BAB II TINJAUAN PUSTAKA - HAPSARI SANDRA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mengkudu

  1. Klasifikasi tanaman Filum : Angiospermae Sub filum : Dycotiledoneae Divisi : Sphermatophita Famili : Rubiaceae Genus : Morinda Species : Citrifolia Nama ilmiah : Morinda citrifolia L. (Djauhariya, 2003)

  2. Nama daerah Pace ( Jawa), Cangkudu (Pasundan), Kodhuk (Madura), Bakudu (Sumatra), Wangkudu (Kalimantan), Bakulu (Nusa Tenggara) (Suryowinoto, 1997).

  3. Morfologi Mengkudu merupakan tanaman asli Indonesia. Dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dikenal dengan nama Morinda citrifolia suatu jemis dari kopi-kopian. Mengkudu mempunyai bentuk pohon yang tingginya sekitar 4-8 m. Berbatang pendek yang bercabang banyak, berkayu, bulat, berkulit kasar. Daunnya berwarna hijau tersusun berhadapan, bertangkai pendek, lebar, tebal dan mengkilap, panjang sekitar 10-40 cm dan lebar 5-17 cm. Bentuknya lonjong yang menyempit ke arah pangkalnya. Bunganya putih, majemuk, berbau wangi, tersusun dalam karangan bunga bongkol yang terdapat pada ketiak daun. Buahnya berupa buah buni majemuk, bentuknya bulat sampai bulat telur, permukaannya tidak teratur, berdaging panjang 5-10 cm, buah yang masih muda berwarna hijau semakin tua menjadi kekuningan hingga putih transparan dan banyak mengandung air. Bijinya banyak, bentuknya bulat memanjang dan warnanya coklat- kemerahan (Sjabana & Bahalwan, 2002).

  Mengkudu tersebar luas di Indonesia, terutama banyak dijumpai di dataran rendah sampai ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Tumbuh liar di daerah pantai, di hutan dan di ladang. Di samping itu sering ditanam di halaman rumah sebagai tanaman sayuran ataupun tanaman obat (Bangun & Sarwono, 2002).

  4. Khasiat dan penggunaan Mengkudu terkenal sebagai tanaman obat karena sebagian besar dari mengkudu dapat digunakan sebagai obat. Buahnya dimanfaatkan sebagai peluruh air seni dan untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Daunnya dapat digunakan sebagai obat sakit perut seperti mulas dan kolik serta sebagai pencahar. Akarnya dapat berguna sebagai obat pencahar dan peluruh air seni. Tanaman mengkudu mengandung senyawa morindon dan senyawa-senyawa antrakuinon lainnya.

  Morindon merupakan zat warna merah yang banyak terdapat pada akar mengkudu. Zat ini dapat digunakan sebagai pewana serat dan pewarna batik (Sjabana & Bahalwan, 2002). Riset medis tentang khasiat bakteri terhadap Escherchia coli, M.pyrogenes dan P.aeruginosa. senyawa xeronin dan proxeronin ditemukan dalam jumlah banyak pada buah mengkudu oleh seorang ahli biokimia bernama Heinicke dari Amerika Serikat pada tahun 1972. Xeronin adalah zat penting dalam tubuh yang mengatur fungsi dan benuk protein spesifik sel-sel tubuh. Berdasarkan penelitian pada tahun 1980 mengkudu terbukti dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Waha, 2001).

  5. Kandungan Kimia Tanaman mengkudu mengandung berbagai vitamin, mineral, enzim alkaloid, ko-faktor dan sterol tumbuhan yang terbentuk secara alamiah. Senyawa yan berperan dalam pengobatan dan kesehatan yang terkandung di dalam mengkudu adalah vitamin C. Di dalam 1000 gram sari buah mengkudu mengandung 1200 mg vitamin C, sehingga mengkudu mempunyai khasiat sebagai antioksidan. Antioksidan berfungsi untuk menetralisir partikel-partikel berbahaya (radikal bebas) yang terbentuk dari hasil sampingan proses metabolisme tubuh. Radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh dapat merusak imunitas tubuh dan materi genetik. Menurut penelitian mengkudu juga mengandung zat- zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, vitamin, protein, dan mineral- mineral esensial. Salah satu mineral yang terkandung di dalam mengkudu adalah selenium yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan (Solomon, 1998).

  Mengkudu juga mengandung terpenoid, zat- zat terpen sangat dibutuhkan oleh tubuh karena dapat membantu sintesa organik dan pemulihan sel-sel dalam tubuh (Waha, 2001). Zat- zat tersebut terbukti sebagai anti bakteri infeksi seperti Proteus morganii, Bassilus subtilis, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Echerichia coli. Selain itu juga dapat mengontrol jenis- jenis bakteri yang bersifat patogen seperti Salmonella dan Sigella (Waha, 2001).

  Mengkudu mengandung zat yang memiliki aktivitas sebagai tersebut paling efektif melawan sel-sel abnormal. Zat scopoletin yang terkandung di dalam buah mengkudu terbukti dapat memperlebar saluran pembuluh darah yang menyempit dan melancarkan peredaran darah. Selain itu scopoletin juga dapat membunuh beberapa macam bakteri dan bersifat fungisida terhadap bakteri pythium sp. Scopoletin juga dapat sebagai anti peradangan dan alergi (Waha, 2001).

