KEDEWASAAN PRIBADI 3 SUSTER CB YANG SUDAH BERKAUL KEKAL PADA USIA AWAL DEWASA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

KEDEWASAAN PRIBADI 3 SUSTER CB

YANG SUDAH BERKAUL KEKAL

PADA USIA AWAL DEWASA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh:

Wigiastuti

  

NIM: 039114095

  

“H idupku bukan lagi untuk diriku sendiri,

melainkan untuk D ia yang telah mati dan dibangkitkan

untuk menyelamatkan hidupku”

  

(2 Kor. 5: 15)

“… apabila api cinta I llahi mulai berkobar dalam hatiku,

maka pada saat itu timbullah hasrat

untuk membalas cinta-N ya dengan cintaku… ”

  

(EG. 95) Skripsi ini kupersembahkan untuk:

  

KONGREGASI SUSTER-SUSTER CINTAKASIH

ST. CAROLUS BORROMEUS

DAN SAUDARA-SAUDARA

SEPERJALANAN DALAM PANGGILAN

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya milik orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, November 2007 Penulis Wigiastuti

  

ABSTRAK

Wigiastuti (2007). Kedewasaan Suster CB yang sudah berkaul kekal pada

usia awal dewasa tengah: Program studi Psikologi, Fakultas Psikologi,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah sebagai anggota penuh kongregasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang difokuskan pada fenomena tertentu, yaitu kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah. Subjek penelitian ini adalah suster-suster kongregasi cintakasih St. Carolus Borromeus (suster CB) yang sudah berkaul kekal dan berusia antara 35 – 45 tahun, berjumlah 3 orang. Peneliti menentukan subjek berdasarkan pada kecocokan konteks atau kriteria yang telah ditentukan dan bukan representasi dari populasi suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah.

  Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Tehnik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan yang mencantumkan indikator yang harus ditanyakan. Pertanyaan tidak harus sesuai urutan, dapat berubah dan bertambah sesuai dengan kondisi dan respon subjek saat di wawancarai. Langkah- langkah analisis sebagai berikut menulis tranksrip verbatim dengan memberikan keterangan waktu dan tempat pada setiap berkas, membaca transkrip verbatim dengan seksama, pengkodean pada transkrip verbatim, melakukan kategorisasi, interpretasi dan pembahasan hasil penelitian.

  Hasil penelitian ini adalah secara umum subjek masih dalam proses mencapai kedewasaan pribadi yang ditandai dengan adanya berbagai aktifitas yang dilakukan dan dihayati sebagai bentuk pengabdian dan kepedulian pada sesamanya ; memiliki rasa empati dan berusaha untuk mencintai sesamanya dengan cinta yang tanpa syarat; memiliki pemahaman diri yang cukup objektif dan rasa humor sehingga mampu menertawakan dirinya sendiri; mampu mengendalikan dorongan-dorongan emosi yang muncul dan menyalurkannya ke hal- hal yang lebih konstruktif; persepsi yang objektif terhadap realitas yang ada

  ABSTRACT Wigiastuti (2007). Kedewasaan Suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah: Program studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  This research was aimed to know the description of the personal maturity of CB sisters who have made their final vows in their mid early adult ages as permanent members of the congregation. This research was descriptive qualitative research which focused on a certain phenomenon. The phenomenon discussed was the personal maturity of CB sisters who have made their final vows in their mid early adult ages. The subject of this research are three sisters of charity of St. Carolus Borromeus congregation who have made their final vows and who are between 35-45 years old. The researcher determined the subjects based on the appropriateness of the context or criteria which have previously been determined and were not representations of the CB sisters’ population who have made their final vows and who are in their early adult ages.

  The data gathering in this research was done using interview method. The interview technique used was semi structured insterview. The interview was done by using a question guideline which include the indicators that should be asked. The questions were not required to be asked in order, they could be changed and added according to the conditions and responses of the subjects when interviewed. The steps of the analisys are as follow writing verbatim transcript by giving time and place information on each file, reading the verbatim transcript thoroughly, encoding the verbatim transcript, doing categorization, interpretation and research result discussion.

  The result of this research are that generally the subjects are still in course of reaching personal maturities signaled by the various activities done and lived as the form of devotion and care toward their fellow beings; having empathy and trying love their fellow being with unconditional love; having a quite objective self-understanding and humor so that they are able to laugh at themselves; having capability of controlling emotional drives which appear and channel them to more constructive things; having objective perspective on the realities in monastery

  KATA PENGANTAR “Hanya Tuhan yang tahu, dan Ia mulai bekerja dengan diam-diam.

  Secara tidak nampak Ia mulai merentangkan tangan-Nya…” (EG. 15). Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Kasih dan karya Tuhan secara berlimpah saya alami dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini. Tuhan yang setia senantiasa membimbing dan memampukan saya untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

  Saya menyadari keterbatasan diri saya dan tidak akan mampu seorang diri menyelesaikan penelitian ini. Proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Sr. Sesilia, CB, beserta staff DPP kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus atas kesempatan, pendampingan dan segala macam bentuk cinta yang telah saya terima selama studi.

  4. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si. dan Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang melalui sapaan- sapaannya memberikan semangat bagi saya untuk maju.

  5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. yang telah memberi inspirasi tema penelitian ini dan menjadi teman berdiskusi tentang rancangan penelitian ini. Saran dan masukan Bapak sangat membantu saya, terima kasih.

  6. Bapak Dr. A. Supratiknya yang telah banyak membantu saya untuk memaha mi tentang penelitian kualitatif.

  7. Semua dosen Psikologi yang telah memberikan ilmunya, membuka wawasan dan membantu saya berkembang, sehingga bisa menjadi bekal dalam menjalankan perutusan selanjutnya.

  8. Mas Muji, Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Doni dan Pak Gi’, terima kasih telah menjadi sahabat selama saya studi, senyumannya… sapaannya… gurauannya… membuat saya kerasan belajar di kampus ini.

  9. Sr. Evarista, CB, yang setia mendampingi, memberi semangat dan inspirasi- inspirasi selama saya menjalankan perutusan studi ini.

  10. Sr. Krispiani, CB yang telah menjadi teman diskusi ketika akan melakukan

  12. Sr. Surani, CB, dan para suster yang pernah sekomunitas di Trenggono yang telah menjadi sumber untuk menimba kekuatan kembali disaat saya lelah dan jenuh dengan tugas-tugas studi, yang setia menemani ketika saya mengerjakan tugas sampai larut malam. Terima kasih atas segala bentuk cinta, sapaan, perhatian, dan dukungan doa-doanya.

  13. Sr. Hetty, CB, Sr. M. Angela, CB, Sr. Mariati, CB, para Novis dan para Postulan yang banyak membantu dalam tugas studi dan proses penulisan tugas akhir ini. Terima kasih dukungan doa-doanya, kebersamaan di komunitas Postulat-Novisiat banyak memberi inspirasi dan kesempatan untuk mempraktekkan ilmu yang saya pelajari.

  14. Sahabatku yang setia mendengarkan keluh kesah, yang mengerti pergulatanku dalam pembuatan skripsi ini, Sr. Martina, CB. Terima kasih, suster adalah teman yang setia dalam suka maupun duka. Sr. Elisia, CB teman seperjuangan dalam tugas studi, ma’ kasih kita dapat saling mendukung dan berbagi suka-duka dalam perutusan studi.

  15. Sr. Valentina, CB, Sr. Oktaviani, CB, Sr. Aufrida, CB, Sr. Hermana, CB, Sr. Terry, CB, Sr. Salesia, CB, Sr. Ina, CB, dan Sr. Astrid, CB yang telah

  17. Para suster CB yang sudah berada di komunitas Maria Pieta di belakang Postulat yang telah setia menemani setiap malam ketika saya sedang mengerjakan skripsi ini, saya merasakan kehadiran Suster dan saya yakin Suster mendoakan saya dari surga.

  18. Keluargaku: Ibuku, Mas Pur, Mas Mur, Mbak Mur dan keponakan- keponakanku semua, terutama Aryo yang menjadi sumber inspirasi dalam mempraktekkan ilmu yang telah saya pelajari, terima kasih atas dukungan doa-doa, perhatian dan cinta yang menyemangati saya menyelesaikan tugas akhir ini. Bapak yang pasti mendoakanku dari surga, terima kasih.

  19. Sahabat-sahabatku yang baik Mia-Benny, Indri, Benny, Nanang, Galih, Wiwid, Any, Dhani, Devi, Rachel, Sadel, Anna, Diana, Lina, Marin, Natalia, Christa, Risa, Sri, Tika, Felix, Uci, Eva, kebersamaan dengan kalian adalah saat-saat indah yang tak mungkin kulupakan.

  20. Semua teman-teman angkatan 2003 yang tak bisa disebut satu per satu, saya bangga bisa menjadi bagian dari angkatan ini. Terima kasih atas pengalaman indah yang telah kita lalui sejak semester I…, aku akan mendoakan kalian semua.

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………... iii HALAMAN MOTO…………………………………………………………….. iv HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………….. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………… vi ABSTRAK……………………………………………………………………… vii ABSTRACK…………………………………………………………………… viii KATA PENGANTAR…………………………………………………………... ix DAFTAR ISI…………………………………………………………………… xiii DAFTAR TABEL……………………………………………………………… xvi

  BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah………………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 9

  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedewasaan pribadi…………..16

  B. Suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus yang sudah berkaul kekal…………………………………………………………21

  1. Pengertian religius wanita/ suster………………………………….21

  2. Pengertian kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus………………………………………………………….21

  3. Tujuan, kharisma, visi dan misi kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus……………………………... 23

  4. Pedoman dan arah kongregasi dalam kapitel 2005………………...26

  5. Tahap-tahap hidup religius suster-suster CB……………………... 29

  6. Pengertian suster CB yang sudah berkaul kekal……………………32

  C. Perkembangan masa dewasa tengah…………………………………33 1.

  Pengertian masa dewasa tengah…………………………………. 33 2. Ciri-ciri orang pada masa dewasa tengah………………………...34

  3. Tugas-tugas perkembangan masa dewasa tengah…………………35

  D. Kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal………...36

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………………43

  G. Keabsahan Data Penelitian…………………………………………..49

  BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………… 51 A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian……………………….. 51 B. Deskripsi Subjek……………………………………………………. 53 C. Analisa Hasil Penelitian……………………………………………... 53 D. Pembahasan Penelitian……………………………………………… 61 1. Gambaran dinamika psikologis kedewasaan pribadi masing- masing subjek…………………………………………………... 61

  2. Kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah……………………………………….. 80

  3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kedewasaan pribadi 3 suster CB yang sudah berkaul kekal pada usia awal dewasa tengah……………………………………………….… 106 4. Gambaran Menyeluruh tentang Kedewasaan Pribadi

  3 Suster CB yang sudah Berkaul Kekal pada Usia Awal Dewasa Tengah………………………………………………... 109

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 120

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Dinamika Kedewasaan Pribadi 3 Suster CB yang sudah berkaul kekal sebagai anggota kongregasi menurut Allport……….. 42 Tabel 2. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 1………………………………. 116 Tabel 3. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 2………………………………. 117 Tabel 4. Skema Kedewasaan Pribadi Subjek 3………………………………. 118 Tabel 5. Skema Hasil Penelitian Kedewasaan Pribadi 3 Suster CB yang Sudah Berkaul Kekal pada Usia Awal Dewasa Tengah……… 119

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan dan kemajuan teknologi yang terjadi di dunia modern

  sekarang ini begitu cepat. Perkembangan jaman ini membawa dampak dalam kehidupan masyarakat, baik dampak positif maupun negatif.

  Kecanggihan teknologi telah menawarkan berbagai macam kemudahan hidup. Kemajuan pesat di bidang informasi, komunikasi dan IPTEK membawa dampak positif yaitu membantu manusia lebih efektif dan maksimal dalam menjalankan profesi masing- masing.

  Salah satu dampak negatif dari perubahan ini adalah orang menjadi kurang mampu memilih nilai- nilai hidup karena banyaknya tawaran- tawaran kemudahan yang dihadapi. Tawaran-tawaran kenikmatan setiap saat ditawarkan melalui media masa dan disajikan dengan begitu menarik, sehingga orang yang melihat tergoda untuk menikmatinya. Hal ini juga mendapat perhatian dari Gereja, seperti tertulis dalam nota pastoral sidang KWI, 2004, butir no. 11, yaitu:

  2 dikaji, terutama berhadapan dengan perubahan dan tantangan jaman yang terus mendesakkan suatu pergeseran tertentu. Perubahan dan kemajuan di segala bidang kehidupan ini juga berpengaruh terhadap kehidupan para religius yang secara langsung memang berada di tengah perubahan tersebut.

  Pengaruh dari perubahan itu misalnya, dahulu seorang religius biasanya membawa rosario di dalam saku bajunya, tetapi sekarang ini kebanyakan yang ada di dalam saku baju adalah hand phone (HP). Ada suatu cerita tentang penggunaan HP ini bagi kaum religus. Ada seorang Romo yang tiba-tiba pergi meninggalkan misa yang sedang dipimpinnya, tidak beberapa lama setelah hand phonenya berbunyi. Romo itu pergi bukan karena ada hal yang mendesak dan harus segera ditangani saat itu, sehingga peristiwa ini menjadi bahan pembicaraan di komunitasnya (Agus Jemi Karyadi. Andai Tuhan Bisa Di-SMS. Rohani no. 02 tahun ke-53, Februari 2006. p.9). Pembatinan nilai-nilai hidup para religius pun telah mengalami pergeseran.

  Prasetyo (2001) menjelaskan bahwa pergeseran nilai- nilai hidup tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerapuhan pribadi. Perubahan dan kemajua n yang terjadi di dunia modern, ternyata bagi sebagian orang

  3 Seorang religius dipanggil untuk memberi kesaksian hidup dan menjadi tanda apologetik bagi Gereja dan dunia. Tanda apologetik mengumandangkan kepada semua insan untuk mengutamakan hal- hal yang dari Allah di tengah-tengah bahaya materialisme, hedonisme, humanisme, dan sekularisme (Prasetyo, 2001). Seorang religius yang dewasa akan mampu memilih nilai- nilai dan sikap yang sesuai dengan panggilannya di tengah-tengah tantangan jaman sekarang ini. Kedewasaan pribadi akan memampukan seorang religius untuk bertekun dan berusaha maju dalam panggilan hidup rohaninya sebagai biarawan-biarawati, sehingga dapat memberi kesaksian hidup bagi orang lain.

  Prasetyo (2001) lebih lanjut mengemukakan bahwa agar kaum religius mampu menghadapi aneka tantangan jaman sekarang ini, maka harus meningkatkan kualitas hidup rohaninya. Seorang religius diharapkan memiliki keseimbangan sistem motivasi dan sistem nilai hidup beriman, sehingga tidak mengalami kekaburan nilai. Kualitas hidup rohani ini dapat ditingkatkan jika seorang religius setia dalam pengolahan hidup.

  Pengolahan hidup yaitu suatu proses discerment (pembedaan roh) secara terus menerus untuk mencari kehendak Allah dalam setiap peristiwa hidup.

  4 motivasi- motivasi yang ada dalam dirinya dan berkembang terus sejak individu dilahirkan yaitu harapan- harapan, keinginan-keinginan, ambisi- ambisi, cita-cita, maupun rencana-rencana hidup. Kedewasaan seseorang dapat diketahui dari tujuan-tujuan, rencana-rencana dan aspirasi- aspirasinya, yang nampak dari tingkah lakunya. Tidak semua orang dewasa mencapai taraf kedewasaan/ kematangan yang penuh. Ada individu- individu yang sudah dewasa namun motivasi- motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan.

  Gordon Allport (dalam Boeree, 2004 dan Schultz, 2003) menyebutkan beberapa kriteria kepribadian yang matang/ dewasa.

  Kepribadian yang dewasa pertama-tama harus memiliki perluasan-diri (extension of the self), yaitu mampu mengembangkan perhatian di luar dirinya dengan cara terlibat dan menikmati berbagai macam aktifitas yang penuh arti (Schultz, 2003). Kedewasaan pribadi dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki rasa aman dan menerima diri sendiri. Pribadi yang dewasa mampu menghargai orang lain sebagai pribadi, sebaliknya pribadi yang kurang dewasa lebih banyak menuntut dan menghalangi kebebasan orang

  5 bahwa individu memiliki suatu filasafat hidup yang mempersatukan yaitu nilai- nilai hidup yang berakar dari nilai-nilai agama atau nilai-nilai etis.

  Kriteria-kriteria kedewasaan yang seperti inilah, yang diharapkan dimiliki oleh seorang pribadi yang dewasa.

  Para suster CB sebagai religius wanita yang aktif berkarya di tengah arus jaman sekarang ini, juga mengalami permasalahan kedewasaan pribadi para anggotanya dalam menghadapi tantangan hidup yang ada. Tujuan dari kongregasi suster-suster cinta kasih St. Carolus Borromeus adalah berdaya upaya dengan segenap hati, agar Tuhan dimuliakan dengan menguduskan diri serta melaksanakan berbagai karya bakti untuk membantu sesama yang mengalami kesesakan hidup dan yang berkekurangan (Konstitusi hal. 7). Para suster CB diharapkan dapat memberi kesaksian hidup dan membawa keselamatan bagi sesama dalam setiap karya-karyanya. Perkembangan dan perubahan jaman yang ada memberi tantangan yang tidak mudah dalam usaha mewujudkan tujuan kongregasi tersebut. Pribadi yang dewasa dan berkualitaslah yang akan mampu menghadapi segala tantangan yang ada.

  Pada kenyataannya pribadi yang dewasa itu belum sepenuhnya dimiliki oleh para suster CB. Beberapa umat dan rekan kerja suster CB

  6 cenderung untuk bekerja sendiri. Beberapa umat mengatakan bahwa suster CB itu kesannya galak, sombong dan menakutkan.

  Hasil refleksi suster-suster CB yang bertugas studi (18-28 Juli, 2006) menemukan beberapa keprihatinan yang ada dalam kehidupan para suster CB saat ini dan menjadi masalah dalam peningkatan kualitas pribadi.

  Penghayatan nilai hidup doa oleh beberapa suster telah mengalami pergeseran, yaitu doa yang merupakan sarana berelasi dengan Tuhan sudah tidak lagi menjadi pusat hidup dan diganti dengan kegiatan yang lainnya. Godaan yang ditawarkan melalui TV ternyata cukup menarik juga dimana kadang menonton sinetron bisa mengalahkan tanggung jawab dan aktifitas yang lain dalam hidup bersama di komunitas (seperti doa atau makan bersama), sehingga mengganggu keselarasan dalam hidup bersama di komunitas.

  Jabatan atau kekuasaan yang sebenarnya merupakan sarana untuk melayani, tanpa disadari mulai bergeser menjadi suatu tujuan. Gelar kesarjanaan yang disandang, kadang menjadi alasan untuk meminta prioritas tugas pada jabatan tertentu. Fasilitas yang disediakan untuk mendukung pelayanan (misalnya mobil, motor, dan HP) kadang disalahgunakan untuk

  7 Keprihatinan-keprihatinan yang telah ditemukan dalam refleksi bersama tersebut menunjukkan tanda-tanda bahwa para suster CB masih belum sepenuhnya memiliki kedewasaan pribadi yang memampukan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Beberapa suster CB belum sepenuhnya memiliki keseimbangan sistem motivasi dan sistem nilai hidup beriman, sehingga mengalami kekaburan nilai yang nampak dalam kesaksian hidupnya. Permasalahan ini menarik untuk diteliti, dimana para suster CB yang diharapkan dapat memberi kesaksian hidup dan membawa keselamatan bagi sesama dalam setiap karya-karyanya, ternyata belum sepenuhnya dirasakan oleh umat yang dilayani.

  Subjek yang dalam penelitian ini adalah suster-suster CB yang sudah berkaul kekal, usia antara 35-45. Pemilihan subjek yang sudah berkaul kekal, karena para suster yang berkaul kekal merupakan anggota tetap kongregasi yang ikut bertanggung jawab penuh atas kelangsungan hidup kongregasi. Seorang suster diperkenankan untuk mengikrarkan kaul kekal, apabila ia dianggap mampu menjalani hidup dalam kongregasi serta telah mencapai suatu taraf kematanga n rohani (Konstitusi 90, 2004). Kedewasaan pribadi yang nampak dalam kemampuan menjalani hidup

  8 bebas, sehingga bisa bebas dan bersikap dengan menggunakan berbagai fasilitas yang tidak sesuai dengan penghayatan kaulnya (Margaretha RN, RGS. Seperti Kuda Lepas Kendali. Rohani no. 07 tahun ke-50, Juli 2003. p.32). Kaul kekal kadang masih menjadi tujuan hidup sehingga setelah mengikrarkan kaul kekal merasa tujuannya sudah tercapai dan bisa hidup bebas, tidak seperti ketika yunior yang masih mendapat penilaian agar diijinkan untuk mengikrarkan kaul kekal. Pertimbangan peneliti memilih subjek sudah berkaul kekal dan berusia 35-45 tahun, adalah berdasarkan keprihatinan yang ada ini. Pada usia ini, biasanya seorang suster masih dalam masa-masa belum lama menjalani hidup sebagai seorang suster yang sudah berkaul kekal.

  Suster yang berusia usia 35-45 tahun pada tahap perkembangan adalah merupakan awal memasuki masa dewasa tengah. Salah satu ciri individu pada awal memasuki masa dewasa tengah ini adalah individu harus membuat penyesuaian-penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan fisik yang dialami dan penyesuaian terhadap peranan-peranan hidup yang berubah, yang sudah tidak seperti ketika masih usia dewasa awal (Mappiare, 1983). Situasi peralihan dari masa dewasa muda ke dewasa tengah ini

  9 dewasa tengah (usia 35-45 tahun) dan harus bertanggung jawab penuh atas kelangsungan hidup karya tentu tidak mudah, karena masa peralihan ini tentu berpengaruh terhadap keadaan psikis dan kematangannya.

  Penelitian tentang kedewasaan pribadi suster CB ini menjadi cukup penting, karena akan memberi gambaran bagaimana kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal. Para suster CB yang sudah berkaul kekal ini adalah anggota yang bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan hidup kongregasi di tengah tantangan jaman sekarang ini. Kedewasaan pribadi suster CB yang sudah berkaul kekal akan memampukannya untuk dapat memberi kesaksian hidup dan membawa keselamatan bagi sesama dalam setiap karyanya, sesuai dengan tujuan kongregasi ini didirikan. Penelitian ini juga akan memberikan sumbangan pada fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, karena belum pernah ada penelitian tentang kedewasaan pribadi di fakultas ini.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran kedewasaan pribadi 3

  10

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis:

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: Pengembangan teori tentang kedewasaan pribadi yang telah ada, di mana penelitian ini lebih difokuskan pada kedewasaan pribadi para suster/ biarawati sehingga bisa menjadi tambahan referensi bagi penelitian tentang kedewasaan pribadi terutama pada kaum religius.

  2. Manfaat Praktis:

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

  a. Para suster CB yang sudah berkaul kekal Hasil penelitian ini bisa memberikan informasi berupa gambaran kedewasaan pribadi para suster CB khususnya yang sudah berkaul kekal dan pada tahap usia awal dewasa tengah, sehingga dapat menjadi bahan refleksi dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan pembinaan diri terus menerus (on going formation).

  b. Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus Hasil penelitian bisa memberikan informasi berupa gambaran kedewasaan pribadi para suster CB khususnya yang sudah berkaul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedewasaan Pribadi

1. Pengertian Kedewasaan Pribadi

  Beberapa ahli telah banyak menuliskan tentang kedewasaan pribadi yang pengertiannya ditekankan sesuai dengan teori masing- masing. Monks, dkk (1989) melukiskan tentang kedewasaan adalah suatu integrasi dari kebutuhan dan kemampuan individual dengan pengharapan dan tuntutan masyarakat. Beberapa ahli menterjemahkan kata maturity ke dalam bahasa Indonesia sebagai kata kedewasaan. Chaplin (2005) dalam kamus lengkap psikologi menjelaskan tentang maturity (kedewasaan) adalah perkembangan penuh dari intelegensi dan proses-proses emosional.

  Istilah maturity dalam teori Allport diterjemahkan sebagai kata kedewasaan oleh Monks, dkk, terjemahan ini yang akan dipakai dalam penulisan penelitian ini (Monks, dkk, 1989). Allport berpendapat bahwa kedewasaan pribadi adalah perkembangan diri yang menyeluruh meliputi kesadaran akan indra jasmani, perasaan identitas-diri, harga diri, perluasan

  12 dengan mengintegrasikan semua segi-seginya, serta kemampuan berperilaku adaptif dalam menanggapi realitas di luar dirinya dan harapan- harapan masyarakat terhadap dirinya, untuk mencapai tujuan hidupnya.

2. Kriteria-kriteria kedewasaan pribadi

  Allport (1961) (dalam Schultz, 2004 dan Shelton, 1988) menjelaskan kriteria-kriteria kedewasaan pribadi ke dalam 6 kriteria utama yaitu: perluasaan perasaan diri; hubungan diri yang hangat dengan orang lain; keamanan emosional (penerimaan diri); memiliki persepsi, kemampuan dan tugas-tugas yang realistis; obyektivikasi diri (memiliki wawasan dan rasa humor); mempunyai filsafat hidup yang menyatukan.

  Kriteria-kriteria kedewasaan pribadi ini yang akan dilihat dari para suster CB yang sudah berkaul kekal.

  a. Perluasan perasaan diri.

  Seorang pribadi yang dewasa mampu mengatasi dirinya sendiri. Kedewasaan dipandang sebagai investasi diri sendiri dalam kegiatan-kegiatan yang tujuannya melampaui dirinya yang sekarang. Orang yang dewasa mengembangkan perhatian-perhatian di luar

  13 memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lain juga. Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktifitas atau orang atau ide, maka ia akan semakin dewasa.

  b. Hubungan diri yang hangat dengan orang lain.

  Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orang lain, yaitu kapasitas untuk keintiman/ keakraban dan kapasitas untuk terharu. Pribadi yang dewasa menginginkan keakraban dengan orang lain dan mempunyai keprihatinan yang mendalam terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain. Perhatian dari orang yang telah dewasa diwujudkan dengan bagaimana ia dapat memberikan cinta pada orang lain, cinta yang tanpa syarat dan tidak mengikat.

  Perasaan terharu sebagai tipe kehangatan yang kedua lebih diwujudkan dalam memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan- penderitaan, ketakutan-ketakutan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Pribadi yang dewasa sabar terhadap tingkah laku orang lain dan tidak mudah menghakimi dan menghukum orang lain. Kedewasaan pribadi memampukan orang menerima kelemahan-kelemahan manusia karena sadar bahwa diri

  14 memampukan seseorang untuk mengkontrol dorongan-dorongan dalam dirinya, termasuk dorongan seks tanpa menjadi tertekan.

  Pribadi yang dewasa mampu mengontrol emosi-emosi yang muncul, sehingga emosi-emosi ini tidak mengganggu aktifitas-aktifitas antar pribadi. Kontrol bukan merupakan represi tetapi emosi-emosi lebih diarahkan kembali ke dalam saluran-saluran yang lebih konstruktif. Kualitas dari keamanan emosional ini terwujud juga dalam reaksi terhadap tekanan dan hambatan dari kemauan/ keinginan diri, bersikap sabar terhadap kekecewaan. Kedewasaan pribadi memampukan seseorang dalam menghadapi frustasi, kekecewaan dan berbaga i macam keragu-raguan.

  d. Persepsi, kemampuan dan tugas-tugas yang realistis.

  Pribadi yang dewasa memandang dunianya secara obyektif dan memiliki gagasan yang realistis sesuai dengan kemampuannya. Pribadi ini akan mengarahkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pada pekerjaan atau tugas-tugas, serta memiliki komitmen terhadap tugas- tugasnya. Ia mempunyai keinginan yang sehat untuk melibatkan diri dalam tanggung jawab dan mampu mengemban tanggung jawab itu

  15 perbedaan antara gambaran diri yang dimiliki dengan keadaan dirinya yang sesungguhnya. Semakin dekat hubungan antara kedua gagasan ini, maka semakin dewasa individu tersebut. Pemahaman akan dirinya ini akan meningkatkan interaksinya dengan orang lain dan dengan dunia luar. Orang yang dewasa terbuka pada pendapat orang lain dalam merumuskan suatu gambaran diri yang obyektif.

  Pribadi yang mampu memahami dirinya secara obyektif ini, mempunyai rasa humor yang memungkinkan dia menerima kekurangan dan kekecewaan dirinya dengan senang hati. Rasa humor dan pemahaman terhadap diri sendiri berjalan seiring. Seorang pribadi yang dewasa sadar bahwa ia menghadapi berbagai macam situasi hidup dan sadar akan keterbatasan kemampuannya dalam menghadapi berbagai situasi dan tuntutan hidup yang dihadapinya. Pribadi ini mampu menertawakan dirinya sendiri.

  f.

  Filsafat hidup yang mempersatukan.

  Seorang pribadi yang dewasa mampu mengembangkan filsafat hidup yang menyatukan berbagai macam unsur nilai, tujuan, dan pandangan-pandangan, yang membuat hidupnya menjadi terarah. Arah

  16 Suara hati juga ikut dalam suatu filsafat hidup yang mempersatukan. Suara hati yang dewasa adalah suatu perasaan kewajiban dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada orang lain, yang mungkin berakar dalam nilai- nilai agama atau nilai- nilai etis.

  Berdasarkan penjelasan mengenai kriteria-kriteria kedewasaan pribadi dapat disimpulkan bahwa pribadi yang dewasa mempunyai ciri-ciri yang sesuai dengan kriteria-kriteria di atas. Kemampuan seseorang dalam menguasai setiap kriteria juga terkait dengan bagaimana ia menguasai kriteria-kriteria yang lain. Kelemahan pada salah satu kriteria dapat menghambat kriteria yang lain dalam mewujudkan kedewasaan pribadi.

  Perbedaan seseorang dalam mewujudkan kriteria-kriteria kedewasaan pribadi ini yang mengakibatkan perbedaan gambaran kedewasaan pribadinya.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedewasaan pribadi.

  Allport (1961) (dalam Boeree, 2004 dan Schultz, 2003) menjelaskan bahwa tingkah laku yang menggambarkan kedewasaan/

  17 yaitu rencana-rencananya. Kedewasaan seseorang dapat diketahui dari tujuan-tujuan, rencana-rencana dan aspirasi-aspirasinya, yang nampak dari tingkah lakunya. Tidak semua orang dewasa mencapai taraf kedewasaan/ kematangan yang penuh. Ada individu- individu yang sudah dewasa namun motivasi- motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan.

  Orang yang dewasa didorong maju oleh suatu visi masa depan, di mana visi tersebut (dengan tujuan-tujuannya yang khusus) mempersatukan kepribadian (Allport dalam Schultz, 2003). Allport lebih lanjut menjelaskan betapa penting dan besar pengaruhnya bagi perkembangan kedewasaan seseorang, meskipun tujuan yang dicita-citakan oleh orang yang dewasa pada hakekatnya tidak dapat dicapai. Tujuan terakhir akan menarik seseorang dari subtujuan ke subtujuan lain, namun tetap selalu dalam masa depan yang tidak dapat dijangkau sampai mati. Tujuan yang tidak dapat dijangkau sampai mati ini, akan terus memberi kekuatan pendorong yang mengarahkan kehidupan dan mengintegrasikan serta mempersatukan semua segi kepribadian. Seorang pribadi yang dewasa akan mengembangkan suatu motif baru untuk menggantikan motif yang lama.

  18 Konsep diri (self) merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kedewasaan pribadi seseorang. Allport (dalam Schultz,

  2003) dalam teori-teorinya menggunakan istilah proprium untuk menggantikan kata diri. Proprium terdiri dari hal- hal atau proses-proses yang penting yang bersifat pribadi bagi seseorang, segi-segi yang menentukan kedewasaan dan keunikan pribadi seseorang. Proprium merupakan prasyarat terbentuknya suatu kedewasaan pribadi seseorang, dan mengalami perkembangan sejak masa bayi hingga dewasa.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan proprium dalam diri seseorang adalah sebagai berikut: a.

  Lingkungan keluarga yaitu orang tua, pola asuh orang tuanya dan lingkungan tempat tinggalnya, terutama ketika masih dalam tahap perkembangan anak-anak.

  b.

  Lingkungan sosial yang lebih luas misalnya lingkungan sekolah (guru- guru dan teman-temannya).

  c.

  Aturan-aturan, harapan-harapan dan nilai-nilai hidup baik yang ada dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat pada umumnya.

  Ketiga hal di atas akan mempengaruhi perkembangan proprium

  19 orang lain dan benda-benda sekitarnya. Tahap perkembangan kedua adalah seorang anak akan belajar mengenal identitas dirinya yang berbeda dengan orang lain, misalnya nama, melihat gambaran dirinya melalui cermin. Tahap ketiga adalah perasaan akan harga diri yang diperoleh dari orang-orang di sekitarnya, terutama dari orang tuanya ketika anak berusia kira-kira 2 tahun dan usia 6-7 tahun harga diri ditentukan oleh semangat bersaing dengan teman-temannya. Tahap selanjutnya, seorang anak akan mengembangkan dasar suatu perasaan bertanggung jawab moral untuk merumuskan tentang tujuan-tujuan dan intensi- intensinya dengan belajar dari harapan- harapan orang tua terhadap dirinya yang akan membentuk gambaran dirinya.

  Aturan-aturan dan harapan-harapan baru yang dipelajari dari guru- guru dan teman-teman sekolah memberikan aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual yang akan membentuk kedewasaan pribadinya. Pengalaman ini membuat anak belajar memecahkan masalah- masalah dengan proses-proses yang logis dan rasional secara dewasa.

  Pada tahap terakhir perkembangan proprium individu mencari identitas dirinya sebagai orang yang dewasa dengan memperhatikan masa

  20 Suatu kegagalan atau kekecewaan yang besar pada setiap tahap dapat melumpuhkan penampilan-penampilan tahap-tahap berikutnya dan menghambat integrasi kepribadian yang harmonis. Pengalaman- pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan kedewasaan pribadi, meskipun seorang pribadi yang dewasa tidak terikat pada masa- masa sebelumnya. Interaksi dengan orang-orang dan lingkungan sekitarnya, tantangan-tantangan, aturan-aturan, nilai- nilai, harapan-harapan yang ada yang ada dalam masyarakat, dan kepercayaan yang diperoleh melalui pengalaman sejak kecil mempengaruhi proses perkembangan kedewasaan pribadi seseorang.

  Kesimpulan dari penjelasan-penjelasan di atas adalah bahwa perbedaan tingkat kedewasaan pribadi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kedewasaan pribadi adalah sifat-sifat yang dimiliki yang akan membentuk motivasi- motivasi yang mendorong tingkah lakunya. Motivasi- motivasi ini dapat berupa harapan- harapan, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi, cita-cita, maupun rencana- rencana hidup. Faktor eksternal yang mempengaruhi kedewasaan pribadi antara lain interaksi dengan orang-orang dan lingkungan sekitarnya,

  21

B. Suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus yang sudah berkaul kekal.

1. Pengertian religius wanita/ suster.

  Jacobs (1986, 1987) menjelaskan bahwa seorang religius wanita/ biarawati yang dalam kehidupan sehari- hari biasa disebut suster, adalah mereka yang memilih cara hidup untuk menghayati Injil yang khusus dan istimewa di dalam Gereja, tidak membangun keluarga dan mempunyai cara hidup yang khusus. Kekhususan dari cara hidup seorang suster/ religius wanita adalah membaktikan hidupnya secara total pada Allah dengan mengrikarkan kaul dan mengikat diri untuk menepati kaulnya yaitu keperawanan, kemiskinan dan ketaatan dalam kongregasi tertentu.

  Secara ringkas dapat dikatakan bahwa religius wanita/ biarawati/ suster adalah seorang wanita kristiani yang memilih hidup tidak menikah/ tidak membangun keluarga, berkomitmen seumur hidup membaktikan dan menyerahkan hidupnya secara total pada Allah dengan mengikrarkan kaul dan hidup sesuai kaulnya (keperawanan, kemiskinan dan ketaatan) dalam aturan kongregasi tertentu.

  22 maksud dan arti yang sama dengan istilah tarekat yang ada dalam kitab hukum kanonik (KHK). Piet Go (1996) menjelaskan bahwa dalam KHK 1983 tidak memakai istilah ordo atau kongregasi yang lazim dipakai di kalangan kaum religius, tetapi memakai kata tarekat religus.

  Pengertian tarekat atau kongregasi religius menurut kitab hukum kanonik adalah:

  Serikat di mana para anggota menurut hukum masing-masing mengikrarkan kaul-kaul publik kekal atau sementara, namun pada waktunya harus diperbaharui, dan melaksanakan hidup persaudaraan dalam kebersamaan.

  § (Kan. 607 2).

  Secara ringkas, kongregasi religius adalah suatu persekutuan di mana para anggotanya mengikrarkan kaul-kaul publik kekal maupun sementara menurut hukum masing- masing, dan melaksanakan hidup persaudaraan dalam kebersamaan.

  b. Klasifikasi kongregasi religius.

  Kitab hukum kanonik mengklasifikasikan tentang hidup bhakti dalam dua klasifikasi, antara lain:

  Tarekat hidup bakti disebut bertingkat kepausan, jika didirikan oleh Takhta Apostolik atau telah disetujui dengan suatu dekret resmi; namun disebut bertingkat diosesan, jika didirikan oleh Uskup diosesan dan belum memperoleh dekret aprobasi dari Apostolik. (Kan. 589).

  23 c. Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus.

  Kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus sesuai tertulis dalam konstitusi adalah kongregasi religius yang bertingkat kepausan. Kongregasi ini didirikan oleh Elisabeth Gruyters (1789-1864) pada tanggal 29 April 1837, di Maastricht, Nederland, dan diakui oleh Tahta Suci/ Paus tanggal 14 Desember 1856 dengan pengesahan konstitusi yang pertama (Konstitusi hal. 5, 2004).

  Kesimpulan dari berbagai pengertian tentang kongregasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kongregasi suster-suster cinta kasih Carolus Borromeus adalah persekutuan para suster/ religius wanita yang bertingkat kepausan dan didirikan oleh Elisabeth Gruyters pada tanggal 29 April 1837 di Nederland, di mana para anggotanya mengikrarkan kaul sesuai dengan konstitusi yang dibuat oleh pendiri dan menghayati hidup persaudaraan dalam kebersamaan.

3. Tujuan, kharisma, visi dan misi kongregasi suster-suster cintakasih Santo Carolus Borromeus.

  a. Tujuan kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus.

  24 Tujuan yang dirumuskan oleh pendiri kongregasi inilah yang akan dihidupi dan dicapai oleh seluruh anggota, yaitu memuliakan

  Tuhan dengan menguduskan diri dan melaksanakan berbagai karya kerasulan membantu sesama yang lemah, miskin, menderita dan berkekurangan.

  b.

  Kharisma kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borrmeus.

  Kharisma adalah anugerah yang merupakan nilai atau semangat iman yang diwariskan Bunda Elisabeth kepada masing- masing atau semua yang ingin mengikutinya (anggota CB). Kharisma ini merupakan tanda yang membedakan suster CB dengan yang lainnya. Kapitel umum kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus Borromeus tahun 1999 telah merumuskan tentang kharisma CB yaitu cinta tanpa syarat dan berbela rasa dari Yesus Kristus Yang Tersalib (Kapitel Umum dan Provinsi, 1999). Cinta tanpa syarat menggambarkan cinta Yesus Kristus yang tanpa batas, cinta yang melulu hanya memberi tanpa memperhitungkan untung dan rugi.

  Kharisma inilah yang akan dihidupi dan menjadi ciri khas para suster CB yaitu seorang suster yang memiliki cinta tanpa syarat dan

  25 Kapitel umum kongregasi suster-suster cintakasih St. Carolus

  Borromeus tahun 1999 telah merumuskan tentang visi dan misi kongregasi. Visi memberikan arah untuk mencapai tujuan kongregasi.

  Misi merupakan gerak pengutusan, atau komitmen untuk mewujudkan visi dengan menghidupi nilai-nilai tertentu, kepercayaan, keyakinan dan gaya hidup tertentu (Kapitel Umum dan Provinsi, 1999). Tujuan kongregasi dapat terwujud jika visi dan misinya jelas serta dihidupi oleh seluruh anggota dalam setiap karya dan perutusannya.

  Visi adalah suatu pernyataan mengenai cita-cita/ identitas yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk dilaksanakan dan yang akan digunakan oleh semua sumber yang ada. Visi kongregasi suster-suster CB adalah yang miskin, yang tersisih dan yang menderita diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah (Kapitel Umum dan Provinsi, 1999).

  Misi bersifat abstrak/ umum dan dapat diubah bila kebutuhan berubah. Butir-butir misi sebagai gerak pengutusan atau komitmen untuk mewujudkan visi kongregasi suster-suster CB ada 4 butir, yaitu: 1). Mengembangkan relasi yang mendalam dengan Kristus dalam

  26 4)

  Menanggapi tantangan jaman dalam kegembiraan dan kesederhanaan, dengan keberpihakan pada mereka yang menderita karena ketidakadilan. (Kapitel Umum dan Provinsi, 1999). Kesimpulan dari penjelasan diatas, tujuan kongregasi suster-suster