ARAHANPERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

102

Bab.

ARAHANPERENCANAAN
PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep
perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada
berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan
keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu
memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan
pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang
membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu
amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat

pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

Sumber : Dit. Bina Program, DJCK 2014

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.1

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa
isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan
penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat
jugapermasalahan dan potensi pada masing- masing daerah, sehingga dukungan seluruh
stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

2.1.


AMANAT PEMBANGUNAN NASIONAL TERKAIT BIDANG CIPTA KARYA

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional

karena

turut

berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun
menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam
implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.1.1.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumenperencanaan
pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang
akan dilakukan secara bertahap dalam jangkawaktu 2005-2025. Dalamdokumen tersebut, ditetapkan

bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesiayang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”.
Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkanbeberapa hal sebagai berikut dalampembangunan
bidang Cipta Karya, yaitu:
a.

Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air
minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat
serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,
pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan
tersebut dilakukan melalui pendekatan anggap kebutuhan (demand responsive approach) dan
pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air,
serta kesehatan.

b.

Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan
kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2)
pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4)

penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.

c.

Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah
terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya
bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah
akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana,
sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan
terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

Upayaperwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:

ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.2

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019


DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA



RPJMN

ke

2

(2010-2014):

Daya

saingperekonomian

ditingkatkan

melalui


percepatan

pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia
usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.


RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus
meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa
permukiman kumuh.



RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.1.2.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014


RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa
infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka
pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945
Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah
serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum,
air limbah, persampahan dan drainase.
Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode
2010-2014, yaitu:
a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses
air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang
ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi
10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5%
maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses
dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 %
total penduduk.
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan.
d. Menurunnyaluas genangansebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan

aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:
a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,
b. memastikan ketersediaan air baku air minum,
c. meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan saranapermukiman,
d. meningkatkan kinerja

anajemen penyelenggaraan air minum,penanganan air limbah, dan

pengelolaan persampahan,
e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,
f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
g. meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS),
h. mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,
ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.3

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019


DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,
j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

2.1.3.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen
per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam
dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan
masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya
diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk
menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI
adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung
dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk
mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi
yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.


2.1.4.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya
pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya
penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan
memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok
masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu
pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
a.

Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu
melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b.

Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa
mendatang,


c.

Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan
rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan
memperhatikan aspek.
ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.4

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan
MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

2.1.5.

Kawasan Ekonomi Khusus

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas
tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan
melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi
untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona
fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat
mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi
di KEK.

2.1.6.

Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur,
Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi
 Program Pro Rakyat,
 Keadilan Untuk Semua; dan
 Program Pencapaian MDGs.
Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama
program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan.
Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan
air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.2.

PERATURAN PERUNDANGAN BIDANG PU/CIPTA KARYA

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan
yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008
tentang Sumber Daya Air, dan UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

2.2.1.

UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan PemerintahPusat,
Pemerintah

Provinsi,

dan

Pemerintah

Kabupaten/Kota.

Pemerintah

Kabupaten/Kota

dalam

penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:
a.

Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang
perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional
dan provinsi.

ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.5

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

b.

Menyusun dan rencanapembangunandanpengembangan perumahandankawasanpermukiman
padatingkat kabupaten/kota.

c.

Menyelenggarakanfungsioperasionalisasidan

koordinasi

terhadap

pelaksanaan

kebijakankabupaten/kotadalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian,
dan kawasan permukiman.
d.

Melaksanakanpengawasandanpengendalianterhadap

pelaksanaan

peraturan

perundang-

undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
e.

Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f.

Melaksanakanperaturanperundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g.

Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h.

Melaksanakankebijakandanstrategiprovinsidalam

penyelenggaraanperumahan

dan

kawasanpermukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i.

Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan
permukiman.

j.

Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional danprovinsi di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k.

Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:
a.

Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasanpermukiman pada tingkat
kabupaten/kota.

b.

Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c.

Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.

d.

Melaksanakan

sinkronisasi

dan

sosialisasi

peraturan

perundang-

undangansertakebijakandanstrategipenyelenggaraan
perumahandankawasanpermukimanpadatingkat kabupaten/kota.
e.

Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk membangunan perumahan dan permukiman
bagi MBR.

f.

Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat
kabupaten/kota.

g.

Memfasilitasi

kerja

sama

pada

tingkat

kabupaten/kota

antara

pemerintahkabupaten/kotadanbadanhukumdalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.
h.

Menetapkanlokasiperumahandan

permukimansebagai

perumahankumuhdanpermukimankumuhpadatingkat kabupaten/kota.
i.

Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada
tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.6

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak
kewajiban dan peran masyarakat.
UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta
sarana

dan

prasarana

yang

tidak

memenuhi

pencegahan,terdiridari

syarat.

Untuk

itu

perlu

pengawasan,

dilakukan

upaya

pengendalian,dan

pemberdayaanmasyarakat,sertaupayapeningkatankualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan,
dan permukiman kembali.

2.2.2.

UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-UndangBangunanGedungmenjelaskanbahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah
kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratanteknissesuaidengan fungsibangunangedung. Persyaratan
administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan
izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan
peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan
pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL).
Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:
a.

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan

gedung dengan lingkungannya

harusmempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang
seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan,
pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).
b.

Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan
peraturan

perundang-undangan

harusdilindungidandilestarikan.Pelaksanaanperbaikan,

pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya
dapat

dilakukan

sepanjang

tidak

mengubahnilai

dan/ataukarakter

cagarbudayayang

dikandungnya.
c.

Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan
keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.2.3.

UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk didalamnya
pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan
air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan
produktif.
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan
sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah
ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.7

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat
langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil
pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum
diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

2.2.4.

UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan

masyarakat

dan

kualitas

lingkungansertamenjadikansampahsebagaisumberdaya.

Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan
pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan
pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.
Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:
a.

pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah,
dan/atau sifat sampah,

b.

pengumpulandalambentukpengambilandanpemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat

c.

pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat

penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,
penampungan sampah sementara atau dari tempatpengolahansampahterpadumenujuketempat
pemrosesan akhir,
d.

pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah,

e.

pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan
akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang
menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled
landfill ataupun sanitary landfill.

2.2.5.

UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan
Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut
Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan,
pembangunan,

penguasaan,

pemilikan,

dan

pemanfaatan,

pengelolaan,

peningkatankualitas,pengendalian,kelembagaan,tugasdan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan
dan sistempembiayaan, dan peran masyarakat.

ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.8

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

2.3.

AMANAT INTERNASIONAL

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasionaldan perumusan kesepakatan
bersama

di

bidang

permukiman.Beberapa

amanat

internasional

yang

perlu

diperhatikan

dalampengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputiAgenda Habitat, Konferensi
Rio+20, Millenium Development Goals,serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.3.1.

Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan dari
Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu
dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi
negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.
Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah
penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan
akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan
kelompok rentan.

2.3.2.

Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTTPembangunan Berkelanjutan atau
lebih dikenal dengan KTT Rio+20.Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want
yangmenjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan ditingkat global, regional, dan
nasional. Dokumen memuat kesepahamanpandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh
dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan
memperkuat penerapan Rio Declaration 1992dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagipelaksanaan pembangunan
berkelanjutan, yaitu:
(i)

Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan,

(ii)

Pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta

(iii)

Kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Kerangka aksi tersebuttermasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post-2015
yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secarainklusif, yang terinspirasi dari
penerapan Millennium Development Goals(MDGs).

Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalampelaksanaan rencana pembangunan nasional
secara konkrit, termasukdalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019,dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.3.3.

Millenium Development Goals

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakatiDeklarasi Millenium sebagai bagian
dari komitmen untuk memenuhitujuan dan sasaran pembangunan millennium (Millenium
DevelopmentGoals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telahmengharusutamakan MDGs
ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.9

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

dalam pembangunan sejak tahapperencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan
dalamRencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, RencanaPembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014 serta RencanaKerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.

Gambar 2.2. Tujuh Target Pencapaian MDG’s Sebagai Amanat Internasional
Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingandalam pemenuhan target 7C yaitu
menurunkan hingga setengahnyaproporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber
airminum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Dibidang air minum, cakupan
pelayan air minum saat ini (2013) adalah61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87%
yangperlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yanglayak saat ini baru mencapai
58,60%, masih kurang dibandingkan target2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut
berperanserta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yangsignifikan dalam
kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh(minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah
Indonesiamenargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009)proporsi penduduk
kumuh mencapai 12,57%.
Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukanperhatian khusus dari seluruh
pemangku kepentingan, baik di tingkatpusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah
kabupaten/kotaperlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastrukturpermukiman dalam
rangka percepatan pencapaian target MDGs.

2.3.4.

Agenda Pembangunan Pasca 2015

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggiuntuk memberi masukan kerangka
kerja agenda pembangunan globalpasca 2015. Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia,
BapakSusilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dariLiberia, dan Perdana Menteri
David Cameron dari Inggris, danberanggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013,
paneltersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBBberjudul “A New Global
Partnership: Eradicate Poverty and TransformEconomies Through Sustainable Development”. Isinya

ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.10

BANTUAN TEKNIS RPI2JMKabupaten

Simalungun2015 - 2019

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

adalahrekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yangdirumuskan berdasarkan
tantangan pembangunan baru, sekaliguspelajaran yang diambil dari implementasi MDGs.
Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunanglobal pasca 2015, sebagai
berikut:
1.

Mengakhiri kemiskinan;

2.

Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender;

3.

Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup;

4.

Menjamin kehidupan yang sehat;

5.

Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik;

6.

Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi;

7.

Menjamin energi yang berkelanjutan;

8.

Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan;

9.

Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan;

10.

Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif;

11.

Memastikan masyarakat yang stabil dan damai; dan

12.

Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorongpembiayaan jangka panjang

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalampencapaian sasaran 6 yaitu
mencapai akses universal ke air minum dansanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian
sasarantersebut adalah:
1.

Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah,
puskesmas, dan kamp pengungsi,

2.

Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah
dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%,

3.

Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta
meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah
perkotaan sebanyak z%,

4.

Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri
sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporantersebut juga menekankan
pentingnya kemitraan baik secara globalmaupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan.
Kemitraanyang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimanaseluruh pihak duduk
bersama-sama untuk bekerja bukan tentangbantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka
kebijakan untukmencapai pembangunan berkelanjutan.

ArahanPerencanaanPembngunanBidangCiptaKaryaII.11