PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V SEMESTER II SDN 3 BAGIK POLAK LABUAPI - Repository UNRAM

  PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V SEMESTER II SDN 3 BAGIK POLAK LABUAPI

  SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana

  S1- Pendidikan Guru Sekolah Dasar

OLEH: AHMAD MUZARI E1E 006 009 S1 PGSD FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan kurikulum IPS di Indonesia pada tahun 1972 telah

  menetapkan delapan tujuan umum pengajaran IPS di Indonesia, Sapriyadi (Depdikbud, 1973) yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran ekonomi rakyat, (2) Meningkatkan kesejahteraan jasmani dan rohani, (3) Menigkatkan efisiensi, kejujuran dan keadilan bagi semua warga negara, (4) Meningkatkan mutu lingkungan, (5) Menjamin keamanan dan keadilan bagi semua warga negara, (6) Memberi pengertian tentang hubungan internasional bagi kepentingan bangsa Indonesia dan perdamaian dunia, (7) Meningkatkan saling pengertian dan kerukunan antar golongan dan daerah dalam menciptakan kesatuan dan persatuan nasional dan, (8) Memelihara keagungan sifat-sifat kemanusiaan, kesejahteraan rohaniah dan tata susila yang luhur.

  Selanjutnya di dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP 2006), Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam : (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan, (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial, kemanusiaan, (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam mayarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.

  Pembelajaran IPS hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan, merefleksikan, dan mengartikulasikan nilai-nilai yang dianutnya. Selain itu pembelajaran IPS haruslah bisa menyiapkan generasi- generasi yang mampu mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat guna menghadapi perkembangan dunia yang semakin pesat. Hal ini sejalan dengan permendiknas tahun 2006 yang menyatakan bahwa IPS mengkaji peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu global.

  Namun demikian kondisi ideal tersebut tidak seluruhnya sejalan dengan fakta. Berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada hari Senin tanggal 15 Februari 2010 dengan guru kelas 5 SDN 3 Bagik Polak Karang Bucu terdapat beberapa masalah pada waktu pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, yaitu: (1) Rendahnya perhatian siswa pada saat proses pembelajaran, (2) Rendahya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, (3) Siswa masih diposisikan sebagai penerima saja, sehingga siswa menjadi pasif jarang mengajukan pertanyaan maupun pendapat waktu di dalam kelas, (4) Rendahnya hasil belajar siswa.

  Apabila permasalahan tersebut tidak ditindak lanjuti, maka untuk kedepannya hal tersebut bisa menimbulkan dampak yang kurang baik bagi siswa, guru, maupun sekolah. Bagi siswa akan menyebabkan ketertarikan terhadap mata pelajaran IPS semakin menurun. Karena mereka berpendapat bahwa pembelajaran IPS tersebut hanya berupa hafalan saja tanpa ada kaitannya dengan dunia nyata, hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Bagi guru, akan merasa gagal dalam meningkatkan hasil belajar siswa, sedangkan bagi sekolah tentu hal ini akan berakibat pada rendahnya kualitas hasil belajar IPS di sekolah tersebut.

  Hasil refleksi awal bersama guru SD, teridentifikasi beberapa faktor penyebab terjadinya permasalahan di atas, hal ini sejalan dengan pendapat yang di kemukakan oleh ahli pendidikan. Slameto (2003) yang menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi belajar siswa yaitu faktor yang datang dari diri siswa (faktor intern) dan faktor yang datang dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor intern terdiri dari kecerdasan atau intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan, dan kelelahan.

  Sedangkan faktor ekstern (faktor yang berasal dari luar manusia) diantaranya: (1) Lingkungan keluarga yang meliputi: perhatian orang tua, keadaan ekonomi orang tua, hubungan antara anggota keluarga, suasana rumah, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. (2) Lingkungan sekolah meliputi: faktor guru, faktor alat (media pembelajaran), kondisi gedung, dan penggunaan metode pembelajaran, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran dan tugas rumah. (3) Lingkungan masyarakat yang meliputi: faktor media (tv, radio, internet, dll), lingkungan sosial (teman bergaul, lingkungan tetangga, aktivitas dalam masyarakat), kegiatan siswa dalam masyarakat dan, bentuk kehidupan masyarakat.

  Dengan tidak mengesampingkan faktor-faktor yang lain, dan kiranya faktor penerapan metode atau metode pembelajaran yang paling mencolok sebagai penyebab belum meningkatnya hasil belajar siswa di kelas V SDN 3 Bagik Polak Labuapi tahun ajaran 2009/2010. Penerapan metode pembelajaran seringkali tidak menjadi prioritas utama guru dalam proses pembelajaran, yang menjadi fokus mereka adalah bagaimana cara menyelesaikan materi secepat-cepatnya. Padahal metode pembelajaran sangat penting peranannya dalam proses pembelajaran, metode pembelajaran yang monoton akan sangat mempengaruhi cara belajar siswa. Siswa akan cepat merasa bosan karena tiadanya variasi mengajar dengan hanya menerapkan metode yang itu-itu saja hal ini akan berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Jadi metode pembelajaran merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran yang ingin dicapai.

  Dengan mencermati uraian di atas, maka diharapkan guru membantu siswa untuk lebih meningkatkan pehamannya tentang IPS. Guru sebaiknya menerapkan tidak hanya satu metode pembelajaran akan tetapi guru sebisa mungkin menvariasikan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, minat, dan bakat peserta didik dengan tujuan supaya meningkatkan hasil belajar siswa.

  Salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat diterapkan untuk memenuhi tuntutan di atas adalah melalui penerapan metode pembelajaran

  

snowball throwing. Snowball throwing adalah metode pembelajaran

  menyenangkan yang menghendaki siswa untuk aktiv kerja sama dalam kelompoknya. Melalui metode ini siswa disetting untuk menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran. Siswa membentuk kelompok yang heterogen. Metode snowball throwing ini dalam prosesnya menginginkan agar siswa membuat pertanyaan sendiri kemudian menjawabnya sendiri pula. Sehingga metode snowball throwing mampu membuat siswa membuat pertanyaan yang tepat sesuai dengan materi karena siswa dibiasakan untuk membuat soal-soal sendiri. Metode snowball throwing ini juga bisa meningkatkan ketepatan siswa dalam menjawab soal.

  Oleh karena metode snowball throwing ini termasuk metode pembelajaran yang menyenangkan, maka siswa akan lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Keantusiasan siswa ini akan sangat berpengaruh pada peningkatan proses pembelajaran di dalam kelas. Sehingga apabila proses pembelajaran sudah baik maka secara teori hasil belajarnya pun akan baik. Maka dalam hal ini penggunaan metode snowball throwing diharapkan bisa meningkatkan hasil belajar siswa karena metode ini akan bisa meningkatkan keantusiasan siswa.

  Hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian ini yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan penerapan metode pembelajaran snowball throwing. Sehingga dengan begitu peneliti mengangkat masalah dengan judul ”penerapan metode pembelajaran snowball

  

throwing untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS

kelas V semester II SDN 3 Bagik Polak tahun ajaran 2009/2010”.

B. Rumusan Masalah dan Cara Pemecahan Masalah

  1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:

  Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

  IPS kelas V semester II SDN 3 Bagik polak tahun ajaran 2009/2010 melalui penerapan metode pembelajaran snowball throwing? Cara Pemecahan Masalah 2.

  Adapun cara pemecahan masalah ini akan ditempuh melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut: a. Tahapan rancangan pembelajaran. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

  1) Menetapkan konsep-konsep dasar IPS berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang kemudian akan dikembangkan kedalam rencanan kegiatan pembelajaran.

  2) Menyusun rencana kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada mata pelajaran IPS kelas V semester II SDN 3 Bagik Polak tahun ajaran 2009/2010. 3) Menyiapkan alat, bahan dan media pembelajaran yang dibutuhkan untuk mata pelajaran IPS metode snowball throwing.

  4) Menyiapkan instrument lembar observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran metode snowball throwing pada mata pelajaran IPS kelas V semester II tahun ajaran 2009/2010. b. Tahapan pelaksanaan pembelajaran 1) Tahapan pengelolaan kelas a) Penyajian materi.

  b) Membentuk kelompok heterogen. 2) Kegiatan Pembelajaran

  a) Memanggil ketua kelompok untuk menjelaskan materi, kemudian kembali kekelompoknya untuk menjelaskan materi.

  b) Menuliskan masing-masing satu pertanyaan apa saja mengenai materi yang sudah dijelaskan.

  c) Kertas tadi dibuat seperti bola kemudian dilempar kesiswa lain.

  d) Siswa menjawab pertanyaan 3) Evaluasi

  a) Evaluasi proses: yang akan dievaluasi pada proses ini adalah bagaimana proses siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

b) Evaluasi hasil: yang dimaksudkan dalam evaluasi hasil ini

  adalah evaluasi berupa pertanyaan berbentuk essay yang dibuat oleh guru.

C. Batasan Masalah

  Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini hanya dibatasi pada upaya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas V semester II SDN 3 Bagik Polak tahun pelajaran 2009/2010 melalui penggunaan metode pembelajaran snowball throwing. Adapun untuk menghindari adanya salah pengertian maka peneliti perlu membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: Hasil belajar siswa pada tahap operasional kongkret yang dimaksud adalah 1. hasil belajar yang didapat siswa dari kegiatan pembelajaran dikelas setelah selesai kompetensi Dasar Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang

2. Tindakan yang dimaksud difokuskan pada penerapan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS di kelas.

D. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

  pelajaran IPS kelas V semester II SDN 3 Bagik Polak tahun pelajaran 2009/2010 melalui penggunaan metode pembelajaran snowball throwing. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagi siswa, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih berperan aktiv dalam proses pembelajaran, menambah motivasi untuk belajar serta meningkatkan hasil belajar siswa.

  2. Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif metode pembelajaran pada mata pelajaran IPS dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

  3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan pembelajaran dan perbaikan mutu proses pembelajaran.

F. Definisi Operasional

  Untuk menghindari salah pengertian atau salah tafsir tentang makna istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan makna beberapa definisi operasional sebagai berikut

  1. Metode Pembelajaran snowball throwing: sebuah strategi pengajaran yang diramu dengan melempar pertanyaan seperti melempar “bola salju”.

  2. Hasil Belajar siswa: adalah hasil yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar yang disimbolkan dengan bentuk angka-angka dan juga huruf.

  3. Pembelajaran IPS: pembelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu global

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Tinjauan Metode Pembelajaran Snowball Throwing 1.

  a. Pengertian Snowball Throwing

  Metode snowball ini apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia artinya melempar bola salju, bola salju terjemahan dari snowball sedangkan melempar merupakan terjemahan dari throwing.

  Metode pembelajaran snowball throwing merupakan salah satu dari metode pembelajaran pakem. Karena dengan metode pembelajaran

  snowball throwing ini akan mewujudkan suasana pembelajaran yang

  aktiv baik guru dan siswa. Suasana yang aktiv tersebut diharapkan mampu mendorong, baik guru maupun siswa menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Kesemuanya itu dilakukan dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan.

  b. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Snowball Throwing

  Snowball artinya bola salju sedangkan throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Adapun langkah-langkah pembelajaran Snowball Throwing sebagai berikut: (1) guru menyampaikan materi yang akan disajikan; (2) guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi; (3) masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru ke temannya; (4) masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menulis satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah di jelaskan oleh ketua kelompok; (5) kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa lain selama kurang lebih 5 menit. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan pada siswa tersebut untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergiliran; (6) evaluasi.

c. Teori Yang Mendasari Metode Snowball Throwing

  Hal yang mendasari pentingnya penerapan metode pembelajaran

  Snowball Throwing adalah paradigma pembelajaran efektif yang

  merupakan rekomendasi UNESCO, Depdiknas (2001), yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

  Selain itu teori yang menjadi landasannya adalah teori pembangunan. Yang mana teori pembangunan ini adalah bahwa interaksi diantara siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai meningktakan penguasan mereka terhadap konsep kritik. Vygotsky (1982) mendefinfsikan wilayah pembangunan paling dekat sebagai “jarak antara level pembangunan aktual seperti yang ditentukan oleh penyelesaian masalah secara independen dan level pembangunan yang potensial seperti yang ditentukan melalui penyelesaian masalah dengan bantuan orang dewasa atau kelaborasi dengan teman yang lebih mampu”. Dalam pandangannya, kegiatan kolaboratif dengan di antara anak-anak mendorong pertumbuhan anak-anak yang usianya sebaya lebih suka bekerja diwilayah pembangunan satu sama lain, perilaku yang ditunjukkan di dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang daripada yang mereka dapat tunjukkan sebagai individu. Dengan nada serupa, Piaget (1926) mengatakan bahwa pengetahuan tentang perangkat sosial hanya dapat dipelajari dengan interaksi dengan orang lain.

  Terdapat dukungan yang besar terhadap gagasan bahwa interaksi di antara teman seman sebaya dapat membantu anak-anak yang non

  

conservers menjadi conservers. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

  dilakukan oleh Murray (1982) yang menyatakan bahwa ketika

  

conservers dan non conservers yang usianya sebaya bekerja secara

  kolaboratif mengerjakan tugas-tugas yang menuntut kemampuan konservasi, anak-anak yang non conservers umumnya dapat membangun dan menjaga konsep-konsep konservasi. Berdasarkan hal ini bahwa metode snowball throwing yang menghendaki terjadinya interkasi antar siswa dalam tugas-tugas pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya untuk mengembangkan pencapaian prestasi belajar siswa. Para siswa akan saling belajar satu sama lain karena dalam diskusi mereka mengenai konten materi, pemahaman dengan kualitas yang lebih tinggi akan muncul.

  Tinjauan Tentang Belajar 2.

a. Tinjauan Tentang Belajar

  Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikis dan fisis yang saling bekerja sama secara terpadu. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami dengan berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian atau kecakapan. Hal ini sejalan dengan pendapat Thorndike (1933) belajar adalah proses memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan proses yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.

  Belajar menurut Gagne (1970) adalah kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan oleh: (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan;dan (2) proses yang dilakukan oleh pelajar. Ini berarti belajar hanya akan terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke setelah mengalami situasi tadi.

  Selain itu belajar juga mempunyai beberapa unsur seperti yang dinyatakan oleh Salam (2004) yaitu: (1) Motif untuk belajar, motif adalah sesuatu yang mendorong individu untuk berperilaku yang langsung menyebabkan perilaku. Tanpa motif seseorang tidak dapat belajar, karena motif ini merupakan keinginan yang akan dipenuhi maka ia akan timbul bila ada rangsangan baik karena adanya kebutuhan (needs) maupun adanya minat (interest) terhadap sesuatu. (2) Tujuan yang akan dicapai. Tujuan merupakan suasana akhir suatu perbuatan, keinginan yang keras untuk mencapai suatu tujuan menyebabkan adanya usaha keras dalam belajar dan menunjang efektifitas dan efisiensi belajar, dan (3) Situasi yang mempengaruhi. Situasi yang mempengaruhi ini memiliki beberapa faktor penunjangnya antara lain: keadaan diri sendiri, situasi belajar, keadaan guru, keadaan teman bergaul dan belajar, dan keadaan pendidikan yang ditempuh.

  Tinjauan Teori-Teori Belajar b.

1) Teori Belajar Kognitif

  Tokoh yang dikenal sebagai pelopor teori adalah Jean Piaget (1896-1980). Dalam perspektif teori kognitif, belajar merupakan peristiwa mental bukan peristiwa behavioral walaupun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata hampir dalam setiap belajar. Perilaku individu bukan semata-mata respons terhadap yang ada melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Belajar adalah proses mental yang aktiv untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.

  Belajar menurut teori kognitif adalah perseptual. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Belajar adalah aktivitas berpikir yang sangat kompleks.

  Dalam kaitannya dengan hasil belajar kognitif, piaget membagi tahap perkembangan kognitif menjadi 3 tahapan utama yang kemudian dikembangkan menjadi 4 tahapan sebagai berikut: a) Tahap sensori motor (0-2 tahun).

  Tahap sensori motori ditandai dengan adanya interaksi antara anak dengan lingkungan melalui berbagai alat indera dan gerakan. Perkembangan kognitif mereka didasarkan pada pengalaman lansung dengan panca indera.

  b) Tahap praoperasional (2-7 tahun).

  Tahap praoperasional sering juga disebut masa intuitif. Yaitu anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas serta berkembangnya fungsi simbol, bahasa, pemecahan masalah yang bersifat fisik, serta kemampuan mengkategorisasikan. Proses berpikir ini ditandai oleh keterpusatan, tidak dapat diubah dan egosentris. c) Tahap operasional kongkret (7-11 tahun).

  Pada tahap ini ditandai dengan proses berpikir yang masih tergantung pada hal-hal yang kongkret. Siswa mulai mampu menggunakan logika yang dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat kongkret atau fisik.

  d) Tahap operasi formal (11 tahun keatas).

  Tahap ini ditandai dengan kemampuan berpikir abstrak, memberikan penalaran yang kompleks serta kemampuan mental untuk menguji suatu hipotesis.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sikap mental dan bukan dipengaruhi oleh respon. Karena pada teori ini perkembangan siswa dibagi menjadi beberapa tahap, maka penanganannya dalam pembelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya dengan tujuan agar hasil belajarnya bisa maksimal.

2) Teori Belajar Behaviorisme

  Tokoh yang sangat terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-1949), Ivan Pavlov (1849-1936), John B Watson (1878-1958), Skinner (1905-1990). Pada teori ini sangat menekankan pada perilaku atau tingkah laku yang dapat diukur atau diamati. Perilaku dalam pandangan behaviorisme dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan melalui proses mental. Behaviorisme menekankan arti penting bagaimana peserta didik membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku.

  Teori ini sering juga disebut stimulus-respon (S-R) psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau

  

reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dalam

  tingkah laku belajar terdapat jalinan erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulinya. Pada teori ini pembelajaran merupakan proses pelaziman. Hasil pembelajaran adalah perubahan perilaku berupa kebiasaan. Prinsip-prinsip belajar menurut teori behaviorisme seperti yang dikemukakan oleh Harley dan Davis dalam Sagala (2009) adalah: (1) proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktiv, (2) materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu respon tertentu saja, (3) tiap-tiap respon perlu diberikan umpan balik secara lansung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul atau tidak, dan (4) perlu diberikan penguatan tiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat postif atau negatif. Selanjutnya menurut Sukmadinata dalam Suprijono (2009), ciri-ciri dari teori ini yaitu: (1) Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, (2) Bersifat mekanistis, (3) Menekankan peranan lingkungan, (4) Mementingkan pembentukan reaksi atau respon, dan (5) Menekankan pentingnya latihan.

  Pada teori ini belajar merupakan proses pengulangan dari suatu perilaku yang menghasilkan kebiasaan, pengulangan perilaku ini sangat dipengaruhi oleh penguatan. Apabila siswa mendapat penguatan ketika melakukan sesuatu yang betul maka siswa tersebut akan mengulangi perilaku tersebut. Ini artinya belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu atau stimulus. 3) Teori Belajar Konstruktivisme

  Tokoh-tokoh yang banyak mengkaji teori ini adalah Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses operatif, bukan figuratif. Belajar operatif adalah belajar memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Sedangkan belajar figuratif adalah belajar memperoleh pengetahuan dan penambahan pemahaman.

  Konstruktivisme menekankan pada belajar autentik. Belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata. Belajar bukan sekedar mempelajari teks-teks, dan yang terpenting adalah bagaimana menghubungkan teks itu dengan kondisi nyata atau kontekstual.

  Selain menekankan pada belajar operatif dan autentik, konstruktivisme juga memberikan kerangka pemikiran belajar sebagai proses sosial atau belajar kolaboratif dan kooperatif. Belajar merupakan hubungan timbal balik dan fungsional antara individu dan individu, antara individu dan kelompok, serta kelompok dengan kelompok. Secara sosiologis, pembelajaran konstruktivisme mementingkan pentingnya lingkungan sosial dalam belajar dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kolaboratif dan kooperative akan dapat meningkatkan pengubahan secara konseptual. Keterlibatan dengan orang lain akan membuka kesempatan bagi peserta didik untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama.

  Selanjutnya adapun langkah-langkah dari teori konstruktivisme ini sebagai berikut: (1) Orientasi. Orientasi merupakan fase untuk memberikan kesempatan kepada siswa memperhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik atau materi, (2) Elicitasi. Elicitasi merupakan fase untuk menggali ide-ide yang dimilikinya dengan memberi kesempatan kepada peserta didik dengan mendiskusikan atau menggambarkan ide mereka melalui tulisan yang dipersentasikan kepada seluruh siswa, (3) Restrukturisasi ide dalam hal ini siswa melakukan klarifikasi dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain melalui diskusi, (4) Aplikasi ide dalam langkah ini ide atau pengetahuan yang telah dibentuk siswa perlu diaplikasikan pada bermacam- macam situasi yang dihadapi, (5) Review. Review dalam langkah ini memungkinkan siswa untuk mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap.

  Melihat uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konstruksi pemahaman merupakan hasil interaksi siswa dengan lingkungan sosial, karena ketika berinteraksi akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat bertemu dengan orang lain. Hal ini berarti siswa sendirilah yang membangun pemahamannya.

  c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar 1) Faktor Intern,

  Faktor intern ini dibagi menjadi tiga faktor, yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan kelelahan.

  a) Faktor Jasmaniah Faktor jasmaniah ini dibagi menjadi dua, yaitu:

  (1) Faktor Kesehatan Sehat menurut Slameto (2003) adalah segenap badan dan bagian-bagiannya berfungsi dengan baik serta bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap jalannya proses pembelajaran. Jika kesehatan orang tersebut terganggu maka proses belajarnya pun akan terganggu, selain itu ia juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, kurang perhatian, badannya lemas ataupun gangguan- gangguan lainnya. Agar proses belajar bisa berjalan dengan baik seseorang haruslah menjaga kesehatannya dengan baik dengan cara rajin berolah raga, istirahat yang cukup, serta makan-makanan yang sehat. (2) Cacat Tubuh

  Cacat tubuh menurut slameto (2003) adalah sesuatu yang kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/ badan. Keadaan tubuh yang cacat juga sangat mempengaruhi proses belajar karena ia akan mempunyai kegiatan yang sangat terbatas dalam proses belajar. Contohnya, anak yang mempunyai cacat seperti kakinya yang kurang sempurna maka ia akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran olah raga. Ini berarti proses belajanya sudah terganggu.

  b) Faktor Psikologis Dalam kaitannya dengan dengan faktor psikologis, kurang lebih ada tujuh faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor tersebut antara lain: (1) Intelegensi

  Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil belajarnya daripada siswa yang mempunyai intelegensi yang tingkatnya rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Slameto (1995) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.”

  (2) Perhatian Perhatian menurut Gazali dalam Slameto (2003) adalah keaktivan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata- mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Agar siswa bisa belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajarannya dikemas dengan metode yang menarik bagi siswa.

  (3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hilgard dalam Slameto (2003) yang menyatakan bahwa” minat adalah kecenderungan untuk memperhatikan, menghiraukan dan menikmati beberapa aktivitas atau isi”. Minat besar pengaruhnya terhadap proses belajar, minat juga sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Karena jika siswa sudah merasa berminat terahadap suatu materi ataupun pada mata pelajaran tertentu, maka ia akan memperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang sehingga pelajaran yang disampaikan akan mudah diserap.

  (4) Bakat Pada banyak kasus yang terjadi, jika bahan pelajaran yang disampaikan kepada siswa tidak sesuai dengan bakatnya maka hasil belajarnya tidak baik. Akan tetapi jika pelajaran tersebut sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya akan lebih baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Ngalim Purwanto (1986) yang menyatakan bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu.” Ini berarti bakat sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Adalah penting untuk seorang guru untuk mengetahui bakat siswanya agar nantinya siswa tersebut bisa ditempatkan di sekolah yang sesuai dengan bakatnya.

  (5) Motif Motivasi ini erat sekali hubungannya dengan tujuan yang hendak dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat. Sedangkan yang menjadi penyebab orang berbuat adalah motivasi. Motivasi itu sendiri merupakan daya penggerak atau pendorong orang untuk berperilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat Drever dalam Slameto (2003) yang menyatakan ” motif adalah suatu conactive efektif faktor yang beroperasi menentukan arah dari suatu perilaku individu suatu kata-kata akhir atau tujuan akhir”.

  (6) Kesiapan Kesiapan memilki hubungan yang erat dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003) yang berbunyi ” kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi”. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, karena jika siswa belajar dan pada diri siswa sudah ada kesiapan, maka hasil belajar akan lebih baik.

  c) Faktor Kelelahan Kelelahan pada diri seseorang dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni kelelahan jasmani dan kelelahan rohani

  (bersifat psikis). Kelehan jasmani ini bisa dilihat dari menurunnya stamina seseorang yang ditandai dengan lemahnya badan. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dari timbulnya rasa bosan, yang hal ini akan menyebabkan minat dan perhatiannya terhadap pelajaran menjadi hilang. Agar siswa dapat belajar dengan baik guru haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. 2) Faktor Ekstern

  Faktor ekstern yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi tiga faktor yaitu: a) Faktor Keluarga

  (1) Cara Orang Tua Mendidik Kebanyakan orang tua di masyarakat kurang memperhatikan pendidikan anaknya, mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, kurang memperhatikan akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu balajarnya, tidak menyediakan alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya ataupun kesulitan-kesulitan anaknya dalam belajar. Hal ini akan menyebabkan pendidikan anak akan terbengkalai dan anak mengalami kemunduran dalam hasil belajarnya.

  Mendidik anak dengan cara memanjakannya juga merupakan cara mendidik yang tidak baik. Orang tua terlalu kasihan pada anaknya yang tak sampai hati untuk memaksa anaknya untuk belajar, bahkan membiarkan saja anaknya untuk tidak belajar dengan alasan takut mengganggu aktivitas anaknya yang lain adalah sangat tidak benar. Karena jika hal itu dibiarkan saja maka anak akan menjadi nakal, berbuat seenaknya saja dan hal ini pasti akan membuat belajarnya kacau. Padahal cara orang tua mendidik anaknya sangat berpengaruh terhadap belajar anaknya. Hal ini dipertegas oleh Wirowidjojo dalam Slameto (2003) yang menyatakan bahwa “ Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama”. (2) Relasi Antar Anggota Keluarga

  Relasi antaranggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Sebetulnya relasi ini erat kaitannya dengan cara orang tua mendidik anaknya, relasi yang dibangun oleh anggota keluarga sebaiknya dapat membantu kelancaran belajar serta keberhasilan anak. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang serta dengan bimbingan-bimbingan dan bila perlu dengan hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri.

  (3) Suasana Rumah Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Untuk itu perlulah menciptakan suasana belajar yang baik dan kondusif dalam rumah agar anak bisa belajar dengan baik. (4) Keadaan Ekonomi Keluarga

  Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokonya, juga membutuhkan fasilitas belajarnya.

  Fasilitas itu dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.

  Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi akibatnya belajar anak juga terganggu. Sebaliknya jika keluarga yang kaya raya, orang tua sering mempunyai kecenderungan untuk memanjakan anak, akibatnya anak kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada belajar. Hal tersebut juga dapat mengganggu belajar anak. (5) Pengertian Orang Tua

  Orang tua sangat perlu untuk memberikan perhatian kepada anaknya, bila anaknya sedang belajar jangan diganggu dengan memberikan pekerjaan-pekerjaan rumah. Jika anak mengalami kemunduran dalam belajar orang tua wajib memberi dorongan dan membantu kesulitan yang dialami anak di sekolah. b) Faktor Keadaan Sekolah Faktor sekolah ini sangat berpengaruh terhadap belajar anak. Faktor ini meliputi;

  (1) Metode Mengajar Mengajar adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan mengembangkannya. Metode mengajar sangat mempengaruhi belajar anak. Apabila metode mengajar guru kurang baik, maka hal ini akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas. Ini dipertegas dengan pendapat dari Kartono (1995) yang menyatakan bahwa “guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar” Guru biasa mengajar dengan menggunakan . metode ceramah saja. Siswa menjadi bosan, malas dan pasif. Guru seharusnya berani menerapkan metode-metode yang baru, yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar,meningkatkan motivasi siswa sehingga nantinya hasil belajar siswa dapat meningkat pula.

  (2) Kurikulum Kurikulum menurut Slameto (2003) adalah sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Guru dalam merancang pembelajaran haruslah menguasai kurikulum. Guru dalam menyusun kurikulum haruslah mempertimbangkan hal-hal seperti kurikulum jangan terlalu padat, jangan di atas kemampuan siswa, kurikulum harus sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhan siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa bisa dilayani belajarnya secara individual dengan baik.

  d. Tinjauan Tentang Hasil Belajar Hasil belajar merupakan faktor yang sangat penting, bahkan sering menjadi tujuan utama dari pendidikan. Hasil belajar menunjukkan perkembangan dan kemajuan anak didik yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang telah disajikan kepada mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dilontarkan oleh Hamalik (1994) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah ukuran tingkat penguasaan terhadap materi. Selain itu pendapat yang lain dari Hamalik (2001) menjelaskan bahwa hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya perubahan dan derajat tingkah laku.

  Selanjutnya Sujana (2005) hasil belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Ini berarti hasil belajar merupakan suatu prestasi yang dicapai seseorang dalam mengikuti proses belajar. Dengan begitu bisa disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri individu, perubahan yang terjadi adalah perubahan yang terarah dan bertujuan. Belajar yang efektif bisa membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang diinginkan. Untuk meningkatkan hasil belajar perlu kiranya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar baik faktor eksternal maupun internal.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Nasution (1990) adalah: (1) faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini dikelompokkan menjadi lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami ini seperti suhu, kelembaban udara berpengaruh terhadap hasil belajar, belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar pada udara yang panas dan pengap. Lingkungan sosial ini bisa berwujud manusia dan representasinya maupun yang berwujud hal-hal lainnya. Seperti suara yang gaduh dari kendaraan maupun yang lainnya. (2) faktor instrumental. Faktor instrumental adalah faktor pengadaan dan penggunaannya rencanakan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini dapat berupa perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, alat dan bahan dalam proses pembelajaran dan lain- lain. (3) kondisi individu pelajar. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar, barangkali kondisi individu yang memegang peranan paling penting. Kondisi individu ini dapat dibedakan menjadi kondisi fisiologis dan kondisi psikologis.

