ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

2.1. KONSEP PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM DIRJEN CIPTA KARYA

  Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

  Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

  • UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang • RTRW NAsional/KSN
  • RTRW Provinsi /Kota/Kabupaten
  • MDGs
  • SDG
  • Amanat Pembangunan Nasional - RPJPN 2005-2025 - RPJMN 2010-2014 - UU/PP (UU 32/2004, PP 38/2007.dll)
    • - MP3EI - MP3KI - KEK - Direktif Presiden Amanat Pembangunan Nasional - UU No. 20/2001 tentang Rumah Susun
      • - UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung - UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan

        Persampahan

        - UU No. 7/2004 tentang SDA - PP No. 18/2005 tentang Pengembangan SPAM - PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah
        • Bencana Alam - Perubahan Iklim - Reformasi Birokasi - Kepadatan Penduduk Perkotaan - Pengarusutamaan Gender - Green Economy Permasalahan dan Potensi Daerah Dukungan Stakeholder - Daerah (Prov/Kota/Kab) - Dunia Usaha - Masyarakat

        Gambar 2.1.

         Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya BAB ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

        Amanat Penataan Ruang/Spasial

        Rumah Tangga dan Sampah sejenis - PP 36/2005 tentang Peraturan

      • - Standar Pelayanan Minimal Bidang PU dan Penataan Ruang - RPI-2JM Amanat Internasional • Agenda Habitat • RIO +20

        Kondisi Eksisting Pembangunan Bidang Cipta Karya

      A. Rencana dan Program Bidang CK

        

      B. Pelaksanaan Pembangunan Bidang CK

      Permukiman yang Layak Huni dan Berkelanjutan

        Isu-Isu Strategis

        Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

      2.2. AMANAT PEMBANGUNAN NASIONAL

        Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

      2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

        RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetap kan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang

        Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu : a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan ntuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive

        approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

        b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

        c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

        d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:

      • RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan

        pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

      • RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat

        terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

      • RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

      2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

        RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H,pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010- 2014, yaitu:

        a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.

        b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat

        (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat

        skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air

        limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

        c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan. d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

        Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:

        a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,

        b. memastikan ketersediaan air baku air minum,

        c. meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

        d. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan, e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,

        f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

        g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur, i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta, j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

      2.2.3. Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

        Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

      A. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi

        Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia.

        Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

        Gambar 2.2.

         Ilustrasi Koridor Ekonomi Indonesia

        Dalam rangka Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi dibutuhkan penciptaan kawasan-kawasan ekonomi baru, diluar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang telah ada. Pemerintah dapat memberikan perlakuan khusus untuk mendukung pembangunan pusat-pusat tersebut, khususnya yang berlokasi di luar Jawa, terutama kepada dunia usaha yang bersedia membiayai pembangunan sarana pendukung dan infrastruktur. Tujuan pemberian perlakuan khusus tersebut adalah agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

        Perlakuan khusus tersebut antara lain meliputi : kebijakan perpajakan dan kepabeanan peraturan ketenagakerjaan, dan perijinan sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Untuk menghindari terjadinya enclave dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut, Pemerintah Pusat dan Daerah mendorong dan mengupayakan terjadinya keterkaitan (linkage) semaksimal mungkin dengan pembangunan ekonomi di sekitar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru tersebut dapat berupa KEK dalam skala besar yang diharapkan dapat dikembangkan disetiap koridor ekonomi disesuaikan dengan potensi wilayah yang bersangkutan.

        Pembangunan koridor ekonomi ini juga dapat diartikan sebagai pengembangan wilayah untuk menciptakan dan memberdayakan basis ekonomi terpadu dan kompetitif serta berkelanjutan. Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia melalui pembangunan Koridor Ekonomi Indonesia memberikan penekanan baru bagi pembangunan ekonomi wilayah.

      B. Penguatan Konektivitas Nasional

        Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

        Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional.

        Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut:

        1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal

        supply chains systems.

        2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland).

        3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan

        berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan.

      Gambar 2.3. Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional di Masa Depan Tabel 2.1.

         Komponen Konektivitas

        Sumber : MP3EI

        Gambar 2.4.

