BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengasuhan 1. Pengertian Pengasuhan - Wahyu Wiji Pamungkas BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengasuhan 1. Pengertian Pengasuhan Orangtua sebagai individu-individu yang mengasuh, melindungi,

  dan membimbing dari banyi hingga tahap dewasa (Brooks, 2011). Orang tua memberikan perhatian dan interaksi langsung dengan anak seperti memberi makan, mengajar, dan bermaian. Mereka juga memberikan perhatian melalui tindakan tidak langsung yang bias muncul dalam berbagai bentuk seperti orang tua berperan sebgai penasehat bagi anak di dalam masyarakat, di rumah dan di sekolah.

  Pengertian pengasuhan menurut Alvita (2009) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua/pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang tua/pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik.

  Interaksi antara keluarga/ orang tua dengan anak untuk mendidik, membimbing, dan mengajar anak dengan tujuan tertentu, disebut dengan pengasuhan. Pengasuhan merupakan cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan perasaaan dalam berinterkasi orang tua dengan anak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari beberapa definisi yang ada, pengasuhan

  11 merupakan perlakuan kerabat sebagai orang tua tua asuh atau orang tua yang ditinggalkan dirumah berinteraksi langsung dengan anak dengan tujuan memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pengasuhan Orangtua

  Faktor yang memperngaruhi pengasuhan orangtua menurut Pratjipto (dalam Soekanto,2004), bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi dalam pengasuhan orangtua yaitu faktor eksternal serta faktor internal. Faktor eksternal adalah lingkungan sosial dan lingkungan fisik serta lingkungan kerja orangtua, sedangkan faktor internal adalah model pola pengasuhan yang didapat sebelumnya.

  a. Faktor eksternal : Lingkungan sosial dan fisik tempat keluarga tinggal

  Pola pengasuhan suatu keluarga turut dipengaruhi oleh tempat dimana keluarga itu tinggal. Apabila suatu keluarga tinggal di lingkungan yang otoritas pendudukya berpendidikan rendah serta tidak sopan santun yang rendah, maka anak akan dapat dengan mudah juga menjadi ikut terpengaruh. Lingkungan kerja orangtua

  Orangtua yang terlalu sibuk bekerja cenderung akan menyerahkan pengasuhan anak kepada orang-orang terdekat. Hal ini juga terjadi pada orangtua yang bekerja sebagai TKI di luar negeri, mereka menitipkan dan menyerahkan tanggung jawab pengasuhan pada orangtua yang ditnggalkan maupun keorang terdekat misalnya saudara atau ke nenek kakenya. Oleh karena itu pola pengasuhan yang didapat oleh anak sesuai dengan orang yang mengasuh anak tersebut.

  b. Faktor Internal Model pola pengasuhan yang didapat sebelumnya. Artinya orangtua menerapkan pola pengasuhan kepada anak berdasarkan pola pengasuhan yang mereka dapatkan sebelumnya. Hal ini diperkuat apabila meerka memandang pola pengasuhan yang pernah mereka dapatkan dipandang berhasil.

3. Aspek Dalam Pengasuhan

  Menurut Rita keterlibatan dalam parenting anak/remaja mengandung aspek : a. Waktu

  Waktu merupakan suatu dimensi di mana terjadi peristiwa yang dapat dialami dari masa lalu melalui masa kini ke masa depan, dan juga ukuran durasi kejadian dan interval. Keluarga adalah harta yang tidak ternilai. Memanfaatkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga memiliki dampak yang baik untuk mempererat hubungan antar anggota keluarga, karena pada saat inilah orang tua bisa lebih dekat, lebih memahami dan bahkan jadi lebih tahu apa yang diharapkan anak. Saat bersama dengan anak, banyak hal positif yang bisa ditularkan ke anak, mulai dari kedisiplinan, berlajar agama, bahkan mungkin mengajarkan anak untuk membersihkan rumah.

  b. Interaksi Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Dalam membentuk dasar pendidikan dan perkembangan perilaku anak, keluarga memiliki peran sangat penting. Agar perkembangan perilaku anak dapat tercapai maka orangtua perlu adanya interksi, keterbukaan, menjaga ketenangan jiwa anak, rasa saling menyayangi, saling menghormati antara orang tua dan anak, juga mengadakan pendekatan ataupun banyak berkumpul dan bercengkerama antara orang tua dan anak. Apabila dalam membentuk dasar pendidikan dan perkembangan kepribadian anak yang tertanam dalam keluarga berjalan dengan baik, maka anak dirasa akan menunjukan sikap yang baik sebagai hasilnya, dan anak juga siap untuk menjalani proses kehidupan dalam lingkungan yang lebih luas (masyarakat).

  c. Komunikasi Pentingnya suatu komunikasi dalam setiap kegiatan, dapat melancarkan segala aktivitas dan apabila komunikasi tidak lancar maka terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan. Komunikasi adalah suatu proses seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain.

  Proses pembelajaran komunikasi ini akan mematangkan pembelajaran etika, nilai (value), kepribadian dan sikap anak. Orang tua harus aktif mengajak anak berkomunikasi agar pencapaian kemampuan berbahasa anak maksimal, memberi contoh pengucapan dan penggunaan bahasa yang baik. Komunkasi yang baik antara orang tua dengaan anak, sangat membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya, pendapatnya dan keinginannya. Anak dapat mengidentifikasi perasaannya secara tepat sehingga membantunya untuk mengenali dan memahami perasaan yang sama pada orang lain.

  d. Perhatian Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya. Pengertian perhatian, jika dikaitkan dengan peran orang tua yang mempunyai tanggungjawab dalam memberi perhatian untuk anak-anaknya maka dapat di artikan kemampuan orangtua untuk dapat memusatkan seluruh aktivitas psikis yang ditujukan pada anak-anaknya agar tercapai tujuannya. Perhatian orangtua mempunyai arti perhatian pendidikan. Sebab orangtua merupakan pendidik yang utama bagian anak-anaknya didalam lingkungan keluarga. e. Kontrol positif Orangtua memfasilitasi kebutuhan anak dengan memberikan bimbingan positif pada saat yang tepat, menerapkan aturan yang konsisten dan memiliki tuntutan sesuai dengan kemampuan anak. Dengan kontrol yang positif diharapkan anak menjadi lebih terpantau perkembangan dan perilaku sosialnya.

  f. Afek positif Ekspresi emosional yang positif pada anak yang mengindikasikan adanya kehangatan dan perasaan positif akan kesenangan penerimaan terhadap perilaku anak, misalnya ekspresi verbal (tidak menghardik, mengancam, mengejek, penolakan) maupun ekspresi non verbal (berupa senyuman, pelukan) tidak merefleksikan kemarahan, kecemasan akan perilaku anak.

  g. Proteksi yang tidak berlebihan Tidak memberikan perlindungan kepada anak yang berlebihan. Dengan indikator bahwa orangtua memberikan perlakuan yang di antaranya: tiadanya perilaku memerintah dan batasan-batasan dari orang tua terhadap upaya eksplorasi dan kemandirian, dan tidak adanya perasaan khawatir atau cemas yang berlebihan ketika anak melakukan sesuatu tindakan yang merugikan. h. Tiadanya hukuman fisik Tidak memberikan hukuman fisik bila anak melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan harapan orangtua. Menurut peneliti intensitas waktu, interaksi, perhatian, kehangatan, control positif, afek positif, proteksi yang tidak berebihan dan tiadanya hukuman fisik dalam pengasuhan merupakan hal yang mendasar untuk mencapai suatu kenyamanan dalam diri anak/remaja maupun pengasuhnya.

  Aspek penting dalam pengasuhan menurut Chuck (2007), dalam artikelnya menyatakan 7 aspek penting dalam pengasuhan diantaranya : a. Disiplin

  Dalam pengasuhan, disiplin merupakan aspek yang perlu diperhatikan. Sehubungan dengan hal tersebut, disiplin berfokus pada tingkah laku apa yang orangtua inginkan untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang anak.

  Self kontrol merupakan salah satu hal yang harus dimiliki oleh orang tua khususnya dalam pengasuhan. Self kontrol merupakan kesadaran akan pikiran dan perasaannya sendiri. Dengan memiliki self kontrol maka seseorang akan menjadi seorang penunjuk arah terhadap tingkah lakunya.

  Dalam parenting self kontrol merupakan “remote control” yang dimodelkan dan diajarkan kepada anak melalui tingkah laku dan perkataan orang tua. Sebagai orang tua sebaiknya mereka harus sadar bagaimana mereka mengontrol diri mereka atau merespon apa saja yang terjadi disekitar mereka. Mereka sebaiknya dapat menentukan bagaimana berada dalam situasi tertentu daripada mengulang kegiatan yang sama terus-menerus.

  Dalam buku karangan Santrock (2002) membagi pengasuhan orang tua dalam 3 jenis, yaitu: otoriter, otoritatif/demokratis, dan permisif.

  • Authoritarian Parenting (pengasuhan otoriter)

  Pengasuhan authoritarian adalah cara orang tua mengasuh anak dengan menetapkan standar perilaku bagi anak, tetapi kurang responsif pada hak dan keinginan anak. Orang tua berusaha membentuk, mengendalikan, serta mengevaluasi tingkah laku anak sesuai dengan standar tingkah laku yang ditetapkan orang tua. Dalam pengasuhan ini orang tua berlaku sangat ketat dan mengontrol anak tapi kurang memiliki kedekatan dan komunikasi berpusat pada orang tua. Orang tua sangat jarang terlibat dalam proses memberi-menerima (take & give) dengan anaknya. Mereka mengekang dan memaksa anak untuk bertindak seperti yang mereka inginkan. Selain itu, mereka juga selalu menekankan bahwa pendapat orang dewasa paling benar dan anak harus menerima dengan tidak mempertanyakan kebenaran ataupun memberi komentar.

  Pengasuhan ini lebih menekankan pada kebutuhan orang tua, sedangkan ekspresi diri dan kemandirian anak ditekan atau dihalangi.

  Orang tua juga sering menggunakan hukuman sebagai cara membentuk kepatuhan anak. Anak yang dibesarkan dari pola pengasuhan seperti ini biasanya memiliki kecenderungan emosi tidak stabil (moody), murung, takut, sedih, dan tidak spontan. Anak laki- laki yang orang tuanya berpengasuhan authoritarian, akan menjadi anak mudah marah dan bersikap menentang, sedangkan pada anak perempuan akan menjadi sangat tergantung dan kurang dalam bereksplorasi, serta menghindari tugas-tugas menantang (Bee & Boyd, 2004).

  • Permissive / permisif

  Pada pengasuhan permisif orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan pengasuhan anak (Bee & Boyd, 2004). Orang Tua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak tetapi mereka menghindari segala bentuk tuntutan ataupun kontrol kepada anak-anak. Orang tua menerapkan sedikit sekali disiplin dan sekalipun mereka menerapkan disiplin kepada anak, mereka bersikap tidak konsisten dalam penerapan. Mereka memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk berbuat semaunya dan anak tidak dituntut untuk belajar bertingkah laku baik atau belajar mengerjakan tugas-tugas rumah. Orang tua memperbolehkan anak untuk mengatur dan membuat keputusan bagi diri sendiri, meskipun anak tersebut belum siap untuk itu. Selain itu orang tua juga bersikap tidak menghukum dan menerima serta menyetujui apa saja yang dilakukan anak. Orang tua seperti ini tetap menyayangi anak tetapi menghindari pemberian perintah kepada anak.

  Pada bentuk pengasuhan ini, orang tua memberi bimbingan terlalu sedikit, sehingga anak menjadi bingung mengenai apa yang seharusnya dilakukan, serta merasa cemas apakah ia sudah melakukan sesuatu dengan benar atau belum (Papalia, 2004). Anak dengan pengasuhan ini kurang dewasa dalam mengambil keputusan, mempunyai kesulitan dalam mengontrol dorongan hati, tidak patuh jika diminta melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan mereka. Ia juga kurang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas prasekolah jika dibandingkan dengan anak yang orang tuanya lebih menunjukkan kontrol.

  • Authoritative Parenting ( Pengasuhan demokratis)

  Pengasuhan Authoritative adalah cara orang tua mengasuh anaknya dengan menetapkan standar perilaku bagi anak dan sekaligus juga responsif terhadap kebutuhan anak (Bee & Boyd, 2004). Pada bentuk pola asuh ini orang tua menggunakan pendekatan rasional dan demokratis. Orang tua menawarkan keakraban dan menerima tingkah laku asertif anak mengenai peraturan, norma dan nilai-nilai. Orang tua dengan pola pengasuhan seperti ini mau mendengarkan pendapat anak, menerangkan peraturan dalam keluarga, dan menerangkan norma dan nilai yang dianut. Selain itu orang tua juga dapat bernegosiasi dengan anak (J.P. Hill dalam Papalia, 2004). Orang tua mengarahkan aktivitas anak secara rasional, menghargai minat anak, dan menghargai keputusan anak untuk mandiri.

  Anak yang orang tuanya demokratis seringkali berperilaku kompeten secara sosial, mereka cenderung mandiri, tidak cepat puas, mudah bergaul dan memperlihatkan harga diri yang tinggi. Karena hasil gaya ini positif (Diana dalam Santrock, 2007).

  b. Hukuman dan Reward Pada kenyataannya hukuman dan reward berjalan bersama-sama menurut Alfie (dalam Chuck, 2005) bukunya Unconditional Parenting menyatakan bahwa system hukuman dan reward sangat berpengaruh pada anak, pengaruh kedua sistem tersebut merupakan sebuah teknik dalam pengasuhan.

  Sebagai dasar dari teknik parenting dalam sebuah sistem reward dan hukuman adalah untuk mendasari pandangan orang tua terhadap anak-anak mereka dalam respon kondisional (antara pengambilan kasih sayang atau penguatan positif).

  c. Komunikasi Orangtua Bahasa dan bagaimana orangtua berkomunikasi dengan anak-anak mereka secara langsung berpengaruh pada harga diri anak serta nilai- nilai yang orang tua tunjukan pun berpengaruh. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa pada dasarnya mempengaruhi bagaimana pikiran anak tumbuh dan berkembang.

  Hubungan yang kita miliki dengan diri orang tua dan anak-anak mereka akan mengurangi kekuatan untuk saling memusuhi. Semakin orang tua menanamkan perhatian pada diri mereka sebagai orang tua, maka semakin kita mendekati pengasuhan dari keseluruhan pandangan yang akan diberikan kepada anak.

  d. Kesalahan.

  Sebagai orang tua, mereka harus bisa belajar dari kesalahan- kesalahan yang dilakukan oleh anak-anak mereka. Bagaimana cara mereka memandang kesalahan-kesalahan dan konflik-konflik memiliki pengaruh langsung terhadap bagaimana anak belajar untuk melihat kesalahan-kesalahan mereka. Sehingga anak-anak akan dapat memutuskan keputusan dalam hidup mereka sendiri saat remaja dan saat tumbuh dewasa. Tugas sebagai orang tua tidak hanya menunjukkan bagaimana untuk membuat keputusan yang baik, namun juga bagaimana mereka merespon dan belajar dari keputusan yang buruk ataupun tidak baik. Orang tua memberikan pengarahan dan pendidikan kepada anak agar kesalahan yang dilakukan anak tidak di ulang kembali.

  e. Kasih Sayang Tanpa Syarat Anak-anak sangat membutuhkan kasih sayang orang tua tanpa syarat. Kasih sayang tanpa syarat adalah kasih sayang yang melebihi apapun, kesalahan dan apapun pandangan-pandangan orang tua didalamnya.

  Anak-anak tidak perlu membayar kasih sayang orang tua dengan berbagai metodologi-metodologi yang kita gunakan untuk mengontrol hidup mereka. Yang terpenting adalah bagaimana orang tua memberikan kasih sayang kepada anak-anak. Hal yang mustahil untuk memberikan cinta kepada anak-anak adalah jika orang tua tidak pernah memelihara cinta dalam diri mereka. Oleh karena itu untuk dapat menebarkan cinta pada anak mereka, mereka harus terlebih dahulu memelihara cinta dalam diri mereka.

  f. Permainan Permainan memperkenankan anak untuk menggunakan kreatifitasnya saat mengembangkan imajinasi, ketangkasan, dan fisik mereka, serta kekuatan kognitif dan emosional mereka. Permainan sangat penting untuk kesehatan perkembangan otak anak. Melalui permaianan anak pada usia yang sangat dini meningkatkan dan mempengaruhi dunia yang ada di sekitar mereka.

  Permainan membuat anak-anak mampu membuat dan mengeksplor dunia yang dia kuasai, menyingkirkan ketakutan mereka ketika berperan sebagai seorang dewasa. Permaianan membantu mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan baru mereka yang dapat menuntun mereka untuk meningkatkan kepercayaan diri dan ketabahan yang mereka butuhkan untuk menghadapi tantangan dimasa depan.

  Permainan secara tidak langsung memperkenankan mereka untuk belajar bagaimana untuk bekerja dalam kelompok, untuk berbagi, untuk bernegosiasi, untuk mengatasi masalah, dan untuk belajar kemampuan membela diri. Ketika permainan diperkenankan untuk menjadi perangsang bagi anak, maka anak-anak akan belajar kemampuan membuat keputusan, berpindah, menemukan, dan meningkatkan keinginan mereka secara penuh.

  g. Hubungan Anak-anak membutuhkan bimbingan dan struktur ynag digunakan untuk mengembangkan tanggung jawab, ketelitian, perhatian dan kesehatan masa dewasa mereka. Orang tua hanya perlu berfokus pada pembentukan sebuah hubungan kasih sayang, yang mana akan mustahil untuk dilakukan jika orang dewasa mengadili secara kritis. Anak-anak tidak akan belajar dan mempertahankan dirinya dalam waktu yang sama.

  Inti pokok dari sebuah hubungan orang tua dan anak adalah orang tua dapat mengajarkan kasih sayang. Mereka hanya bisa mengasihi dan keadaan alamiah anak akan merespon kasih sayang tersebut.

  Dari 2 aspek parenting diatas, peneliti menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini mengambil aspek menurut Chuck (2007) diantaranya sebagai berikut: Disiplin, hukuman dan reward, komunikasi orangtua, kesalahan, kasih sayang tanpa syarat, permainan, dan hubungan.

B. Keluarga

  Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan bagi anak atau remaja. Lingkungan keluarga secara umum diartikan sebagai suatu kelompok individu yang terkait dalam ikatan perkawinan, mencakup ayah dan ibu (orang tua) serta anak. Darajat

  (dalam Yasin, 2007) berpendapat bahwa dalam melaksanakan pendidikan keluarga harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak terkecuali di dalam mendidik emosi anak. Orang tua yang berperan sebagai pendidik harus memiliki pemahaman tentang perkembangan emosi anak karena anak memiliki ciri khas sendiri dalam perkembangannya.

  Dalam sebuah keluarga orang tua memiliki fungsi penting, yang antara lain: a. Fungsi religious : Artinya, orang tua mempunyai kewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota lainnya kepada kehidupan beragama. Untuk melaksanakan fungsi ini, orang tua sebagai tokoh inti dalam keluarga itu harus terlebih dahulu menciptakan iklim yang religius dalam keluarga itu, yang dapat dihayati oleh seluruh anggotanya.

  b. Fungsi edukatif : Pelaksanaan fungsi edukatif keluarga merupakan salah satu tanggung jawab yang dipikul oleh orang tua. Sebagai salah satu unsur pendidikan, keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Orang tua harus mengetahui tentang pentingnya pertumbuhan, perkembangan, dan masa depan seorang anak secara keseluruhan.

  c. Fungsi protektif : Yaitu dengan cara melarang atau menghindarkan anak dari perbuatan-perbuatan yang tidak diharapkan, mengawasi atau membatasi perbuatan anak dalam hal-hal tertentu menganjurkan atau menyuruh mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diharapkan mengajak bekerja sama dan saling membantu, memberikan contoh dan tauladan dalam hal-hal yang diharapkan.

  d. Fungsi sosialisasi : Tugas orang tua dalam mendidik anaknya tidak saja mencakup pengembangan pribadi, agar menjadi pribadi yang mantap tetapi meliputi pula mempersiapkannya menjadi anggota masyarakat yang baik. Melaksanakan fungsi sosialisasi berarti orang tua memiliki kedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, dan membutuhkan fasilitas yang memadai. Dalam menjalankan fungsi sosialisasi orang tua berkewajiban memberikan pemahaman kepada anak bahwa orang tua akan berkerja. Orang tua akan bekerja sebagai TKI dan akan meninggkalkan anak. Hal ini orang tua mempunyai peran yang sangat penting diberikan sosialisasi kepada anaknya agar tidak meninmbulkan penolakan pada anak dan anak berperilaku baik.

  e. Fungsi ekonomis : Dalam hal ini meliputi pencarian nafkah, perencanaan, serta pembelajarannya. Keadaan ekonomi sekeluarga mempengaruhi pula harapan orang tua akan masa depan anaknya serta harapan anak itu sendiri. Orang tua bekerja sebagai TKI, karena untuk memenuhi kebutuhan dan ekonomis keluarga. Bekerja sebagai TKI dianggap dapat menutupi kekurangan ekonomi dan dapat memberikan jaminan kebutuhan ekonomi tercukupi sehingga banyak dari orang tua yang meninggalkan anaknya dengan saudaranya atau dengan salah satu keuarga yang ditinggalkan.

  Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan peran penting dari keluarga yaitu orang tua yang terdekat dengan anak yaitu ibu. Ibu adalah orang yang mengenal seluk beluk anak, mengasuh anak, dan mendidik anak di lingkunagn kelaurga dan lembaga pendidikan, terutama peran ibu sangatlah vital bagi kelangsungan pendidikan generasi muda maupun pembinaan bengsa pada umumnya. Namun pada kenyataannya banyak dari orang tua yang kurang bahkan tidak memperhatikan perkembangan sikap dan perilaku anak. Para orang tua sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga tanpa memperhatikan kebutuhan batiniah si anak (Shanti, Suyahmo, dan Slamet, 2011).

  Pengasuhan keluarga telah berfokus pada tiga yaitu kasih sayang, kontrol perilaku, dan psikologis yang mengacu pada kontrol orang tua dan perilaku anak . Peran orangtua sangatlah penting dalam perkembangan anak, namun ketika orang tua bekerja sebagai TKI maka peran yang seharusnya berjalan dengan baik menjadi kurang sesuai dengan keinginan anak.

  Ibu bekerja sebagai TKI maka peran ayah sangat penting, dalam keterlibatan pengasuhan juga diartikan sebagai seberapa besar usaha yang dilakukan oleh seorang ayah dalam berpikir, merencanakan, merasakan, memperhatikan, memantau, mengevaluasi, mengkhawatirkan, serta berdoa bagi anaknya (Palkovits, 2002). Anak yang ayahnya terlibat dalam pengasuhan dirinya akan memiliki kemampuan sosial dan kognitif yang baik, serta kepercayaan diri yang tinggi. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan membawa manfaat besar bagi perkembangan anak, hanya apabila keterlibatan tersebut cocok, hangat, bersifat positif, membangun dan memfasilitasi anak untuk berkembang (Farida, Dian dan Karyono, 2011).

  Peranan Ibu dalam Pengasuhan

  Hubungan yang pertama dan terutama dalam kehidupan seseorang anak adalah dengan ibunya dan dari hubungan ini anak akan membentuk pola hubungan antara dirinya dengan orang lain sepanjang hidupnya. Hubungan yang terjalin antara orangtua dengan anak bukan merupakan proses yang searah, akan tetapi timbal balik karena perilaku anak dapat mempengaruhi perilaku orangtua. Peranan orangtua khususnya ibu selaku pengasuh dan pendidik anak dalam keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak secara positif maupun negatif (Shely, 2010). Penelitian yang dilakukan Jatiningsih (2004) menunjukkan bahwa semakin banyak alokasi waktu yang dicurahkan ibu dalam pengasuhan anak maka skor perkembangan sosial anak akan semakin baik.

  Peranan Ayah dalam Pengasuhan

  Tugas seorang ayah didalam pengasuhan menurut Hadawi (2001), bahwa tugas seorang ayah secara tradisional adalah melindungi keluarga (protection) dan mencari nafkah (breadwinner) namun kemudian diperluas dalam hal-hal yang menyangkut child management dan pendidikan.

  Sedangkan menurut Rudyanto (2007), bahwa bila dibandingkan dengan ibu, maka ayah pada permulaan kehidupan seseorang anak memang memiliki kesempatan dan peranan yang lebih kecil dalam mengembangkan anak-anaknya. Dengan meningkatnya usia anak, maka peranan ayah semakin banyak dan kompleks. Ayah harus dapat mengerti keadaan anak, bertindak sebagai teman atau rekan, membimbing perkembangan anak serta melakukan sesuatu bersama anak. Peran ayah dalam pengasuhan mempunyai pengaruh nyata pada tingkat perkembangan anak. Ayah berusaha mengembangkan kemampuan-kemampuan, keahlian, mengarahkan minat dan mengembangkan kemampuan intelektualnya.

  Pada umumnya peran ayah dalam pengasuhan adalah mengajak anak bermain.

C. Perilaku Sosial a. Pengertian

  Perilaku sosial adalah pola interaksi dan tindakan antara individu dengan lainnya (Myers, 2010). Sedangkan perilaku sosial menurut Baron dan Byrne, (2005) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku umum yang ditunjukkan oleh individu dalam masyarakat, yang pada dasarnya sebagai respons terhadap apa yang dianggap dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh kelompok sebaya seseorang.

  Sejalan dengan hal tersebut, perilaku sosial yang dapat diterima masyarakat dipandang sebagai perilaku yang memberikan efek positif dalam masyarakat, seperti menolong, berbuat baik, atau disebut dengan perilaku prososial, dan perilaku sosial yang tidak dapat diterima dipandang sebagai perilaku yang memberikan efek negatif dalam masyarakat atau disebut dengan perilaku antisosial (Baumeister dan Bushman, 2008).

b. Faktor-Faktor Mempengaruhi Perkembangan Perilaku Sosial

  Baron dan Byrne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu : 1) Perilaku dan karakteristik orang lain

  Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu. Pada aspek ini guru memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat mempengaruhi pembentukan perilaku sosial siswa karena ia akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mengarahkan siswa untuk melakukan sesuatu perbuatan. 2) Proses kognitif

  Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya seorang siswa karena selalu memperoleh tantangan dan pengalaman sukses dalam pembelajaran penjas maka ia memiliki sikap positif terhadap aktivitas jasmani yang ditunjukkan oleh perilaku sosialnya yang akan mendukung teman-temannya untuk beraktivitas jasmani dengan benar.

  3) Faktor lingkungan Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Misalnya orang yang berasal dari daerah pantai atau pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku sosialnya seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa lembut dan halus dalambertutur kata. 4) Tatar Budaya sebagai tampat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi

  Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda. Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting adalah untuk saling menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak.

c. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial

  Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan oleh sikap sosialnya. Sikap menurut Akyas (dalam Didin, 2010) adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Sedangkan sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial yang menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap salah satu obyek sosial.

  Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon antarpribadi, yaitu :

  1) Kecenderungan Perilaku Peran

  a) Sifat pemberani dan pengecut secara sosial Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial, biasanya dia suka mempertahankan dan membela haknya, tidak malu-malu atau tidak segan melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai norma di masyarakat dalam mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan sifat pengecut menunjukkan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti kurang suka mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat untuk mengedepankan kepentingannya.

  b) Sifat berkuasa dan sifat patuh Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilaku sosial biasanya ditunjukkan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada kekuatan, percaya diri, berkemauan keras, suka memberi perintah dan memimpin langsung. Sedangkan sifat yang patuh atau penyerah menunjukkan perilaku sosial yang sebaliknya, misalnya kurang tegas dalam bertindak, tidak suka memberi perintah dan tidak berorientasikepada kekuatan dan kekerasan. c) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka mengorganisasi kelompok, tidak sauka mempersoalkan latar belakang, suka memberi masukan atau saran-saran dalam berbagai pertemuan, dan biasanya suka mengambil alih kepemimpinan.

  Sedangkan sifat orang yang pasif secara sosial ditunjukkan oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat orang yang aktif, misalnya perilakunya yang dominan diam, kurang berinisiatif, tidak suka memberi saran atau masukan.

  d) Sifat mandiri dan tergantung Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala sesuatunya dilakukan oleh dirinya sendiri, seperti membuat rencana sendiri, melakukan sesuatu dengan cara-cara sendiri, tidak suka berusaha mencari nasihat atau dukungan dari orang lain, dan secara emosiaonal cukup stabil. Sedangkan sifat orang yang ketergantungan cenderung menunjukkan perilaku sosial sebaliknya dari sifat orang mandiri, misalnya membuat rencana dan melakukan segala sesuatu harus selalu mendapat saran dan dukungan orang lain, dan keadaan emosionalnya relatif labil. 2) Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial

  a) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain biasanya tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, loyal, dipercaya, pemaaf dan tulus menghargai kelebihan orang lain. Sementara sifat orang yang di tolak biasanya suka mencari kesalahan dan tidak mengakui kelebihan orang lain.

  b) Suka bergaul dan tidak suka bergaul Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan sosial yang baik, senang bersama dengan yang lain dan senang bepergian.

  Sedangkan orang yang tidak suak bergaul menunjukkan sifat dan perilaku yang sebaliknya.

  c) Sifat ramah dan tidak ramah Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka, mudah didekati orang,dan suka bersosialisasi. Sedang orang yang tidak ramah cenderung bersifat sebaliknya.

  d) Simpatik atau tidak simpatik Orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli terhadap perasaan dan keinginan orang lain, murah hati dan suka membela orang tertindas. Sedangkan orang yang tidak simpatik menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya.

  3) Kecenderungan perilaku ekspresif

  a) Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing (suka bekerjasama) Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan sosial sebagai perlombaan, lawan adalah saingan yang harus dikalahkan, memperkaya dirisendiri. Sedangkan orang yang tidak suka bersaing menunjukkan sifat-sifatyang sebaliknya b) Sifat agresif dan tidak agresif

  Orang yang agresif biasanya suka menyerang orang lain baik langsung ataupun tidak langsung, pendendam, menentang atau tidak patuh padapenguasa, suka bertengkar dan suka menyangkal. Sifat orang yang tidak agresif menunjukkan perilaku yang sebaliknya.

  c) Sifat kalem atau tenang secara sosial Orang yang kalem biasanya tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain, mengalami kegugupan, malu, ragu-ragu, dan merasa terganggu jika ditonton orang.

  d) Sifat suka pamer atau menonjolkan diri Orang yang suka pamer biasanya berperilaku berlebihan, suka mencari pengakuan, berperilaku aneh untuk mencari perhatian orang lain.

  Sementara itu, Buhler ( dalam Abin, 2003) mengemukakan tahapan dan ciri-ciri perkembangan perilaku sosial individu sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.1 Tahapan dan ciri-ciri perkembangan perilaku sosial

  

Tahap Ciri-Ciri

Kanak-Kanak Awal ( 0 Segala sesuatu dilihat berdasarkan

  • – 3) Subyektif pandangan sendiri Kritis I ( 3 Pembantah, keras kepala
  • – 4 ) Trozt Alter Kanak Mulai bisa menyesuaikan diri de
  • – Kanak Akhir ( 4 – 6 ) Masa Subyektif Menuju aturan

  Masa Obyektif Anak Sekolah ( 6 Membandingkan dengan aturan

  • – 12 ) – aturan Masa Obyektif Kritis II ( 12 Perilaku coba-coba, serba salah, ingin
  • – 13 )

    Masa Pre Puber diuji

    Remaja Awal ( 13 Mulai menyadari adanya kenyataan
  • – 16 ) Masa Subyektif Menuju berbeda dengan sudut pandangnya Masa Obyektif Remaja Akhir ( 16 Berperilaku sesuai dengan tuntutan
  • – 18 ) Masa Obyektif masyarakat dan kemampuan dirinya

D. Anak

  Menurut tinjauan secara sosial, anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Sedangkan menurut hukum UU No. 4 Tahun 1979, Pasal 1 Ayat 2, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.

  Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-12 tahun) hingga remaja (13-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda.

  Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.

  Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Perkembangan kognitif anak mengalami perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif yang cepat dan juga adakalanya perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga pola koping yang dimiliki anak hampir sama dengan konsep diri yang dimiliki anak. Salah satu pola koping yang dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya, dan lain sebagainya.

  Kemudian perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku sosial yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku sosial juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005).

  Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku sosial yang seiring dengan perkembangan usia.

  Perubahan perilaku sosial juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005).

E. Kerangka Teori

  Pengasuhan

  • Perilaku sosial

  orang tua

  anak

  Keluarga TKI

  • Pengasuhan Faktor pembentuk :

  a. Aspek Pengasuhan

  1) Perilaku dan

  b. Faktor yang karakteristik orang mempengaruhi lain. pengasuhan

  2) Proses kognitif 3) Faktor orangtua lingkungan

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  ,

  Modifikasi Pratjipto, ( 2007) Diana Baumrind (dalam Bee & Boyd (2004), Syamsu Yusuf (2009),