Kerangka pemikiran dan hipotesis info

1.6

Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi pada masyarakat maupun

perusahaan, maka dirasakan perlu adanya sumber-sumber untuk penyediaan dana guna
membiayai kegiatan ekonominya yang semakin berkembang. Sarana atau alat yang dapat
membantu menyediakan dana tersebut adalah pihak perbankan dalam bentuk pemberian kredit.
Pengertian bank menurut UU RI No. 10 tahun 1998 tentang perbankan (1998:9)
adalah :
” Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Kredit merupakan sumber pendapatan yang besar bagi bank, yang dapat mempengaruhi
kondisi keuangan bank tersebut. Apabila bank memberikan kredit yang besar kepada masyarakat,
otomatis hal tersebut dapat menguntungkan perusahaan dengan catatan pemberian kredit tersebut
dapat terlaksana dengan baik. Apabila tidak, maka akan menjadi masalah besar bagi bank
tersebut.
Oleh karena itu stabilitas usaha bank sangat dipengaruhi dari bagaimana sebuah bank
dalam mengelola perkreditan dengan menekan sekecil mungkin jumlah kredit yang macet.
Apabila jumlah kredit yang macet dapat ditekan sekecil mungkin maka bank tersebut akan

berkembang dengan baik, dan sebaliknya apabila suatu bank tidak dapat menekan jumlah kredit
yang macet maka perusahaan tersebut akan mengalami kemunduran.
Menurut UU No. 10 tahun 1998, yaitu :
” Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu berdasarkan dari persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Apabila pihak peminjam tidak dapat membayar kewajibannya kepada pihak penyedia
dana dalam hal ini bank, maka bank tersebut akan mengalami kerugian. Maka dalam hal ini
pihak bank harus pintar memilih calon peminjam yang potensial yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan.
Calon peminjam yang potensial harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
oleh bank sebagai pertimbangan dalam setiap pemberian kredit. Prinsip-prinsip kredit menurut
Kasmir (2002:117) yang terdiri dari prinsip 5C yaitu character, capacity, capital, collateral,

and condition of economy, prinsip 7P yaitu personality, party, purpose, prospect, payment,
profitability, protection dan prinsip 3R yaitu returns, repayment capacity, risk bearing
ability.
Adapun aspek-aspek yang harus perlu dinilai dalam pemberian kredit adalah sebagai
berikut :

1. Aspek Yuridis/Hukum
Merupakan aspek yang menilai masalah legalitas badan usaha serta izin-izin yang
dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit.
2. Aspek Pemasaran
Dalam aspek ini yang dinilai adalah bagaimana prospek suatu permintaan
terhadap produk yang dihasilkan sekarang ini dan di masa yang akan datang.
3. Aspek Teknis/Operasi
Aspek ini membahas masalah yang berkaitan dengan produksi seperti kapasitas
mesin yang digunakan, masalah lokasi dan lain-lain.

4. Aspek Manajemen
Merupakan aspek untuk menilai struktur organisasi perusahaan, sumber daya
manusia yang dimiliki serta latar belakang penglaman sumber daya manusianya,
serta pertimbangan lainnya.
5. Aspek Sosial Ekonomi
Aspek ini menganalisis dampak terhadap perekonomian dan masyarakat umum
seperti meningkatkan ekspor barang, mengurangi pengangguran, meningkatkan
pendapatan masyarakat dan lainnya.
6. Aspek Keuangan
Merupakan aspek untuk menilai kondisi keuangan calon debitur, dan yang

terpenting untuk menilai kemampuan berkembangnya usaha tersebut pada masa
yang akan datang.

Untuk mencegah terjadinya kredit macet maka diperlukan adanya suatu pengendalian
internal yang baik dan memadai yang diterapkan dalam aktivitas perkreditan yang membantu
manajemen dalam mengendalikan aktivitas perusahaan. Pengertian pengendalian internal yang
dikemukakan oleh Mulyadi (1998:171) sebagai berikut :
“ pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tiga golongan tujuan sebagai berikut :
1. Keandalan laporan keuangan
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3. Efektifitas dan efisiensi operasi
Pengendalian internal yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel
lain tersebut memungkinkan untuk terjadinya kecurangan, penyelewengan dan kekeliruan. Oleh
sebab itu diperlukan audit internal untuk memeriksa, mengkaji, dan menilai pengendalian
internal yang ada.
Audit internal menurut Hiro Tugiman (1997:11) adalah sebagai berikut :
“Audit internal adalah suatu tugas penilaian yang independen dalam suatu organisasi
untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuan

pemeriksaan intern adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan
tanggung jawab secara efektif. Tujuan ini mencakup efektif dengan biaya yang wajar”.
Bidang perkreditan di Indonesia sampai saat ini masih merupakan bidang kegiatan
perbankan yang mempunyai proporsi asset atau pendapatan bunga yang besar dibandingkan
dengan berbagai kegiatan lainnya, sudah sepantasnya apabila auditor bank memberikan perhatian
khusus dalam hal perkreditan. Salah satu tujuan dari audit bidang perkreditan adalah mencegah
terjadinya debitur macet yang tentu saja akan merugikan pihak bank apabila terjadi banyak kredit
macet.
Berdasarkan uraian diatas, penulis membuat kesimpulan bahwa :
“Audit internal yang dilaksanakan secara memadai akan berperan dalam menunjang
pengendalian internal mencegah terjadinya kredit macet pada PT. Bank Tabungan Negara,
Tbk”.