  Mengkudu mengandung zat proxeronin dalam jumlah besar yang dapat dibentuk menjadi xeronin (Heinicke, 2000). Di dalam usus manusia terdapat enzim proxeronase yang dapat mengubah proxeronin menjadi xeronin. Fungsi uama xeronin di dalam tubuh adalah untuk mengatur bentuk dan kekerasan(rigiditas) protein-protein spesifik di dalam sel tubuh. Jika fungsi protein- protein tersebut menyimpang, maka tubuh akan mengalami gangguan kesehatan.

  B. Krim

  Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada dua yaitu krim tipe A/M dan krim tipe M/A (Farmakope Indonesia III, 1979). Stabilitas krim rusak jika terganggu sistem campurannya terutama disebabkan perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Sebagai zat pengemulsi dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, setaseum, setilalkohol, stearilalkohol, trietanolaminil stearat dan golongan sorbitan, polisorbat, polietilen glikol, sabun (Farmakope Indonesia III,1979).

  C. Tujuan Emulsi Dan Emulsifikasi

  Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi yang tidak saling campur. Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk bola- bola kecil bukan bulk. Untuk emulsi yang diberikan dalam bentuk oral, tipe emulsi minyak-dalam-air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung.

  Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar biasa dibuat sebagai emulsi m/a atau a/m tergantung pada berbagai faktor seperti sifat terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi, keinginan untuk mendapatkan efek emolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut, dan keadaan permukaan kulit. Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit. Tentu saja dapat bercampurnya dan kelarutan dalam air dan dalam minyak dari zat obat yang digunakan dalam preparat yang di emulsikan menentukan banyaknya pelarut yang harus ada dan sifat dari fase emulsi yang dihasilkan. Pada kulit yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat dipakai lebih rata karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Suatu emulsi air-dalam-minyak juga lebh lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilan bila kena air. Sebaliknya, jika diinginkan peparat yang mudah dihilangkan dari kulit dengan air, harus dipilih suatu emulsi minyak-dalam-air. Seperti untuk absorpsi, absorpsi melalui kulit (absorpsi perkutan) bisa ditambah dengan mengurangi ukuran partikel dari fase dalam (Ansel, 2005).

D. Teori Terbentuknya Emulsi

  Bila air dan minyak dicampur dan digojok, akan terbentuk bermacam-macam ukuran butir tetesan. Terjadi tegangan pada antar muka, menarik yang berbeda bagi molekul pada antar muka. Umumnya makin besar derajat ketidakcampuran, makin besar tegangan antar muka. Untuk membentuk dispersi dan menjaga integritasnya, yaitu dengan menurunkan tegangan antar muka atau mencegah terjadinya koalesen.

  Surfaktan membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi pada antar muka dengan menurunkan tegangan interfasial dan bekerja sebagai pelindung agar butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan 3 jalan yaitu : 1. penurunan tegangan antar muka (stabilisasi termodinamik) 2. terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap koalesen)

  3. terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik.

  Penurunan tegangan antar muka dapat menurunkan tenaga bebas antar muka yang terjadi pada dispersi, tetapi peranan emulgator yang paling penting adalah pelindung antar muka karena dapat mencegah koalesen. Film antar muka dapat merupakan pelindung dan mecegah terjadinya koalesen begitu pula film antar muka dapat menyebabkan kekuatan tolak menolak listrik di antara butir-butir tetesan. Hal ini disebabkan karena adanya lapisan ganda listrik yang timbul dari kelompok yang bermuatan listrik yang menempatkan diri pada permukaan butir-butir teremulsi.Tipe emulsi yang terjadi tergantung pada sifat dari emulgator. Bila sifatnya hidrofil akan membentuk emulsi tipe M/A, bila sifatnya hidrofob emulsi yang terbentuk adalah tipe A/M. Keseimbangan hidrofil-lipofil dapat menentukan pula fungsi-fungsi sebagai berikut : a. zat pembasah

  b. zat pembersih dan zat penambah kelarutan (Anief, 1993) E.

   Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Formulasi Krim

  1. Bahan pembantu sesedikit mungkin (inkompatibilitas)

  3. Pemilihan basis disesuaikan dengan zat aktif

  4. Pembuatan krim membutuhkan pengawet karena mengandung air

  5. Jika krim mengandung lemak perlu ditambahkan antioksidan

  6. Penggunaan emulgator disesuaikan dengan jenis krim dan tersatukan dengan bahan aktif

  7. Pembuatan krim steril secara aseptis

  8. Sediaan untuk luka terbuka dan parah krim harus steril (Lachman et al, 1994).

  F. Basis Krim

  Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorbsi (jenis kulit/luka). Persyaratan basis antara lain: Non iritasi, mudah dibersihkan, tidak tertinggal di kulit, stabil, tidak tergantung pH, tersatukan dengan berbagai obat (Lachman et al, 1994). Basis tipe A/M (Lanolin, cold krim)

  1. Emolien

  2. Oklusif

  3. Mengandung air

  4. Beberapa mengabsorbsi air yang ditambahkan

  5. Berminyak Sedangkan basis tipe A/M (Hidrofilik ointment) harus memiliki syarat

  1. Mudah dicuci dengan air

  2. Tidak berminyak

  3. Dapat diencerkan dengan air

  4. Tidak oklusif Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis antara lain : kualitas dan kuantitas bahan, Cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampuran, Suhu pembuatan, Jenis emulgator, Dengan konsentrasi kecil sudah dapat membentuk emulsi stabil dengan tipe yang dikehendaki (A/M

  G. Tween Dan Span

  Tween dan span merupakan senyawa derivat sorbitan, tween dan span meupakan surfaktan dari atlas company. Span merupakan ester dari sorbitan dengan asam lemak. Jenis span adalah : Span 20 : sorbitan monolaurat, cair. Span 40 : sorbitan monopalmitat, padat seperti malam. Span 60 : sorbitan monostearat, padat seperti malam. Span 65 : sorbitan tristearat, padat seperti malam. Span 80 : sorbiton monooleat, cair seperti minyak. Span 85 : sorbiton trioleat, cairan encer seperti minyak. Tween merupakan ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung ikatan eter dengan oksi etilen. Jenis tween adalah: Tween 20 : polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti minyak. Tween 40 : polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan seperti minyak. Tween 60 : polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat seperti minyak. Tween 65 : polioksi etilen sorbitan tristearat, semi padat seperti minyak. Tween 80 : polioksi etilen sorbitan monooleat, cair seperti minyak. Tween 85 : polioksi etilen sorbitan trioleat, cair seperti minyak.

  1. Parafin cair Parafin cair adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari minyak tanah. Pemerian hablur berbau, tidak berasa, agak berminyak. Kelarutan tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, sukar larut dalam etanol mutlak. (Depkes RI, 1995)

  Sifat

  • – sifat surface active dari molekul surfaktan mengandung efek mengenai sifat relatif hidrofil/lipofil dari surfaktan yang disebut HLB (Anief, 1997).

H. Uraian Bahan

  2. Vaselin kuning Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai. Pemerian massa seperti lemak, kekuningan hingga sumber lemah, berfluoresensi sangat lemah walaupun setelah melebur dalam lapisan tipis transparan. Tidak atau hampir tidak berbau dan berasa. Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam kloroform, dan dalam minyak terpena, larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya dalam minyak lemak dan minyak atsiri, praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin (Depkes RI, 1995).

  3. Propilen glikol Pemerian cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab, dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan dalam minyak essensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Depkes RI, 1995).

  4. Metil paraben Pemerian hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai rasa sedikit terbakar.

  Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan dalam eter (Depkes RI, 1995).

  5. Propil paraben Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C

10 H

  12 3 . Pemerian serbuk putih atau hablur kecil,

  etanol, dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih (Depkes RI, 1995).

I. Optimasi Model Simplex Lattice Design (SLD)

  Optimasi adalah suatu metode / desain eksperimental untuk memudahkan dalam penyusunan dan interpretasi data secara matematis (Bolton, 1997). Beberapa model optimasi antara lain Factorial Design of Experiments,

  Simplex Lattice Design (SLD), dan Sequental Design. Desain dari

  penelitian ini berguna untuk beberapa produk dan pengembangan di industri menyangkut formulasi atau mixture (campuran). Simplex Lattice

  Design adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu parameter (Bolton, 1997). Metode ini digunakan pada formula krim dengan menggunakan dua campuran emulgator yaitu span 60 dan tween 80. Dasar metode ini yaitu adanya dua variabel bebas X dan X . Rancangan tersebut dibuat dengan memilih tiga

  1

  2

  kombinasi dan yang diamati respon yang diperoleh. Respon yang diperoleh haruslah mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal maupun minimal (Bolton, 1997). Persamaan umum dari Simplex Lattice Design yang menunjukan respon dan komponen adalah sebagai berikut :

  Y = X (A) + X (B) + X (A) . (B)

  1

  

2

  12 Y merupakan parameter yang ingin dicapai yaitu kadar kedua emulgator

  yang digunakan. X 1, X 2,

  X

  12 merupakan koefisien atau variabel dari kedua

  emulgator yaitu span 60 dan tween 80. Untuk mengetahui nilai (A) dan (B) diperlukan 3 formula sebagai berikut :

  a. A merupakan variabel yang menggunakan 100% bagian A

  b. B merupakan variabel yang menggunakan 100% bagian B

  c. (A) . (B) merupakan variabel yang menggunakan campuran 50% bagian A dan 50% bagian B Dengan memasukan respon yang diperoleh dari hasil percobaan ke

  1, 2, 12.

  Dengan diperolehnya harga-harga koefisien ini maka dapat pula dihitung nilai Y (respon) pada tiap variasi campuran (A) dan (B) sehingga digambarkan profilnya dan didapatkan rancangan formula yang optimum (Bolton, 1997).