BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - DWI ADIYANTO BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

  karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, bersifat kronik dan disertai komplikasi kronik ataupun akut (Sudoyo, 2007). Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut.

  Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Darmono, 2007)

  Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi penduduk dunia, dan mengalami peningkatan menjadi 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) di antara usia penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2013). Indonesia merupakan negara urutan ke 7 dengan kejadian diabetes mellitus tertinggi dengan jumlah 8,5 juta penderita setelah Cina (98,4 juta), India (65,1 juta), Amerika (24,4 juta), Brazil (11,9 juta), Rusia (10,9 juta), Mexico (8,7 juta), Indonesia (8,5 juta) Jerman (7,6 juta), Mesir (7,5 juta), dan Jepang (7,2 juta).

  Berdasarkan perolehan data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa akan terjadi peningkatan jumlah penderita DM pada tahun 2030 dengan jumlah penderita DM meningkat menjadi 20,1 juta dengan prevalensi 14,7% untuk daerah urban dan 7,2% di rural. Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi jumlah penderita DM meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (PdPersi, 2011). Sedangkan perolehan data Riskesdas tahun 2013, terjadi peningkatan prevalensi DM di 17 propinsi seluruh Indonesia dari 1,1% (2007) meningkat menjadi 2,1% di tahun 2013 dari total penduduk sebanyak 250 juta.

  Data-data prevalensi kejadian DM di atas, salah satunya adalah Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah penderita DM tertinggi sebanyak 509.319 jiwa di kota Semarang (Profil Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2012).

  Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga tahun 2014 terdapat 2.171 jiwa yang menderita DM dari jumlah penduduk 881.831 jiwa. Salah satu wilayah yang memiliki insiden penyakit DM adalah Kecamatan Bukateja dengan jumlah 402 jiwa dari total jumlah penduduk di Kecamatan Bukateja 54.134 jiwa.

  Pengelolaan penderita DM menurut Mardi Santoso (2008) ada 4 pilar yaitu, Edukasi, Perencanaan makanan, Olahraga, dan Obat-obatan DM (OHO, Insulin). Olahraga teratur untuk program pengobatan DM, terutama tipe II sudah dikenal sejak lama selain diet dan obat-obatan dikenal sejak lama selain diet dan obat-obatan. Aktifitas fisik/olahraga merupakan cara yang sangat penting untuk dilakukan oleh penderita diabetes mellitus terutama dalam menangani peningkatan glukosa dalam darah. Salah satu latihan yang dianjurkan adalah Senam Diabates Melitus. Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes mellitus (Persadia, 2000). Senam diabetes dibuat oleh para spesialis yang berkaitan dengan diabetes, diantaranya adalah rehabilitasi medis, penyakit dalam, olahraga kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar senam (Sumarni, 2008).

  Selain senam diabetes, senam kaki diabetes juga dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien DM. Senam kaki merupakan latihan yang dilakukan bagi penderita DM atau bukan penderita untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki (Soebagio, 2011). Perawat sebagai salah satu tim kesehatan, selain berperan dalam memberikan edukasi kesehatan juga dapat berperan dalam membimbing penderita DM untuk melakukan senam kaki sampai dengan penderita dapat melakukan senam kaki secara mandiri (Anggriyana & Atikah, 2010). Gerakan-gerakan senam kaki ini dapat memperlancar peredaran darah di kaki, memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot kaki dan mempermudah gerakan sendi kaki. Dengan demikian diharapkan kaki penderita diabetes dapat terawat baik dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes (Anneahira, 2011).