         Visi Konektivitas Indonesia

        Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu ‘TERINTEGRASI SECARA LOKAL, TERHUBUNG

        SECARA GLOBAL (LOCALLY INTEGRATED, GLOBALLY CONNECTED) ’. Gambar 2.5.

         Kerangka Kerja Konektivitas Nasional

        Fokus Penguatan Konektivitas Nasional untuk mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi indonesia adalah sebagai berikut:

      2.2.4. Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

        Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu: a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan, b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang, c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

        Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM-Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

      • Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (Ekonomi Makro)
      • Kerangka MP3KI

        Komponen Saat ini MP3KI

        2013-1014 2015-2025

        A. Mekanisme Ekonomi

      • Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan inklusif (MP3EI)
      • Stabilitas Ekonomi Makro Pengendalian Inflasi dan Kesinambungan fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat

        B. Afirmasi (Keberpihakan)

      • Program 4 Klaster Belum terpadu lokasi dan waktu, terutama untuk kantong kemiskinan
        • Terpadu pada lokasi & waktu, terutama kantong kemiskinan
        • Sinergi dengan program daerah dan
        • Konsolidasi program bantuan sosial >>> unified

      • Sistem Jaminan Sosial Sistem dan cakupan terbatas
        • Sistem diperbaiki (BPJS
        • Sistem semakin lengkap (BPJS lainnya) &

        data base

        Kesehatan) dan cakupan diperluas

        universal coverage

        Peningkatan income generating activities (wirausaha, financial inclusion, dan supply chain MP3EI)

      • Sustainable Livelihood Terbatas >> daya tahan penduduk miskin rentan
      • Dukungan Data belum terpadu Data sasaran terintegrasi (PPLS), bertahap menuju social security number (e-KTP)
        • Transformasi : Perlindungan Sosial, Pelayanan Dasar dan Penghidupan Berkelanjutan
        • Agenda Transformasi Penanggulangan Kemiskinan MP3KI 2013-2025 dan RPJMN 2015-2025
        • Instrumen MP3KI Jangka Pendek-Menengah

        Percepatan Pengurangan Kemiskinan (Quick Wins)

      • 273 Kecamatan - Penambahan (on top) BLM PNPM Mandiri - Pendanaan: block
      • 6 Kecamatan - Uji coba pendekatan penghidupan berkelanjutan melalui perlindungan dan pengembangan aset, khususnya perluasan akses ekonomi
      • Pendanaan: anggaran K/L di lokasi pilot Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan ( Livelihood )
      • 157 Kecamatan - Pola “keroyokan” di lokasi kemiskinan terpilih
      • Pendanaan: anggaran regular, block grant dari Kementerian, dan APBD

        grant dari Kementerian

        Penguatan Kecamatan Kantong Kemiskinan

        Ketiga instrumen dilaksanakan dengan menggunakan platform PNPM

        1. Peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia masyarakat miskin perdesaan dan perkotaan

        2. Pengembangan dan diversifikasi sumber usaha masyarakat miskin berbasis sumber daya alam

        3. Penyediaan dan pengembangan infrastruktur dasar terpadu, yaitu: listrik, sanitasi, air bersih, dan transportasi alternative bagi masyarakat perdesaan

        4. Pemberian jaminan pelayanan dasar dan perlindungan sosial di wilayah perdesaan, terpencil dan perbatasan

        Strategi Utama Koridor Kalimantan

      • Sinergi MP3KI dan MP3EI

        A) Tujuan

        1. Mempercepat upaya pengurangan kemiskinan

        2. Menghindarkan dan mengurangi kesenjangan pendapatan antar penduduk

        B) Strategi

        1. Meningkatkan efek spill over dari pusat-pusat pertumbuhan MP3EI ke wilayah

        2. Meningkatkan kapasitas penduduk untuk memanfaatkan peluang

        C) Implementasi (antara lain)

        1. Kebijakan umum: industri padat karya dan upah minimum

        2. Meningkatkan akses (transportasi) dari pusat pertumbuhan ke non pusat pertumbuhan

        3. Membangun Sekolah Kejuruan dan melaksanakan berbagai diklat kewirausahaan dan ketrampilan

        4. Mendorong program kemitraan antara perusahaan dan UKM lokal

        5. Mempermudah penyediaan permodalan dan pembentukan wira usaha (business

        star up) serta outlet pemasaran (pasar-pasar lokal) 2.2.5.

         Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

        Menurut UU No. 39 Tahun 2009 KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK. Beberapa ketentuan tentang KEK :

      • KEK terdiri atas satu atau beberapa zona:

        1. pengolahan ekspor; diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri yang produksinya ditujukan untuk ekspor. 2. logistik; diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar negeri. 3. industri; diperuntukkan bagi kegiatan industri yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang. setengah jadi, dan/atau barang jadi, serta agroindustri dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang produksinya untuk ekspor dan/atau untuk dalam negeri. 4. pengembangan teknologi; diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi. 5. pariwisata; diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, pameran, serta kegiatan yang terkait. 6. energi; diperuntukkan untuk kegiatan riset dan pengembangan di bidang energi serta produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi primer. 7. ekonomi lain; diperuntukkan untuk kegiatan lain selain huruf a sampai f yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.

      • Lokasi KEK:

        1. sesuai dengan RTRW dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung; 2. pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK; 3. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan dan pelayaran internasional internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; 4. mempunyai batas yang jelas.

      • Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh:

        1. Badan Usaha, usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi setelah memperoleh persetujuan pemerintah kabupaten/kota 2. pemerintah kabupaten/kota, usulan diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi 3. pemerintah provinsi, usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan pemerintah kabupaten/kota.

      • Penyelenggaraan KEK:

        1. pengusulan KEK; 2. penetapan KEK;

        3. pembangunan KEK; 4. pengelolaan KEK; dan 5. evaluasi pengelolaan KEK.

      • Lokasi KEK:

        1. dalam satu wilayah kabupaten/kota; atau 2. lintas wilayah kabupaten/kota.

      • Kelengkapan dokumen Usulan pembentukan KEK:

        1. deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana dan sumber pembiayaan serta jadwal pembangunan KEK; 2. peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan; 3. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi; 4. studi keJayakan ekonomi dan finansial;

        5. Amdal yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 6. usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; 7. penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah; 8. rekomendasi dari otoritas pengeJola infrastruktur pendukung dalam hal untuk pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya; 9. pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK; dan 10. komitmen pemerintahan kabupaten/kota mengenai rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta kemudahan.

      • Penetapan KEK dilakukan oleh Dewan Nasional setelah Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen usulan secara lengkap. Kajian dilakukan terhadap : 1. pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan 2. kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan.
      • Kegiatan Pembangunan KEK:

        1. pembebasan tanah untuk lokasi KEK; dan 2. pelaksanaan pembangunan fisik KEK.

      • Pembiayaan Pembangunan KEK:

        1. APBN dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

        2. Badan Usaha; 3. kerjasama pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota dengan Badan Usaha; dan/atau 4. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      • Pengelolaan KEK:

        1. Administrator; dibentuk oleh Dewan Kawasan, yang bertugas :

        a. memberikan izin usaha dan izin lain yang diperlukan b. bagi Pelaku Usaha untuk mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK:

        c. melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK yang dilakukan oleh Badan Usaha pengelola KEK; dan

        d. menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan insidental kepada Dewan Kawasan.

        2. Badan Usaha pengelola; bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK, berbentuk :

        a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;

        b. Badan Usaha koperasi;

        c. Badan Usaha swasta; atau

        d. Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Badan Usaha pengelola KEK ditetapkan pada masa pelaksanaan pembangunan KEK dan paling lambat sebelum KEK dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional.

      2.2.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

        Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Program- program pembangunan yang berkeadilan, meliputi :

        1. Program pro rakyat :

        a) Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

        b) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

        c) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil;

        2. Program keadilan untuk semua :

        a) Program keadilan bagi anak;

        b) Program keadilan bagi perempuan;

        c) Program keadilan di bidang ketenagakerjaan;

        d) Program keadilan di bidang bantuan hukum;

        e) Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan;

        f) Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan;

        3. Program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG’s) :

        a) Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;

        b) Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

        c) Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

        d) Program penurunan angka kematian anak;

        e) Program kesehatan ibu; f) Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya;

        g) Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup; h) Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.

        Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

      2.3. PERATURAN PERUNDANGAN 2.3.1. UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman

        Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk :

        a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

        c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap d. memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; e. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; f. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

        g. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

        Tugas Pemerintah kabupaten/kota dalam rangka melaksanaan pembinaan melakukan penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) Kabupaten/Kota (pasal 15). Sementara itu wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan perumahan dan kawasan permukiman adalah : a. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; b. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD; c. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; d. melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

        e. mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR; f. menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota; g. memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; h. menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota; dan i. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

        Tugas Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman :

        a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

        b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

        c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

        d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang- undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

        e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

        f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

        g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

        h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

        Penyelenggaraan perumahan meliputi perencanaan perumahan, pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis meliputi : 1. rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman 2. rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan.

        Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. Ketentuan mengenai pembangunan rumah dan perumahan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

      • Pasal 34 ayat 1 dan 2

        ➢ Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang. ➢ Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.

      • Pasal 35 ayat 1

        ➢ Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

      • Pasal 36 ayat 1 dan 2

        ➢ Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota. ➢ Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja.

      • Pasal 38 ayat 1,2,4

        ➢ Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun. ➢ Pembangunan rumah dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan. ➢ Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

      • Pasal 47 ayat 3

        Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan : ➢ kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah; ➢ keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian;

        ➢ ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana,dan utilitas umum.

        Ketentuan mengenai pengendalian pembangunan perumahan dalam Undang-undang No.

        1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

      • Pasal 53 ayat 1 dan 2

        ➢ Pengendalian perumahan dimulai dari tahap:

        a. perencanaan;

        b. pembangunan; dan c. pemanfaatan. ➢ Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

        Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk:

        a. perizinan;

        b. penertiban; dan/atau

      • Pasal 64 ayat 1,2,6

        Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Perencanaan kawasan permukiman dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman.

        Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ini juga diatur mengenai penanganan kawasan kumuh sebagai berikut :

      • Pasal 94

        ➢ Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman. ➢ Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilaksanakan berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ➢ Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.

      • Pasal 95 ayat 1 dan 2

        ➢ Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru mencakup: a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi;

        b. ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum; c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum; dan d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. ➢ Pencegahan dilaksanakan melalui :

        a. pengawasan dan pengendalian; dan b. pemberdayaan masyarakat. ➢ Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ➢ Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan pelayanan informasi. ➢ Pencegahan wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,dan/atau setiap orang.

      • Pasal 97

        ➢ Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola penanganan:

        a. pemugaran;

        b. peremajaan; atau c. pemukiman kembali. ➢ Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilanjutkan melalui pengelolaan untuk mempertahankan tingkat kualitas perumahan dan permukiman.

      • Pasal 98 ayat 1 dan 2

        ➢ Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan:

        a. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;

        c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni; d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;

        e. kualitas bangunan; dan f. kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. ➢ Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

      • Pasal 99

        Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.

      • Pasal 100

        ➢ Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Peremajaan harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat terdampak. ➢ Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang diremajakan harus diwujudkan secara lebih baik dari kondisi sebelumnya. ➢ Peremajaan dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.

      • Pasal 101

        Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat. Pemukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.

      • Pasal 102

        Pemukiman kembali wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Lokasi yang akan ditentukan sebagai tempat untuk pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

      2.3.2. UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

        Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

        A. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

        B. Persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.

        1. Persyaratan tata bangunan meliputi :

        a. Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi : 1) Persyaratan peruntukan lokasi dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata ruang. Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan,

        2) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan meliputi KDB, KLB, dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. 3) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung meliputi :

      • garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;
      • jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.

        Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.

        b. Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi : 1) Persyaratan penampilan bangunan gedung harus memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di sekitarnya.

        2) Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung. 3) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

        2. Persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi :

        a. Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi : 1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban

        muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan

        kukuh dalam mendukung beban muatan kukuh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam. Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri 2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan

        menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan

        gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif, meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran. Bangunan gedung, selain rumah tinggal, harus dilengkapi dengan system proteksi pasif dan aktif. 3) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir, untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis,