SANDRA PUSPITA DEWI BAB II

  BAB II TINJKAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskulaer aterosklerotik, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal. Hipertensi menimbulkan risiko morbiditas atau mortalitas dini, yang meningkat saat tekanan sistolik dan diastolic meningkat. Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg, berdasarkan pada dua kali pengukuran atau lebih (Brunner & Suddarth, 2013).

  Menurut WHO, Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg atau tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 95 mmHg (Kodim Nasrin 2003). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah presisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan diastolic diatas 90 mmHg. Sedangkan pada lansia dikatakan hipertensi jika tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2010).

  12

2. Faktor-faktor resiko Hipertensi

  Penyebab terjadinya hipertensi sebagian besar pada pasien belum diketahui penyebabnya. Berbagai pemeriksaan telah dilakukan dalam rangka menegakkan diagnosis ini, khususnya yang bersifat biologik

  (hormonal, renovaskuler atau lainnya) yang dalam hal ini kemudian disebut hipertensi esensial. Terdapat pendapat bahwa pada hipertensi esensial diketemukan kelainan pada sistem pompa natrium dan kemungkinan lain adalah bersifat kelainan fisiologik dan psikososial (Fujita, 1991; Kaplan, 2004).

  Menurut Huon et al. (2002) faktor penyebab hipertensi adalah genetik, geografi , lingkungan, jenis kelamin, natrium, hiperaktifi tas simpatis dan lain-lain. Risiko hipertensi lebih besar pada mereka dengan pola makan yang tidak tepat dengan komposisitidak seimbang, biasanya tinggi kalori, natrium dan lemak. Genetik disertai paling sedikit tiga faktor lingkungan (stress, obesitas dan konsumsi garam), konsumsi alkohol, umur dan jenis kelamin, kurang aktivitas terutama olahraga, merokok, asam lemak jenuh dan kolesterol tinggi dalam darah (Sanif, 2008).

  Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan factor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu obesitas, kurang olah raga atau aktivitas, merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme, stress, pekerjaan, pendidikan dan pola makan (Suhadak, 2010).

  Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat risiko hipertensi.

  Kejadian hipertensi makin meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada usia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Suhadak, 2010). Hal ini Sesuai dengan data di lapangan kebanyakan responden lansia yang mengalami hipertensi berumur ≥ 60 tahun.

  Faktor stres seperti kurang tidur dapat memicu masalah hipertensi dan dapat turun lagi pada saat tidur. Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang sangat tinggi. Jika periode stress sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap (Amir, 2002).

  Stres juga sangat erat hubungannya dengan hipertensi. Stres merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi di mana hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Suhadak, 2010).

  Widharto (2007) menyebutkan bahwa faktor penyebab hipertensi adalah sebagai berikut : a.

  Faktor keturunan Factor keturunan mempunyai peranan penting, jika orang tua mempunyai riwayat menderita hipertensi maka garis keturunan berikutnya mempunyai resiko yang lebih besar menderita hipertensi.

  b.

  Gaya hidup modern Di zaman modern saat ini tuntutan dan tantangan hidup bermasyarakt semakin berat, terlebih lagi kehidupan di kota-kota besar.

  Adanya tantangan itu membuat setiap orang berusaha untuk menjadi sukses, terutama dalam hal pekerjaan. Keinginan untuk selalu sukses ini membuatnya menjadi pekerja keras bahkan menjadi gila kerja (workaholic). Semua waktu, tenaga, dan pikiran dicurahkan semata- mata hanya untuk mengejar kesuksesan. Hal seperti itulah yang menyebakan selalu hidup dalam tekanan dan menjadikan seseorang akan stress. Dalam kondisi tertekan, adrenalin dan kortisol dilepaskan kedalam darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Sebenarnya pelepasan kedua jenis hormone ini dalam rangka tubuh mempersiapkan segala kemungkinan. Hal inilah yang akan terjadi jika kita berada dalam ancaman, tubuh bereaksi untuk bersiap menyerang atau melarikan diri yang dipicu adrenalin. Apabila kondisi ini terus terjadi maka akan menyebabkan tekanan darah selalu tinggi.

  Selain itu dalam gaya hidup modern, seseorang akan tidak bisa meluangkan waktu untuk berolahraga karena mereka hanya terpaku terhadap karirnya. Mereka cenderung melepaskan stess dan bosan dengan merokok sambil minum kopi atau minuman beralkohol.

  Padahal kebiasaan tersebut justru berdampak buruk karena merokok, kopi, dan minuman alcohol merupakan factor yang bisa meningkatkan resiko hipertensi.

  c.

  Pola makan 1)

  Konsumsi garam Sebenarnya bukanlah garam yang tidak baik bagi kesehatan, tetapi kandungan natrium (Na) dalam darah yang dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang. Natrium (Na) bersama klorida (Cl) dalam garam dapur (NaCl) sebenarnya bermanfaat bagi tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun, natrium yang masuk kedalam darah secara berlebihan dapat menahan air sehingga meningkatkan volume darah. Meningkatnya volume darah mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding pembuluh darah sehingga kerja jantung dalam memompa darah semakin meningkat. Berlebihnya natrium dalam darah juga berdampak buruk bagi dinding pembuluh darah. Natrium ini akan menggumpal di dinding pembuluh dan mengikis pembuluh darah tersebut hingga terkelupas. Kotoran akibat pengelupasan ini dapat menyumbat pembuluh darah.

  Walaupun natrium (Na) terbukti dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, tetapi beberapa orang tidak terpengaruh dengan berlebihnya natrium dalam darahnya. Hal ini disebabkan karena tubuh orang tersebut dapat membuang kelebihan natrium dengan cepat melalui keringat dan urin. Akan tetapi secara umum, jika seseorang mengalami kegemukan, kurang olahraga, berasal dari keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi atau diabetes maka kelebihan natrium dapat meningktakan resiko hipertensi secara nyata. 2)

  Konsumsi lemak Hipertensi tidak hanya terjadi karena seseorang mengonsumsi garam dalam jumlah banyak, tetapi juga lemak. Sebagian besar hipertensi disebabkan adanya penebalan dinding pembuluh arteri oleh lemak atau kolesterol. Penebalan tersebut didalam dunia kedokteran disebut aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan pembuluh arteri menjadi kaku. Jika penderita hipertensi nekat untuk makan makanan yang berlemak tinggi, kadar kolesterol dalam darahnya dapat meningkat sehingga dinding pembuluh darah akan semakin menebal. Dampak yang semakin parah, pembuluh darah tersebut semakin tersumbat.

  3) Berat Badan

  Kegemukan atau kelebihan berat badan ternyata tidak hanya berpengaruh pada penampilan seseorang, tetapi juga tidak baik bagi kesehatan. Orang yang mempunyai berat badan lebih cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang kurus. Dengan berat badan yang berlebih maka tubuh akan bekerja keras membakar berlebihnya kalori yang masuk.

  Pembakaran kalori tersebut memerlukan suplai oksigen yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar, semakin banyak suplai oksigen dalam darah yang dibutuhkan. Banyaknya pasokan darah menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya, tekanan darah menjadi tinggi.

  Terdapat cara yang lebih objektif dalam mengetahui tingkat obesitas seseorang, yaitu dengan menghitung BMI ( Body Massa Index). BMI dihitung dengan cara membagi berat badan (Kg) dengan kuadrat tinggi badan (m) atau secara sistematis dirumuskan sebagai berikut:

  Berat (Kg) BMI =

  �

  2 Tinggi Badan (m)

  Keterangan : BMI < 20 = berat badan kurang atau kurus BMI 20-24 = normal BMI 25-29 = gemuk atau kelebihan berat badan BMI > 30 = sangat gemuk (obesitas)

  4) Alkohol Minum minuman beralkohol beresiko menaikan tekanan darah.

  Bahkan jika sampai menjadi pemabuk berat (alkoholik) akan menambah resiko hipertensi menjadi stroke.

  5) Stress

  Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, marah, murung) dapat merangsang kelenjar anak ginjal untuk mengeluarkan adrenalin dan mamacu jantung berdenyut kuat, akibatnya tekanan darah meningkat. Namun demikian banyak dokter berpendapat stress hanya bersifat sementara. Artinya, jika keadaan jiwa tenang kembali, tekanan darah juga akan turun. Adapun tentang keadaan stress terus- menerus menyebabkan tubuh terkondisi dengan tekanan darah yang rata-rata tinggi. Pendapat ini dirujuk dari pernyataan Dr. Hans Selye: jika stress berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan psikologi.

3. Klasifikasi Hipertensi 1.

  Berdasarkan Etiologi a.

  Hipertensi Primer Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang 95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.

  Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya.

  b.

  Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat di ketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari total penderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang. Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut : a.

  Akibat stres yang parah, b.

  Penyakit atau gangguan ginjal, c. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan, d.

  Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya, e. Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat, f. Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan.

2. Berdasarkan gejala-gejala klinik

  a. Hipertensi Benigna Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau kerusakan dari target organ seperti mata, otak, jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan fungsi dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya.

  b. Hipertensi Maligna Disebut juga accelarated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral.

  Pada retina terjadi kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina.

  Apabila diagnosis hipertensi maligna di tegakkan, pengobatan harus segera dilakukan. Di upayakan tekanan darah sistolik mencapai 120 – 139 mmHg. Hal ini perlu dilakukan karena insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah jantung pada hipertensi maligna sangat besar.

  c. Hipertensi Ensafalopati Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada otak. Secara klinis hipertensi ensafalopati bermanifestasi dengan sakit kepala yang hebat, nausea, dan muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma, dapat terjadi apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang diikuti tanda-tanda payah jantung, pendarahan otak, pendarahan pasca operasi merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan penanganan secara seksama.

3. Berdasarkan Bentuk Hipertensi (Gunawan, 2001): a.

  Hipertensi Sistolik Hipertensi sistolik (Isolated systolic hypertension) yaitu hipertensi yang biasanaya ditemukan pada usia lanjut, yang ditandai dengan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolic. b.

  Hipertensi Diastolic Hipertensi diastolic (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolic tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.

  c.

  Hipertensi campuran Hipertensi campuran yaitu peningkatan tekanan sistolik dan diikuti peningkatan tekanan diastolic.

Table 2.1 klasifikasi derajat hipertensi menurut WHO.

  No Kategori Sistolik (mmHg)

  Diastolik (mmHg) 1. Optimal

  <120 <80 2. Normal 120 -129 80 -84

  3. High normal 130 -139 85 -89

4. Hipertensi

  Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99 Grade 2 (sedang) 160 -179 100 – 109 Grade 3 (berat) 180 – 209 110 – 119 Grade 4 (sangat berat) >210 >120 4.

  Patofisiologi Hipertensi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.

  Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

  Disaat yang bersamaan system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktifitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriktor yang menyebabkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukn angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan darah tinggi.

  Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

5. Komplikasi

  Komplikasi akibat hipertensi menurut Palmer & Williams (2007) antara lain: a.

  Gagal jantung Gagal jantung adalah istilah untuk suatu keadaan dimana secara progresif jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh secara efisien.

  b.

  Angina Angina adalah rasa tidak nyaman atau nyeri di dada.

  c.

  Serangan jantung Serangan jantung atau disebut dengan infark miokard karena terjadi saat sebagian dari otot jantung mengalami infark atau mati.

  d.

  Stroke Tekanan darah tinggi akan menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. e.

  Gagal ginjal Gagal ginjal kronik biasanya berakhir pada gagal ginjal terminal.

  Keadaan ini bersifat fatal kecuali jika penderitanya menjalani dialysis atau transplatasi ginjal.

  f.

  Gangguan sirkulasi Gangguan sirkulasi akan merusak atau menyerang bagian tungkai dan mata. Pada tungkai akan menyebabkan nyeri tungkai dan kaki sehingga akan mejadikan sulit untuk berjalan. Sedangkan pada mata dapat menyebabkan kebutaan atau retinopati

  Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan, kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan (Beevers, 2002).

6. Pengobatan Hipertensi

  Pengobatan hipertensi kendatipun ada upaya terus menerus, namun hasilnya belum bisa memuaskan, dan angka morbiditas dan angka mortalitasnya masih jauh dari yang diharapkan (Raharjo, 2002).

  Olahraga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Peningkatan aktivitas fisik yang terdiri dari aktivitas sehari-hari dari 30–40 menit berjalan ringan dapat mencegah dan pengembangan dari

  

Left ventricular hypertrophy (LVH ), menurunkan tahanan perifer yang akan

  menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic sebesar 5 mm Hg–7 mm Hg.Penurunan tekanan darah sebanyak dua mmHg dapat mengurangi risiko stroke 14–17 % dan menekan risiko penyakit kardiovaskuler sampai9%, olahraga juga efektif untuk menurunkan berat badan bagi penderita obesitas (Kokkinons et al., 2008. Baster & Brooks, 2008. Sutarina, 2006).

  Hipertensi dapat dicegah dengan menghindari faktor penyebab terjadinya hipertensi dengan pengaturan pola makan, gaya hidup yang benar, hindari kopi, merokok dan alkohol, mengurangi konsumsi garam yang berlebihan dan aktivitas yang cukup seperti olahraga yang teratur (Dalimartha, 2008). Pengobatan hipertensi secara umum Menurut Bangun (2002): a.

  Farmakologi Beberapa obat farmakologi yang dianjurkan untuk penderita hipertensi yaitu:

  1) Diuretik

  Jenis obat ini adalah obat yang mempengaruhi ginjal. Kadar garam di dalam tubuh dikeluarkan bersamaan dengan zat cair yang ditahan oleh garam. Biasanya tidak ada efek samping yang mengganggu, tetapi efek tambahan dari diuretic adalah tidak saja garam yang dikeluarkan dari tubuh, tetapi zat penting seperti kalium juga ikut keluar. 2)

  Alpha, beta, dan alpha-beta adrenergic blocker Obat-obatan ini bekerja menghalangi pengaruh bahan-bahan kimia tertentu dalam tubuh, juga dapat membuat jantung berdetak lebih lambat dan tidak begitu keras dalam memompa. 3)

  Inhibitor ACE (Angiotensin corveting Enzym) Inhibitor ACE membantu mengendurkan pembuluh darah dengan menghalangi pembentukan bahan kimia alamiah dalam tubuh yang disebut angiotensin II. 4)

  Calcium Chanel Blocker Obat ini membantu mengendurkan pembuluh darah dan mengurangi aliran darah. Pengaruh penurunan tekanan darah dari obat ini bisa singkat, bisa juga lama. Penurunan singkat tidak direkomendasikan pada tekanan darah tinggi, sebab kontrolnya tidak menentu, dan beberapa laporan mengaitkan dengan pengaruh terhadap jantung yang merugikan.

  b.

  Non farmakologis Selain dapat diobati dengan obat-obatan farmakologi, hipertensi dapat juga disembuhkan tanpa obat, yaitu dengan perubahan gaya hidup.

  Beberapa hal yang menjadi kunci utama dalam mengubah gaya hidup untuk pengobatan hipertensi sebagai berikut: 1)

  Mengurangi berat badan Kelebihan berat badan berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, tingkat lipid (lemak darah) tinggi yang abnormal, diabetes, dan penyakit jantung coroner. Penurunan berat badan mempercepat turunnya tekanan darah dalam pengobatan.

  2) Membatasi asupan alcohol

  3) Olahraga teratur

  Jika tekanan darah kita tinggi, aktifitas fisik yang teratur dapat mengurangi tekanan darah. Tetapi sebaiknya hindari olahraga yang kompetitif. 4)

  Membatasi asupan natrium Menghindari atau mengurangi konsumsi garam dapur adalah salah satu contoh cara mengurangi natrium, meskipun tidak menjamin seseorang tidak terkena hipertensi. 5)

  Berhenti merokok Merokok memang tidak menyebabkan hipertensi, tetapi merupakan salah satu factor resiko utama penyakit kardiovaskuler.

  Merokok juga menghambat efek obat antihipertensi.

  6) Mengurangi lemak

  Seorang penderita hipertensi dengan kadar lemak yang tinggi memerlukan modifikasi diet atau terapi obat untuk menormalkannya.

  Batasan utama asupan lemak adalah kurang dari 30% total kalori. 7)

  Peranan kalium Dalam diet, kalium bisa membantu mengurangi tekanan darah.

  Mengonsumsi buah dan sayuran yang kaya kalium bisa memperbaiki control tekanan darah. Cara mengonsumsi untuk pengobatan hipertensi yaitu bisa dikonsumsi secara langsung atau bisa di jus.

  B.

  Kolesterol 1.

  Pengertian kolesterol Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam diproduksi oleh hati dan sangat diperlukan oleh tubuh. Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan menimbulkan masalah terutama pada pembuluh darah jantung dan otak. Darah mengandung kolesterol, dimana 80 % kolesterol darah tersebut di produksi oleh tubuh sendiri dan hanya 20% yang berasal dari makanan. Kolesterol yang diproduksi terdiri atas 2 jenis yaitu kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) dan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein). Kolesterol LDL yang jumlahnya berlebihan di dalam darah, akan diendapkan pada dinding pembuluh darah dan membentuk bekuan yang dapat menyumbat pembuluh darah. Sedangkan kolesterol HDL, mempunyai fungsi membersihkan pembuluh darah dari kolesterol LDL yang berlebihan. (Siswono,2006).

  Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam diproduksi oleh hati dan sangat diperlukan oleh tubuh. Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan menimbulkan masalah terutama pada pembuluh darah jantung dan otak. Darah mengandung kolesterol, dimana 80 % kolesterol darah tersebut di produksi oleh tubuh sendiri dan hanya 20% yang berasal dari makanan. Kolesterol yang diproduksi terdiri atas 2 jenis yaitu kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) dan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein). Kolesterol LDL yang jumlahnya berlebihan di dalam darah, akan diendapkan pada dinding pembuluh darah dan membentuk bekuan yang dapat menyumbat pembuluh darah. Sedangkan kolesterol HDL, mempunyai fungsi membersihkan pembuluh darah dari kolesterol LDL yang berlebihan. (Siswono,2006).

  Kolesterol di dalam tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Bahan bakunya diperoleh dari karbohidrat, Protein atau lemak.

  Jumlah yang disintesis tergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah diperoleh dari makanan. Kolesterol hanya terdapat di dalam makanan asal hewan. Sumber utama kolesterol adalah hati, ginjal, dan kuning telur. Setelah itu daging, susu penuh dan keju serta udang dan kerang. Ikan dan daging ayam sedikit sekali mengandung kolesterol. (Sunita Almatsier, 2004).

  Kolesterol sangatlah diperlukan oleh tubuh untuk keperluan pembangunan membrane sel dan membran organel-organel sel juga untuk pembentukan hormon-hormon steroid yang disintesis misalnya oleh kelenjar suprarenalis serta untuk menyusun garam empedu, Kolesterol pada dasarnya dapat disintesis oleh sel tubuhpada semua organ, namun kebanyakan kolesterol disintesis oleh sel hati dengan jumlah sekitar 500 mg/hari ( Ganong, 1983). Namun kolestrol juga berasal dari makanan yang dimakan oleh individu tersebut dan banyak berasal dari kolestrol hewan semisal otak, hati, daging, kuning telor dan organ dalam lainnya (Sofro,1990 ).

  Kolesterol tubuh berasal dari dua sumber, yaitu dari makanan yang disebut eksogen dan yang diproduksi sendiri oleh tubuh disebut endogen, dan kedua nya didalam tubuh tidak dapat dibedakan ( Muchtadi dkk., 1993 )

  Jika jumlah kolesterl yang berasal dari makanan sedikit, untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain maka sintesis kolesterol didalam hati dan usus akan meningkat, demikian juga sebaliknya, jika jumlah kolesterol dalam makanan meninkat maka sintesis kolesterol dalam hati dan usus menurun ( Ravnskov, 2003: Piliang dan Djojosoebagio, 2006).

  Pada produk hewani, kolesterol banyak terdapat pada daging, hati, otak, dan kuning telur. Kolestrol sebagai precursor hormone steroid. Hormone steroid tersebut adalah estrogen yang terdiri atas estradiol, estriol, dan estron. Estradiol merupakan estrogen yang paling banyak dan mempunyai potensi estrogenic yang paling kuat (Suherman, 2001).

  Kolesterol adalah senyawa lemak kompleks yang dihasilkan oleh tubuh untuk bermacam-macam fungsi antara lain membentuk dinding sel.

  Kolesterol dalam zat makanan akan meninggalkan kadar kolesterol dalam darah, sejauh kadar kolesterol tetap seimbang dengan kebutuhan tubuh akan tetap sehat. Kolesterol yang masuk dalam tubuh berlebihan, dan mengendap di dalam pembuluh darah arteri meyebabkan penyempitan dan pengerasan (Soeharto. I, 2004).

  Kolesterol merupakan salah satu jenis lipid yang ditemukan pada membran sel, dan disirkulasikan dalam plasma darah. Sekitar 80% dari tubuh kolesterol diproduksi oleh hati, sisanya berasal dari diet makananan yang dimakan (Yoviana. Y, 2012).

  Tubuh memerlukan kolesterol untuk membuat hormon dan pertumbuhan sel, sehingga kadar kolesterol dalam darah pada tingkat yang dianggap normal yang sesuai dengan NCEP (National Cholesterol

  

Education Program ) sekitar 200 mg/dL atau kurang. Kadar kolesterol 200

  • 239 mg/dL dianggap berisiko sedang dan jika melebihi 240 mg/dL ke atas berisiko tinggi yang menyebabkan terjadinya stroke (Soeharto. I, 2004).

  Secara normal, kolesterol diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Akan tetapi pola makan yang cenderung berupa makanan sumber hewani dengan lemak tinggi, menyebabkan kolesterol berada dalam jumlah berlebihan dalam darah. Kelebihan kolesterol inilah yang dapat memacu aterosklerosis yang selanjutnya berpotensi menimbulkan penyakit jantung koroner (PJK) (Galton and Krone, 1991).

  Peningkatan kadar kolesterol dipengaruhi oleh asupan karbohidrat, protein, lemak, serat dan kolesterol. Peningkatan kadar kolesterol tersebut dapat ditekan dengan pengaturan pola diit. Pengaturan pola diit untuk menurunkan kadar kolesterol dilakukan dengan mengontrol asupan zat gizi secara seimbang sesuai dengan kebutuhan. Asupan serat yang tinggi dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan pengeluaran cairan empedu. Selain itu bakteri di dalam usus memfermentasi serat untuk memproduksi asam asetat propionate, dan butirat yang berfungsi untuk menghambat sintesis kolesterol ( Vito, 2013) 2. Faktor-faktor terjadinya kolesterol tinggi

  Factor meningkatnya kolesterol di dalam darah yaitu : 1.

  Faktor genetik Tubuh terlalu banyak mengkonsumsi kolesterol. Seperti kita ketahui

  80% kolsetrol di dalam darah di produksi oleh tubuh sendiri. Ada sebagian orang yang memproduksi kolesterol lebih banyak disbanding yang lain. Ini disebabkan factor keturunan. Pada orang ini meskipun hanya sedikit saja mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol atau lemak jenuh, tetapi tubuh tetap saja memproduksi kolesterol lebih banyak.

2. Faktor makanan

  Dari beberapa factor makanan, asupan lemak sangat penting untuk diperhatikan. Lemak merupakan bahan makanan yang sangat penting.

  Bila tubuh tidak mengkonsumsi lemak yang cukup maka tenaga akan berkurang, namun apabila mengkonsumsi lemak yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pembuluh darah. Seperti diketahui lemak dalam makanan berasal dari daging-dagingan, tetapi di Indonesia sumber asupan jenis lemak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

  • Lemak jenuh berasal dari daging, minyak kelapa
  • Lemak tidak jenuh terdiri dari : asam lemak omega 3, asam lemak omega 6, asam lemak omega 9 3.

  Faktor Obesitas Obesitas digunakn untuk memahami batasan sederhana dari kelebihan berat badan yang dihasilkan dari makan yang terlalu banyak dan aktifitas terlalu sedikit. Obesitas merupakan hasil interaksi komples antara factor-faktor genetic, perilaku dan lingkungan, menyebabkan ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energy. Menurut National Institute of Health ( Departemen Kesehatan Amerika ), bahwa peningkatan berat badan 20% atau lebih di atas berat badan normal adalah titik dimana kelebihan berat badan berembang menjadikan gangguan kesehatan. Tingkat kelebihan berat badan yang rendah dapat berkaitan dengan resiko kesehatan, terutama timbulnya gangguan kesehatan lain seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. Obesitas telah berkembang sebagai factor resiko diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dan beberapa kanker pada pria dan wanita

  4. Faktor kebiasaan merokok Masyarakat awam sudah mengetahui bahwa merokok bias merusak paru-paru karena asap yang dihisap langsung masuk ke paru-paru, namun banyak orang yang tidak tau bahwa rokok ternyata meningkatkan kadar kolesterol dalam tuuh manusia. Beberapa situs kesehatan disebutkn bahwa zat-zat yang terkandung dalam rokok, terutama nikotin, dapat menurunkan kadar kolesterol baik (HDL), dan meningkatkan kadar kolesterol buruk (LDL) dalam darah.

  5. Kurang keteraturan olahraga Olahraga merupakan bagian dari aktifitas fisik yang dilakukan umtuk tujuan memperoleh manfaat kesehatan. Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh tubh dan system penunjangnya. Aktifitas yang efektif yang dapat menurunkan kadar koelsterol yaitu berupa olahraga teratur yang dilakukan minimal tiga kali seminggu masing-masing dengan lama waktu anatara kurang lebih 45 menit. Olahraga yan dianjurkan adalah olahraga yang melibatkan otot-otot besar tubuh seperti paha, lengan atas, serta pinggul, seperti senam, aerobic, jalan aki, berenang, jogging atau bersepeda 6. Stress

  Secara sederhana stress dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu terganggu keseimbangnnya, stress terjadi akibat adanya situasi eksternal yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu untuk berespon adaptif. Stress merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri 3. Cara pencegahan a.

  Mengatur pola makan yaitu dengan cara : 1.

  Mengkonsumsi makanan seimbang sesuai kebutuhan : a.

  6-% kalori berasal dari karbohidrat b.

  15% kalori berasal dari protein c. 25% kalori berasal dari lemak d.

  Kalori dari lemak jenih tidak boleh lebih dari 10% 2. Menurunkan asupan lemak jenuh

  Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan, dan semua inyak lain seperti minyak jagung, minyak kedele, dan lain- lain yang mendapat pemanasan tinggi atau dipanaskan berulang- ulang. Kelebihan minyak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol buruk

  3. Menurunkan asupan kolesterol Kolesterol terutama banyak ditemukan pada lemak dari hewan, jeroan, kuning telur, serta seafood (kecuali ikan )

  4. Mengkonsumsi lebih banyak serat dalam menu makanan sehari-hari 5.

  Merubah cara memasak b. Melakukan aktifitas olahraga dengan teratur c. Menajaga berat badan ideal 4. Klasfikasi Kadar Lipid

Tabel 3.1 Klasifikasi kadar lipid plasma

  Kolesterol Total (mg/Dl) <200 Yang Diinginkan 200-239 Batas Tinggi

  Tinggi ≥240 5.

  Pengukururan Kolesterol Kadar kolesterol total dalam darah dapat diketahui dengan alat ukur yaitu

  glucometer. Darah diambil dengan cara menusukkan jarum lanset pada

  ujung jari. Lalu darah ditempelkan ke strip yang sudah terpasang di

  glucometer. Untuk mengetahui kolesterol seseorang tinggi atau rendah,

  semuanya harus mengacu pada pedoman umum yang telah disepakati dan digunakan di seluruh dunia yaitu pedoman National Cholesterol

  

Education Program Adult Treathment III ( NCEP ATP III) yaitu

  menetapkan batasan pengukuran kolesterol seperti dalam table dibawah ini :

Tabel 2.4 Kategori Batasan Kadar Kolesterol dalam Darah

  Pengkuran Normal Perbatasan Tinggi Tinggi Kolesterol <200mg/dl 200-239mg/dl >240mg/dl Total 6.

  Tanda dan Gejala Kolesterol Tinggi a.

  Rasa berat di tenguk dan pegal pundak, hal ini karena suplai darah dan oksigen terhambat akibat penumpukan plak pada pembuluh darah.

  b.

  Sering sakit kepala, karena adanya peningkatan kolesterol menjadikan anterioklerosis ( pengerasan pembuluh darah). Aliran darah yang mengalir ke otak terhambat c. Cepat mengantuk, karena kolesterol menyempitkan pembuluh darah dan terkadang menutup pembuluh darah, aliran darah yang membawa oksigen ke otak terhambat sehingga seseorang cepat mengantuk.

  d.

  Mudah lelah, orang yang mengalami kolesterol tinggi system vital tubuhnya terganggu sehingga mudah lelah e.

  Kesemutan, ini terjadi karena aliran darah menggumpa dan tidak lancer.

7. Pengobatan Kolesterol Tinggi

  Pengobatan kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia) dilakukan setelah usaha-usaha yang tersebut diatas seperti pengaturan pola makan dan olahraga tidak memberikan perbaikan dan berdasarkan pendapat dokter bahwa kadar katinggian kolesterol sudah memerlukan pengobatan medis.

  Obat hiperkoletsreolemia yang beredr di Indonesia antara lain Asam Fibrat, Resin, Penghambat HMG Coa reduktase, Asam Nikotinat, dan Ezetimibe C. Lansia 1.

  Pengertian Lansia Lanjut usia adalah manusia yang sudah memasuki usia 60 tahun

  (Sumintarsih, 2007). Di Indonesia, batasan usia lanjut (lansia) menurut undang-undang No.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut adalah sebagai berikut: seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (depsos,1999). Batasan ini sama dengan yang dikemukakan oleh Burnside dkk (1997)

  Lansia merupakan masa manusia menapaki kehidupan menjelang akhir hayat. Keadaan ini identik dengan perubahan-perubahan yang mencolok pada fisik maupun psikis manusia tersebut. Secara kronologis lansia merupakan orang yang telah berumur 60 tahun ke atas (Wahyuni, 2003:1). Tetapi ada juga menyebutkan bahwa lansia itu orang yang telah berumur lebih dari 65 tahun. Menurut Giriwijoyo dan Komariah (2002: 7) secara kronologik lansia berumur 60 – 70 tahun, sedangkan lansia yang berisiko tinggi berusia di atas 70 tahun atau diatas 60 tahun yang mengidap penyakit. Dirjen Kesehatan Masyarakat (1990) dalam Giriwijoyo dan Komariah (2002: 7) mengelompokkan usia di atas 40 tahun sebagai berikut: (1) usia menjelang lanjut 40 – 55 tahun, (2) usia lanjut masa presenium 55 – 64 tahun, (3) usia lanjut masa senescens di atas atau sama dengan 65 tahun, (4) usia lanjut risiko tinggi di atas 70 tahun. WHO juga mengelompokkan lansia menjadi: (1) Middle Age 45 – 59 tahun, (2)

  Elderly 60 – 74 tahun, (3) Old 75 – 90 tahun, dan (4) Very Old di atas atau sama dengan 90 tahun (Giriwijoyo dan Komariah, 2002).

  Usia tua atau sering disebut senescence merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh, biasanya mulai pada usia yang berbeda untuk individu yang berbeda (Papalia, 2001). Memasuki usia lanjut biasanya dudahului oleh

penyakit kronis, kemungkinan untuk ditinggalkan pasangan, pemeberhentian aktivitas atau kerja dan tantangan untuk mengalihkan energi dan kemampuan ke peran baru dalam keluarga, pekerjaan dan hubungan intim (Wolman, 1982). Ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk memahami usia tua, antara lain (Papalia dkk,2001) : a.

  Primary aging Bahwa aging merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable (tidak dapat dihindarkan).

  b.

  Secondary Aging Proses aging merupakan hasil dari penyakit, abuse, dan disuse pada

tubuh yang seringkali lebih dapat dihindari dan dikontrol oleh individu

dibandingkan dengan primary aging, misalnya dengan pola makan yang

baik, menjaga kebugaran fisik dll.

  Lansia cenderung mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh akibat proses penuaan. Proses penuaan merupakan proses yang mengakibatkan perubahan-perubahan meliputi perubahan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Pada perubahan fisiologis terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi gangguan dari dalam maupun luar tubuh. Salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia adalah pada sistem kardiovaskuler (Teguh, 2009).

2. Kategori Lansia

  Berdasarkan teori Erickson, fase late years ( usia > 65 tahun) Lansia dapat dibagi menjadi 2 kategori: a.

  Kategori pertama adalah lansia yang memiliki integritas tinggi dan idealisme yang mantap. Pada kategori pertama, lansia ini memiliki integritas yang tinggi sehingga cenderung menjadi penasehat/ pelindung/ sesepuh dan membagi pengalamannya kepada orang lain. Integritas mereka yang jelas melahirkan idealisme yang mantap sehingga bisa merendahkan orang yang telah mengecewakan idealismenya b. Kategori kedua yaitu lansia yang memiliki kegagalan dan kebingungan akan suatu nilai. Pada kategori dua yaitu lansia yang mengalami kegagalan. Kadang kegagalan mereka menyebabkan mereka takut untuk menjadi tua. Nostalgia-nostalgia mereka di masa dulu tidaklah terlalu membekas di hati mereka sehingga merasa hidup mereka tidak berguna karena tidak dapat memberi arti yang bermakna kepada orang lain dan cenderung putus asa. Hal iniah yang sering berakhir dengan depresi lansia.

3. Proses Menua

  Badan manusia menua kurang lebih 1% setiap tahun. Meskipun orang yang segar jasmaninya, akan menua pula. Untungnya orang-orang yang kesegaran jasmaninya baik, proses menuanya lebih lambat. Bila seseorang menjadi lebih segar jasmaninya,maka fungsi badannya akan lebih baik.(Sadoso S,1993:156-157). Proses menua adalah masalah yang akan selalu dihadapi oleh semua manusia. Dalam tubuh terjadi perubahan- perubahan structural yang merupakan proses degeneratif. Misalnya sel-sel mengecil atau menciut, jumlah sel berkurang, terjadi perubahan isi atau komposisi sel , pembentukan jaringan ikat baru meggantikan sel-sel yang menghilang atau mengecil dengan akibat timbulnya kemunduran fungsi organ tubuh. Menurut (Wibowo, 2003) secara ringkas dapat dikatakan: a.

  Kulit tubuh dapat menjadi lebih tipis, kering dan tidak elastis lagi.

  f.

  Karena proses degenerasi maka jumlah nefron (satuan fungsional di ginjal yang bertugas membersihkan darah) menurun. Berakibat kemampuan mengeluarkan sisa metabolism melalui air seni berkurang pula. j.

  Akibat degenerasi di persendian, permukaan tulang rawan menjadi kasar. i.

  h.

  Tulang-tulang menjadi keropos (osteoporosis).

  g.

  Terjadinya degenerasi selaput lender dan bulu getar saluran pemapasan, gelembung' paniparu menjadi kurang elastis.

  Pembuluh darah mengalami kekakuan (Arteriosklerosis).

  b.

  e.

  Otot-otot jantung mengalami perubahan degeneratif, ukuran jantung mengecil, kekuatan memompa darah berkurang.

  d.

  Jumlah otot berkurang, ukuran juga mengecil, volume otot secara keseluruhan menyusut dan fungsinya menurun.

  c.

  Rambut rontok warnanya berubah menjadi putih, kering dantidak mengkilat.

  Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologik yang memang harus dialami oleh semua makluk hidup. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya proses menua. Para pakar menduga karena adanya senyawa radikal bebas, artooklerosis dan kurangnya aktifitas fisik, Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan dengan proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas fisik seseorang. Akibatnya kaum lansia menjadi kurang produktif, rentan terhadap penyakit dan banyak bergantung pada orang lain. Dengan tetap bekerja dan melakukan olahraga secara teratur dapat memperlambat proses kemunduran dan penurunan kapasitas tersebut di atas. Karena bekerja maupun olahraga pada dasarnya berkaitan dengan aktifitas sistem musculoskeletal (otot dan tulang) serta system kardiopulmonal (jantung dan paru-paru).

  Menurut Brooks dan Fahey (1985:685-686), Kemunduran fungsi organ-organ akibat terjadinya proses penuaan terlihat pada:

  1. Kardiovaskuler( Jantung dan pembuluh darah) a.

  Volume sedenyut menurun hingga menyebabkan terjadinya penurunan isi sekuncup (sktroke vollume) dan curah jantung(cardiac outr-put).

  b.

  Elastisitas`pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan tahanan periper dan peningkatan tekanan darah.

  c.

  Rangsangan simpatis sino atrial node menurun sehingga menyebabkan penurunan denyut jantung maksimal.

  2. Respirasi a.

  Elastisitas paru-paru menurun sehingga pernafasan harus bekerja lebih keras dan kembang kempis paru tidak maksimal.

  b.

  Kapiler paru-paru menurun sehingga ventilasi juga menurun.

  3. Otot dan persendian a.

  Jumlah motor unit menurun b.

  Jumlah mitokondria menurun sehingga akan menurunkan kapasitas respirasi otot dan memudahkan terjadinya kelelahan , karena fungsi Mitokondria adalah memproduksi adenosin triphospat (ATP).

  c.

  Kekakuan jaringan otot dan persendian meningkat sehingga menyebabkan turunnya stabilitas dan mobilitas.

  4. Tulang Mineral tulang menurun sehingga terjadi osteoporosis dan akan meningkatkan resiko patah tulang.

  5. Peningkatan lemak tubuh.

  Hal ini menyebabkan gerakan menjadi lamban dan peningkatan resiko terserang penyakit.

  6. Kiposis Tinggi badan menjadi menurun.

4. Karakteristik Lansia

  Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ( TPAK) sebesar 47,9%, TPAK pada usia 60-64tahun sebanyak 62,4% dan pada usia 65+ tahun sebesar 40,3%. Lapangan pekerjaan : lebih banyak (66,1%) lanjut usia bekerja di sector pertanian, perkebunan, perhutanan, perburuan, dan prikanan.

  Berdasarkan data Susenas 2009 (Komnas Lansia, 2010), lanjut usia laki- laki sekitar 8,9 juta (7,8%), perempuan 10,4 juta (9%), dan total= 19,3 juta (8,4%). Seperti halnya jumlah penduduk secara keseluruhan, jumlah penduduk lanjut usia didaerah perkotaan (7,5%), lebih sedikit dibandingdi daerah pedesaan (9,2%). Gambaran karakteristik lanjut usia lainnya secara ringkas sebagai berikut :

  • Status kawin : sebanyak 39,8% berstatus cerai dan kurang dari 1% bestatus belum kawin. Lanjut usia yang bestatus cerai lebih banyak pada lanjut usia perempuan 60,5%. Kondisi seperti ini memerlukan perhatian, ketika lanjut usia perempuan yang berstatus janda mempunyai karakteristik tinggal sendiri, tidak sekolah/berpendidikan, dan tidak terkena program pemerintah.
  • Status sebagai kepala RT : sebanyak 60% berstatus sebagai kepala RT
  • Status bekerja : sebanyak 47,4% lanjut usia masih bekerja, dengan

  Jumalah jam kerja >35 jam/minggu : sebanyak 58,9%dan desa sebanyak 44,4%. Jumalh jam kerja seperti ini perlu diperhatikan kembali, mengingat kondisifisik dan psikis lanjut usia tidak seperti kelompok umur yang lebih muda. Lanjut usia yang masih aktif memang masih diperlukan untukmempertahankan lanjut usia tetap produktif. Namun jenis dan jumlah jam kerja harus disesuaikan dengan kondisi fisiknya, sehingga tidak mengganggu status kesehatannya.

  • Pendidikan : sebesar 61,8% tidak/ belum pernah sekolah dan tidak tamat

  SD. Hal ini menunjukkan bahwa lanjut usia masih banyak yang tergolong tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah. Bahkan sekitar 32,4% berstatus buta aksara.

  • Korban kejahatan : lanjut usia yang menjadi korban kejahatan

  (pencurian dan perampokan) sebanyak 2 %. Meskipun persentasenya masih sedikit namun tetap perlu diperhatikan, sebagi upaya pelindungan.

  • Keluhan kesehatan : menunjukkan peningkatan dari 48,9% (tahun 2005), menjadi 54,3% ( tahun 2007), dan 54,5% (tahun 2009).
D.

  Kerangka Teori Penelitian

  UMUR JENIS KELMIN HIPERTENSI OBSITAS KONSUMSI ALKOHOL STRESS Pola Konsumsi : MEROKOK

  KOLESTEROL 1.

  Konsumsi Makanan

  2. Konsumsi Lemak

  3. Konsumsi Buah & Sayur

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

  ( Sumber : Amir, 2002; Widharto, 2007. Bahaya Hipertensi ; Suhadak, 2010 )

  E.

  Kerangka Konsep Penelitian

  Pola Konsumsi : 1.

  Konsumsi HIPERTENSI KOLESTEROL Natrium 2. Konsumsi Lemak 3. Konsumsi Buah & Sayur

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian F.

  Hipotesa Penelitian Hipotesa adalah sebuah pernyataan tentang pengaruh yang diharapkan antara variabel yang dapat dijuji secara empiris. Hipotesa adalah suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Biasanya hipotesa terdiri dari pernyataan terhadap atau tidaknya hubungan antara variabel, yaitu variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat

  

(dependent variabel) (Notoadmodjo, 2005). Hipotesa dari penelitian ini

  adalah : Ha : ” Ada hubungan antara profil kolesterol dengan hipertensi di Puskesmas Banjar 2 di Kota Banjar ”