  Jadi hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang baik berupa prestasinya maupun perubahan dalam tingkah lakunya yang dilukiskan dengan angka-angka atau huruf.

  e. Tinjauan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial 1) Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

  Pembelajaran IPS pada hakikatnya adalah belajar luas tentang manusia dan dunianya. Pembelajaran IPS mengambarkan kekompleksan masyarakat dan tuntutan perkembangan masyarakat yang mendunia. Pembelajaran IPS lahir untuk membekali siswa di dalam menghadapi dan menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak terduga. Barr dan kawan-kawan (dalam Suradisastra, dkk, 1991) menjelaskan bahwa untuk menghadapi masalah kompleksitas kehidupan para siswa harus mampu memadukan informasi dari ilmu-ilmu sosial. Menurut Barth dan Shermis (dalam Suradisastra, dkk, 1991), menyatakan bahwa yang dikaji dalam pembelajaran IPS adalah pengetahuan, pengolahan informasi, telaah nilai dan keyakinan, dan peran serta dalam kehidupan. Pengajaran IPS dapat memberi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Dengan demikian, pembelajaran

  IPS dapat membangkitkan kesadaran bahwa mereka (siswa) akan berhadapan dengan kehidupan penuh tantangan. Dapatlah dikatakan bahwa pembelajaran IPS mendorong kepekaan siswa terhadap hidup dan kehidupan sosial. Jadi rasional belajar IPS adalah:

  1. Supaya siswa dapat mensistematiskan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.

  2. Supaya siswa dapat lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.

  Supaya siswa dapat mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan anta rmanusia

  .

  2) Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

  IPS seperti halnya IPA, Matematika, Bahasa Indonesia merupakan bidang studi. Dengan demikian, IPS sebagai bidang studi mempunyai garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang garapannya meliputi gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat. Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan dari teori dan keilmuannya, akan tetapi pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi ditelaah, dianalaisis faktor-faktornya sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya. Maka dari uraian di atas dapat ditarik pengertian bahwa IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.

  3) Tujuan Pembelajaran IPS Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis, kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional maupun global.

  4) Ruang lingkup mata pelajaran IPS Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) Manusia, tempat, dan lingkungan; (2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (3) Sistem sosial dan budaya dan; (4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

B. Kerangka Berpikir

  Di dalam Badan Standar Nasional Pendiidikan (BSNP, 2006), mata

  pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam: (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan; (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial, kemanusiaan; (4) memiliki kemampuan berkomunikasi dan berkompetisi dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.

  Namun demikian kondisi ideal tersebut tidak seluruhnya sejalan dengan fakta. Berdasarkan data di lapangan terdapat beberapa masalah pada waktu pembelajaran IPS, yaitu rendahnya perhatian pada saat proses pembelajaran, rendahnya motivasi dalam mengikuti pembelajaran, siswa masih diposisikan sebagai penerima saja, sehingga siswa menjadi pasif jarang mengajukan pertanyaan dan pendapatnya waktu di dalam kelas, dan rendahnya hasil belajar siswa. Apabila permasalahan tersebut tidak ditindak lanjuti, maka hal itu bisa menimbulkan dampak negatif bagi siswa, guru maupun sekolah.

  Oleh karena itu diperlukan suatu paradigma baru dalam pembelajaran, yaitu pembelajaran yang aktiv, efektif dan menyenangkan. Salah satu metode pembelajaran yang aktiv, efektif dan menyenangkan adalah metode pembelajaran snowball throwing. Karena Snowball throwing adalah metode pembelajaran aktiv, efektif dan menyenangkan yang menghendaki siswa untuk aktiv bekerja secara kelompok. Selain itu kelebihan dari pembelajaran metode pembelajaran snowball throwing adalah metode ini siswa mampu membuat pertanyaan sendiri yang sesuai dengan materi karena siswa dibiasakan untuk membuat soal-soal sendiri dan juga meningkatkan ketepatan siswa dalam menjawab soal.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE KARYAWISATA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI MENGHARGAI PENINGGALAN SEJARAH PADA SISWA KELAS IV SDN PADANGASRI KABUPATEN MOJOKERTO

1 8 31

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI DI MAN 1 KOTA MAGELANG TAHUN AJARAN 2015

0 6 6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS IV SDN 021 SAMARINDA UTARA

0 0 6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V SDN BUGEL 01 SALATIGA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

0 22 8

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS V TAHUN PELAJARAN 20122013 Erha Guru SDN 012 Lebuh Lurus Kecamatan Inuman erha372gmail.com ABSTRAK - PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL B

0 2 12

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MODEL SNOWBALL THROWING MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS V DI SDN 4 JEKULO

0 0 21

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING BERBANTU MEDIA VIDEO ANIMASI PROKLAMASI TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD 3 PEGANJARAN

0 0 23

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI AZAN DAN IKAMAH DENGAN METODE SNOWBALL THROWING PADA SISWA KELAS V SDN SIDOREJO LOR 06 SALATIGA TAHUN 20162017

0 2 118

PENERAPAN SNOWBALL THROWING DALAM MENINGKATKAN ATENSI SISWA MATA PELAJARAN PKN KELAS IV D SDN SIDOKLUMPUK - Repository Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

0 0 6