BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MASA DEPAN ANAK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB C YAKUT PURWOKERTO - repository perpustakaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk sosial yang keberadaannya saling

  berkaitan dan membutuhkan satu sama lain. Dalam hidup bermasyarakatpun terkadang menjumpai banyak kesenjangan yang terjadi akibat ketidak senangan satu dengan yang lain. Ketidak sukaan tersebut antara lain dipengaruhi oleh kecemburuan sosial, ketidak cocokan antara individu yang satu dengan yang lain, dan sebagainya. Hal ini pada dasarnya wajar, karena pada kenyataannya tidak semua orang di dunia ini suka atau berpikiran positif terhadap orang lain. Pilihannya cuma ada dua disenangi - tidak disenangi, sedih - senang, suka - tidak suka, kecewa - bahagia, tersenyum - menangis, dan sebagainya, tapi tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut baik dalam kondisi senang apalagi dalam kondisi yang tidak menyenangkan.

  Kondisi yang tidak menyenangkan tersebut bisa terjadi dimana saja dan dalam kondisi apapun bahkan saat individu berada di atas sekalipun.

  Kondisi tersebut juga sering muncul di dalam lingkup kecil seperti misalnya di dalam keluarga yang seringkali mengganggu kehidupan individu tersebut.

  Ketidak senangan yang muncul antara lain kesenjangan antara mertua- menantu, kakak-adik, bahkan kecewa karena memiliki buah hati yang tidak sesuai dengan harapan. Memiliki seorang anak merupakan anugrah terindah

  1 bagi setiap pasangan yang sudah menikah. Di karuniani seorang anak yang sehat baik fisik maupun psikis adalah harapan bagi setiap orang tua, tapi apa jadinya jika buah hati mereka tidak sesuai dengan harapan atau mengalami kekurangan baik fisik ataupun psikis, seperti memiliki anak retardasi mental.

  Retardasi mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Anak retardasi mental atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terkebelakangan mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut (Somantri,2007).

  Dalam pandangan masyarakat umum, anak retardasi mental sering disamakan dengan idiot. Padahal belum tentu anak retardasi mental adalah idiot, karena idiot hanyalah istilah bagi anak retardasi mental yang bertaraf sangat berat. Tanggapan negatif masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti: orang tua mengucilkan anak atau tidak mengakui sebagai anak yang retardasi mental. Anak yang retardasi mental disembunyikan dari masyarakat karena orang tua merasa malu mempunyai anak keterbelakangan mental. Di sisi lain, ada pula orang tua yang memberikan perhatian lebih pada anak retardasi mental. Orang tua yang menyadari memiliki anak retardasi mental berusaha memberikan yang terbaik pada anaknya dengan meminta bantuan pada ahli yang dapat menangani anak retardasi mental. Orang tua yang memahami dan menyadari akan kelemahan anak retardasi mental merupakan faktor utama untuk membantu perkembangan anak dengan lingkungan (Suryani, 2005 dalam Utami, 2009).

  Di Indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan kabupaten Banyumas, ada sekitar 200 anak retardasi mental yang terbagi dalam 2 SLB di Banyumas ini yang kebanyakan dari mereka berjenis kelamin perempuan dan berusia antara 7- 15 tahun.

  Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya. Keduanya disebut retardasi mental primer, sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak (Somantri, 2007). Memiliki anak retardasi mental tentunya berbeda dengan kenyataan yang diinginkan dan banyak diantara mereka tidak bisa menerima kenyataan tersebut. orang tua yang memiliki anak retardasi mental cenderung memiliki perasaan sedih, depresi, marah dan menerima keadaan anaknya. Orang tua merasa khawatir apabila anak tersebut tidak dapat bergaul dengan lingkungannya, tidak bisa diterima dilingkungannya, beradaptasi dengan lingkungannya, khawatir tentang masa depan anak mereka, bagaimana kemandirian mereka setelah dewasa nanti dan sebagainya. Perasaan cemas tersebut muncul mengingat anak retardasi mental berbeda dengan anak pada umumnya yakni memerlukan perawatan yang ekstra dalam mengasuhnya.

  Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan. (Freud dalam Alwisol, 2005).

  Kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain) dan gejala- gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya). Kecemasan dasar berasal dari takut; suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tak berteman dan tak berdaya dalam dunia penuh ancaman. Kecemasan dasar selalu di barengi oleh permusuhan dasar; berasal dari perasaan marah untuk mengatisipasi bahaya dari orang lain dan untuk mencurigai orang lain itu. Kecemasan dan permusuhan membuat orang yakin bahwa dirinya harus di jaga untuk melindungi keamanannya. (Karen Horney dalam Alwisol, 2005).

  Merawat anak retardasi mental jelas berbeda dengan merawat anak yang normal pada umumnya, para orang tua memerlukan kesabaran, ketabahan, keuletan yang ekstra dalam mengasuh anak retardasi mental. Sebagian dari mereka memerlukan penangan dan perawatan sepanjang hidupnya, atau dengan kata lain anak penderita retardasi mental ini memerlukan bantuan orang lain untuk menjalankan hidup mereka. Hal ini menjadi salah satu penyebab kecemasan para orang tua khususnya ibu yang khawatir tentang masa depan anak mereka, cemas dengan kelanjutan hidup / nasib anak mereka di kemudian hari jikalau mereka tidak mampu lagi merawat anak mereka (Utami, 2009). Disini dukungan sosial sangat diperlukan dan diharapkan dapat memberikan informasi, bimbingan, dukungan moril serta keyakinan kepada para orang tua bahwa anak-anak mereka mampu hidup dengan baik di masa yang akan datang.

  Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SLB C Yakut Purwokerto terdapat 124 orang tua yang memiliki anak retardasi mental dan berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 23 maret 2011 dengan 3 orang tua yang berada di SLB, orang tua pada umumnya merasa kerepotan, malu, merasa dikucilkan, merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri dengan keadaan yang dialami dan terkadang orangtua pun merasa stress hingga depresi.

  Seperti halnya yang dialami oleh ibu X, pada saat ia mengetahui bahwa si buah hati berbeda dengan anak lain pada umumnya ia merasa terpuruk serta bertanya-tanya pada diri sendiri tentang keadaan buah hatinya dan cenderung menyalahkan diri sendiri atas segala yang terjadi.

  Ketika lingkungan tempat tinggalnya cenderung menolak kehadiran buah hatinya, ibu X merasa sedih dan sering menangis dengan kondisi buah hatinya tersebut. Dengan kondisi buah hatinya yang seperti itu dan ditambah lagi dengan keadaan lingkungan sekitar yang cenderung menolak, perasaan sedih yang di rasakan oleh ibu X semakin bertambah. Selain perasaan tersebut, ibu X pun merasa khawatir tentang nasib buah hatinya dikemudian hari mengingat kondisi si buah hati yang berbeda dengan anak pada umumnya. Namun ketika lingkungan tempat tinggalnya cenderung bisa dan mau menerima kondisi buah hatinya tersebut, ibu X merasa sedikit lega dan merasa ada yang dapat memberikan motivasi serta dorongan yang positif untuk dapat mengatasi permasalahan yang sedang di hadapi.

  Melihat fakta yang ada, bahwasanya orang tua yang memiliki anak retardasi mental mengalami permasalahan-permasalahan dalam menjalankan hidup, belum lagi jika lingkungan tempat tinggalnya cenderung melakukan penolakan maka orang tua akan semakin terpuruk hingga mengarah pada keputus asaan tetapi jika lingkungan tempat tinggalnya mendukung maka orang tua akan bangkit dan bisa menjalankan hidup dengan keyakinan yang positif. Disini orang tua memerlukan orang-orang disekitarnya untuk dapat mengatasi masalah termasuk di dalamnya berbagi cerita atau masalah yang sedang dihadapi, serta dukungan dari orang-orang terdekat dan orang-orang yang diyakini dapat membantu para orang tua baik dalam hal materi, cinta kasih, keyakinan yang positif, dan segala informasi terkait dengan masalah yang sedang dihadapi. Dukungan sosial sebagai sumber daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang lain (Sheridan dan Radmacher dalam Juairiani, 2006). Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama (Siegel dalam Juairiani, 2006).

  Hal tersebut diatas juga didukung oleh hasil penelitian yang menunjukan bahwa hasil korelasi antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rho didapatkan hasil nilai r = -0,650 dengan nilai signifikan sebesar 0,01. Dari hasil tersebut mempunyai arti bahwa terdapat korelasi antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi. Koefisien korelasi (r) memberikan hasil negatif, hal ini berarti bahwa adanya hubungan terbalik antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah yang menunjukkan semakin tinggi dukungan keluarga yang diberikan semakin rendah tingkat kecemasan yang dialami oleh anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Sehingga hipotesis penelitian ini diterima yaitu ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah. Nilai korelasi (r) sebanyak 0,650 menunjukkan bahwa korelasi antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah mempunyai nilai tinggi/kuat (Murniasih & Rahmawati. 2007).

  Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik meneliti permasalahan yang ada terkait dengan dukungan sosial yang diberikan apakah dapat membantu permasalahan yang sedang dihadapi para orang tua anak retardasi mental atau tidak. Mengingat perkembangan zaman yang semakin modern ini, manusia dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif lagi dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Di tambah lagi dengan kenyataan bahwa masih banyaknya pengangguran yang sebagian dari mereka adalah para lulusan perguruan tinggi (sarjana). Hal tersebut menambah daftar alasan tentang ketakutan-ketakutan mengenai nasib si buah hati di masa yang akan datang (masa depan).

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui Apakah Ada Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kecemasan masa depan anak pada Orang tua yang memiliki Anak Retardasi Mental di SLB C Yakut Purwokerto.

  C. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial terhadap kecemasan masa depan anak pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB C Yakut Purwokerto.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritik Diharapkan dapat menambah dan mengembangkan ilmu psikologi khususnya psikologi klinis

2. Manfaat Praktis

  Bagi yang berkompeten (Guru) agar dapat menyampaikan tentang penelitian ini kepada masyarakat luas. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi, serta pemahaman bagi keluarga dan masyarakat luas dalam upaya memberi dukungan positif pada para orang tua yang memiliki anak retardasi mental untuk dapat mengurangi kecemasan terhadap masa depan anak retardasi mental.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM MENGASUH ANAK DENGAN TINGKAT STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB YAYASAN WIDYA BAKTI SEMARANG

0 0 32

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS DI SLB AUTIS DI SURAKARTA SKRIPSI

0 0 144

View of PENGARUH METODE BERMAIN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB C YAKUT PURWOKERTO

0 0 11

HUBUNGAN ANAK RETARDASI MENTAL DENGAN DEPRESI ORANG TUA - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

0 1 121

HUBUNGAN ANTARA ACTIVE COPING DENGAN STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL UMUR 6-12 TAHUN DI SLB N 2 YOGYAKARTA

1 1 17

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI 1 BANTUL - DIGILIB UNISAYOG

0 3 14

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI ORANG TUA DENGAN KOPING ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK TUNA DAKSA DI SLB NEGERI 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI ORANG TUA DENGAN KOPING ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK TUNA DAKSA DI SLB NEGERI 1 BANTUL - DIGILIB

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN YANG DILAKUKAN TINDAKAN ENDOSKOPI DI IRNA I RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 1 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN SIKAP PERAWAT DAN PERAN ORANG TUA DENGAN KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI R. CEMPAKA RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA TAHUN 2017 - repository perpustakaan

0 3 13

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN ANTARA USIA JENIS KELAMIN SOSIAL EKONOMI DAN POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA ANAK SMP NEGERI 2 MANDIRAJA - repository perpustakaan

0 0 12