  Olahraga yang teratur untuk program pengobatan DM, terutama tipe II sudah dikenal sejak lama selain diet dan obat-obatan. Olahraga pada DM tipe II berperan utama dalam pengaturan kadar gula darah. Pada tipe ini produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita penyakit ini. Masalah utama adalah kurangnya respons reseptor insulin terhadap insulin, sehingga insulin tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Otot yang berkontraksi atau aktif tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, karena pada otot yang aktif sensitivitas reseptor insulin meningkat. Oleh karena itu olahraga pada DM tipe II akan menyebabkan berkurangnya kebutuhan insulin eksogen. Dengan demikian DM tipe II tidak disebabkan kurang atau tidak adanya produksi insulin tetapi disebabkan karena kurangnya respons reseptor insulin terhadap insulin, sehingga dengan berolahraga secara teratur dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah (Ermita I. Ilyas yang dikutip oleh Pradana Soewondo, 2005)

  Hasil penelitian Janno Sinaga, Ernawati Hondro (2011) yang berjudul “Pengaruh Senam Diabetes Melitus Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan” dengan menggunakan penelitian Quasi Eksperimen dengan rancangan penelitian One Group Pre Test-Post Test didapatkan rata-rata kadar glukosa darah sebelum senam adalah 290.81 g/dl dan rata-rata sesudah senam adalah 272.77 g/dl. Hasil uji statistik dengan menggunakan

  

uji t dependent didapatkan p= 0,000 dengan rata-rata penurunan kadar

  glukosa darah sebesar 18.03 mg/dl yang artinya menunjukkan bahwa senam Diabetes Melitus dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan pada penderita diabetes melitus tipe 2.

  Penelitian Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti (2013) yang berjudul “Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah Pada Aggregat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang”. Penelitian eksperimen semu desain pre and post test group design with control group.

  Didapatkan hasil penelitian kadar gula darah lebih baik pada lansia sesudah diberikan senam kaki (p value 0,000). Sensitivitas kaki lebih baik pada lansia sesudah diberikan latihan senam kaki (p value 0,000).

  Senam memang sehat, membuat setiap orang lebih bugar dan penuh vitalitas sepanjang hari. Sebaliknya, senam menjadi bencana apabila dilakukan secara sembarangan. Karena itu, memilih jenis senam atau olahraga yang sesuai dengan usia dan kondisi sangatlah dianjurkan. Oleh karena itu, penderita diabetes sebaiknya memilih jenis olahraga yang sebagian besar menggunakan otot-otot besar, dengan gerakan-gerakan ritmis (berirama) dan berkesinambungan (kontinyu) dalam waktu yang lama (Arcole Margatan, 1995: 116). Namun senam kadang sulit dilakukan mengingat sulit menentukan waktu untuk berkumpul dan kondisi pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

  Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan didapatkan data kunjungan penderita DM tipe II di Puskesmas I Bukateja masih cukup banyak, masih banyak masyarakat yang belum tahu dampak dari penyakit DM tipe II, penyakit DM tipe II di masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius. Tingginya pasien DM tipe II di Puskesmas 1 Bukateja maka Puskesmas 1 Bukateja mengadakan kegiatan rutin Prolanis yang diadakan setiap tanggal 17 tiap bulannya dan kegiatan senam tiap hari Jum’at.

  Kegiatan Prolanis di Puskemas 1 Bukateja diikuti oleh 32 peserta Prolanis yang masih aktif. Kegiatan yang dilakukan saat Prolanis antara lain cek kesehatan, penyuluhan, senam, dan diskusi terkait masalah pada peserta Prolanis. Setelah studi pendahuluan terhadap 5 penderita diabetes mellitus diperoleh bahwa dari ke-5 penderita diabetes mellitus belum mengetahui tentang senam yang dapat menurunkan kadar gula darah.

  Data yang didapatkan pada permasalahan ini, maka penulis tertarik untuk membandingkan “Efektivitas Senam Diabetes Dengan Senam Kaki Diabetes Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di Puskesmas I Bukateja”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah : Bagaimana Perbandingan Efektifitas Senam Diabetes dengan Senam Kaki Diabetes Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Sewaktu pada Pasien DM Tipe II di Puskesmas 1 Bukateja? C.

   Tujuan 1.

  Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas senam diabetes dengan senam kaki diabetes terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe

  II di puskesmas Bukateja.

2. Tujuan Khusus a.

  Mengetahui efektivitas senam diabetes terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada pasien DM tipe II di Puskesmas Bukateja.

  b.

  Mengetahui efektivitas senam kaki diabetes terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada pasien DM tipe II di Puskesmas Bukateja.

  c.

  Mengetahui perbandingan efektifitas senam diabetes dengan senam kaki diabetes terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada pasien DM tipe II di Puskesmas Bukateja.

D. Manfaat

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu : 1.

  Instansi Puskesmas Memberikan informasi kepada pihak puskesmas untuk lebih meningkatkan upaya dalam mensosialisasikan pentingnya olahraga seperti senam diabetes dan senam kaki diabetes untuk pengontrolan kadar gula darah dan juga pencegahan komplikasi kepada penyandang DM.

2. Institusi Fakultas Ilmu Kesehatan

  Sebagai pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan bahwasanya senam diabetes dan senam kaki diabetes mempunyai pengaruh terhadap penurunan kadar gula darah penyandang DM sehingga dalam peran perawat sebagai edukator dapat mengajarkan penyandang DM untuk melakukan senam diabetes dan senam kaki diabetes.

  3. Peneliti Untuk menambah wawasan dan memperoleh pengalaman dalam penelitian di bidang keperawatan khususnya sesuai dengan judul yang diangkat yaitu Perbandingan Efektifitas Senam Diabetes Dengan Senam Kaki Diabetes Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Puskesmas Bukateja.

  4. Klien Hasil penelitian digunakan sebagai informasi baik kepada klien maupun masyarakat luas tentang manfaat senam diabetes dan senam kaki diabetes dalam penatalaksanaan penyakit DM yaitu dapat mengontrol kadar gula darah.

E. Penelitian Terkait 1.

  Janno Sinaga, Ernawati Hondro (2011). Pengaruh Senam Diabetes Melitus Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan. Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan menggunakan rancangan penelitian One

  Group Pre Test-Post Test . Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

  penderita dibetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan dengan teknik pengambilan sampel Total Sampling dan sampel yang diperoleh yaitu 31 orang. Pengumpulan data kadar glukosa darah menggunakan glukometer yang diukur sebelum senam dan setelah senam, senam dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu minggu. Data diolah dengan program komputer dengan uji t dependent dengan α 0,05. Rata-rata kadar glukosa darah sebelum senam adalah 290.81 g/dl dan rata-rata sesudah senam adalah 272.77 g/dl. Hasil uji statistik dengan menggunakan

  

uji t dependent didapatkan p= 0,000 dengan rata-rata penurunan kadar

  glukosa darah sebesar 18.03 mg/dl yang artinya menunjukkan bahwa senam Diabetes Melitus dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan pada penderita diabetes melitus tipe 2. Persamaan dengan penelitian diatas adalah sama-sama meneliti tentang efektifitas senam diabetes terhadap penurunan kadar gula darah.

  Perbedaan dengan penelitian diatas adalah penelitian ini menggunakan 2 variabel bebas yaitu senam diabetes dan senam kaki diabetes.

  2. Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti (2013), pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki dan kadar gula darah pada aggregat lansia diabetes melitus di magelang. Penelitian eksperimen semu desain pre and

  

post test group design with control group . Sampel secara aksidental atau

convenience sampling, 125 responden (62 lansia kelompok intervensi dan

  63 kelompok kontrol). Instrumen penilaian menggunakan skala sensitivitas dan nilai kadar gula darah. Senam kaki dilakukan 3 kali seminggu selama 4 minggu. Hasil penelitian kadar gula darah lebih baik pada lansia sesudah diberikan senam kaki (p value 0,000). Sensitivitas kaki lebih baik pada lansia sesudah diberikan latihan senam kaki (p value 0,000).

  Persamaan dengan penelitian diatas adalah sama-sama meneliti tentang efektifitas senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah.

  Perbedaan dengan penelitian diatas adalah penelitian ini menggunakan 2 variabel bebas yaitu senam diabetes dengan senam kaki diabetes dengan membandingkan antara keduanya.

3. Shara Kurnia Trisnawati, Soedijono Setyorogo (2012). Faktor Risiko

  Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan umur, riwayat keluarga, aktfivitas fisik, tekanan darah, stres dan kadar kolestrol berhubungan dengan kejaidan DM Tipe 2. Variabel yang sangat memiliki hubungan dengan kejadian DM Tipe 2 adalah Indekx Massa Tubuh (p 0,006 OR 0,14; 95% CI 0,037-0,524). Orang yang memiliki obesitas lebih berisiko 7,14 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Persamaan dengan penelitian diatas adalah sama-sama meneliti tentang Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas.

  Perbedaan dengan penelitian diatas adalah penelitian diatas meneliti tentang faktor kejadian DM tipe II sedangkan penelitian ini meneliti tentang senam diabetes dan senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM tipe II.

  4. (2011). Pengaruh konseling obat terhadap Kepatuhan Ade Ramadona pasien diabetes mellitus tipe 2 Di poliklinik khusus rumah sakit umum pusat Dr. M. Djamil padang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50

  

pasien terdapat perbedaanpengetahuan, sikap dan kadar glukosa darah

puasa sebelum dan setelah konselingdengan menggunakan analisis uji t

berpasangan. Nilai t hitung diperoleh berturut-turut -16.157, -15.968 dan

4.578, dengan tingkat signifikansi 0.000, 0.000, dan 0.000 (p<0.05). Dari

hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa konseling

dapatmeningkatkan pengetahuan dan sikap pasien yang akan berpengaruh

terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatannya.

Persamaan dengan penelitian diatas adalah sama-sama meneliti terhadap

pasien Diabetes Melitus Tipe II.

  

Perbedaan dengan penelitian diatas adalah penelitian diatas meneliti

tentang pengaruh konseling obat terhadap kepatuhan pasien DM tipe II,

sedangkan penelitian ini meneliti tentang perbandingan efektifitas senam

diabetes dengan senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu

pada pasien DM tipe II.

5. Ginanjar Wisnu Wardana (2015). Perbandingan Efektivitas Senam

  Aerobik Low Impact dan Senam Diabetes terhadap Penurunan Gula Darah Sewaktu (GDS) pada Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Mandiraja 1. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata gula darah sebelum senam aerobik low impact sebesar 194,07, sesudah senam manjadi 166,80. Rata-rata gula darah sebelum senam diabetes sebesar

  225,33, sesudah senam diabetes menjadi 183,27. Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimental denganrancangan Pretest-posttest control group design. Populasi penelitian adalah klien DM tipe 2 sebanyak 15 orang dan analisis data menggunakan uji t test. Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa senam aerobik low impact dan senam diabetes efektif digunakan untuk menurunkan gula darah pada pasien diabetes melitus. Senam diabetes memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan senam aerobik low impact.

  Persamaan : sama-sama meneliti tentang pengaruh senam terhadap penurunan gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe 2.

  Perbedaan : penelitian diatas meneliti tentang perbandingan efektivitas senam aerobik low impact dengan senam diabetes, sedangkan penelitian ini meneliti tentang perbandingan efektivitas senam diabetes dengan senam kaki diabetes.

6. Widi Rusmono (2015). Pengaruh Senam Kaki terhadap Score Ankle

  Brachial Index (ABI) pada Pasien Diabetes Melitus Non Ulkus di Puskesmas Purwanegara 1. Hasil penelitian penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan skor ABI sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki selama 4 kali traetment dengan p value < 0,05. Tidak ada perbedaan yang signifikan skor ABI sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki sebanyak 1-3 kali treatment dengan p value > 0,05. Penelitian ini merupakan penelitian quasy eksperiment dengan desain time-series yang telah dimodifikasi. Populasi penelitian semua pasien DM yang menjalani pengobatan di Puskesmas Purwanegara I pada bulan November- Desember 2014. Jumlah sampel 15 orang dengan teknik simple random sampling. Teknik analisis data menggunakan uji paired sampel t test.

  Kesimpulan dari penelitian ini adalah latihan senam kaki selama 4 kali berpengaruh terhadap penurunan ABI pada penderita DM.

  Persamaan : sama-sama meneliti tentang senam kaki pada pasien diabetes melitus.

  Perbedaan : penelitian diatas meneliti tentang pengaruh senam kaki terhadap score ankle brachial index (ABI) pada pasien diabetes melitus non ulkus, sedangkan penelitian ini meneliti tentang perbandingan efektivitas senam diabetes dengan senam kaki terhadap penurunan gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe 2.

7. Noor Indri Utami (2012). Pengaruh Frekwensi Senam Kaki terhadap Ankle Brachial Index (ABI) pada pasien ulkus kaki diabetes di RSUD Dr.

  R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapatkan rata-rata nilai ABI pre-senam dan post-senam 1 kali seminggu (p=0,014) dan 2 kali seminggu (p=0,010) pada pasien ulkus kaki diabetes. Perbedaan nilai ABI antara kelompok 1 kali seminggu dan 2 kali seminggu didapatkan Z= -3,410, P= 0,001. Desain penelitian yang digunakan adalah two groups pretest posttest yang masuk kedalam pra eksperiment. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampel yang berjumlah 16 pasien ulkus kaki diabetes di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Analisa data menggunakan uji wilcoxom signed ranks dan uji mann-whitney. Kesimpulannya adalah senam kaki 2 kali seminggu mempunyai pengaruh senam kaki yang signifikan terhadap ankle brachial index dibandingkan dengan senam kaki 1 kali seminggu. Persamaan : sama-sama meneliti tentang senam kaki terhadap pasien diabetes melitus.

  Perbedaan : penelitian diatas meneliti tentang pengaruh frekwensi senam kaki terhadap ankle brachial index (ABI) pada pasien ulkus kaki diabetes, sedangkan penelitian ini meneliti tentang perbandingan senam diabetes dengan senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe 2.

  8. Kurniarso (2011). Pengaruh senam kaki terhadap nilai ankle brakhial index pada pasien ulkus diabetes di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Jatiwinangun Purwokerto. Hasilnya adalah ada perbedaan rata-rata nilai ABI sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki. Z= -4,030, p = 0,00 α = 0,05. Desain penelitian menggunakan eksperiment semu dengan rancangan one group pre test and post test design. Sampel adalah pasien ulkus kaki diabetes, jumlah sampel 20 pasien. Perlakuan berupa senam kaki dengan variabel dependen nilai ABI. Analisis menggunakan wilcoxom sign rank test. Kesimpulan, ada pengaruh senam kaki terhadap penurunan nilai ABI tetapi tidak ada perbedaan selisi nilai ABI pada tiap pemeriksaan. Senam kaki dapat dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi pada pasien ulkus kaki diabetes.

  Persamaan : sama-sama meneliti tentang senam kaki pada pasien diabetes melitus. Perbedaan : penelitian diatas meneliti tentang pengaruh senam kaki terhadap nilai ankle brachial index pada pasien ulkus kaki diabetes, sedangkan penelitian ini meneliti tentang perbandingan efektivitas senam diabetes dengan senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe 2.

  9. Yudi Setyawan (2009). Pengaruh senam diabetes terhadap kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus dirawat jalan RSUD Banyumas. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan kadar gula darah sebelum dilakukan senam diabetes < 3 kali seminggu dan > 3 kali seminggu dengan p = 0,418. Namun setelah dilakukan senam diabetes terjadi perbedaan yang signifikan rata-rata kadar gula darah pada pengukuran post senam diabetes <3 kali seminggu maupun pada pengukuran post senam diabetes > 3 kali seminggu dengan nilai p = 0,001, serta terjadi penurunan kadar gula darah sebesar 15,73 mg/dL pada responden yang mengikuti senam diabetes < 3 kali seminggu serta 39,46 mg/dL pada responden yang mengikuti senam diabetes >3 kali seminggu. Kesimpulan penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar gula darah pada kedua kelompok baik yang melakukan senam < 3 kali seminggu maupun yang > 3 kali seminggu. Persamaan : sama-sama meneliti tentang senam diabetes pada pasien diabetes melitus Perbedaan : penelitian diatas meneliti tentang pengaruh frekuensi senam diabetes terhadap kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus, sedangkan penelitian ini memeliti tentang perbandingan efektivitas senam diabetes dengan senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus.