Hubungan antara kesadaran kesetaraan gender pada laki-laki dewasa awal dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan - USD Repository

  

HUBUNGAN ANTARA KESADARAN KESETARAAN GENDER PADA

LAKI-LAKI DEWASA AWAL DAN TINDAK PELECEHAN SEKSUAL

TERHADAP PEREMPUAN

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Oleh : Ndaru Tri Raha yu NIM : 049114051

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

  i

  

Karya sederhana ini kupersembahkan unt uk:

? T uhan Yang M aha Esa Bapak dan M ami t ercint a ? ? K eluargaku t ercint a K ekasihku t ersayang ?

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat hasil karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 20 November 2008

  

ABSTRAK

Ndaru Tri Rahayu (2008). Hubungan antara Kesadaran Kesetaraan Gender

pada Laki-laki Dewasa Awal dan Tindak Pelecehan Seksual terhadap

Perempuan: Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

  Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesadaran kesetaraan gender pada laki- laki dewasa awal dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kesadaran kesetaraan gender pada laki- laki dewasa awal dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan.

  Subyek dalam penelitian ini adalah laki- laki dewasa awal. Subyek berjumlah 100 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala kesadaran kesetaraan gender dan skala tindak pelecehan seksual. Data dari hasil uji coba diperoleh reliabilitas 0,908 untuk skala kesadaran kesetaraan gender dan reliabilitas 0,941 untuk skala tindak pelecehan seksual. Hasil analisis data menunjukkan bahwa sebaran data normal dan memiliki korelasi yang linear. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Carl Pearson dan menghasilkan koefisien korelasi sebesar –0,487 (p<0,01). Artinya, ada hubungan negatif antara kesadaran kesetaraan gender pada laki- laki dewasa awal dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan. Kata kunci: kesadaran kesetaraan gender, tindak pelecehan seksual terhadap perempuan.

  

ABSTRACT

Ndaru Tri Rahayu (2008). Correlation Between Awareness of Gender

Equality at Young Man and Sexual Harassment to Woman. Yogyakarta:

Faculty of Psychology, Sanata Dharma University.

  This research is a correlational research. This research is to find out the correlation between awareness of gender equality at young man and sexual harassment to woman. The hypothesis proposed in this research is there is a negative correlation between awareness of gender equality at young man and sexual harassment to woman.

  The subject of this research is young man. The subjects of this research are 100 young man that acquired by purposive sampling technique. The method of data collection in this research are awareness of gender equality scale and sexual harassment scale. The reliability coeffisient for awareness of gender equality scale is 0,908 and the reliability coefficient of sexual harassment to woman scale is 0,941. The result of data analysis show that the normal data spread and have linear correlation. The data of research result analyzed by correlation Product Moment technique from Carl Pearson and the result of correlation coefisien is –0,487 (p<0,01). It means, there is a negative correlation between awareness of gender equality at young man and sexual harassment to woman.

  Keywords: awareness of gender equality, sexual harassment to woman.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas setiap kebaikan, kasih, berkat dan mukjizat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan kendala yang harus dihadapi. Akan tetapi, berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka kesulitan dan kendala tersebut dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini perkenankan saya untuk mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Allah SWT yang tidak pernah lelah memberikan berbagai macam anugerah padaku, membimbing langkahku, mengangkatku saat aku terjatuh, menyadarkan aku disaat aku tidak berada di jalan yang lurus, memberikan aku kekuatan dalam meraih segala hal dan menjadi tumpuan hati serta hidupku.

  2. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dukungan, memberikan waktu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis.

  3. Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang tela h memberikan waktu, kesempatan, kesabaran dan saran dalam membimbing penulis selama proses penulisan skripsi serta terima kasih atas saran yang Ibu berikan membuat saya bertambah kuat menjalani hidup.

  4. Dosen penguji (Bapak Eddy dan Bu Agnes)… “Terima kasih atas saran-saran positif yang diberikan sehingga menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik“.

  5. Ibu Lusi Pratidarmanastiti, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing akademis yang telah memberikan waktu, bantuan, saran, nasehat dan semangat kepada penulis.

  6. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik dan mengajar penulis selama menempuh bangku perkuliahan.

  7. Seluruh staf Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas Doni dan Mas Muji yang telah memberikan kenyamanan selama penulis menempuh bangku perkuliahan.

  8. Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Terminal Penumpang Yogyakarta.

  9. PT Perwita Karya Yogyakarta (Bapak Kadaroesman dan Mbak Reni). Terima kasih untuk izin dan bantuan ketika penulis melakukan penelitian.

  10. Bapak dan Mami. Terima kasih buat kasih sayang, kesabaran, dukungan, semangat dan fasilitas yang diberikan. Tanpa Bapak dan Mami, aku tidak akan bisa menjadi seperti ini. Aku sangat mencintai Bapak dan Mami dulu, sekarang dan seterusnya.

  11. Kakak-kakaku tercinta (Manda, Mbak Dian dan Mas Budi) yang telah memberikan kasih sayang dan semangat kepada penulis.

  12. Adik-adik keponakanku (Anya, Nayul dan Arcell). Yuk nengdut-nengdut lagi…

  13. Buat gendutku, Cebe....Terima kasih uda nemenin aku sampai sekarang, uda sabar ngadepin aku, uda perhatian ma aku, uda sayang ma aku, uda pengertian ma aku dan terima kasih untuk semuanya. I Luv U…

  14. Sahabat-sahabatku “JenK Cratz Family”. Buat Sasa, terima kasih sudah membantu aku selama proses penulisan skripsi, terima kasih uda nemenin aku, mau bersusah-susah nyari teori dalam keadaan hujan dan panas serta buat saran-saran yang sangat pasti membangun dan berpengaruh pada hidupku.

  Aku akan merindukan masa- masa itu… Buat Jenk Myuns, terima kasih sudah mau jadi sahabatku yang nemeni aku disaat aku susah dan sedih, buat bantuan dan dukungan yang diberikan, saran-saran, dan kasih sayangnya selama ini ya… Ayo semangat jenk!!!. Buat Tya, terima kasih atas kegilaan yang kita buat bareng-bareng dulu. Aku kangen jenk, shopping-shopping kaya dulu. Terima kasih juga buat dukungan dan semangat yang diberikan buat aku ya… Terima kasih untuk semuanya jenk-jenkku…I will miss u… Muah- muah..

  15. Teman-teman Edellwise (Dimejo, Dendeng, Gondesi, Aika, Mimi, Jeny, Ade)…Kapan ngeband lagi Bu… Hehehe dan spesial buat vokalisku “Lara” yang telah membantu aku membuat abstrak. Hehehe…

  16. Buat Vebri 2004… Terimakasih sudah mendukung penulis, memberikan semangat kepada penulis…

  17. Orang-orang yang telah hadir di hidupku. Terima kasih telah memberikan pelajaran berharga untuk aku.

  18. Teman-teman “Jogja Supra Lover” (mas Rangga, Bayu, Benx, Maul, Irfan, Dimpsy, mas Heri, Gilang dan semuanya yang ga bisa disebutin satu persatu).

  Terima kasih atas semangat dan dukungannya kepada penulis…JSL Ayeeee!!!!

  19. Teman-teman “10 pm” (Pakdhey Hamid, mas Troy, mas Jenong, Linda, ma Robi sang drummer). Sukses selalu ya…

  20. Teman-teman psikologi angkatan 2004. Terima kasih banyak untuk teman- teman seperjuanganku… Semangat selalu ya…

  21. Seluruh Karyawan Universitas Sanata Dharma Paingan (mas- mas penjaga parkiran, petugas kebersihan dan keamanan kampus) yang telah memberikan kenyamanan kepada penulis selama ini…

  22. Pengamen-pengamen terminal Klaten dan komunitas-komunitas di terminal Giwangan. “Terima kasih buat bantuannya”. Smangaaaaaaat Bank !!!!!.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu penulis dengan hati terbuka menerima masukan dan kritik yang membangun.

  Yogyakarta, 20 November 2008 Penulis Ndaru Tri Rahayu

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. iii HALAMAN PERSEM BAHAN ………………………………………….. iv PENYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………. v ABSTRAK ………………………………………………………………... vi ABSTRACT.………………………………………………………………. vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH …………………………………………………………………… viii KATA PENGANTAR.……………………………………………………. ix DAFTAR ISI………………………………………………………………. xiii DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xvi DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xvii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xviii

  BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 7 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………... 7 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………..... 7

  1. Manfaat Teoritis ……………………………………………… 7

  2. Manfaat Praktis ………………………………......................... 7

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 9 A. Masa Dewasa Awal ………………………………………………. 9

  1. Pengertian dan Batasan Usia Masa Dewasa Awal………..….. 9

  B. Kesadaran Kesetaraan Gender ………………………………….... 10

  1. Pengertia n Kesetaraan Gender………………………………... 10

  2. Pengertian Kesadaran kesetaraan Gender……………………. 12

  3. Aspek-aspek Kesadaran Kesetaraan Gender………………..... 13

  4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Kesetaraan Gender..................................................................... 15

  C. Pelecehan Seksual ……………………………………………..... 18

  1. Pengertian Pelecehan Seksual………………………………… 18

  2. Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual………………………….... 19

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelecehan Seksual……….. 22

  D. Dinamika Hubungan antara Kesadaran Kesetaraan Gender pada Laki- laki Dewasa Awal dan Tindak Pelecehan Seksual terhadap Perempuan……………………………………………..... 28

  E. Hipotesis ………………………………………………………..... 35

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………….. 36 A. Jenis Penelitian……………………………………………………. 36 B. Identifikasi Variabel Penelitian………………………………….... 36 C. Definisi Operasional………………………………………………. 36 D. Subyek Penelitian………………………………………………..... 39 E. Metode Pengumpulan Data………………………………………... 41 F. Uji Coba Alat Ukur………………………………………………... 44 G. Validitas dan Reliabilitas………………………………………...... 45

  1. Validitas………………………………………………………... 45

  2. Reliabilitas…………………………………………………….. 52

  H. Metode Analisis Data…………………………………………… 52

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………. 54 A. Orientasi Kancah Penelitian…………………………………….. 54 B. Persiapan Penelitian……………………………………………... 56

  1. Perizinan penelitian………………………………………....... 56

  C. Pelaksanaan Penelitian…………………………………………... 58

  D. Hasil Penelitian…………………………………………………... 59

  1. Deskripsi Subyek Penelitian………………………………….. 59

  2. Deskripsi Data Penelitian…………………………………….. 62

  E. Uji Asumsi Penelitian…………………………………………… 64

  1. Uji Normalitas……………………………………………….. 64

  2. Uji Linearitas………………………………………………… 65

  3. Uji Hipotesis…………………………………………………. 65

  F. Pembahasan……………………………………………………... 66

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….. 77 A. Kesimpulan……………………………………………………… 77 B. Saran…………………………………………………………….. 77

  1. Bagi Tokoh Masyarakat….…………………………………... 77

  2. Bagi Laki- laki………………………………………………... 78

  3. Bagi Penelitian Selanjutnya………………………………….. 79 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 80 LAMPIRAN……………………………………………………………… xix

  

DAFTAR TABEL

  Halaman

Tabel 3.1 Tabel Blue Print Skala Kesadaran Kesetaraan Gender……… 43Tabel 3.2 Tabel Blue Print Skala Tindak Pelecehan Seksual terhadap

  Perempuan…………………………………………………… 44

Tabel 3.3 Tabel Item yang Sahih dan Gugur pada Skala Kesadaran

  Kesetaraan Gender………………………………………… 47

Tabel 3.4 Tabel Distribusi Item Skala Kesadaran kesetaraan Gender untuk Penelitia n……………………………………………… 49Tabel 3.5 Tabel Item yang Sahih dan Gugur pada Skala Tindak Pelecehan

  Seksual terhadap Perempuan………………………………… 50

Tabel 3.6 Tabel Distribusi Item Skala Tindak Pelecehan Seksual terhadap

  Perempuan untuk Penelitian………………………………….. 51

Tabel 4.1 Tabel Identitas Usia Subyek………………………………...... 60Tabel 4.2 Tabel Suku Bangsa Subyek…………………………………... 61Tabel 4.3 Tabel Tingkat Pendidikan Subyek…………………………… 62Tabel 4.4 Tabel Deskripsi Data Penelitian……………………………… 63Tabel 4.5 Tabel Uji Normalitas………………………………………… 64

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman

Gambar 2.1 Gambar Hubungan antara Kesadaran Kesetaraan Gender pada

  Laki- laki Dewasa Awal dan Tindak Pelecehan Seksual terhadap Perempuan…………………………………….. 34

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Skala Kesadaran Kesetaraan Gender dan Tindak Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan untuk Uji Coba……………………………...................................... xx

  Lampiran 2 Reliabilitas Kesadaran Kesetaraan Gender………………… xxi Lampiran 3 Reliabilitas Tindak Pelecehan Seksual terhadap Perempuan. xxii Lampiran 4 Skala Kesadaran Kesetaraan Gender dan Tindak Pelecehan

  Seksual terhadap Perempuan untuk Penelitian…………… xxiii Lampiran 5 Hasil Uji Asumsi….………………………………………… xxiv Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi…………………………………………… xxv Lampiran 7 Hasil Statistik Deskriptif Data Penelitian…………………… xxvi Lampiran 8 Surat Izin Penelitian………………………………………… xxvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena sosial yang akhir-akhir ini terjadi yaitu meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, khususnya pelecehan seksual. Rifka Annisa (2006:36) mendefinisikan pelecehan seksual sebagai segala

  macam tindakan dan ucapan yang bermakna seksual yang berakibat merendahkan martabat orang yang menjadi sasaran. Rohan Collier (1998:3) mengemukakan bahwa suatu perilaku dapat dikatakan pelecehan seksual apabila seseorang tidak menginginkan atau merasa terganggu dengan perilaku tersebut. Pelecehan seksual oleh Rohan Collier (1998:4) dipilah menjadi beberapa bentuk yaitu pelecehan seksual secara fisik, pelecehan seksual secara verbal atau lisan dan pelecehan seksual secara nonverbal.

  Data yang diperoleh dari Rifka Annisa yaitu sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sejak tahun 1994-2006 menemukan dari 3402 kasus kekerasan terhadap perempuan di kota Yogyakarta, 155 kasus diantaranya adalah pelecehan seksual (Rifka Annisa, 2006:1). KOMNAS Perempuan juga mencatat kasus pelecehan seksual yang terjadi selama tahun 2004 sebanyak 109 kasus (Rifka Annisa, 2006:37). Tindak pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja baik siang atau malam hari. Wattie (2002:10) menjelaskan pelecehan seksual sebagian besar terjadi di tempat-tempat umum misalnya di

  1 jalan, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, terminal ataupun di kendaraan umum.

  Pelaku tindak pelecehan seksual menurut Wignjosoebroto sebagian besar adalah laki- laki dan korbannya adalah perempuan (dalam Supanto, 1999:7). Laki- laki sebagai pelaku pelecehan seksual tidak hanya terbatas pada tingkat pendidikan, agama, status sosial ekonomi, suku bangsa ataupun kondisi psikopatologi namun juga usia (Poerwandari dalam Luhulima, 2000:29). LSM Rifka Annisa pada tahun 2004–2005, mencatat dari 46 kasus pelecehan seksual, 12 kasus diantaranya dilakukan oleh laki- laki usia dewasa awal.

  Ironisnya, tindak pelecehan seksual terhadap perempuan ini dianggap sebagai suatu hal yang biasa, wajar dan dianggap sebagai ekspresi keakraban pelaku terhadap korban (Yuarsi dkk, 2002:22). Masyarakat juga cenderung menyalahkan perempuan sebagai korban karena perempuan dianggap memancing laki- laki untuk melakukan pelecehan seksual, baik dalam berpenampilan atau berperilaku (Yuarsi, 2002:22; Rosmalinda dkk, 2002:77).

  Penampilan dan perilaku perempuan tersebut dianggap untuk merangsang atau menggoda laki- laki (Mertokusumo, 1995:5).

  Tindak pelecehan seksual terhadap perempuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Poerwandari (dalam Luhulima, 2000:14-19) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi tindak pelecehan seksual terhadap perempuan, salah satunya adalah faktor internal yaitu keisengan pelaku dan kondisi pelaku pelecehan seksual yang sangat mungkin merupakan individu yang “terganggu”, memiliki banyak konflik dan masalah sehingga membuat pelaku merasa tertekan yang kemudian mengalihkan perasaan tertekan tersebut dengan melakukan pelecehan seksual. Faktor yang kedua adalah karakteristik korban yang berkaitan erat dengan usia, status perkawinan dan tingkah laku korban yang dianggap mengundang hasrat seksual pelaku untuk melakukan pelecehan seksual (Muttaqin & Adib, 2005:21; Yuarsi dkk, 2001:47; Rosmalinda dkk, 2002:78). Faktor yang ketiga adalah struktur sosial yang berdasar pada budaya patriarki dimana laki- laki dianggap lebih superior terhadap perempuan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tindak pelecehan seksual terhadap perempuan antara lain usia dan pendidikan.

  Salah satu faktor yang mempengaruhi pelecehan seksual adalah kondisi struktur sosial yang berdasarkan pada budaya patriarki (Tukiran & Darwin, 2001:25). Budaya patriarki ini secara turun-temurun membedakan laki- laki dan perempuan secara gender (Rahman dkk, 2002:16). Perbedaan- perbedaan secara gender ini melalui proses yang sangat panjang dianggap sebagai ketentuan Tuhan sehingga melahirkan berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan, salah satunya adalah tindak pelecehan seksual terhadap perempuan (Fakih, 1996:9). Ketidakadilan gender terhadap perempuan ini sangat mungkin sebagai salah satu bentuk dari kurangnya kesadaran individu akan kesetaraan gender.

  Kesadaran kesetaraan gender adalah mengetahui, merasakan dan meyakini bahwa laki- laki dan perempuan memiliki kesamaan peran, tugas, tanggungjawab, memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan serta memiliki hak yang sama dalam menikmati hasil- hasil pembangunan. Kesadaran kesetaraan gender meliputi beberapa aspek yaitu kesadaran akan partisipasi atau peran, kesadaran akan akses menggunakan sumber daya, kesadaran akan kontrol atas penggunaan dan pemanfaatan berbagai macam hasil sumber daya serta kesadaran akan perolehan manfaat dari berbagai kegiatan.

  Kesadaran kesetaraan gender dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu sosialisasi nilai- nilai kesetaraan melalui publikasi, aksi-aksi, strategi pembangunan dan pelatihan atau seminar-seminar. Berbagai informasi tentang kesetaraan gender tersebut dapat menambah pengetahuan, gagasan baru dan mengubah keyakinan serta pandangan yang telah melekat di dalam diri individu mengenai relasi antara laki- laki dan perempuan (Nurhayati, 2005:74; Connell dalam Staggenborg, 2003:44). Selain itu, faktor pendidikan juga mempengaruhi kesadaran akan kesetaraan gender pada diri individu karena dengan pendidikan akan merubah perilaku individu ke arah yang lebih baik (Husain dalam Kusumiati, 2001:8).

  Laki- laki yang memiliki kesadaran kesetaraan gender cenderung menganggap perempuan sebagai mitra sejajar laki- laki sehingga laki- laki lebih menghargai perempuan sedangkan laki- laki yang kurang memiliki kesadaran kesetaraan gender cenderung menganggap kedudukan sosial perempuan tetap berada di bawah laki- laki (Nurhayati, 2005:15) sehingga kekuasaan berada di tangan mereka yang berjenis kelamin laki- laki (Kurnianingsih, 2003:121).

  Kekuasaan yang dimiliki oleh laki- laki tersebut membuat laki- laki memandang perempuan sebagai subordinat yang boleh diremehkan (Kurnianingsih, 2003:121). Maraknya media hiburan yang mengandalkan eksploitasi tubuh perempuan semakin menanamkan kesan bahwa perempuan memang ditempatkan sebagai objek seks laki- laki (Collier, 1998:34). Pandangan-pandangan inilah yang sangat mungkin membuat laki- laki tidak menghargai dan meremehkan perempuan yang kemudian berwujud pada tindak pelecehan seksual.

  Individu yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah laki- laki yang termasuk kategori dewasa awal yaitu laki- laki berusia 20–34 tahun (Santrock, 2002:23). Dipilihnya laki- laki kategori dewasa awal disebabkan karena laki- laki pada kategori ini cenderung masih memiliki vitalitas atau hasrat seksual yang tinggi (Subardjono & Abar, 1998:11). Karakteristik pelaku lainnya adalah pelaku merupakan laki- laki yang berada di tempat-tempat umum, salah satunya adalah di terminal karena sebagian besar tindak pelecehan seksual terhadap perempuan terjadi di tempat-tempat umum dan sangat mungkin pelaku dari tindak pelecehan seksual tersebut adalah laki- laki yang berada di tempat-tempat tersebut (Wattie, 2002:10; Rifka Annisa, 2005:33).

  Menurut catatan Kompas (17 September 2003), terminal merupakan tempat dengan angka kriminalitas yang tinggi, salah satunya adalah tindak pelecehan seksual terhadap peremp uan. Penelitian ini akan dilaksanakan di Daerah

  Istimewa Yogyakarta selaku kota budaya dimana sebagian besar masyarakat kota Yogyakarta bersuku bangsa Jawa yang struktur sosialnya berdasar pada budaya patriarki dan sebagian besar masyarakatnya cenderung masih menjunjung tinggi adat istiadat (Hidayat, 1998:10; Wattie, 2002:7; Perwita Karya, 2005:1).

  Laki- laki termasuk individu yang jarang diteliti dan jarang menjadi perhatian terutama menyangkut permasalahan kekerasan terhadap perempuan (Subono, 2002:99). Beberapa penelitian mengenai pelecehan seksual lebih cenderung menggunakan perempuan sebagai subyek sehingga keterlibatan laki- laki ke dalam masalah ketidakadilan gender cenderung kurang. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penelitian yang menarik dan penting untuk diteliti. Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan menambah pemahaman masyarakat, khususnya laki- laki, mengenai kesadaran kesetaraan gender dengan tindak pelecehan seksual.

  Fenomena yang terjadi inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melihat dan memahami tindak pelecehan seksual. Banyaknya fakta dan minimnya penelitian mengenai pelecehan seksual yang dilakukan laki- laki membuat peneliti menjadi tertarik untuk mengangkat topik ini menjadi suatu penelitian untuk menguji apakah ada hubungan antara kesadaran kesetaraan gender pada laki- laki dewasa awal dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan.

  B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada hubungan antara kesadaran kesetaraan gender pada laki- laki dewasa awal dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan ?”.

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kesadaran kesetaraan gender pada laki- laki dewasa awal dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu bidang sosial dan ilmu perkembangan, terutama pada permasalahan kesadaran kesetaraan gender pada laki- laki dewasa awal dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan.

  2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tokoh Masyarakat

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau sebagai masukan bagi para tokoh masyarakat mengenai hubungan antara kesadaran kesetaraan gender dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan.

b. Bagi Kaum Laki-laki

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau sebagai masukan bagi laki- laki dewasa awal mengenai hubungan antara kesadaran kesetaraan gender dan tindak pelecehan seksual terhadap perempuan.

BAB II TINJAUAN PUS TAKA A. Masa Dewasa Awal 1. Pengertian dan Batasan Usia Masa Dewasa Awal Istilah dewasa awal berasal dari istilah adult yang memiliki arti

  “telah menjadi dewasa” (Hurlock, 1980:246). Masa dewasa awal merupakan masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa, dimana individu akan memulai tugas perkembangan yang baru sebagai persiapan menjadi manusia dewasa seutuhnya. Menurut Hurlock (1980:246) masa dewasa awal didefinisikan sebagai suatu periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan- harapan sosial baru. Masa dewasa awal ini dimulai pada usia 20 tahun sampai kira-kira usia 34 tahun (Santrock, 2002:23).

  Masa dewasa awal merupakan masa puncak perkembangan fisik dan masa penurunan perkembangan fisik individu (Santrock, 2002:75).

  Puncak perkembangan fisik dicapai pada usia dibawah 30 tahun, seringkali antara usia 19-26 tahun dan mengalami penurunan perkembangan fisik kira-kira usia 30 tahunan (Santrock, 2002:75-77). Hurlock (1980:247-248) menambahkan bahwa pada masa dewasa awal ini, organ reproduksi bekerja sangat produktif untuk menghasilkan keturunan. Hal tersebut didukung oleh pendapat Abar (1998:11) yang mengemukakan bahwa pada masa dewasa awal, individu cenderung memiliki vitalitas atau hasrat seksual yang tinggi.

  Periode masa dewasa awal juga merupakan periode kehidupan yang sulit dan banyak masalah karena individu diharapkan dan dituntut untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orang tua dan berusaha menyesuaikan diri secara mandiri (Hurlock, 1980:246). Pada masa ini, orang dewasa muda diharapkan memainkan peran-peran baru yaitu peran sebagai suami atau istri, orang tua, pencari nafkah, mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan baru dan nilai- nilai baru sesuai dengan tugas-tugas yang baru pula (Hurlock, 1980:246). Apabila individu merasa tidak mampu mengatasi masalah- masalah utama dalam kehidupan mereka, mereka merasa terganggu secara emosional sehingga memungkinkan individu mengalihkan perasaannya tersebut (Hurlock, 1980:250).

B. Kesadaran Kesetaraan Gender

1. Pengertian Kesetaraan Gender

  Kesetaraan gender adalah kesamaan perolehan kesempatan dan hasil untuk perempuan dan laki- laki, termasuk penghapusan diskriminasi dan ketidaksetaraan struktural dalam mengakses sumber daya, kesempatan dan jasa-jasa, seperti akses yang sama unt uk kesehatan, pendidikan, sumber daya produktif, partisipasi sosial dan ekonomi (Sugihastuti & Sastriyani, 2007:117). Memfokuskan kesetaraan gender sebagai sasaran pembangunan berarti mengakui bahwa kondisi sosial, ekonomi, budaya, sistem politik serta lembaga berdasarkan gender dan analisis status ketidaksetaraan perempuan yang dilakukan secara sistematik dengan memperhitungkan perbedaan ras, etnik, kelas dan ketidakmampuan (Sugihastuti & Sastriyani, 2007:116-117)

  Inpres No. 9 tahun 2000 mendefinisikan kesetaraan gender sebagai kesamaan kondisi bagi laki- laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak- haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Dalam relasi sosial yang setara, perempuan dan laki- laki merupakan faktor yang sama pentingnya dalam menentukan berbagai hal yang menyangkut kehidupan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.

  Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan (2002:2) kesetaraan gender adalah suatu kondisi dan situasi yang menggambarkan keseimbangan peran, tugas dan tanggungjawab serta kesempatan antara laki- laki dan perempuan dalam menjalankan dan menik mati berbagai hasil pembangunan sebagai warga negara dan warga masyarakat.

  Berdasarkan beberapa definisi mengenai kesetaraan gender maka dapat disimpulkan bahwa kesetaraan gender adalah suatu kondisi dan situasi dimana laki- laki maupun perempuan memiliki kesamaan peran, tugas, tanggungjawab dan memiliki akses serta kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan termasuk penghapusan ketidakadilan gender serta memiliki hak yang sama dalam menikmati hasil- hasil pembangunan.

2. Pengertian Kesadaran Kesetaraan Gender

  Kesadaran merupakan konsep yang membingungkan karena pengertiannya sangat bervariasi sehingga tidak ada pengertian umum yang dapat diterima oleh semua pihak. Kamus Lengkap Psikologi mengartikan kesadaran sebagai mengetahui sesuatu (Chaplin, 2002:106).

  Menurut Zeman (dalam Hastjarjo, 2005:81) kesadaran merupakan pikiran. Kesadaran digambarkan sebagai keadaan mental yang berisi hal- hal proporsional seperti keyakinan, harapan, kekhawatiran dan keinginan.

  Atkinson dkk (1987:250) menyatakan bahwa kesadaran mencakup pengertian persepsi, pemikiran, perasaan dan ingatan seseorang yang aktif pada saat-saat tertentu. Pendapat ini didukung oleh pendapat Farthing (dalam Vernoy dkk, 1997:124) yang menyatakan bahwa kesadaran berhubungan dengan persepsi, pemikiran, perasaan dan tindakan.

  Menurut Rychlak (dalam Nurhayati, 2005:9) kesadaran berhubungan erat dengan intensi yaitu suatu perjuangan untuk mencapai tujuan (Chaplin dalam Nurhayati, 2005:9).

  Sementara itu, kesetaraan gender adalah suatu kondisi dan situasi dimana laki- laki maupun perempuan memiliki kesamaan peran, tugas, tanggungjawab dan memiliki akses serta kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan termasuk penghapusan ketidakadilan gender serta memiliki hak yang sama dalam menikmati hasil- hasil pembangunan.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran kesetaraan gender yang dimaksud dalam penelitian ini adala h mengetahui, merasakan dan meyakini bahwa laki- laki dan perempuan memiliki kesamaan peran, tugas, tanggungjawab, memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan serta memiliki hak yang sama dalam menikmati hasil- hasil pembangunan.

3. Aspek-aspek Kesadaran Kesetaraan Gender

  Aspek-aspek kesadaran kesetaraan gender yang ditunjukkan oleh Fadhil (2002:27) yaitu:

  a. Partisipasi atau peran Adalah mengetahui, merasakan dan meyakini bahwa laki- laki dan perempuan memiliki kesamaan untuk terlibat dan ikutserta dalam perencanaan dan pengambilan keputusan maupun pelaksanaan segala kegiatan baik dalam wilayah publik maupun domestik (Demartoto, 2005:20).

  b. Akses Adalah mengetahui, merasakan dan meyakini bahwa laki- laki dan perempuan memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya. Sumber daya adalah potensi yang dimiliki individu untuk menyelenggarakan kegiatan produktif untuk menghasilkan pemenuhan kebutuhan. Sumber daya terdiri dari: 1) Sumber daya fisik

  Sumber daya fisik dibagi menjadi 2 yaitu:

  a) Sumber daya buatan seperti modal berupa uang, peralatan, alat-alat produksi, gedung, rumah, sarana dan prasarana dan lain sebagainya.

  b) Sumber daya alami seperti modal berupa tanah, air, kekayaan hutan, tumbuhan dan hewan dan lain sebagainya.

  2) Sumber daya sosial-budaya, misalnya informasi, pendidikan atau ilmu pengetahuan, pelatihan, pelayanan sosial (kesehatan, organisasi lingkungan) dan lain sebagainya. 3) Sumber daya manusia, misalnya relasi sosial.

  c. Kontrol Adalah mengetahui, merasakan dan meyakini bahwa laki- laki dan perempuan memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan pemanfaatan berbagai macam hasil sumber daya.

  d. Manfaat Adalah mengetahui, merasakan dan meyakini bahwa laki- laki dan perempuan memiliki kesamaan untuk memperoleh manfaat dari berbagai kegiatan baik sebagai pelaku maupun sebagai pemanfaat dan pengikat hasil tersebut (Demartoto, 2005:20).

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran kesetaraan gender terdiri dari empat aspek, yaitu partisipasi atau peran, akses, kontrol dan manfaat.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Kesetaraan Gender

  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesadaran kesetaraan gender pada individu yaitu: a. Pendidikan

  Menurut Fadhil (2002:38) pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesadaran kesetaraan gender pada individu. Pendidikan adalah suatu bidang yang strategis untuk menanamkan nilai- nilai positif dalam kehidupan bermasyarakat (Fadhil, 2002:38). Adapun salah satu tujuan pendidikan yait u mengubah perilaku individu ke arah yang lebih baik agar individu lebih memiliki rasa tanggungjawab kemasyarakatan, mandiri, berkepribadian, mampu berpikir dan memiliki pertimbangan dalam bersikap (Husian dalam Kusumiati, 2001:8).

  Indonesia Australia Partnership In Basic Education (IAPBE) menyatakan bahwa menanamkan keyakinan akan nilai- nilai kesetaraan dan keadilan gender antara laki- laki dan perempuan sedini mungkin dalam pendidikan adalah suatu hal yang penting (Kompas,

  25 September 2008). Proses sosialisasi nilai- nilai kesetaraan gender ini dapat dilakukan melalui buku-buku pelajaran, mata pelajaran, guru atau staf sekolah dan lain sebagainya (Fadhil, 2002:37). Menanamkan kesadaran kesetaraan gender melalui pendidikan diharapkan dapat membentuk individu yang mampu menjunjung tinggi demokrasi, menegakkan keadilan dan hak dasar kemanusiaan, serta menghapuskan diskriminasi dan berbagai bentuk ketidakadilan gender (Kompas, 25 September 2008).

  Sesuai dengan tahap pendidikan yang di tempuh individu, pemahama n atau pandangan individu akan gender akan mengalami banyak perubahan dari individu yang kurang menyadari kesetaraan gender menjadi individu yang sadar gender, misalnya dahulu laki- laki kurang berperan dalam sektor domestik namun sekarang pembagian kerja di sektor domestik menjadi lebih seimbang antara laki- laki dan perempuan (Tukiran dan Darwin, 2001:29). Menurut Hesselbart (dalam Supriyantini, 2002:16), individu yang menempuh pendidikan yang cenderung tinggi lebih dapat berpikir kritis dalam menyikapi berbagai hal dan tidak bergantung pada pendapat orang lain.

  b. Sosialisasi Nilai- nilai Kesetaraan Perbedaan laki- laki dan perempuan secara gender terkonstruksi turun temurun dalam suatu sistem masyarakat melalui proses yang panjang sehingga perbedaan antara laki- laki dan perempuan tersebut dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak dapat dirubah yang kemudian mengakibatkan lahirnya berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan. Ketimpangan dan ketidakadilan gender ini, termasuk di dalamnya adalah tindak pelecehan seksual terhadap perempuan (Subono, 2002:103). Ketidakadilan gender ini sangat mungkin sebagai salah satu bentuk dari ketidaksadaran individu akan kesetaraan gender.

  Berdasarkan keprihatian berbagai pihak yang peduli terhadap nasib perempuan, maka mereka melakukan upaya penyadaran tentang kesetaraan gender dengan cara mensosialisasikan nilai- nilai kesetaraan melalui publikasi melalui media massa, diantaranya radio, televisi, video, film, sinetron, iklan, koran, majalah, buku, brosur dan leaflet (Nurhayati dan Sugiyanto, 2005:37; Fadhil, 2002:75; Darwin dan Tukiran, 2001:251). Selain itu, sosialisasi kesetaraan gender ini juga dilakukan melalui gerakan-gerakan sosial yang dialamatkan ke berbagai isu sosial seperti ketenagakerjaan, kesehatan reproduksi, politik, ekonomi, agama, seni dan sebagainya melalui berbagai program, pelatihan atau seminar (Darwin dan Tukiran, 2001:26; Subono, 2002:101). Hal ini didukung oleh pendapat Staggenborg (2003:43) yang mengemukakan bahwa kesadaran akan kesetaraan gender pada laki- laki muncul melalui aktivitas gerakan sosial.

  Informasi mengenai kesetaraan gender tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan, membantu memperluas gagasan baru mengenai relasi- relasi gender, mengubah pandangan dan keyakinan yang sudah melekat tentang hubungan antara laki- laki dan perempuan serta memberikan ruang pada laki- laki dan perempuan untuk menerapkan gagasan, pandangan dan keyakinan akan kesetaraan gender dalam kehidupan sehari- hari (Staggenborg, 2003:44; Nurhayati dan Sugiyanto, 2005:37).