Kesadaran dan Kepatuhan Hukum masyarakat

BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Hukum

mempunyai

peran

penting

dalam

pergaulan

hidup

atau

bermasyarakat yang bertujuan mewujudkan sebuah masyarakat yang nyaman dan
berkeadilan, namun terkadang pernyataan seperti diatas tidak disadari oleh

sebagaian dalam masyarakat. Masih sering kita temukan hukum itu dilanggar oleh
orang yang memang mempunyai kepentingan, atau orang yang masih
menganggap tidak pentingnya sebuah hukum yang ada didalam masyarakat.
Orang yang melanggar hukum inilah yang dalam kajian sosiologi hukum dapat
disebut sebagai orang-orang yang tidak sadar dan tidak patuh hukum.
Untuk dapat melihat perkembangan hokum yang berhubungan dengan
keberadaan dan peranan kesadaran hokum masyarakat, maka kita akan
mendapatkan suatu proses yang sangat panjang. Hukum masyarakat primitif, jelas
merupakan hukum yang sangat berpengaruh, bahkan secara total merupkan
penjelmaan dari hukum masyarakatnya. Kemudian, ketika berkembangnya paham
scholastic (Ajaran tentang Theologi Agama Kaltolik yang didasarkan pada ajaran
Ariestoteles) yang di percaya. Hukum berasal dari tahun (abad pertengahan)
dan berkembang mazhab hukum alam modern (abad ke-18 dan ke-19),
mempercayai akal sehat manusia, keberadaan dan peranan kesadaran, sangat
kecil dalam hal ini, kesadaran hukum tidak penting lagi bagi hukum. Yang
terpenting adalah perintah Tuhan sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab
suci (mazhab scholastik) atau hasil renungan manusia dengan menyesuaikan akal
sehatnya (Mazhab hukum alam modern) selanjutnya, ketika berkembangnya
paham-paham sosiologi pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang masuk
juga kedalam bidang hukum.

Masalah kesadaran hukum masyarakat mulai lagi berperan dalam
pembentukan, penerapan dan penganalisaan hukum. Dengan demikian, terhadap
hukum dalam masyarakat maju berlaku ajaran yang disebut dengan co-variant
teori. Teori ini mengajarkan bahwa ada kecocokan antara hukum dan bentuk-

bentuk prilaku hukum. Disamping itu berlaku juga doktrin volksgeist (jiwa
bangsa) dan rechtsbemu stzijn (kesadaran hukum) sebagaimana yang diajarkan
oleh Eugen Ehrlich misalanya doktrin-doktrin tersebut mengajarkan bahwa hukum
haruslah sesuai dengan jiwa bangsa/kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran
hukum dipandang sebagai mediator antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku
manusia dalam masyarakat.
Dalam tubuh hukum terjadi semacam perkembangan sehingga sampai pada
hukum yang maju, atau diasumsi maju seperti yang dipraktekan saat ini oleh
berbagai negara. Perkembangan hukum itu sendiri umumnya terjadi sangat
lamban meskipun sekali terjadi agak cepat. Namun perkembangan dari hukum
kuno pada hukum modern merupakan perjuagan manusia tiada akhir satu dan lain
hal disebabkan masyarakat, dimana hukum berlaku berubah terus menerus
(dinamis) dalam perkembangan hukum itu sendiri terkadang dilakukan dengan
revisi atau amendemen terhadap undang–undang yang sudah ada tetapi sering
pula dilakukan dengan menganti undang–undang lama yang dianggap tidak lagi

sesuai dengan perkembangan kehidupan dan nilai-nilai dalam masyarakat dengan
undang–undang baru. Bahkan hukum modern telah menetukan prinsip dan asas
hukum yang baru dan meninggalkan prinsip dan asas hukum yang lama dan sudah
cenderung ketinggalan zaman. Dalam hubungannya dengan perkebangan
masyarakat, hukum mengatur tentang masalah struktur social

nilai–nilai dan

larangan–larangan atau hal–hal yang dianggap suci dalam masyarakat.
Dalam abad Ke-20 terjadi perkembangan diberbagai bidang hukum dimana
sebagiaan hukum disebagian negara sudah menyelesaikan pengaturannya secara
tuntas, tetapi sebagian hukum dinegara lain masih dalam proses pengaturannya
yang berarti hukum dalam bidang bidang tersebut masih dalam proses
perubahannya. Hukum merupakan kaidah untuk mengatur masyarakat, karena itu
hukum harus dapat mengikuti irama perkembangan masyarakat, bahkan hukum
harus dapat mengarahkan dan mendorong berkembangnya masyarakat secara
lebih tepat dan terkendali. Kerena terdapatnya ketertiban sebagai salah satu tujuan
hukum, dengan begitu terdapat interaksi antara hukum dan perkembangan
masyarakat.


Namun tidak dapat diabaikan salah satu faktor yang mengikuti
perkembangan hukum dalam masyarakat adalah Kesadaran hukum dan kepatuhan
masyarakat itu sendiri. Faktor kesadaran hukum ini sangat memainkan peran
penting dalam perkembangan hukum artinya semakin lemah tingkat kesadaran
masyarakat, semakin lemah pula kepatuhan hukumnya sebaliknya semakin kuat
kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum. Sehingga proses
perkembangan dan efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

B. Masalah
1. Apakah kesadaran Hukum masyarakat itu?
2. Apa itu kepatuhan, tujuan dan mengapa masyarakat taat pada hukum?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Setelah mempelajari pokok bahasan dari makalah ini, mahasiswa diwajibkan
dapat mengerti apa itu “Kesadaran dan Kepatuhan Hukum” dan
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Memenuhi kewajiban kami sebagai mahasiswa fakultas hukum, mengenai
tugas yang diberikan oleh Pak Dosen Frans Reumi SH,MA,MH., selaku
pengasuh mata kuliah Antropologi Hukum.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesadaran Hukum (Legal Awareness)
Sebelum membahas dan merumuskan pengertian dari suatu hal, terlebih
dahulu kita harus mengetahui terminologinya (asal kata), dalam hal ini secara
terminologi kesadaran adalah keinsafan akan perbuatannya serta keadaan (realitas)
yang sedang dialaminya. Masyarakat belum bisa dikatakan sadar apabila belum
mengetahui keadaan (realitas) yang sedang dialaminya, serta belum mau merubah
keadaan tersebut menjadi lebih baik. Istilah sadar berarti mengetahui atau
mengerti tentang tindak hukum yang dilakukan dan akibat hukumnya, serta dapat
membedakan baik dan buruk. Merasa dan mengerti bahwa perilaku tertentu diatur
oleh hukum disebut kesadaran hukum.3 Berikut ini, pendapat beberapa ahli
tentang kesadaran hukum :
1) Prof. Dr. RM. Sudikno Mertokusumo, SH, dalam tulisannya
menjelaskan bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara hukum dan
kesadaran hukum.
2) Lemaire menyatakan bahwa salah satu faktor dalam penemuan hukum
adalah kesadaran hukum sementara Krabbe menyatakan lebih jauh lagi

bahwa kesadaran hukum merupakan sumber dari segala sumber hukum.
3) Scholten berpendapat bahwa kesadaran hukum adalah kesadaran yang
terdapat pada setiap manusia tentang apa hukum itu dan apa seharusnya
hukum itu. Masih menurut scholten, bahwa kesadaran hukum
merupakan suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan
mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht) serta
antara yang seharusnya dan yang dilarang untuk dilakukan.
4) Drs. M. Sofyan Lubis, SH dalam tulisannya mengenai kesadaran hukum
dan kepatuhan hukum menyatakan bahwa kepatuhan hukum pada
hakikatnya adalah kesetiaan yang dimiliki seseorang sebagai subyek
3 http://eryridwan.blogspot.com/2011/12/bab-ii-kesadaran-budaya-hukum-peranan.html, diunduh
pada tanggal 18 Oktober 2014.

hukum terhadap peraturan hukum yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku yang nyata. Sementara kesadaran hukum masyarakat
merupakan sesuatu yang masih bersifat abstrak yang belum diwujudkan
dalam bentuk perilaku yang nyata untuk memenuhi kehendak hukum itu
sendiri.
Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia,
tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau

sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum,
pembentukan hukum, dan efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan
kesadaran nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada.

4

Kesadaran berasal dari kata sadar. yang berarti insaf, merasa, tahu atau mengerti.
Menyadari berarti mengetahui, menginsafi, merasai. Kesadaran berarti keinsafan,
keadaan mengerti, hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.
Kesadaran hukum dapat berarti adanya keinsyafan, keadaan seseorang yang
mengerti betul apa itu hukum, fungsi dan peranan hukum bagi dirinya dan
masyarakat sekelilingnya.
Kesadaran hukum itu berarti juga kesadaran tentang hukum, kesadaran bahwa
hukum merupakan perlindungan kepentingan manusia yang menyadari bahwa
manusia mempunyai banyak kepentingan yang memerlukan perlindungan hukum.
Kesadaran hukum perlu dibedakan dari perasaan hukum. Kalau perasaan
hukum itu merupakan penilaian yang timbul secara serta merta (spontan) maka
kesadaran hukum merupakan penilaian yang secara tidak langsung diterima
dengan jalan pemikiran secara rasional dan berargumentasi. Sering kesadaran
hukum itu dirumuskan sebagai resultante dari perasaan-perasaan hukum di dalam

masyarakat.
Jadi kesadaran hukum tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang
hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan-pandangan hidup
dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk dari
pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi berkembang di bawah
pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi, politik dan lain sebagainya.

4 http://zriefmaronie.blogspot.com/2014/05/kesadaran-kepatuhan-hukum.html, diunduh pada tanggal
18 Oktober 2014.

Akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan tentang merosotnya kesadaran
hukum. Pandangan mengenai merosotnya kesadaran hukum disebabkan karena
terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dan ketidak patuhan hukum. Kalau kita
mengikut berita-berita dalam surat kabar, maka boleh dikatakan tidak ada hati
lewat dimana tidak dimuat berita tentang terjadinya pelanggaran-pelanggaran
hukum. Berita-berita tentang penipuan, penjambretan, penodongan, pembunuhan,
korupsi, kredit macet, manipulasi dan sebagainya setiap hari dapat kita baca dalam
surat kabar. Yang menyedihkan ialah bahwa tidak sedikit orang yang seharusnya
menjadi panutan, orang yang tahu hukum melakukannya, baik ia petugas penegak
hukum atau bukan. Yang mencemaskan ialah bahwa meningkatnya kriminalitas

bukan hanya dalam kuantitas dan volumenya saja, tetapi juga dalam kualitas atau
intensitas serta jensinya. Tidak hanya pelanggaran hukum atau ketidakpatuhan
hukum saja yang terjadi tetapi juga penyalahgunaan hak dan/atau wewenang.
Akibat peristiwa-peristiwa tersebut di atas dapatlah dikatakan secara umum
bahwa kesadaran hukum masyarakat dewasa ini menurun. Pada hakekatnya
kesadaran hukum itu tidak hanya berhubungan dengan hukum tertulis. Tetapi
dalam kaitannya dengan kepatuhan hukum, maka kesadaran hukum itu timbul
dalam proses penerapan hukum positif tertulis. Kesadaran hukum berkaitan
dengan kepatuhan hukum,

hal yang membedakannya yaitu dalam kepatuhan

hukum ada rasa takut akan sanksi.
Dalam konteks kesadaran hukum maka tidak ada sanksi didalamnya, hal
ini merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang
telah dilakukan secara ilmiah, nilai nilai yang terdapat dalam manusia tentang
hukum yang ada (Ius kontitum) atau tentang hukum yang diharapkan ada/dicitacitajan (ius konstituendum). Menurut Soerjono Seokanto ada empat indikator
kesadaran hukum, yaitu :
1. Pengetahuan hukum; seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku
tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud

disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku
tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun
perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.
2. Pemahaman hukum; seseorang warga

masyarakat

mempunyai

pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya
adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari masyarakat

tentang hakikat dan arti pentingnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan.
3. Sikap hukum; seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan
penilaian tertentu terhadap hukum.
4. Pola perilaku hukum; dimana seseorang atau dalam suatu masyarakat
warganya mematuhi peraturan yang berlaku.
Dalam membahas tentang kesadaran hukum masyarakat, terdapat
hubungan yang sangat erat antara penegak hukum, masyarakat, sarana pendukung,

budaya dan undang-undang. Sebagaimana pendapat Soerjono Soekanto tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri, yang dibatasi pada undang-undang.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas, yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.
Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan dengan erat, karena

5

merupakan esensi dari penegak hukum, juga merupakan tolak ukur daripada
efektivitas penegakan hukum. Berikut akan dijelaskan dengan contoh-contoh :
1. Faktor hokum yang sendiri, yang dibatasi pada undang-undang.
Undang-undang dalam arti materil adalah peraturan yang tertulis, berlaku
umum, dibuat oleh penguasa (lembaga yang berwenang) di pusat maupun
di daerah yang sah (Purbacaraca & Soerjono soekanto, 1979). Mengenai
berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya
adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak positif. Asas-asas
tersebut antara lain:
 Asas Undang-undang tidak berlaku surut (Non.rektroaktif)
Asas ini melarang pemberlakuan surut dari suatu undang-undang.
 Asas Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi dan
berkedudukan yang lebih tinggi pula (Lembaga yang berwenang).
Artinya bahwa dalam pembentukan suatu peraturan perundangundangan harus dibuat oleh penguasa (DPR) yang berkedudukan lebih
tinggi. Karena

apabila dibuat oleh orang yang tidak mempunyai

5 faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html, diunduh pada tanggal 22 Oktober 2014.

kewenangan di bidang legislasi maka dapat dikatakan undang-undang


tersebut batal demi hukum.
Asas Undang-undang yang baru dapat mengesampingkan peraturan
yang lama (lex posterior derogat legi priori).
Jadi, peraturan yang baru telah dibuat dan disetujuih bersama oleh
dewan perwakilan rakyat dan disahkan presiden secera otomatis tidak



memberlakukan lagi atau mencabut undang-undang yang lama.
Asas undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
Paham bahwa undang-undang tidak dapat diganggu gugat tetap diikuti
dalam sistem hukum Indonesia hingga saat ini, yang menyatakan
bahwa: sebuah undang-undang yang telah dibuat sesuai prosedur,
yakni oleh DPR dan Presiden, kemudian disahkan oleh Presiden maka
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, undangundang tersebut tidak dapat diganggu gugat. Hanya Mahkamah
Konstitusi merupakan pihak yang berwenang untuk menyatakan suatu
peraturan perundang-undangan adalah tidak sah, ketentuan ini di atur
dalam Pasal 24 ayat (1) Perubahan Kedua UUD 1945, yang
menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi yang berwenang untuk



menguji suatu undang-undang.
Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan
spiritual dan materil bagi masyarakat maupun pribadi melalui
pelestarian ataupun pembaruan.

2. Faktor penegak hukum
Penengak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang
hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan
aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat
pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu membawakan atau
peranan yang dapat diterima oleh masyarakat.
Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan
yang seharusnya dari golongan sasaran atau penegak hokum, antara lain :
 Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan



pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.
Tingkat aspirasi yang relative belum tinggi.
Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan,
sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.



Belum ada kebutuhan yang menunda pemuasan suatu kebutuhan



tertentu, terutama kebutuhan material.
Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan
konsevatisme.

Halangan-halangan tersebut dapat diatasi dengan membiasakan diri dengan
sikap-sikap, sebagai berikut :
 Sikap yang terbuka terhadap pengalaman dan penemuan baru,
 Senantiasa untuk menerima perubahan setelah menilai kekurangan



yang ada,
Peka terhadap masalah-masalah yang terjadi disekitarnya,
Senantiasa mempunyai informasi yang selengkap mungkin



mengenai pendiriannya,
Orientasi ke masa kini dan masa depan yang sebenarnya merupakan



suatu urutan,
Menyadari atas potensi yang ada pada dirinya berpegang pada suatu



perencanaan dan tidak pasrah pada nasib,
Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam peningkatan



kesejahteraan manusia,
Menyadari dan menghormati hak, kewajiban, maupun kehormatan



diri sendiri dan pihak lain,
Berpegang teguh pada keputusan-keputusan yang diambil atas dasar
penalaran dan perhitungan yang mantap.

3. Factor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hokum.
Tanpa adanya saran dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan
hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana dan prasarana tersebut antara
lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,
organisasi yang baik, peralatan yang memadai, serta keuangan yang sukup.
Sarana atau fasilitas mempunyai peran penting dalam penegakan hukum,
tanpa adanya sarana dan fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak
hukum

menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang

aktual. Khususnya sarana dan fasilitas tersebut, sebaiknya dianut jalan
pikiran, sebagai berikut:
 Yang tidak ada - harus diadakan yang baru,
 Yang rusak atau salah – diperbaiki atau dibetulkan,
 Yang kurang – ditambah,
 Yang macet – dilancarkan,
 Yang mundur atau merosot – dimajukan atau ditingkatkan,

4. Factor masyarakat
Penegak hukum berasaldari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena, itu dipandang dari sudut
tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hokum tersebut.
Masyarakat Indonesia mempunyai kecenderungan yang besar untuk
mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasinya dengan petugas
(penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akiba adalah, bahwa baik
buruknya hokum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak hokum
tersebut.
5. Factor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada prakarsa manusia dalam pergaulan hidup.
Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hokum yang berlaku,nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai
apa yang dianggap baik (sehingga di anuti) dan apa yang dianggap buruk
(sehingga dihindari).
B. Kepatuhan Hukum (Legal Obedience)
Kepatuhan berasal dari kata patuh, yang berarti tunduk, taat dan turut.
Mematuhi

berarti

menunduk,

menuruti

dan

mentaati.

Kepatuhan

berarti

ketundukan,ketaatan keadaan seseorang tunduk menuruti sesuatu atau sesorang. Jadi,
dapatlah dikatakan kepatuhan hukum adalah keadaan seseorang warga masyarakat
yang tunduk patuh dalam satu aturan main (hukum) yang berlaku.
Kepatuhan hukum adalah ketaatan pada hukum, dalam hal ini hukum yang
tertulis. Kepatuhan atau ketaatan ini didasarkan pada kesadaran. Hukum dalam hal ini
hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan mempunyai pelbagai macam
kekuatan, kekuatan berlaku atau “rechtsgeltung”. Kalau suatu undang-undang itu
memenuhi syarat-syarat formal atau telah mempunyai kekuatan secara yuridis, namun
belum tentu secara sosiologis dapat diterima oleh masyarakat, ini yang disebut
kekuatan berlaku secara sosiologis. Masih ada kekuatan berlaku yang disebut
filosofische rechtsgetung, yaitu apabila isi undang-undang tersebut mempunyai ketiga
kekuatan berlaku sekaligus.
Dalam konteks kepatuhan hukum didalamnya ada sanksi positif dan negatif,
ketaatan merupakan variable tergantung, ketaatan hukum tersebut didasarkan kepada

kepuasan diperoleh dengan dukungan sosial. Menurut Satjipto Rahardjo ada 3 faktor
yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum:
1. Compliance,
kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk
menghidarkan diri dari hukuman yang mungkin dikenakan apabila seseorang
melanggar ketentuan hukum. Adanya pengawasan yang ketat terhadap kaidah
hukum tersebut.
2. Identification,
terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai
intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada
hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan
kaidah kaidah hukum tersebut.
3. Internalization,
seseroang mematuhi kaidah kaidah hukum dikarenakan secara intrinsik
kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isinya sesuai dengan nilai nilainya dari
pribadi yang bersangkutan.
Kepatuhan merupakan sikap yang aktif yang didasarkan atas motivasi setelah ia
memperoleh pengetahuan. Dari mengetahui sesuatu, manusia sadar, setelah menyadari
ia akan tergerak untuk menentukan sikap atau bertindak. Oleh karena itu dasar
kepatuhan itu adalah pendidikan, kebiasaan, kemanfaatan dan identifikasi kelompok.
Jadi karena pendidikan, terbiasa, menyadari akan manfaatnya dan untuk identifikasi
dirinya dalam kelompok manusia akan patuh.
Jadi harus terlebih dahulu tahu bahwa hukum itu ada untuk melindungi dari
kepentingan manusia, setelah tahu kita akan menyadari kegunaan dan tujuan isinya
dan kemudian menentukan sikap untuk mematuhinya. Berikut adalah pendapat parah
ahli hukum mengenai tujuan atau kegunaan isi dari hukum itu :
1) Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH
Dalam bukunya “ Perbuatan Melanggar Hukum”. Mengemukakan bahwa
tujuan Hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib
dalam masyarakat. Ia mengatakan bahwa masing-masing anggota masyarakat
mempunyai

kepentingan

yang

beraneka

ragam.

Wujud

dan

jumlah

kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat kemanusiaan yang ada di
dalam tubuh para anggota masyarakat masing-masing Hawa nafsu masingmasing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya

sehari-hari dan supaya segala kepentingannya terpelihara dengan sebaikbaiknya.
Untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut timbul berbagai usaha untuk
mencapainya, yang mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara
barbagai macam kepentingan anggota masyarakat. Akibat bentrokan tersebut
masyarakat

menjadi guncang

dan keguncangan

ini

harus

dihindari.

Menghindarkan keguncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud
daripada tujuan hukum, maka hukum menciptakan pelbagai hubungan tertentu
dalam hubungan masyarakat.
2) Prof. Subekti, SH
Menurut Prof. Subekti SH keadilan berasal dari Tuhan YME dan setiap orang
diberi kemampuan, kecakapan untuk meraba dan merasakan keadilan itu. Dan
segala apa yang di dunia ini sudah semestinya menimbulkan dasar-dasar
keadilan pada manusia.
Dengan demikian, hukum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara
pelbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk
mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan
“Ketertiban“ atau “Kepastian Hukum“.
3) Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldorn
Dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlanse Recht”, Apeldoorn
menyatakan bahwa tujuan Hukum adalah mengatur tata tertib dalam
masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian Hukum harus
diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbanagn antara
kepentingan yang saling bertentangan satu sama lain dan setiap orang harus
memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Van
Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara 2 teori tujuan hukum, Teori
Etis dan Utilitis.
4) Ariestoteles
Dalam Bukunya “Rhetorica” mencetuskan teorinya bahwa tujuan hukum
menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh
kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak
adil. Menurut teori ini buku mempunyai tugas suci dan luhur, ialah keadilan
dengan memberikan tiap-tiap orang apa yang berhak dia terima yang
memerlukan peraturan sendiri bagi tiap-tap kasus. Apabila ini dilaksanakan
maka tidak akan ada habisnya. Oleh karenanya Hukum harus membuat apa
yang dinamakan “Algemeene Regels”(Peratuaturan atau ketentuan-ketentyuan

umum. Peraturan ini diperlukan oleh masyarakat teratur demi kepentingan
kepastian Hukum, meskipun pad asewktu-waktu dadapat menimbulkan ketidak
adilan.
5) Rusly Efendy (1991:79)
Mengemukakan bahwa tujuan hukum dapat dapat dikaji melalui tiga sudut
pandang, yaitu :
a) Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititik beratkan
pada segi kepastian hukum.
b) Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan
pada segi keadilan.
c) Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan
pada segi kemanfaatan.

Berkaitan pengertian menurut parah ahli hokum diatas, maka secara umum
dapat di katakana mengapa orang itu taat pada hukum??, berikut alasan-alasannya :


Manusia mematuhi hukum jelas karena hukum itu merupakan suatu
kebutuhan.
Dimana ada masyarakat, disitu pasti ada hukum. Semua manusia butuh
hukum untuk kelangsungan hidupnya, karena sejatinya setiap manusia
pasti mendambakan kehidupan yang aman, nyaman, dan tentram, dan
dengan adanya hukum itu sendiri, kehidupan yang aman itupun dapat
terwujudkan. Contohnya, sebagai warga Negara Indonesia, kita wajib tau
apa saja hak-hak dan kewajiban kita dalam kehidupan berbangsa
danbernegara, maka dengan adanya UUD 1945 pasal 27 sampai pasal 33
kita dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban kita sebagai warga Negara



Indonesia.
Manusia mematuhi hukum karena memang dari kesadaran manusia itu
sendiri.
Contohnya, sebagai manusia yang bermoral, pasti tidak akan ada pria
dan wanita yang belum terikat perkawinan yang sah tetapi

tinggal

bersama dalam satu rumah (biasa disebut kumpul kebo). Memang tidak
ada sanksi tertulis dalam hal tersebut. Tetapi perlu diingat, hukum itu
bukan hanya sebatas Undang-Undang

atau peraturan tertulis saja

(paham legisme), tetapi ada juga hukum yang bersifat tidak tertulis
(hukum adat) yang sanksinya merupakan sanksi moral dari masyarakat

sekelilingnya. Seperti Contoh kasus diatas, atas dasar kesadaran tentu
tidak akan ada manusia yang berbuat demikian walaupun memang tidak
ada Undang-Undang yang memuat hal tersebut, tetapi hal itu tentu saja
merupakan perbuatan asusila yang tentu saja akan mendapat sanksi
moral, yaitu berupa cemooh dari masyarakat bahwa mereka yang terlibat
tersebut telah melanggar norma susila yang berlaku.
(Dalam kebudayaan saudara-saudara kita, ada juga yang bisa tinggal
bersama walaupun belum ada ikatan yang sah namun disertai alasanalasan tertentu dan menurut hukum adat setempat, sah).


Manusia mematuhi hukum karena adanya sanksi.
Alasan ini paling banyak dan paling ampuh untuk mendorong manusia
mematuhi hukum. Sanksi merupakan balasan atau ganjaran yang akan
diterima bagi siapa saja yang melanggar hukum, dengan ketentuan-



ketentuan tertentu. Sanksi bersifat memaksa.
Manusia adalah makhluk sosial.
Manusia adalah makhluk sosial yang bersifat Zoon Politicn (Aristoteles)
yang nyata dalam kehidupan bersama sebagai masyarakat itu tidak
mudah. Hal itu disebabkan karena setiap manusia mempunyai kebutuhan
dan kepentingan sendiri-sendiri yang seringkali bertentangan satu sama
lainnya.

Dari

akibat

perbedaan

itu

sering

terjadi

ketidak

seimbangan/keserasian dalam hubungan bermasyarakat, disinilah aturan
tata kehidupan antarmanusia yang disebut Hukum itu dibutuhkan
ditengah-tengah masyarakat.
Manusia mematuhi hukum, didasarkan pada teori-teori sebagai berikut :
 Teori Kedaulatan Tuhan
Teori ini menganggap bahwa hukum itu adalah perintah Tuhan, maka


pada hakekatnya manusia mentaati hukum berarti mentaati Tuhan.
Teori Kedaulatan Hukum
Menurut teori ini, bahwa seseorang mentaati hukum karena berasal dari
perasaan bahwa hukum adalah sebagian dari masyarakat. Akibatnya
apabila ia tidak mentaati hokum akan dianggap tidak mengikuti norma-



norma yang dianut oleh masyarakat itu sendiri.
Teori kedaulatan Negara
Menurut teori ini, seseorang mentaati hukum karena ia sendiri yang
menghendakinya. Sementara Negara yang mempunyai hak kekuasaan
sekaligus mempunyai kekuatan untuk menyelenggarakan hukum.

C. Kesadaran dan Kepatuhan Hukum Dalam Budaya Hukum Indonesia
Di dalam budaya hukum masyarakat dapat pula dilihat apakah masyarakat kita
dalam kesadaran hukumnya sungguh-sungguh telah menjunjung tinggi hukum sebagai
suatu aturan main dalam hidup bersama dan sebagai dasar dalam menyelesaikan
setiap masalah yang timbul dari resiko hidup bersama. Namun kalau dilihat secara
materiil, sungguh sulit membangun budaya hukum di negeri ini. Sesungguhnya
kesadaran hukum masyarakat saja tidak cukup membangun budaya hukum di negeri
ini, karena kesadaran hukum masyarakat masih bersifat abstrak, belum merupakan
bentuk prilaku yang nyata, sekalipun masyarakat kita baik secara instinktif, maupun
secara rasional sebenarnya sadar akan perlunya kepatuhan dan penghormatan
terhadap hukum yang berlaku. Oleh karenanya sekalipun masyarakat kita sadar
terhadap hukum yang berlaku di negaranya, belum tentu masyarakat kita tersebut
patuh pada hukum tersebut.
Kepatuhan terhadap hukum adalah merupakan hal yang substansial dalam
membangun budaya hukum di negeri ini, dan apakah sebenarnya kepatuhan hukum
itu ?. kepatuhan hukum masyarakat pada hakikatnya adalah kesetiaan masyarakat atau
subyek hukum itu terhadap hukum yang kesetiaan tersebut diwujudkan dalam bentuk
prilaku yang nyata patuh pada hukum.
Secara a contra-rio masyarakat tidak patuh pada hukum karena masyarakat
tersebut dihadapkan pada dua tuntutan kesetiaan dimana antara kesetiaan yang satu
bertentangan dengan kesetiaan lainnya. Misalnya masyarakat tersebut dihadapkan
pada kesetiaan terhadap hukum atau kesetiaan terhadap “kepentingan pribadinya”
yang bertentangan dengan hukum, seperti banyaknya pelanggaran lalu lintas, korupsi,
perbuatan anarkisme, dll. Apalagi masyarakat menjadi berani tidak patuh pada hukum
demi kepentingan pribadi karena hukum tidak mempunyai kewibawaan lagi, dimana
penegak hukum karena kepentingan pribadinya pula tidak lagi menjadi penegak
hukum yang baik.
Sehingga dalam hal ini, kesetiaan terhadap kepentingan pribadi menjadi
pangkal tolak mengapa manusia atau masyarakat kita tidak patuh pada hukum. Jika
faktor kesetiaan tidak dapat diandalkan lagi untuk menjadikan masyarakat patuh pada
hukum, maka negara atau pemerintah mau tidak mau harus membangun dan

menjadikan rasa takut masyarakat sebagai faktor yang membuat masyarakat patuh
pada hukum.
Dalam usaha kita meningkatkan dan membina kesadaran hukum dan kepatuhan
ada tiga tindakan pokok yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Tindakan Represif,
Ini harus bersifat drastis, tegas. Petugas penegak hukum dalam melaksanakan
law enforcement harus lebih tegas dan konsekwen. Pengawasan terhadap
petugas penegak hukum harus lebih ditingkatkan atau diperketat. Makin
kendornya pelaksanaan law enforcement akan menyebabkan merosotnya
kesadaran hukum. Para petugas penegak hukum tidak boleh membeda-bedakan
golongan.
2. Tindakan Preventif, merupakan usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaranpelanggaran hukum atau merosotnya kesadaran hukum. Dengan memperberat
ancaman hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum tertentu diharapkan
dapat dicegah pelanggaran-pelanggaran hukum tertentu. Demikian pula ketaatan
atau kepatuhan hukum para warga Negara perlu diawasi dengan ketat.
3. Tindakan Persuasif, yaitu mendorong, memacu. Kesadaran hukum erat
kaitannya dengan hukum, sedang hukum adalah produk kebudayaan.
Kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan dan nilai-nilai hukum merupakan
pencerminan daripada nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat. Menanamkan
kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan.
Jika kita sudah konsisten membangun negara ini menjadi negara hukum,
siapapun harus tunduk kepada hukum. Hukum tidak dapat diberlakukan secara
diskriminatif, tidak memihak kepada siapapun dan apapun, kecuali kepada kebenaran
dan keadilan itu sendiri. Disitulah letak keadilan hukum. Namun jika hukum
diberlakukan

diskriminatif,

tidak

dapat

dipercaya

lagi

sebagai

sarana

memperjuangkan hak dan keadilan, maka jangan disalahkan jika masyarakat akan
memperjuangkan haknya melalui hukum rimba atau kekerasan fisik.
Oleh karenanya hukum harus memiliki kewibawaannya dalam menegakkan
supremasi hukum agar masyarakat dapat menghormatinya dalam wujud kepatuhannya
terhadap hukum itu sendiri. Dengan demikian perlunya membangun budaya hukum
merupakan suatu hal yang hakiki dalam negara hukum, dimana hukum harus dapat
merubah masyarakat untuk menjadi lebih baik, lebih teratur, lebih bisa dipercaya
untuk memperjuangkan hak dan keadilan, lebih bisa menciptakan rasa aman.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, maka saya mencoba memberikan kesimpulan mengapa atau apa
yang menjadi factor penyebab kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum:
1) Masyarakat :
Masyarakat merasa hukum di indonesia masih belum bisa memberikan
jaminan terhadap mereka. Dan kebanyakan dari mereka masih belum mengerti
dan memahami bahasa dari hukum, sehingga kesadaran masyarakat terhadap
hukum itu kurang.
2) Penegak Hukum
Aparat penegak hukum sebagai pembuat dan pelaksana hukum itu sendiri
masih belum bisa untuk benar-benar menerapkan peraturan yang sudah
ditetapkan. Malah sering aparat penegak hukum yang seharusnya sebagai
pelaksana malah melanggar hukum. Hal itu membuat masyarakat menjadi
memandang remeh aparat penegak hukum.
B. Saran
Setelah menguraikan apa itu Kesadaran dan Kepatuhan Hukum, maka saya mencoba
member saran, sebagai berikut :

1) Untuk dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat perlu
adanya sosialisasi pemesyarakatan undang-undang atau peraturan yang baru.
2) Selain mensosialisasikan peraturan itu sendiri, perlu juga Negara focus
pembangunan harus diarahkan kepada penguatan institusi (kelembagaan)
penegak hokum dan budaya hukum.
3) Tingkat kesadaran dan kepatuhan hukum yang lebih optimal, dalam hal ini
sebagai Negara hukum yang menghormati hak-hak asasi masyarakatnya perlu
mengupayakan hal-hal sebagai berikut :
a. Sarana dan prasarana pendidikan hukum yang memedai, karena orang yang
menempuh pendidikan hukum yang akan membantu meningkatkan kesadaran
dan kepatuhan hokum atas ilmu yang sudah diperoleh di bangku pendidikan
tersebut.
b. Meningkatkan sarana dan prasarana umum.
c. Mengembalikan kepercayaan masyarakat

terhadap

hukum,

karena

kecenderungan yang terjadi mengapa masyarakat tidak taat lagi karena
institusi (lembaga) penegak hokum yang dianggap paling bersih yaitu
Mahkama Kosnstitusi sudah tidak lagi member contoh yang baik terhadap
hukum di negeri ini.