BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian - Tri Hanggara Yoga Pamungkas BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang

  melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini melelui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba namun sebagian besar pengetahuan di peroleh melelui penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2012).

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pada kenyataannya, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).

  Menurut penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012), dikatakan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni: a.

  Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

  b.

  Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subyek sudah mulai timbul.

  c.

  Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah baik lagi.

  13 d.

  Trial, dimana subyek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

  e.

  Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

2. Cakupan Pengertian

  Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif ada enam tingkatan yaitu: a.

  Tahu (Know) Tahu diartikan sebagi mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

  b.

  Memahami (Comprehension) Diartikan sebagi suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

  c.

  Aplikasi (Aplicatiaon) Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi rill (sebenarnya).

  d.

  Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e.

  Sintesis (Synthesis) Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada.

  f.

  Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

B. Perawat

  Definisi perawat menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan adalah “seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan”. Perawat merupakan profesi yang menolong pasien untuk beradaptasi secara positif terhadap stress yang dialami. Salah satu peran perawat menurut Supartini (2004) adalah sebagai pembina hubungan terapeutik.

  Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014).

  Asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi perawat dengan pasien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian pasien dalam merawat dirinya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014).

C. Tingkat Pendidikan

  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara (UU Republik Indonesia No 20 tahun 2003). Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Batas tuntas pendidikan di Indonesia menurut Departemen pendidikan nasional (Depdiknas) yaitu pendidikan 9 tahun atau sampai jenjang pendidikan SMA (Suwarno, 2008). Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang dapat menggambarkan status sosial dan dapat menjadi modal dasar untuk pengambilan keputusan dan bertindak. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah seseorang menerima informasi serta lebih tanggap terhadap masalah yang dihadapi, sehingga dapat menentukan alternatif terbaik terhadap suatu hal (Suhardjo dalam Apriliana, 2006). Menurut Notoatmodjo dalam Apriliana (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan seseorang dibedakan menjadi dua faktor, meliputi: 1.

  Faktor intern: meliputi kecerdasan emosi, persepsi dan motivasi serta hal- hal yang berfungsi untuk mengolah rangsang dari luar.

2. Faktor ekstern: mencakup lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik, seperti manusia, sosial ekonomi, iklim, kebudayaan dan sebagainya.

  Semakin baik faktor intern dan ekstern yang dimiliki seseorang tersebut maka semakin baik tingkat pengetahuan orang tersebut.

  Pendidikan keperawatan di Indonesia mengacu kepada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sesuai dengan isi UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tersebut Organisasi Profesi yaitu Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), bersama dukungan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), telah menyusun dan memperbaharui kelengkapan sebagai suatu profesi.

  Jenis pendidikan keperawatan di Indonesia mencakup: 1.

  Pendidikan Vokasional yaitu jenis pendidikan diploma sesuai dengan jenjangnya untuk memiliki keahlian ilmu terapan keperawatan yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.

  2. Pendidikan Akademik yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

  3. Pendidikan Profesi yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan diploma,sarjana,magister,spesialisdandoktor.

  Jenjang pendidikan tinggi keperawatan Indonesia dan sebutan gelar: 1.

  Pendidikan jenjang Diploma Tiga keperawatan lulusannya mendapat sebutan Ahli Madya Keperawatan (AMD.Kep).

  2. Pendidikan jenjang Ners (Nurse) yaitu (Sarjana+Profesi), lulusannya mendapat sebutan Ners (Nurse),sebutan gelarnya (Ns).

  3. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan, Lulusannya mendapat gelar (M.Kep).

  4. Pendidikan jenjang Spesialis Keperawatan, terdiri dari: a.

  Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, lulusannya (Sp.KMB) b.

  Spesialis Keperawatan Maternitas, Lulusannya (Sp.Kep.Mat) c. Spesialis Keperawatan Komunitas, Lulusannya (Sp.Kep.Kom) d.

  Spesialis Keperawatan Anak, Lulusannya (Sp.Kep.Anak) e. Spesialis Keperawatan Jiwa, Lulusannya (Sp.Kep.Jiwa)

  5. Pendidikan jenjang Doktor Keperawatan, Lulusannya (Dr.Kep)

D. Masa Kerja

  Masa kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa kerja maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Seseorang akan mencapai kepuasan tertentu bila sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin lama karyawan bekerja mereka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka , hal ini juga mempengaruhi motivasi seseorang untuk lebih mengembangkan pengetahuan dan keterampilan seseorang (Hasibuan, 2009).

  Robbins (2001), mengataka ada hubungan positif antara senioritas dan produktivitas kerja . Semakin lama seseorang bekerja maka produktivitasnya semakin tinggi. Robbins (2001) juga berpendapat bahawa semakin lama masa kerja seseorang akan semakin kecil kemungkinan orang tersebut berpindah pekerjaan.

  Tulus MA (1992), secara garis besar masa kerja dapat dikategoriakan menjadi tiga, yaitu: 1. : 0-6 tahun

  Masa kerja baru 2. : 7-10 tahun

  Masa kerja sedang 3. : > 10 tahun

  Masa kerja lama

E. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian

  Purwanto (2007) mendefinikan komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

  2. Manfaat Komunikasi Terapeutik

  Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat dalam pelayanan keperawatan. Adapun manfaat komunikasi terapeutik menurut Purwanto (2007) adalah: a.

  Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dengan pasien melalui hubungan perawat dengan pasien.

  b.

  Mengidentifikasi, mengungkap perasaan, dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Sedangkan tahap preventif, kegunaannya adalah mencegah adanya kegiatan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.

  3. Tujuan Komunikasi Terapeutik

  Tujuan diterapkannya komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan sehari-hari menurut Purwanto (2007) adalah : a.

  Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.

  b.

  Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya. c.

  Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan diri sendiri.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

  Suatu proses komunikasi atau proses berinteraksi dengan orang lain dapat dipengaruhi oleh bebrapa faktor. Faktor-fakor tersebut menurut Potter dan Perry (2005) antara lain: a.

  Perkembangan Perkembangan seseorang mempengaruhi cara berkomunikasi. Anak dengan perkembangan yang baik akan berbeda kemampuan berbahasa dan bicaranya dibanding dengan anak yang mengalami gangguan perkembangan. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif khususnya pada anak-anak, perawat harus memahami pengaruh perkembangan bahasa dan proses berpikir karena hal ini mempengaruhi cara anak berkomunikasi sehingga proses interaksi dapat berjalan baik.

  b.

  Persepsi Adalah pandangan pribadi terhadap apa yang terjadi. Persepsi ini dibentuk oleh harapan dan pengalaman.

  c.

  Nilai Adalah standar yang mempengaruhi perilaku dan interpretasi suatu pesan. Nilai tersebut adalah apa yang dianggap penting oleh individu dalam hidupnya dan pengaruh dari ekspresi pemikiran dan ide.

  d.

  Latar Belakang Sosial Kultural Budaya merupakan bentuk kondisi yang menunjukan diri seseorang melalui tingkah lakunya. Bahasa, nilai, pembawaan dan gaya komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Perbedaan ini dapat menghambat komunikasi.

  e.

  Emosi Emosi adalah perasaan subyektif seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa tertentu. Cara seseorang bersosialisasi atau berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi oleh emosi. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima suatu pesan dengan baik.

  f.

  Gender Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi komunikasi. Pria dan wanita mempunyai gaya komunikasi yang berbeda dan satu sama lain saling mempengaruhi secara unik dalam proses komunikasi.

  g.

  Peran dan Hubungan Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antara orang yang berkomunikasi atau seseorang berkomunikasi dalam tatanan yang tepat menurut peran dan hubungan mereka. Komunikasi akan menjadi lebih efektif apabila masing-masing pihak tetap waspada terhadap peran mereka dalam berkomunikasi.

  h.

  Lingkungan Lingkungan akan berpengaruh terhadap komunikasi yang efektif.

  Kebisingan dan kurangnya kebebasan seseorang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam berkomunikasi. Untuk itu ruang atau lingkungan yang tenang, nyaman, bebas dari kebisingan dan gangguan adalah yang terbaik untuk berkomunikasi. i.

  Jarak Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu seperti jarak personal (20 cm sampai 120 cm) memberikan rasa aman bagi perawat dan pasien dimana perawat duduk bersama pasien untuk mendiskusikan perasaan, pemikiran maupun dalam melakukan wawancara. Dalam interaksi sosial, orang secara sadar mempertahankan jarak antara mereka.

5. Faktor-Faktor yang Menghambat Komunikasi Terapeutik

  Dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain, terkadang ditemui adanya hambatan-hambatan dalam proses komunikasi tersebut. Menurut Purwanto (2007) faktor-faktor penghambat tersebut antara lain: a.

  Kemampuan pemahaman yang berbeda.

  b.

  Pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.

  c.

  Komunikasi satu arah.

  d.

  Kepentingan yang berbeda.

  e.

  Memberi jaminan yang tidak mungkin.

  f.

  Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada pasien.

  g.

  Membicarakan hal yang bersifat pribadi.

  h.

  Memberi kritik terhadap perasaan pasien. i.

  Menghentikan atau mengalihkan topik pembicaraan. j.

  Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengar. k.

  Memperlihatkan sikap jemu dan pesimis.

6. Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik

  Keberhasilan komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan dipengaruhi juga oleh sikap perwat dalam berkomunikasi dengan pasien. Sikap perawat dalam berkomunikasi terapeutik menurut Suliswati, et. al., (2005), antara lain: a.

  Berhadapan Berhadapan langsung dengan orang yang diajak komunikasi mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk berkomunukasi.

  b.

  Mempertahankan kontak Kontak mata menunjukan bahwa kita menghargai pasien dan mengatakan keinginan untuk berkomunikasi.

  c.

  Membungkuk kearah pasien Sikap ini merupakan posisi yang menunjukan keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan sesuatu dari pasien.

  d.

  Mempertahankan sikap terbuka Tidak melipat kaki dan tangan menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu pasien. e.

  Tetap relaks Merupakan sikap yang menunjukan adanya keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada pasien meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

7. Teknik Komunikasi Terapeutik

  Persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif adalah semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan serta komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.

  Menurut Potter dan Perry (2005) mengemukakan komunikasi dengan: a.

  Menunjukan Penerimaan Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunujukan keraguan atau ketidaksetujuan. Untuk itu, sebaiknya perawat menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukan ketidaksetujuan. Beberapa cara untuk menunjukan penerimaan menurut Potter dan Perry (2005) yaitu:

1) Mendengarkan tanpa interupsi.

  2) Memberikan respon verbal menunjukan pengertian atau pemahaman.

  3) Menghindari berdebat dengan pasien dan ekspresi keraguan atau usaha untuk merubah pikiran pasien. b.

  Diam (silence) Dalam memberikan kesempatan kepada perawat dan pasien untuk mengorganisir pikiranya. Dia memungkinkan pasien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikiran, dan memproses informasi terutama pada saat pasien harus mengambil keputusan.

  c.

  Memberikan Penghargaan Memberi salam pada pasien dengan menyebut namanya, menunujukan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, menghargai pasien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

  d.

  Humor Humor merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kesehatan.

  Menurut Wootsen (1993) yang dikutip oleh Potter dan Perry (2005), dikatan bahwa tertawa membantu melepaskan ketegangan yang berhubungan dengan stres dan rasa sakit, meningkatkan keefektifan perawat dalam memberikan dukungan emosi pada pasien. Humor memberikan pelepasan psikologis dan fisiologis serta mengurangi kecemasan.

  e.

  Sentuhan Menurut Hudak dan Gallo (1997), sentuhan merupakan salah satu teknik komunikasi dalam pelayanan keperawatan. Penggunaan sentuhan ini memberikan pesan yang bervariasi antara lain: ketulusan, keamanan, kenyamanan, dukungan, penerimaan, dan empati. Sentuhan ini sangat menolong terutama saat pasien sedang mengalami ketakutan, kecemasan dan depresi.

  f.

  Assertive Merupakan kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain.

8. Tahap-Tahap dalam Komunikasi Terapeutik

  Hubungan terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina hubungan akrab yang terapeutik. Menurut Stuart dan Sundeen (1998), ada empat tahap atau fase hubungan itu: a.

  Tahap Pra-interaksi Tahap Pra-interaksi merupakan tahap persiapan sebelum perawat bertemu dengan pasien. Tugas perawat dalam tahap ini adalah: mengnalisis kekuatan dan keterbatasan profesional diri, membuat rencana pertemuan dengan pasien meliputi: menetukan pengkajian yang diharapkan, menentukan metode atau batas yang tepat dalam wawancara serta menentuka tempat dan waktu yang tepat.

  b.

  Tahap Perkenalan/ Orientasi Tahap orientasi merupakan tahap pertama kali perawat bertemu dengan pasien. Pada tahap ini tugas perawat adalah: membina hubungan saling percaya, penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, menerapkan komunikasi terbuka, mengidentifikasi masalah pasien, membentuk kesepakatan bersama pasien antara lain nama perawat dan pasien, peran yang diharapkan dari perawat dan pasien, menetapkan tujuan, harapan dan kerahasiaan.

  c.

  Tahap Kerja Tahapan kerja merupakan tahap dimulainya kegiatan atau hubungan perawat pasien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai tujuan yang akan dicapai. Menurut Uripni, Sujianti, dan Indrawanti (2005), tujuan tindakan keperawatan antara lain: meningkatkan pengertian dan pengenalan pasien tentang dirinya, perasaan, pikiran, perilaku atau yang sering disebut tujuan kognitf serta mengembangkan, mempertahankan, meningkatkan kemampuan pasien secara mandiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi atau yang sering disebut tujuan afektif atau psikomotor. Tugas perawat dalam tahap ini adalah menggali stressor yang relevan, meningkatkan pengembangan, penghayatan dan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif, membahas dan mengatasi perilaku yang resisten.

  d.

  Tahap Terminasi Tahap terminasi merupakan tahap dimana akan dihentikannya proses interaksi antara perawat dengan pasien. Menurut Uripin, dkk

  (2005), tahap terminasi ini terdiri dari dua tahapan antara lain terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan pasien untuk sementara waktu. Tugas perawat pada terminasi sementara ini adalah evaluasi hasil, tahap tindak lanjut dan membuat kontrak yang akan datang.

  Sedangkan terminasi akhir terjadi ketika pasien akan kembali kerumah setelah dirawat di rumah sakit. Adapun tugas perawat pada tahap ini adalah evaluasi hasil, tahapan tindak lanjut dan eksplorasi perasaan. Menurut Stuart dan Sundeen (1998), tugas perawat pada tahap terminasi antara lain: membina realita perpisahan, mengevaluasi kegiatan kerja yang telah dilakukan, memungkinkan mengadakan kontrak kembali untuk kegiatan selanjutnya, menggali timbal balik perasaan penolakan, kehilangan, kesedihan, dan kemarahan serta perilaku yang terkait, mengakhiri terminasi dengan cara yang baik.

F. Kerangka Teori

  Berdasarkan landasan teori tentang komunikasi terpeutik yang dikemukakan oleh Potter dan Perry (2005), Purwanto (2007), Stuart dan Sudeen (1998), landasan teori tentang tingkat pendidikan dikemukakan oleh UU Republik Indonesia No 20 tahun 2003, Suwarno (2008) dan landasan teori tentang masa kerja dikemukakan oleh (Hasibuan, 2009), Robbins (2001), maka dapat digambarkan suatu kerangka teori sebagai berikut: 1. Pengetahuan perawat tentang komunikasi terpeutik

  • Pendidikan
  • Pelatihan komunikasi terapeutik 2.
  • Perkembangan - Gender -
  • Peran dan hubungan
  • Nilai - Lingkungan -
  • Jarak -
  • Faktor intern
  • Faktor ekstern

  Tingkat pendidikan 3. Masa kerja

  Gambar 1. Kerangka Teori

  Kemampuan komunikasi terapeutik perawat

  Faktor –faktor yang mempengaruhi komunikasi:

  Persepsi

  Sosialkurtural

  Emosi Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan

  Pelayanan kesehatan

  G.Kerangka Konsep

  Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka dapat digambarkan suatu kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel bebas Variabel terikat

  • Perkembangan - Peran dan hubungan
  • Persepsi - Lingkungan -
  • Jarak -
  • Emosi -

  Keterangan: Diteliti Tidak Diteliti

  

Gambar 2. Kerangka Konsep

  Pengetahuan komunikasi terapeutik Tingkat pendidikan Masa kerja

  Kemampuan komunikasi terapeutik perawat Faktor –faktor yang mempengaruhi komunikasi:

  Nilai

  Sosialkurtural

  Gender

H. Hipotesis

  Menurut Arikunto (2006), hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: ada hubungan antara pengetahuan komunikasi terpeutik, tingkat pendidikan dan masa kerja dengan kemampuan komunikasi terapeutik perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.