.

  Di samping itu, pada bagian ini dicantumkan juga nilai dan volume kegiatan pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana secara umum yang dilaksanakan oleh perusahaan daerah yang ada di kabupaten/kota dalam 3-5 tahun terakhir

9.4.3 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta dalam 5 Tahun Terakhir

  Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia u saha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery . Das ar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No.67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha da lam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal

  Di beberapa daerah, skema pembiayaan alternatif ini sudah ban yak dilakukan untuk menunjang pembangunan Cipta Karya di daerah. Informasi kegiatan-kegiatan eksisting perlu dipahami untuk melihat potensi pembiayaan dari dunia usaha di daerah tersebut.

Tabel 9.8 Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir Kegiatan Tahun Komponen KPS Satuan Volume Nilai (Rp) Skema Pembiayaan* Ket.

  Pengembangan Air Minum

    • ) *) *) *) *) *)

    • ) *) *) *) *) *)

  Pengembangan PPLP

    • ) *) *) *) *) *)

    • ) *) *) *) *) *)

  Pengembangan Permukiman

    • ) *) *) *) *) *)

    • ) *) *) *) *) *)

  Penataan Bangunan dan Lingkungan

    • ) *) *) *) *) *)

    • ) *) *) *) *
    • *Dalam Proses Pendataan

9.5 Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesu ai jangka waktu RPIJM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.

9.5.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

  Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan mel akukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut sebagai Berikut : Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Y = Nilai tahun ini Y -1 = Nilai 1 tahun sebelumnya Y -2 = Nilai 2 tahun sebelumnya Dalam menentukan presentase pertumbuhan dihitung setiap pos pendapatan yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH), dan Lain-lain pendapatan yang sah.

  Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan rumus proyeksi geometris sebagai berikut : Y n = Nilai pada tahun n r = % pertumbuhan Y = Nilai pada tahun ini n = tahun ke n (1-5) Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya

  Setelah didapatkan nilai untuk setiap pos pendapatan, dapat dihitung total pendapatan. Apabila diasumsikan bahwa total pendapatan sama dengan total belanja dan diasumsikan pula bahwa proporsi belanja bidang Cipta Karya terhadap APB D sama dengan eksisting (Ta bel 6.6) maka dapat diketahui proyeksi kapasitas daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan. Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR)

  Net Public Saving Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan

  daerahsetelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedi a untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Kar ya. Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut :

  Net Public Saving = Total Penerimaan daerah - Belanja Wajib NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) - (Belanja mengikat + Kewajiban Daerah)

  • Belanja mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh Pemerintah

  Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku.

  • - Kewajiban daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran kegiatan lanjutan,

    serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.

  Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio)

  Pinjaman Daerah merupakan a lternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : o

  Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak o melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan o pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah o Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Peme rintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost

  

Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini

  menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Oleh karena itu, DSCR da lam 3-5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam RPIJM dengan rumus sebagai berikut :

  Keterangan : PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = DBH Dana Reboisasi

  9.5.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah

  Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan. Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki renca na dalam lima tahun ke depan dalam bentuk business plan . Informasi ini dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPIJM.

  9.5.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya

  Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta. Daftar proyek potensial tersebut disusun berdasarkan identifikasi usulan program dan kegiatan setiap sektor serta tingkat kelayakan ekonomi dan finansial dari programtersebut. Rencana kerjasama pemerintah dan swasta bidang Cipta Karya terangkum dalam tabel di bawah ini

Tabel 9.10 Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke Depan

  Biaya Kegiatan Kelayakan Nama Kegiatan Deskripsi Kegiatan Keterangan (Rp) Finansial IRR = ...

  • ) *) *) *)
  • ) *) *
  • *Dalam Proses Pendataan

9.6 Analisis Tingkat Ketersediaan Dana dan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber

  9.6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

  Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPIJM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis maksimal 10% d ari tahun sebelumnya Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil perhtungan pada bagian 9.5.1 Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah berdasarkan analisis pada bagian 9.5.2 Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui sk ema Kerjasama Pemerintah dan Swasta berdasarkan bagian 9.5.3.

  9.6.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

  Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPIJM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPIJM daerah agar merumuskan strategi peningkatan investasi pemb angunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain:

  1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi;

  2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran;

  3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;

  4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;

  5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman yang sudah ada;

  6. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional