BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Mukhammad Hasan Tsu'banullah BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres 1. Definisi stress Stres adalah ketidak mampuan mengatasi ancaman yang dihadapi

  oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (National Safety Council, 2004).

  Stres tidak terlepas darimana datangnya dan apa saja sumbernya, sumber stres atau biasa disebut dengan stressor adalah suatu keadaan, situasi objek atau individu yang dapat menimbulkan stres. Stres yang muncul dari dalam diri sendiri disebut internal sources, dan yang berasal dari luar dinamakan eksternal sources (Potter dan Perry, 1999).

  Menurut Spielberger (2001) menyatakan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek- obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

  Baik imajinasi maupun nyata, persepsi seseorang terhadap stres sebenarnya berasal dari perasaan takut atau marah, perasaan ini dapat diekspresikan dalam bentuk sikap tidak sabar, frustasi, iri, tidak ramah, depresi, bimbang, cemas, rasa bersalah, ataupun khawatir. Selain itu

  

10 perasaan ini juga dapat muncul dalam bentuk sikap yang pesimis, tidak puas, produktivitas rendah, dan sering absen. Emosi, sikap dan perilaku kita yang terpengaruh stres dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius dan tergantung reaksi individu tersebut terhadap stres. Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang-pendek yang tidak sama, pernah atau mengalaminya dan tidak seorangpun bisa terhindar dari stres. Selaras dengan pengertian diatas bahwa Stres adalah suatu kondisi adanya tekanan fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dalam diri dan lingkungan (Rathus dan Nevid, 2002).

  Berdasarkan uraian diatas maka bisa disimpulkan bahwa Stres adalah kondisi dimana adanya tekanan maupun tuntutan yang datang dari luar maupun diri seseorang, fisik maupun psikis seseorang baik dalam jangka panjang maupun pendek dalam kadar berat maupun ringan dan tidak ada seorangpun yang mampu menghindar dari stres tersebut, tetapi seseorang tersebut bisa melakukan koping atau menurunkan kadar stres tersebut dengan cara yang tepat. Stres yang paling umum dialami oleh mahasiswa merupakan stres akademik. Stres akademik berkaitan dengan proses akademik dan lingkungan yang mempengaruhi proses akademik. Stres akademik diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaaan individu yang mengalami tekanan sebagai hasil persepsi dan penilaian mahasiswa tentang stresor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di perguruan tinggi (Govaerst & Gregoire, 2004).

2. Gejala Stres

  Cooper dan Straw (1995) mengemukakan gejala stres fisik, perilaku, dan dalam bentuk watak. Bentuk gejala fisik oleh ditandai dengan adanya kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah. Sementara dengan bentuk perilaku umumnya ditandai dengan perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal kehilangan semangat, sulit kosentrasi, sulit berfikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam berpenampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain. Dalam bentuk gejala watak dan kepribadian biasanya tanda yang bisa dilihat adalah sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik dan kurang percaya diri menjadi rawan.

  Tidak berbeda apa yang disampaikan oleh Handoyo (2001) dimana gejala stres dapat dibedakan atas gejala fisik, emosional, intelektul dan gejala interpersonal. Gejala fisik ditandai dengan sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, selera makan berubah, tekanan darah tinggi atau serangan jantung dan kehilangan energi. Sementara gejala stres yang bersifat emosional ditandai dengan, marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerah dan kelesuan mental. Handoyo (2001) menambahkan bahwa gejala stres yang bersifat intelektual umumnya di tandai dengan mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkosentrasi, suka melamun berlebihan dan pikiran hanya di penuhi satu pikiran saja. Sedangkan tanda stres yang bersifat interpersonal adalah acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

  Sedangkan Gejala stres yang banyak ditunjukkan oleh mahasiswa antara lain gangguan tidur seperti kesulitan tidur, sering terlihat cemas, mudah marah, dan ada beberapa mahasiswa yang menunjukkan gejala gangguan daya ingat yang ditunjukkan dengan seringnya mahasiswa lupa pada janji bimbingan dengan dosen pembimbing skripsi (Januarti, 2009).

3. Jenis Stressor

  Menurut Rasmun (2004) stresor adalah variabel yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya stres. Sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Stres terjadi apabila stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis. Beberapa jenis stresor adalah sebagai berikut: a) Stresor biologik

  Stresor biologik dapat berupa bakteri, virus, hewan, binatang, tumbuhan, dan berbagai macam makhluk hidup yang dapat mempengaruhi kesehatan.

  b) Stresor fisik

  Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, suhu, cuaca, geografi, dan alam.

  c) Stresor kimia Stresor kimia dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh.

  Contoh stresor yang berasal dari dalam tubuh adalah serum darah dan glukosa sedangkan stresor yang berasal dari luar tubuh misalnya obat, alkohol,

  d) Stresor sosial dan psikologik

  Stresor sosial dan psikologik misalnya rasa tidak puas terhadap diri sendiri, kekejaman, rendah diri, emosi yang negatif, dan kehamilan.

  e) Stresor spiritual

  Stresor spiritual yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai- nilai ke-Tuhanan.

  Tidak hanya stresor negatif yang dapat menyebabkan stres, tetapi stresor positif seperti kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, dan mempunyai anak juga dapat menyebabkan stres.

4. Penyebab Stres

  Penyebab stres (stresor) adalah segala situasi atau pemicu yang menyebabkan individu merasa tertekan atau terancam. Stresor yang sama akan dinilai berbeda oleh setiap individu. Penilaian individu terhadap stresor akan mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap stresor yang membuat stres (Losyk, 2007) menyatakan bahwa stres pada individu dapat terjadi karena tuntutan-tuntutan yang individu diletakan dalam diri sendiri. (Potter & Perry, 2006) mengklasifikasikan stresor menjadi dua, yaitu stresorinternal dan stresor eksternal. Stresor internal adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, dan stresor eksternal adalah penyebab stres yang berasal dari luar diri individu. Penyebab stres yang terjadi pada mahasiswa selama menjalani perkuliahan adalah tuntutan akademik, penilaian sosial, manajemen waktu serta persepsi individu terhadap waktu penyelesaian tugas, kondisi ujian, kondisi perbedaan bahasa yang digunakan, dan biaya perkuliahan (Kausar, 2010; Lubis dan Nurlaila, 2010; Robotham, 2008).

  Penyebab stres berbeda-beda dari satu orang ke orang yang lainnya. Yang terasa berat bagi seseorang mungkin merasa menantang dan menyenangkan bagi orang lain. Stres telah menjadi topik yang populer. media seringkali menyatakan perilaku yang atau penyakit yang tidak lazim pada manusia sebagai akibat dari stres atau nervous breakdown. Sebagai contohnya jika seorang selebritis mencoba bunuh diri, sering kali di katakan ia menderita tekanan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dalam pengertian umum, stres terjadi jika orang di hadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya peristiwa tersebut biasanya di katakan stresor dan reaksi ini orang terhadap peristiwa tersebut di namakan respon stres (Lukluk & Bandiyah, 2008) 5.

  Tingkat stres

  Rasmun (2004), membagi hubungan tingkat stres yaitu :

  a) Stres Ringan biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaiknya stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan umumnya dapat di rasakan oleh semua orang. Misalnya lupa ketiduran, kemacetan, di kritik. Berakhir beberapa menit atau beberapa jam situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika di hadapi terus menerus.

b) Stres sedang; terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari.

  Contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih, mengharapkan pekerjaan baru, anggoata keluarga pergi dalam kurun waktu yang cukup lama, situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit koroner.

  c) Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial dan penyakit yang lama.

6. Tahapan Stres

  Menurut Hawari (2008) bahwa tahapan-tahapan stres sebagai berikut : a)

  Stres tahap I Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:

  1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting). 2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya. 3)

  Merasa mampu menye-lesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

  b) Stres tahap II

  Dalam tahapan ini respon terhadap stresor yang semula menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut:

  1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar. 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang. 3) Lekas merasa lelah menjelang sore hari.

  4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort ).

  5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar). 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang. 7) Tidak bisa santai.

  c) Stres Tahap III

  Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:

  1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag, buang air besar tidak teratur (diare).

2) Ketegangan otot-otot semakin terasa.

  3) Perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.

  4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia) atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia) atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia).

  5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa akan jatuh dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus konsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

  d) Stres Tahap IV

  Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit. 2)

  Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.

  3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate).

  4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari. 5)

  Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan. Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak semangat dan gairah. 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun. 7)

  Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

  e) Stres Tahap V

  Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1)

  Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion ).

  2) Ketidakmampuan untuk menye-lesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana.

  3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder ).

  4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

  f) Stres Tahap VI

  Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati.

  Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:

  1) Debaran jantung teramat keras. 2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap). 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran. 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan. 5) Pingsan atau kolaps (collapse).

  7. Respon terhadap stres

  a) Respon Fisiologis :

  Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya.

  Secara umum orang yang mengalami stres mengalami sejumlah gangguan fisik seperti : 1)

  Gangguan pada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salah satu sistem tertentu. Contohnya: muscle myopathy pada otot tertentu mengencang atau melemah, tekanan darah naik terjadi kerusakan jantung dan arteri, sistem pencernaan terjadi maag, diare. 2)

  Gangguan pada sistem reproduksi. Seperti: amenorrhea atau tertahannya menstruasi, kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria, kurang produksi semen pada pria, kehilangan gairah seks.

3) Gangguan pada sistem pernafasan: asma, bronchitis.

  4) Gangguan lainnya, seperti pening (migrane), tegang otot, jerawat, dst.

  b) Respon Psikologik:

  1) Keletihan emosi, jenuh, mudah menangis, frustasi, kecemasan, rasa bersalah, khawatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri.

  2) Terjadi depersonalisasi : dalam keadaan stres berkepanjangan, seiring dengan keletihan emosi, ada kecenderungan yang bersangkutan memperlakuan orang lain sebagai ‘sesuatu’ ketimbang ‘seseorang’.

  3) Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga berakibat pula menurunnya rasa kompeten dan rasa sukses c)

  Respon Perilaku 1)

  Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat.

  2) Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.

  3) Mahasiswa yang ‘over-stresed’ (stres berat) seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.

  8) Cara mengatasi stres

  Menurut Hardjana (1994) ada dua cara mengatasi stres yaitu :

  a) Mengatasi secara negatif, seperti lari ketempat-tempat hiburan

  (diskotik, bioskop), minum-minuman keras, makan banyak, minum obat penenang, kacau pikiran, menghisap rokok berlebihan, acuh tak acuh, mengamuk, menyalahkan peristiwa dan menyimpan dendam.

  b) Mengatasi secara positif

  1) Tindakan langsung (direct action), berbuat secara khusus dan langsung, seperti meminta nasehat, mempelajari ilmu atau kecakapan baru.

  2) Mencari informasi dan pengetahuan dari stressor, sehinga dapat megetahui dan memahami situsi stres yang dialami.

3) Berpaling pada orang lain, missal orang tua, teman, sahabat.

  4) Menerima dengan pasrah, yaitu berusaha menerima peristiwa atau keadaan apa adanya, karena dengan cara apapun kita tidak dapat mengubah sumber penyebab stresnya, kita hanya bisa melepaskan emosi san mengurangi ketegangan seperti menangis, berteriak atau melucu, bisa juga melakukan tindakan meloncat-loncat, memukul-mukul meja atau berjalan keluar menghirupp udara segar.

  5) Proses interpsikis yaitu dengan memanfaatkan strategi kognitif atau usaha pemahaman untuk menilai kembali situasi stres yang dialami, berupa strategi merumuskan kembali secara kognitif dalam bentuk lain dari proses intrapsikis adalah apa yang disebut oleh Sigmund Frued yaitu mekanisme pertahanan (defence mechanism), denial (penyangkalan, penekanan (suppresi).

  9) Cara mengukur tingkat stres

  Tingkat stres diukur dengan menggunakan Depression Anxiety

  

Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lavibond dan Lavibond (1995). DASS 42

  diaplikasikan dengan format rating scales (skala penilaian). DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan yang digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian (Psychology Foundation of Australia, 2010). Instrumen DASS 42 terdiri dari 42 Pernyataan yang mengidentifikasi skala subyektif depresi, kecemasan, dan stres. Dimana masing masing terbagi dalam 14 pertanyaan untuk mengukur status mental tersebut. Oleh karena tujuan penelitian ini hanya untuk mengetahui tingkat stres jadi peneliti hanya menggunakan pertanyaan untuk mengukur stres yang terdiri dari 14 pertanyaan.

  B. Konsep Tidur

  1. Devinisi Tidur Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan tidur yang cukup. Tidur merupakan suatu keadaan bawah sadar yang di alami seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Fungsi dan tujuan masih belum diketahui secara jelas. Meskipun demikian, tidur diduga bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, dan kesehatan. Selain itu, stres pada paru, sistem kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lainnya juga menurun aktivitasnya.

  Energi yang tersimpan selama dari tidur diarahkan untuk fungsi- fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis tidur, pertama efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai susunan saraf. Kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkankesegaran dan fungsi organ dalam tubuh, mengingat terjadinya penurunkan aktivitas organ- organ tubuh tersebut selama tidur. Selama tidur seseorang akan mengulang kembali kejadian-kejadian sehari-hari, memproses dan menggunakan untuk masa depan (guytons & hall 1996).

  2. Fisiologi Tidur Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar

  Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas batang otak diyakini

  memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri dan sensori raba, serta emosi dan proses berfikir. RAS melepaskan katekolamin pada saat sadar, sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Guyton & Hall, 1996).

  3. Insomnia Insomnia sendiri didefinisikan sebagai suatu persepsi dimana seseorang merasa tidak cukup tidur atau merasakan kualitas tidur yang buruk walaupu orang tersebut sebenarnya memiliki kesempatan tidur yang cukup, sehingga, mengakibatkan perasaan yang tidak bugar sewaktu atau setelah terbangun dari tidur. Sebenarnya insomnia bukan merupakan suatu penyakit. Terkadang insomnia hanya merupakan manifestasi dari suatu kondisi fisik seperti kelelahan yang menumpuk karena kurangnya tidur dalam jangka lama atau gejala dari ketidak seimbangan emosional yang sedang dialami seseorang (Buysse, 2005). Penderita insomnia berbeda dengan orang yang memang waktu tidurnya pendek (short sleepers), dimana pada short sleepers meskipun waktu tidur mereka pendek, mereka tetap merasa bugar sewaktu bangun tidur, berfungsi secara normal di siang hari, dan mereka tidak mengeluh tentang tidur mereka di malam hari (Buysse, 2005).

4. Tipe insomnia

  a) Insomnia inisial Kesulitan untuk memulai tidur.

  b) Insomnia intermiten Merupakan ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur sebab sering terbangun. c ) Insomnia terminal Bangun lebih awal tetapi sulit untuk tertidur kembali.

  Menurut Green Insomnia juga di definisikan berdasarkan seberapa sering kondisi di alami:

  a) Transient insomnia

  Ketika individu merasakan masalah dalam tidur selama beberapa malam.

  b) Short term insomnia

  Jika individu merasakan masalah dalam tidur selama satu bulan

  c) Chonic insomnia

  Ketika individu merasakan masalah dalam tidur selama lebih dari sebulan.

  Menurut Green (2009) faktor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia diantaranya adalah faktor psikologis, lingkungan tidur, gaya hidup,kondisi medis, massalah kesehatan mental, kelainan tidur, tindakan pengobatan, obat-obat reaksi. Kita dapat mengatasi insomnia dengan cara menciptakan lingkungan yang nyaman, releksasi, dan tindakan lainnya. Secara garis besar faktor-faktor insomnia yaitu: a)

  Faktor psikologis Faktor psikologis meliputi stres, kecemasan ,depresi serta stimulasi yang berlebihan terhadap otak. Bersikap tidak realistis terhadap tidur, seperti mengharapkan tidur sesuai dengan teori yaitu sebanyak delapan jam setiap malam dan beranggapan bahwa waktu tidur anda tidak cukup, dapat menyebabkan kecemasan akan tidur itu sendiri dan membuat masalah semakin memburuk.

  Stres merupakan salah satu penyebab insomnia secara psikologis, seperti juga disebutkan oleh Hawari (2008) bahwa stres tahap ke empat salah satunya mengakibatkan gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia) atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle

  insomnia ) atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia).

  b) Lingkungan tidur

  Jika ruang tidur anda terlalu panas atau terlalu dingin , terlalu terang atau terlalu berisik maka individu merasakan masalah saat individu mulai untuk tidur.

  c) Faktor gaya hidup

  Meliputi gaya hidup yang tidak menguntungkan seperti diet yang tidak memenuhi standar kecukupan gizi, kurang berolah raga atau olah raga terlalu siang, kurangnya kontak dengan cahaya alami di siang hari serta penggunaan stimulan yang belebihan termasuk kopi, alkohol dan nikotin.

  d) Kondisi medis

  Masalah apapun yang menimbulkan gangguan pernapasan, rasa nyeri, atau gangguan fungsi kelenjar dapat mengusik kenyamanan tidur. Misalnya: arthitis, asma, diabetes kondisi jantung dan masalah prostat.

  e) Masalah kesehatan mental

  Depresi sering kali dikaitkan dengan kecenderungan bangun tidur terlalu dini dipagi hari. Schizoprhenia, bipolar disolder, dan

  dementia juga dikaitkan dengan gangguan saat tidur. f) Kelainan tidur

  Kelainan pada pernapasan yang berpengaruh terhadap tidur, kelainan berupa gerakan-gerakan yang tidak lazim dilakukan saat tidur, kelainan pada ritme circadian, parasomnia, dan hipersomnia, itu semuanya dapat menyebabkan gangguan dalam gangguan tidur.

  g) Tindakan pengobatan

  Meliputi obat-obat bentuk yang dijual bebas dan otot-otot resep dokter seperti beta –blocker, corticosteroid, diuretic dan hormon

  thyroid. Pengertian konsumsi obat seperti antidepresan dan pil tidur juga dapat menimbulkan permasalahan dalam tidur.

  5. Faktor faktor Penyebab Insomnia Menurut Hancock (2011) di dalam Charlottesville Medical

  Research menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan insomnia

  ialah:

  a) Jenis kelamin Wanita lebih sering terkena gangguan tidur daripada laki-laki.

  b) Usia

  Pada umumnya kesulitan tidur sering dialami oleh orang tua, yakni di atas umur 65 tahun, daripada yang muda.

  c) Dalam masa pengobatan atau kondisi medis

  Orang yang dalam masa pengobatan atau dalam kondisi sakit akan merasa cemas dan sulit untuk tidur. d) Ketakutan pada masa kanak-kanak Biasanya karena ketakutan akan gelap dan takut mimpi buruk.

  e) Gaya hidup

  Orang yang sedang berpergian, bekerja pada malam hari yang tidak teratur, konsumsi kafein yang tinggi, kecanduan internet, konsumsi alkohol. Dari sisi etiologi, ada 2 macam insomnia, yaitu:

  a) Insomnia primer. Pada insomia primer, terjadi hyperarousal state dimana terjadi aktivitas ascending reticular activating system yang berlebihan. Pasien bisa tidur tapi tidak merasa tidur.

  b) Insomnia sekunder. Insomnia sekunder merupakan gangguan tidur yang disebabkan karena gangguan irama sirkadian, kejiwaan, masalah neurologi atau masalah medis lainnya, atau reaksi obat. Insomnia ini sangat sering terjadi pada orang tua. Insomnia ini bisa terjadi karena psikoneurotik dan penyakit organik (Mai, 2009).

6. Gejala-gejala insomnia

  Insomnia memiliki beberapa keluhan atau gejala yang meliputi:

  a) Kurangnya jumlah jam tidur; pada kebanyakan subjek normal lamanya tidur biasanya lebih dari 6 1/2 jam, sedangkan pada penderita insomnia umumnya tidur lebih sedikit dari itu.

  b) Adanya mimpi-mimpi yang mengganggu, pada subjek normal biasanya tidak terdapat mimpi atau tidak mengingat bila ia mimpi atau kadang-kadang mimpi yang dapat diterima. Sedangkan pada penderita insomnia mempunyai mimpi yang lebih banyak atau selalu bermimpi dan kadang-kadang mempunyai mimpi yang buruk.

  c) Tidur tidak nyenyak, gejala ini mengacu pada kualitas tidur, kebanyakan dari subjek normal tidurnya dalam, akan tetapi penderita insomnia biasanya tidurnya dangkal.

  d) Sulit untuk masuk tidur, subjek normal biasanya dapat jatuh tidur dalam waktu 5 sampai 15 menit. Penderita insomnia biasanya lebih lama dari 15 menit.

  e) Tidak dapat mempertahankan tidur (tidur mudah terbangun), pada subjek normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam, kadang- kadang mereka terbangun satu sampai dua kali tetapi penderita insomnia biasanya terbangun selama lebih dari tiga kali.

  f) Bila telah terbangun sulit untuk tidur kembali, pada subjek normal mudah sekali untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari dan biasanya kurang dari 5 menit mereka dapat tertidur kembali.

  Sedangkan pada penderita insomnia memerlukan waktu yang panjang untuk tidur kembali.

  g) Bangun di pagi hari, subjek normal dapat terbangun kapan pun ingin bangun, tetapi penderita insomnia biasanya bangun lebih cepat, misalnya 1 sampai 2 jam sebelum waktu untuk bangun (bangun dini hari). h) Perasaan tidak segar di pagi hari, pada subjek normal merasa segar setelah tidur di malam hari, sedangkan penderita insomnia biasanya bangun tidak segar atau lesu.

  Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang menderita insomnia menunjukkan gejala-gejala seperti sulit untuk masuk tidur, sulit mempertahankan tidur, kurangnya jumlah jam tidur, tidur terganggu mimpi, tidur tidak nyenyak, bila terbangun sulit tidur lagi, bangun terlalu pagi, dan kelelahan ketika bangun tidur.

7. Dampak insomnia

  Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain :

  a) Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stres

  b) Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.

  c) Efek fisik atau somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan sebagainya.

  d) Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.

  e) Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.

8. Upaya Mengatasi Insomnia

  Menurut Asmadi (2008) Ada beberapa tindakan atau upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia yaitu: a) Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau susu. Diperkirakan bahwa triptofan, yang merupakan suatu asam amino dari protein yang dicerna, dapat membantu agar mudah tidur b) Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama.

  c) Hindari tidur di waktu siang atau sore hari.

  d) Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kuntuk dan tidak pada waktu kesadaran penuh.

  e) Hindari kegiatan kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur.

  f) Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur.

  g) Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum berusaha untuk tidur.

  9. Skala Insomnia Untuk mengukur derajat insomnia digunakan kuesioner Kelompok

  Studi Psikiatri Biologi Jakarta Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). Skala ini terdiri dari 11 butir pertanyaan, adapun cara pengisiannya dengan cara memberi tanda contreng

  (√) pada masing-masing pertanyaan. Ada skor untuk tiap jawaban, skor 1 untuk jawaban “tidak pernah”, skor 2 untuk jawaban “kadang-kadang”, skor 3 untuk jawaban “sering”, skor 4 untuk jawaban “selalu”. Dengan kriteria : skor(≤11)= tidak insomnia, skor (12- 22) = insomnia ringan, skor (23-33) = insomnia sedang,

  C. Prestasi Belajar 1.

  Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003).

  Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain hasil dari belajar. Belajar itu bukan sekadar pengalaman. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil.

  Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan (Soemanto, 2006).

  Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Syah, 2003).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

  Slameto (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : a). Faktor internal (Faktor yang berasal dari dalam diri) yaitu kondisi jasmani dan rohani/psikologis siswa.

  1). Faktor jasmani, terdiri dari :

  a) Faktor kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian- bagiannya (bebas dari penyakit). Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Jika kesehatan seseorang terganggu, proses belajarnya pun akan terganggu, ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, lemah dan ada gangguan pada alat indera serta tubuhnya.

  b) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Keadaan cacat dapat berupa buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Keadaan cacat tubuh akan mempengaruhi belajar. Seseorang yang cacat, proses belajarnya juga akan terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau di usahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.

  2) Faktor psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas belajar siswa. Namun yang pada umumnya dipandang lebih esensial adalah :

  a) Intelegensia Intelegensia adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui dan menggunakan konsep- konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensia besar pengaruhnya tehadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensia yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensia yang rendah. Walaupun begitu, siswa yang mempunyai tingkat intelegensia yang tinggi belum tentu berhasil dalam belajarnya, karena belajar merupakan suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensia adalah salah satu faktor di antara faktor yang lain.

  b) Perhatian Perhatian merupakan keaktifan jiwa yang semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal). Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menarik perhatian siswa, maka akan timbul kebosanan sehingga siswa tidak suka lagi belajar. Oleh karena itu, perlu diusahakan agar bahan pelajaran selalu manarik perhatian siswa dengan cara menyesuaikan pelajaran dengan bakat siswa.

  c) Bakat Bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Jadi, bakat sangat mempengaruhi proses belajar. Jika bahan pelajaran sesuai dengan bakat siswa, maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia akan senang dan lebih giat dalam belajar.

  d) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, ia tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak ada daya tarik dan tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran tersebut. Sebaliknya, bahan pelajaran yang menarik minat siswa akan lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kemauan dalam belajar. e) Motivasi Motivasi adalah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik dan mempunyai motif untuk memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang dapat menunjang belajarnya.

  f) Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran.

  Jadi, kemajuan untuk memiliki kecakapan tergantung dari kematangan dan belajar.

  g) Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi.

  Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan memiliki kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

  3) Faktor kelelahan Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk mambaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa kelelahan mempengaruhi belajar.

  Agar siswa dapat belajar dengan baik, perlu dihindari agar tidak terjadi kelelahan dalam belajar.

  b) Faktor eksternal (Faktor dari luar diri) yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar diantaranya :

  1) Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak dalam belajar tersebut, perlu diusahakan relasi yang baik dari faktor-faktor tersebut diatas didalam keluarga. 2) Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

  3) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semuanya mempengaruhi belajar siswa. Selain faktor-faktor internal dan eksternal tersebut, menurut Syah (2003) , terdapat faktor lain yang menunjang keberhasilan seseorang dalam belajar yaitu faktor pendekatan dalam belajar (approach to learn) yaitu segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang di rekayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu 3. Prestasi Belajar

  Proses belajar memerlukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa menguasai suatu kompetensi. Evaluasi merupakan proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai mahasiswa sesuai kriteria yang telah ditetapkan (Syah, 2008). Pengukuran atau penilaian prestasi belajar bisa dilakukan dengan tes sumatif. Nilainya digunakan untuk menentukan nilai raport/ijazah/Kartu Hasil Studi mahasiswa (Purwanto, 2007).

  Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari belajar. Belajar merupakan proses sedangkan prestasi adalah hasil dari kegiatan belajar. Berdasarkan pengertian diatas yang dimaksud prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang mahasiswa setelah mengikuti proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar tersebut biasanya berupa angka (nilai) yang diberikan dosen. Bila nilai yang diberikan dosen tinggi maka prestasi seorang siswa dianggap tinggi sekaligus dianggap sebagai siswa yang sukses dalam belajar. Prestasi belajar dapat digambarkan dalam bentuk indeks prestasi. Indeks prestasi menurut Slameto (1991) adalah nilai kredit rata-rata yang merupakan satuan nilai akhir yang menggambarkan mutu penyelesaian program belajar. Penilaian prestasi belajar mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Teknik dan alat penilaian yang sering digunakan adalah teknik tes yang terdiri dari tes tertulis yaitu tes objektif dan tes uraian, tes lisan dan tes perbuatan serta teknik non tes yang dilaksanakan melalui observasi maupun pengamatan.

4. Fungsi Prestasi Belajar

  Keberhasilan dalam pengajaran dapat dinilai dengan prestasi belajar yang diperoleh oleh mahasiswa. Prestasi belajar digunakan untuk mengetahui mutu mahasiswa dan institusi. Menurut Ryfkanarang (2010) fungsi prestasi belajar adalah: a) Indikator kualitas pengetahuan yang telah dikuasai mahasiswa.

  b) Lambang pemuasan rasa ingin tahu. Hal ini didasarkan atas asumsi Bahwa ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai tendensi keingintahuan (Couriousty) dan merupakan kebutuhan umum pada manusia, termasuk kebutuhan mahasiswa dalam suatu program pendidikan.

  c) Bahan komputer dan jaringan dalam inovasi dosen. Asumsinya adalah bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi mahasiswa dalam meningkatkan ilmu pengetauan dan teknologi, selain itu juga berperan sebagai umpan balik (feed back) dalam meningkatkan mutu dosen.

  d) Indikator intern dan ekstern dari suatu institusi . Indikator intern dalam arti prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi. Asumsinya bahwa kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan mahasiswa.

  Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan mahasiswa bermasyarakat. Asumsinya adalah bahwa kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan pembangunan masyarakat. e) Indikator terhadap daya serap kecerdasan mahasiswa. Dalam proses belajar mengajar mahasiswa merupakan masalah yang utama dan halpertama yang harus diperhatikan sebab mahasiswa adalah sasaran utama dalam proses belajar.

  5. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Anni (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar terbagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

  a) Faktor internal, yang mencakup aspek fisik, misalnya kesehatan organ tubuh,cukup tidur, aspek psikis, misalnya intelektual, emosional, motivasi, stres, dan aspek sosial, misalnya kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan.

  b) Faktor eksternal, misalnya variasi dan derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, budaya belajar masyarakat dan sebagainya.

  Menurut Purwanto (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah.

  a) Faktor dalam, yaitu fisiologis seperti kondisi fisik yang sehat, (cukup tidur) dan panca indra serta psikologis yang menyangkut minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif

  b) Faktor luar yaitu kurikulum, derajat kesulitan soal, guru, sarana dan fasilitas serta manajemen yang berlaku di sekolah (tempat belajar) yang bersangkutan.

  Sedangkan, Dalyono (1997) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah a) Faktor internal mencakup kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, serta cara belajar.

  b) Faktor eksternal mencakup keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Dari teori belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar mahasiswa yang berasal dari dalam diri mahasiswa. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri mahasiswa.

  Menurut Sunaryo (2002) faktor faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokan menjadi faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal seperti kematangan fisik, keadaan indra, keadaan kesehatan fisik maupun psikologis. Faktor eksternal seperti derajat kesulitan, materi yang dipelajari, tempat belajar dll. D.

  Kerangka teori

  Teori insomnia Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi

  1.Faktor psikologis:

  Belajar

  Stres, kecemasan, depresi

  • internal

  2.Faktor lingkungan tidur

  • external

  3.Faktor gaya hidup

  4.Kondisi medis

  5.Masalah Kesehatan mental

  6.kelainan Tidur

  Faktor fisiologis seperti kondisi fisik yang sehat,

  7.Tindakan Pengobatan

  (cukup tidur) dan panca indra serta psikologis yang menyangkut minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, dan

  INSOMNIA

  kemampuan kognitif Faktor eksternal, misalnya variasi dan

PRESTASI BELAJAR

  derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, guru, sarana dan

Gambar 2.1 kerangka teori Sumber : prasarana

  Menurut Purwanto (2004) Sunaryo (2002) dan Wendy Green (2009). E.

  Kerangka konsep Variable independent Variabel Dependen

  STRES PRESTASI BELAJAR

  INSOMNIA

Gambar 2.2 Kerangka Konsep F.

  Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan dugaan sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian ini (Notoatmodjo, 2005).

  Hipotesis penelitian ini adalah: “Terdapat Hubungan Insomnia Dan Tingkat Stres Dengan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto