LAPORAN INDIVIDU Disusun untuk Memenuhi
LAPORAN INDIVIDU
Disusun untuk Memenuhi Kompetensi Profesi Ners
Departemen Keperawatan Medikal di R.27
RS Dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh :
Sheradika Intan R
150070300113006
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
KARSINOMA BRONKOGENIK
Disusun untuk Memenuhi Kompetensi Profesi Ners
Departemen Keperawatan Medikal di R.27
RS Dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh :
Sheradika Intan R
150070300113006
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
Klien dengan KARSINOMA BRONKOGENIK di R. 27
RS. Dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh:
Sheradika Intan R
150070300113006
Kelompok 13
Relah diperiksa kelengkapannya ada:
Hari
:
Tanggal
:
Dan dinyatakan memenuhi kompetensi
Mengetahui,
Perseptor Klinik
Perseptor Akademik
(
)
(
)
KARSINOMA BRONKOGENIK
A. Definisi
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis
atau lesi primer. Tumor ganas dapat ditemukan di bagian tubuh mana saja.
Metastasis pada kolon dan ginjal merupakan tumor ganas yang paling sering
ditemukan di klinik, keduanya dapat menyebabkan tumor paru. Metastasis
tumor paru sering ditemukan terlebih dahulu sebelum lesi primernya diketahui.
Hal yang berbahaya adalah pada keadaan klinis lokasi lesi primer sering tidak
diketahui selama hidup klien (Muttaqin, 2007).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang
berasal dari saluran pernafasan Di dalam kepustakaan selalu dilaporkan
adanya peningkatan insiden kanker paru secara progresif, yang bukan hanya
sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan
diagnosis yang lebih baik, namun karsinomabronkogenik memang lebih sering
terjadi (Alsagaff&mukty, 2002).
B. Klasifikasi
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan (Sudoyono, 2007).
1. SCLC (small ceel lung cancer)
Karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan
utama bronki.Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang
tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua
karsinoma bronkogenik.Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti
yang ekstensif (metastasis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka
kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.
Gambaran histologi karsinoma sel kecil yang khas adalah nominasi sel-sel
kecil hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin dan
sedikit sekali/tanpa nukleoli.Bentuk sel bervariasi dan fusiform, poligonal,
dan bentuk seperti limfosit.
2. NSCLC (non small cell lung cancer)
Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel Skuamos
Perubahan karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar
hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.Diameter tumor jarang
melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara
langsung
ke
kelenjar
getah
benig
hilus,
dinding
dada
dan
mediastinum.Karsinoma sel skuamos seringkali disertai batuk dan
hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan
abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder.Karena tumor ini cenderung
agak lambat dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat
memperbaiki prognosis.
Adenokarsinoma
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan seluler seperti kelenjar
bronkus dan dapat mengandung mukus.Kebanyakan dari jenis tumor ini
timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat
dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial
kronik.Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini, dan sering bermetastatis jauh sebelum lesi primer.
Karsinoma Sel Besar
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacammacam.Sel-sel ini cenderung muncul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang
jauh.
Klasifikasi
lengkap
tumor
paru
(jinak
dan
ganas)
Menurut
(Tjokronegoro&utama, 2004).
1. Tumor jinak
Hamartoma
Chondroma bronchus
Cystadenoma bronchus
Fibroma
Leiomyoma
Lipoma
Papiloma
Neurofibroma
Pulmonary angioma dengan arteriovenous vistula
Histiocytoma (plasma cell granuloma, sclerosing haemangioma)
Endometriosis
Lymphocysts
Lympphangioleiomyomatosis
Pulmonary chemadectoma
2. Tumor jinak yang dapat menjadi ganas
Bronchial adenoma
Haemangiopericytoma
Pulmonary blastoma
Myoblastoma
Tumor ganas
karsinoma bronkogenik
Alveolar cell carcinoma
Pilmonary lymphoma
Melanoma
Leiomyosarcoma
C. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum
diketahui,
namun
diperkirakan
inhalasi
jangka
panjang
bahan-bahan
karsinogen merupakan factor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan
peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta
status imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah
rokok
1.
Pengaruh Rokok
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker
paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok.Lombard dan
Doering (1928), telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada
perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.Terdapat hubungan
antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya
insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan
menderita kanker paru.
Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa
perokok pasif pun akan be risiko terkena kanker paru. Anak-anak yang
terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena
risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar
dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena
risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan
perokok adalah berasal dari perokok pasif. Insiden kanker paru pada
perempuan di USA dalam 10 tahun terakhir ini juga naik menjadi 5% per
tahun, antara lain karena meningkatnya jumlah perempuan perokok atau
sebagai perokok pasif.Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru,
tapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulut t laring
dan esofagus.
Laporan dari NCI (National Cancer Institute) di USA tahun 1992
menyatakan kanker pada organ lain seperti ginjal, vesika urinaria, ovarium,
uterus, kolon, rektum, hati, penis dan Iain-lain lebih tinggi pada pasien yang
merokok daripada yang bukan perokok.Diperkirakan terdapat metabolit
dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh tersebut.
Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter
(TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan
zat
yang
bersifat
karsinogenik
dalam
rokok
inilah
yang
dapat
mengakibatkan perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia atau
displasia.
Rokok yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel
yang berbahaya Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan
penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas
membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat
stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam
tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf.
Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak
untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan
kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan.
Tar, mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan
menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak
polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar
dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah
pembengkakan selaput mucus.
Dibawah ini dapat dilihat hubungan antara jumlah rokok yang dihisap
dengan besar resiko terjadinya tumor paru pada perokok. Dalam jangka
panjang (10-20 tahun merokok), merokok:1-10 batang/hari meningkatkan
resiko 15 kali, 20-30 batang/hari meningkatkan resiko 40-50 kali, 40-50
batang/hari meningkatkan resiko 70-80 kali (Sudoyo, 2007)
2.
Pengaruh paparan industri
Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti :
3.
Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos
dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
4.
Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
5.
Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
6.
Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam
kanker paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding
enzyme.Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya
gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah
gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau
penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya
gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme
sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death) Pcrubahan tampilan
gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah
menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler
menunjukkkan
adanya
derajat
diferensiasi
sel,
stadium
penyakit,
tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi
umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan
lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty, 2002)
7.
Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang
menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan
jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A yang
turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
8.
Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru
melalui
mekanisme
hiperplasia
metaplasia.
Karsinoma
insitu
dari
karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan parut
tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari kasus
karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186 karsinoma
parut tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa
data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden tuberkulosis paru
hanya
0,015%
atau
(Alsagaff&mukty, 2002).
D. Patofisiologi
Terlampir
±1/20
insiden
tuberkulosis
di
Indonesia
E. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo (2007), pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak
menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti
pasien dalam stadium lanjut.Gejala-gejala dapat bersifat :
a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Atelektasis
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium —> terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis.
b. Gejala Penyakit Metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan
supraklavikula
(sering
menyertai
metastasis)
c. Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengangejala:
Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi:
leukositosis,
anemia,
hiperkoagulasi,
hipertrofi
osteoartropati,
Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer, neuromiopati
Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
d. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
Kelainan berupa nodul soliter
(Alsagaff dan mukty, 2002)
Manifestasi klinis karsinoma bronkogenik dibagi menjadi 4, yaitu:
a. Gejala intrapulmonal
Merupakan gejala lokal yang disebabkan oleh tumor di paru. Terjadi
karena ada gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus, sehingga
memudahkan terjadinya radang berulang. Keluhan batuk lebih dari 2
minggu. K eluhan batuik terdapat pada 70-90% kasus. Batuk darah
sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51% kasus. Disamping batuik,
keluhan lain adalah nyeri dada, yang bersifat : kemeng atau nyeri tumpul
sering unilateral.
b. Gejala intratorasik ekstrapulmoner
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan/merusak strukturstruktur di dalam mediastinum dengan akibat antara lain :
N. Phrenicus : parase/paralise diafragma
N. Recurrens : parase/paralise korda vokalis
Saraf simpatik : sindroma horner: enoftalmus, miosis, ptosis, dan
anhidrosis
Esofagus: disfagi
Vena kava superior: sindroma vena kava superior yang terjadi karena
bendungan pada vena cava superior disertai pembengkakan muka dan
lengan
Trakea/bronkus: sesak, oleh karena atelektasis lokal
Jantung : gangguan fungsional, terjadi efusi perikardial
c. Gejala ekstrapulmonal non metastasik. Dapat dibagi atas:
Manifestasi neuromuskuler
Mempunyai insiden sebesar 4-15%, biasanya berupa “neuropatia
karsinomatosa” terutama didapatkan pada kasus lanjut. Bersifat
progresif serta paling sering ditemukan pada karsinoma sel kecil.
Sindroma neuropatia karsinomatosa terdiri dari miopatia, neuropatia
perifer, degenerasi serebeler subakut, ensefalomiopatia dan mielopati
nekrotik
Manifestasi jaringan ikat dan tulang
Manifestasi yang paling terkenal adalah hypertropic pulmonary
osteoarthropathy, terutama didapatkan pada karsinoma epidermoid,
dan dikatakan belum pernah ditemukan pada karsinoma sel kecil.
Kelainan ini dihubungkan dengan peningkatan kadar human growth
hormon yang imunoreaktif di dalam plasma. Secara radiologik
didapatkan pembentiukan tulang baru sub periosteal, terutama tulangtulang ekstremitas bagian distal, yaitu jari tabuh.
Manifestasi vaskuler dan hematologik
Tidak begitu sering didapatkan, sering dalam bentuk migratory
trhomboplebitis, purpura dan anemia
d. Gejala ekstratorasik metastasik
Karsinoma bronkogenik adalah
satu-satunya
tumor
yang
mampu
berhubungan langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut
dapat menyebar hampir ke semua organ, terutama otak, hati dan tulang.
F. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut
International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on
Cancer (AJCC) 1997 yang dikutip oleh Nuzulul (2011) adalah sebagai
berikut:
STADIUM
Karsinoma
TNM
Tx, N0, M0
Spuntum mengandung sel-sel ganas tetapi tidak
tersembunyi
dapat dibuktikan adanya tumor primer atau
Stadium 0
Stadium IA
metastasis
Karsinoma in situ
Tumor termasuk
Tis, N0, M0
T1, N0, M0
T1
tanpa
adanya
bukti
metastasis pada kelenjar getah bening regional
Stadium IB
T2, N0, M0
atau tempat yang jauh
Tumor termasuk klasifikasi T2 dengan bukti
metastasis pada kelenjar getah bening regional
Stadium IIA
T1, N1, M0
atau tempat yang jauh
tumor termasuk klasifikasi T1 dengan bukti hanya
terdapat metastasis ke peribrokial ipsilateral atau
hilus kelenjar limfe ; tidak ada metastasis ke
Stadium IIB
T2, N1, M0 atau
tempat yang jauh
tumor termasuk klasifikasi T2 atau T3 dengan
T3, N0, M0
atau tanpa bukti metastasis ke peribronkial
ipsilateral atau hilus kelenjar limfe ; tidak ada
Stadium IIIA
T3, N1, M0 atau
metastasis ke tempat yang jauh
tumor termasuk klasifikasi T1, T2, atau T3
T1-3, N2, M0
dengan atau tanpa bukti adanya metastasis ke
Stadium IIIB
T berapa pun, N3,
peribronkial
tumor dengan metastasis hilus kontralateral atau
M0 atau T4, N
kelenjar getah bening mediastinum atau ke
berapa pun, M0
skalenus atau kelenjar limfe supraklafikular ; atau
setiap tumor yang diklasifikasikan sebagai T4
dengan atau tanpa metastasis ke kelenjar getah
bening regional ; tidak ad metastasis ke tempat
yang jauh
Stadium IV
T berapa pun, N
berapa pun, M1
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi
tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang
normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke
hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,
diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di
bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan
karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,
atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,
pembuluh
darah
besar,
trakea,
esofagus,
korpus vertebra,
rongga
pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul
ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening
subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus
kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral
atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
G. Pemeriksaan Diagnosis
1. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari
anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta
faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis.
Keluhan utama dapat berupa :
Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi
hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan
keluhan yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom
paraneoplastik,
seperti
"Hypertrophic
osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.
pulmonary
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil
yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan
dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat
memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran
besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus,
efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang
lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk
penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar
paru. Metastasis keorgan lain juga dapat dideteksi dengan perabaan
hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan
intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.
a. Sistem pernafasan
- Sesak nafas
- Nyeri dada
- Batuk produktif tak efektif
- Suara nafas mengi pada inspirasi
- Serak, paralysis pita suara.
b. Sistem kardiovaskuler
- Tachycardia, disritmia
- Menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
c. Sistem gastrointestinal
- Anoreksia
- Disfagia (kesulitan menelan)
- Penurunan intake makanan, frekuensi minum meningkat
- Berat badan menurun
d. Sistem urinarius
- Peningkatan frekuensi dan jumlah urine.
e. Sistem neurologis
- Perasaan takut/takut hasil pembedahan
- Gelisah
3. Gambaran radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan
metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM.
Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CTscan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.
Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa
tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung
keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor
satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.
Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit
ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap
kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru
dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting
diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko
tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai difollowup
yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau
bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan
kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak
berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus
menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut.
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus
diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau
pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer
dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat
produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
CT-Scan toraks
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih
baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan
ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tandatanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila
terdapat
penekanan
terhadap
bronkus,
tumor
intra
bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke
mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi
dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d
N3)
dapat
dideteksi.
Demikian
juga
ketelitiannya
mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner.
Pemeriksaan radiologik lain
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu
mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan
pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone
survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh.
USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar
adrenal dan organ lain dalam rongga perut.
4. Pemeriksaan khusus
Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus
dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar
dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya
masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti
terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis,
atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal
sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus,
bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.
Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya
karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol,
maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan
biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada
posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi
ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis
KGB subkarina atau paratrakeal.
Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk
fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.
Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan
bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm
dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.
Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB
atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus
dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau
aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru
belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat
pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan
informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus
dilakukan jika ada efusi pleura.
Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura
viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.
Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,
penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan
sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl
3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan.
Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas
harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan
sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa
fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkoholabsolut
atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi
dalamformalin 4%
5. Pemeriksaan invasif lain
Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti
Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi
eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat
ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara
pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak
dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru
diarahkan agar dapat ditentukan :
Jenis histologis.
Derajat (staging).
Tampilan (tingkat tampil, "performance status").
Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi
penderita.
6. Pemeriksaan lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan
evaluasi hasil pengobatan.
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai vekspresi beberapa gen atau produk gen
yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya.
Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan
prognosis penyakit.
7. Jenis histologis
Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi
histologis menurut WHO tahun 1999 (Lampiran 1), tetapi untuk kebutuhan
klinis cukup jika hanya dapat diketahui :
1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)
Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi
Anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang
tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal
harusditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil
(KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC).
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
H. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti
terapi). Kenyataannya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya
diharapkan pada jenis histologi, derajat dan tampilan penderita saja tetapi
juga kondisi non-medis seperti fasilitas rumah sakit dan ekonomi penderita
juga merupakan faktor yang amat menentukan.
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK
stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine
modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK
stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan
intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava
superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor
direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi
maupun
pneumonektomi.
Segmentektomi
atau
reseksi
baji
hanya
dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan
diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan
bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis,
serta diperiksa secara patologi anatomis. (PDPI, 2003).
Penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan.
Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal
paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah
(AGD) :
Syarat untuk reseksi paru
Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,
VEP1>60%
Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%,
VEP1 > 60%
2. Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau
paliatif. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi
neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi
saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.Radiasi sering merupakan
tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan
penderita,seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi
tumor ke dinding dada dan metastasistumor di tulang atau otak.Penetapan
kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
-
Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy,
dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk
3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat
utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance
status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala
WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat
antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu,
penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah:
Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada
penilaian terjadi tumor progresif.
Regimen untuk KPKBSK adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebe/um kemoterapi
Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut,
dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau
jadual tertentu.
Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,
meski Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi
sesuai dengan penyebab anemia.
Granulosit > 1500/mm3
Trombosit > 100.000/mm3
Fungsi hati baik
Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit).
Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan
farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain,
mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan
rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk
rumusnya.
Luas
permukaan
parameter
tinggi
tubuh
badan
dan
(BSA)
diukur
dengan
berat
badan,
lalu
menggunakan
dihitung
dengan
menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram yang
berbentuk mistar)
Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka
dosis
dihitung
dengan
menggunakan
rumus
atau
nnenggunakan
nomogram. Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau
gromenular filtration rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah
penderita.
Evaluasi hasil pengobatan
Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila
penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi
dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA
setelah pemberian (sikius) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan
menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian.
Evaluasi dilakukan terhadap
- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal
- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat
badan
- Respons obyektif
- Efek samping obat
Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan
Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor
hilang 100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu.
Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran
tumor > 50% tetapi < 100%.
Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau
mengecil > 25% tetapi < 50%.
Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan
ukuran tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat
lain.
4. Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
5. Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
6. Terapi Gen
Tehnik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian
PENGOBATAN PALIATIF DAN REHABILITASI
A. Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda
karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner,
ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis. Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk
darah, sesak napas dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru
meliputi
radioterapi,
kemoterapi,
medikamentosa,
fisioterapi,
dan
psikososial. Pada beberapa keadaan intervensi bedah, pemasangan stent
dan cryotherapy dapat dilakukan.
B. Rehabilitasi Medik
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal
terutama akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa inviltrasi
ke vetebra atau pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan,
baal, nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan
akibat akhir terjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi.
Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau
tidak.
- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.
- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi
medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh
hasil optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi
pascabedah (misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan
mempercepat mobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus
yang nonoperabel adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan
kemampuan fungsional penderita yang dinilai berdasarkan skala Karnofsky.
Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif penderita kanker paru dan
layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah).
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
I. Pencegahan
Berhenti merokok adalah satu-satunya upaya pencegahan yang paling
efektif, meskipun risikonya tidak pernah kembali ke normal (setengah dari
semua orang yang didiagnosa kanker paru baru dulunya adalah perokok)
Diet tinggi buah dan sayuran terbukti mengurangi kanker
Antioksidan memiliki hasil campuran. Beberapa studi memperlihatkan
bahwa kadar retinoid dan vitamin E dapat mengurangi risiko kanker, tetapi
beberapa studi
J.
memperlihatkan peningkatan yang bermakna pada
perokok yang mengkonsumsi beta karoten (Brashers, 2007).
Komplikasi
Komplikasi pada penyakit kanker paru meliputi
Hiperkalsemia : Peningkatan kadar kalsium dalam darah
Efusi Pleura : Adanya cairan dalam rongga dada
Pneumonia : Adanya udara / gas dalam rongga dada
Metastese Otak : Penyebaran kanker pada cel-cel otak
KompresiMedula Spinalis : Penekanan pada medula spinalis
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas
sekret, keterbatasan gerakan dada/nyeri
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan invasi kanker ke
pleura atau dinding dada.
3. Pola pernafasan tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial oleh sekret,
perdarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses inflamsi.
4. Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian, tindakan diagnostik,
penyakit kronis.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat, peningkatan
metabolisme, proses keganasan.
L.
RENCANA KEPERAWATAN
1) Bersihan Jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas
sekret, keterbatasan gerakan dada/nyeri
Tujuan-Kriteria Hasil:
Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria :
o Menunjukan potensi jalan nafas.
o Cairan sekret mudah dikeluarkan/dibatukan.
o Bunyi nafas jelas.
o Whezing(-)/berkurang
Intervensi
1. Auskultasi bunyi dada, untuk karakter bunyi nafas dan adanya sekret.
2. Bantu untuk nafas dalam efektif anjurkan batuk dengan posisi duduk.
3. Observasi jumlah dan karakter sputum/aspirasi sekret.
4. Lakukan penghisapan dengan menggunakan suction. Bila klien tidak
dapat batuk.
5. Dorong masukan cairan/oral sedikitnya 2500 CC/hari dalam toleransi
jantung.
6. Kolaborasi : Berikan/bantu dengan IPBB , spirometri, meniup botol
7. Gunakan oksigen humidifikasi/nebulizer ultrasonik . Berikan cairan
tambahan melalui IV sesuai indikasi.
8. Berikan bronkodilator, ekspektoran, atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional
1. Pernafasan
bising,
ronki,
sekret/obstruksi jalan nafas
mengi
menunjukan
tertahannya
2. Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksinal, upaya batuk
untuk membuang sekret..
3. Perubahan sekret menunjukan progresifitas penyakit.
4. Penghisapan dapat merangsang batuk efektif.
5. Hidrasio adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/peningkatan
pengeluaran.
6. Memudahkan pembuangan sekret.
7. Memberikan
hidrasi
maksimal/pengenceran
sekret
untuk
meningkatkan pengeluaran
8. Menghilangkan
spasme
udara. Ekspektoiran
bronkus
meningkatkan
untuk
memperbaiki
produksi
mu.kus
aliran
untuk
mengencerkan secret
2)
Nyeri b/d. invasi kanker ke pleura atau dinding dada.
Tujuan-Kriteria
o
Nyeri hilang/ berkurang
o
Kriteria
o
:Klien nampak rileks.
o
Kliuen dapat tidur.
o
Berpartisi dalam aktivitas.
Intervensi
1.
Tanyakan pasien tentang nyeri, Tentukan karaktersitik nyeri
2.
Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
3.
Evaluasi keefektifan pemberian obat
4.
Berikan tindakan kenyamanan, ubah posisi, pijatan punggung dll.
5.
Berikan lingkungan tenang.
6.
Kolaborasi: Berikan analgesik rutin s/d indikasi.
Rasional
1.
Membantu dalam evaluasi gejala nyeri kanker yang dapat
melibatkan visera, saraf atau jaringan tulang
2.
Ketidaksesuaian antara verbal dan non verbal menunjukan.derajat
nyeri
3.
Memberikan obat berdasarkan aturan.
3)
4.
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian..
5.
Penurunan stress, menghemat energi
6.
Mempertahankan kadar obat, menghindari puncak periode nyeri.
Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial oleh bekuan darah,
sekret banyak, peradarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses
inflamsi
Tujuan-Kriteria
Pola nafas efektif.
Kriteria :
o
Frekuensi nafas dalam rentang normal
o
Suara paru jelas dan bersih.
o
Berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi
1. Kaji frekuensi , kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat
upaya pernafasan ( penggunaan otot bantu pernafasan )
2. Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas.
3. Observasi pola batuk dan karakter sekret
4. Dorong dalam nafas dalam.dan latihan batuk.
5. Kolaborasi:
a. Berikan oksigen tambahan.
b. Berikan humidifikasi tambahan.
c. Bantu fisioterapi dada.
d. Siapkan/bantu bronkoskopi
Rasional
1. Kedalamam pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.,
ekspansi pada terbatas terjadi pada atelektasis.
2. Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder.
3. Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritatif
4. Meningktkan banyaknya sputum.
5. Rasional kolaborasi
a. Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.
b. Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret.
c. Memudahkan upaya pernafasan dalam. Meningktkan drainase
sekret.
d. Kadang-kadang berguna untuk membuang bekuan darah, sekret
serta membersihkan jalan nafas.
4)
Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian, tindakan diagnostik,
penyakit kronis.
Tujuan-Kriteria
Ansietas hilang/ berkurang
Kriteria :
o
Klien tampak rileks
o
Klien dapat beristirahat.
o
Dapat bekerjasama dalam terapi.
Intervensi
1.
Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang
diagnosa.
2.
Akui rasa takut, masalah pasien, dan dorong mengekspresikan
perasaan.
3.
Kolaborasi : Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan
keperawatan
Rasional
1.
Pemahaman persepsi melibatkan susunan tekanan perawatan
individu dan memberikan informasi.
5)
2.
Memberi waktu untuk mengidentifikasi perasaan.
3.
Dapat memperbaiki perasaan control
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat, peningkatan
metabolisme, proses keganasan.
Tujuan-Kriteria
Nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
o
Menunjukan perubahan beratbadan.
o
Menunjukan perubahan pola makan.
o
Hb. Albumin dalam rentang normal.
Intervensi
1.
Catat ststus nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit,
berat badan dan derajat kekurangan berat badan
2.
Pastikan pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
3.
Awasi pemasukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik
4.
Selidiki
mual,
muntah,
anoreksia
dan
catat
kemungkinan
hubungannya dengan obat
5.
Berikan periode istirahat sering.
6.
Berikan perawatan mulut, sebelum dan sesudah tindakan
pernafasan.
7.
Berikan Diet TKTP.
8.
Kolaborasi :
a.
Rujuk ke ahli diet
b.
Awasi pemeriksaan lab. ( BUN, protein serum, albumin Hb.)
c.
Bila perlu berikan nutrisi parenteral
Rasional
1.
Berguna dalam mengidentifikasi derajat kurang nutrisi dan
menentukan pilihan intervensi.
2.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan
diet.
3.
Mengukur kefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4.
Mencari pemecahan masalah, untuk meningkatkan pemasukan
nutrien.
5.
Membantu
menghemat
energi.,
khususnya
bila
kebutuhan
metabolik meningkat
6.
Menurunkan perasaan tak enak, bekas sputum, obat merangsang
pusat muntah.
7.
Memaksimalkan masukan nutrisi.
8.
Nilai rendah menunjukan malnutrisi. Meningkatkan masukan
nutrisi adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1,
Penerbit EGC, Jakarta.
Corwin E., 2001, Patofisiologi, Cetakan I, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif., et all., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius Jakarta.
Perhimpunan Doter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia.
Alsagaff,H, dan Mukty, A,. Eds (2002). Dasar-dasar Ilmu Penyakit paru. Cetakan
Ketiga . Surabaya : Airlangga University Press.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.Jakarta
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Muttaqin, A dan Sari, K. 2007. Asuhan Keperawatan perioperatif Konsep,
Proses,dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Brashers, Valentina L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi : pemeriksaan dan
manajemen ; alih bahasa H.Y Kuncara ; editor edisi bahasa Indonesia,
Devi Yulianti, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, editors: Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p7-12
Disusun untuk Memenuhi Kompetensi Profesi Ners
Departemen Keperawatan Medikal di R.27
RS Dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh :
Sheradika Intan R
150070300113006
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
KARSINOMA BRONKOGENIK
Disusun untuk Memenuhi Kompetensi Profesi Ners
Departemen Keperawatan Medikal di R.27
RS Dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh :
Sheradika Intan R
150070300113006
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
Klien dengan KARSINOMA BRONKOGENIK di R. 27
RS. Dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh:
Sheradika Intan R
150070300113006
Kelompok 13
Relah diperiksa kelengkapannya ada:
Hari
:
Tanggal
:
Dan dinyatakan memenuhi kompetensi
Mengetahui,
Perseptor Klinik
Perseptor Akademik
(
)
(
)
KARSINOMA BRONKOGENIK
A. Definisi
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis
atau lesi primer. Tumor ganas dapat ditemukan di bagian tubuh mana saja.
Metastasis pada kolon dan ginjal merupakan tumor ganas yang paling sering
ditemukan di klinik, keduanya dapat menyebabkan tumor paru. Metastasis
tumor paru sering ditemukan terlebih dahulu sebelum lesi primernya diketahui.
Hal yang berbahaya adalah pada keadaan klinis lokasi lesi primer sering tidak
diketahui selama hidup klien (Muttaqin, 2007).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang
berasal dari saluran pernafasan Di dalam kepustakaan selalu dilaporkan
adanya peningkatan insiden kanker paru secara progresif, yang bukan hanya
sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan
diagnosis yang lebih baik, namun karsinomabronkogenik memang lebih sering
terjadi (Alsagaff&mukty, 2002).
B. Klasifikasi
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan (Sudoyono, 2007).
1. SCLC (small ceel lung cancer)
Karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan
utama bronki.Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang
tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua
karsinoma bronkogenik.Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti
yang ekstensif (metastasis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka
kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.
Gambaran histologi karsinoma sel kecil yang khas adalah nominasi sel-sel
kecil hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin dan
sedikit sekali/tanpa nukleoli.Bentuk sel bervariasi dan fusiform, poligonal,
dan bentuk seperti limfosit.
2. NSCLC (non small cell lung cancer)
Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel Skuamos
Perubahan karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar
hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.Diameter tumor jarang
melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara
langsung
ke
kelenjar
getah
benig
hilus,
dinding
dada
dan
mediastinum.Karsinoma sel skuamos seringkali disertai batuk dan
hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan
abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder.Karena tumor ini cenderung
agak lambat dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat
memperbaiki prognosis.
Adenokarsinoma
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan seluler seperti kelenjar
bronkus dan dapat mengandung mukus.Kebanyakan dari jenis tumor ini
timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat
dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial
kronik.Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini, dan sering bermetastatis jauh sebelum lesi primer.
Karsinoma Sel Besar
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacammacam.Sel-sel ini cenderung muncul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang
jauh.
Klasifikasi
lengkap
tumor
paru
(jinak
dan
ganas)
Menurut
(Tjokronegoro&utama, 2004).
1. Tumor jinak
Hamartoma
Chondroma bronchus
Cystadenoma bronchus
Fibroma
Leiomyoma
Lipoma
Papiloma
Neurofibroma
Pulmonary angioma dengan arteriovenous vistula
Histiocytoma (plasma cell granuloma, sclerosing haemangioma)
Endometriosis
Lymphocysts
Lympphangioleiomyomatosis
Pulmonary chemadectoma
2. Tumor jinak yang dapat menjadi ganas
Bronchial adenoma
Haemangiopericytoma
Pulmonary blastoma
Myoblastoma
Tumor ganas
karsinoma bronkogenik
Alveolar cell carcinoma
Pilmonary lymphoma
Melanoma
Leiomyosarcoma
C. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum
diketahui,
namun
diperkirakan
inhalasi
jangka
panjang
bahan-bahan
karsinogen merupakan factor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan
peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta
status imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah
rokok
1.
Pengaruh Rokok
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker
paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok.Lombard dan
Doering (1928), telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada
perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.Terdapat hubungan
antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya
insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan
menderita kanker paru.
Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa
perokok pasif pun akan be risiko terkena kanker paru. Anak-anak yang
terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena
risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar
dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena
risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan
perokok adalah berasal dari perokok pasif. Insiden kanker paru pada
perempuan di USA dalam 10 tahun terakhir ini juga naik menjadi 5% per
tahun, antara lain karena meningkatnya jumlah perempuan perokok atau
sebagai perokok pasif.Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru,
tapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulut t laring
dan esofagus.
Laporan dari NCI (National Cancer Institute) di USA tahun 1992
menyatakan kanker pada organ lain seperti ginjal, vesika urinaria, ovarium,
uterus, kolon, rektum, hati, penis dan Iain-lain lebih tinggi pada pasien yang
merokok daripada yang bukan perokok.Diperkirakan terdapat metabolit
dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh tersebut.
Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter
(TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan
zat
yang
bersifat
karsinogenik
dalam
rokok
inilah
yang
dapat
mengakibatkan perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia atau
displasia.
Rokok yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel
yang berbahaya Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan
penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas
membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat
stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam
tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf.
Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak
untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan
kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan.
Tar, mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan
menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak
polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar
dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah
pembengkakan selaput mucus.
Dibawah ini dapat dilihat hubungan antara jumlah rokok yang dihisap
dengan besar resiko terjadinya tumor paru pada perokok. Dalam jangka
panjang (10-20 tahun merokok), merokok:1-10 batang/hari meningkatkan
resiko 15 kali, 20-30 batang/hari meningkatkan resiko 40-50 kali, 40-50
batang/hari meningkatkan resiko 70-80 kali (Sudoyo, 2007)
2.
Pengaruh paparan industri
Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti :
3.
Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos
dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
4.
Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
5.
Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
6.
Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam
kanker paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding
enzyme.Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya
gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah
gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau
penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya
gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme
sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death) Pcrubahan tampilan
gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah
menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler
menunjukkkan
adanya
derajat
diferensiasi
sel,
stadium
penyakit,
tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi
umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan
lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty, 2002)
7.
Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang
menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan
jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A yang
turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
8.
Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru
melalui
mekanisme
hiperplasia
metaplasia.
Karsinoma
insitu
dari
karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan parut
tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari kasus
karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186 karsinoma
parut tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa
data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden tuberkulosis paru
hanya
0,015%
atau
(Alsagaff&mukty, 2002).
D. Patofisiologi
Terlampir
±1/20
insiden
tuberkulosis
di
Indonesia
E. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo (2007), pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak
menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti
pasien dalam stadium lanjut.Gejala-gejala dapat bersifat :
a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Atelektasis
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium —> terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis.
b. Gejala Penyakit Metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan
supraklavikula
(sering
menyertai
metastasis)
c. Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengangejala:
Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi:
leukositosis,
anemia,
hiperkoagulasi,
hipertrofi
osteoartropati,
Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer, neuromiopati
Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
d. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
Kelainan berupa nodul soliter
(Alsagaff dan mukty, 2002)
Manifestasi klinis karsinoma bronkogenik dibagi menjadi 4, yaitu:
a. Gejala intrapulmonal
Merupakan gejala lokal yang disebabkan oleh tumor di paru. Terjadi
karena ada gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus, sehingga
memudahkan terjadinya radang berulang. Keluhan batuk lebih dari 2
minggu. K eluhan batuik terdapat pada 70-90% kasus. Batuk darah
sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51% kasus. Disamping batuik,
keluhan lain adalah nyeri dada, yang bersifat : kemeng atau nyeri tumpul
sering unilateral.
b. Gejala intratorasik ekstrapulmoner
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan/merusak strukturstruktur di dalam mediastinum dengan akibat antara lain :
N. Phrenicus : parase/paralise diafragma
N. Recurrens : parase/paralise korda vokalis
Saraf simpatik : sindroma horner: enoftalmus, miosis, ptosis, dan
anhidrosis
Esofagus: disfagi
Vena kava superior: sindroma vena kava superior yang terjadi karena
bendungan pada vena cava superior disertai pembengkakan muka dan
lengan
Trakea/bronkus: sesak, oleh karena atelektasis lokal
Jantung : gangguan fungsional, terjadi efusi perikardial
c. Gejala ekstrapulmonal non metastasik. Dapat dibagi atas:
Manifestasi neuromuskuler
Mempunyai insiden sebesar 4-15%, biasanya berupa “neuropatia
karsinomatosa” terutama didapatkan pada kasus lanjut. Bersifat
progresif serta paling sering ditemukan pada karsinoma sel kecil.
Sindroma neuropatia karsinomatosa terdiri dari miopatia, neuropatia
perifer, degenerasi serebeler subakut, ensefalomiopatia dan mielopati
nekrotik
Manifestasi jaringan ikat dan tulang
Manifestasi yang paling terkenal adalah hypertropic pulmonary
osteoarthropathy, terutama didapatkan pada karsinoma epidermoid,
dan dikatakan belum pernah ditemukan pada karsinoma sel kecil.
Kelainan ini dihubungkan dengan peningkatan kadar human growth
hormon yang imunoreaktif di dalam plasma. Secara radiologik
didapatkan pembentiukan tulang baru sub periosteal, terutama tulangtulang ekstremitas bagian distal, yaitu jari tabuh.
Manifestasi vaskuler dan hematologik
Tidak begitu sering didapatkan, sering dalam bentuk migratory
trhomboplebitis, purpura dan anemia
d. Gejala ekstratorasik metastasik
Karsinoma bronkogenik adalah
satu-satunya
tumor
yang
mampu
berhubungan langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut
dapat menyebar hampir ke semua organ, terutama otak, hati dan tulang.
F. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut
International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on
Cancer (AJCC) 1997 yang dikutip oleh Nuzulul (2011) adalah sebagai
berikut:
STADIUM
Karsinoma
TNM
Tx, N0, M0
Spuntum mengandung sel-sel ganas tetapi tidak
tersembunyi
dapat dibuktikan adanya tumor primer atau
Stadium 0
Stadium IA
metastasis
Karsinoma in situ
Tumor termasuk
Tis, N0, M0
T1, N0, M0
T1
tanpa
adanya
bukti
metastasis pada kelenjar getah bening regional
Stadium IB
T2, N0, M0
atau tempat yang jauh
Tumor termasuk klasifikasi T2 dengan bukti
metastasis pada kelenjar getah bening regional
Stadium IIA
T1, N1, M0
atau tempat yang jauh
tumor termasuk klasifikasi T1 dengan bukti hanya
terdapat metastasis ke peribrokial ipsilateral atau
hilus kelenjar limfe ; tidak ada metastasis ke
Stadium IIB
T2, N1, M0 atau
tempat yang jauh
tumor termasuk klasifikasi T2 atau T3 dengan
T3, N0, M0
atau tanpa bukti metastasis ke peribronkial
ipsilateral atau hilus kelenjar limfe ; tidak ada
Stadium IIIA
T3, N1, M0 atau
metastasis ke tempat yang jauh
tumor termasuk klasifikasi T1, T2, atau T3
T1-3, N2, M0
dengan atau tanpa bukti adanya metastasis ke
Stadium IIIB
T berapa pun, N3,
peribronkial
tumor dengan metastasis hilus kontralateral atau
M0 atau T4, N
kelenjar getah bening mediastinum atau ke
berapa pun, M0
skalenus atau kelenjar limfe supraklafikular ; atau
setiap tumor yang diklasifikasikan sebagai T4
dengan atau tanpa metastasis ke kelenjar getah
bening regional ; tidak ad metastasis ke tempat
yang jauh
Stadium IV
T berapa pun, N
berapa pun, M1
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi
tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang
normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke
hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,
diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di
bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan
karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,
atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,
pembuluh
darah
besar,
trakea,
esofagus,
korpus vertebra,
rongga
pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul
ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening
subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus
kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral
atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
G. Pemeriksaan Diagnosis
1. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari
anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta
faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis.
Keluhan utama dapat berupa :
Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi
hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan
keluhan yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom
paraneoplastik,
seperti
"Hypertrophic
osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.
pulmonary
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil
yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan
dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat
memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran
besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus,
efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang
lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk
penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar
paru. Metastasis keorgan lain juga dapat dideteksi dengan perabaan
hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan
intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.
a. Sistem pernafasan
- Sesak nafas
- Nyeri dada
- Batuk produktif tak efektif
- Suara nafas mengi pada inspirasi
- Serak, paralysis pita suara.
b. Sistem kardiovaskuler
- Tachycardia, disritmia
- Menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
c. Sistem gastrointestinal
- Anoreksia
- Disfagia (kesulitan menelan)
- Penurunan intake makanan, frekuensi minum meningkat
- Berat badan menurun
d. Sistem urinarius
- Peningkatan frekuensi dan jumlah urine.
e. Sistem neurologis
- Perasaan takut/takut hasil pembedahan
- Gelisah
3. Gambaran radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan
metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM.
Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CTscan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.
Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa
tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung
keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor
satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.
Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit
ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap
kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru
dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting
diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko
tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai difollowup
yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau
bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan
kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak
berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus
menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut.
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus
diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau
pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer
dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat
produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
CT-Scan toraks
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih
baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan
ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tandatanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila
terdapat
penekanan
terhadap
bronkus,
tumor
intra
bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke
mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi
dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d
N3)
dapat
dideteksi.
Demikian
juga
ketelitiannya
mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner.
Pemeriksaan radiologik lain
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu
mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan
pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone
survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh.
USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar
adrenal dan organ lain dalam rongga perut.
4. Pemeriksaan khusus
Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus
dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar
dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya
masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti
terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis,
atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal
sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus,
bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.
Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya
karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol,
maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan
biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada
posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi
ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis
KGB subkarina atau paratrakeal.
Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk
fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.
Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan
bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm
dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.
Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB
atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus
dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau
aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru
belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat
pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan
informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus
dilakukan jika ada efusi pleura.
Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura
viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.
Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,
penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan
sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl
3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan.
Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas
harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan
sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa
fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkoholabsolut
atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi
dalamformalin 4%
5. Pemeriksaan invasif lain
Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti
Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi
eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat
ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara
pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak
dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru
diarahkan agar dapat ditentukan :
Jenis histologis.
Derajat (staging).
Tampilan (tingkat tampil, "performance status").
Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi
penderita.
6. Pemeriksaan lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan
evaluasi hasil pengobatan.
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai vekspresi beberapa gen atau produk gen
yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya.
Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan
prognosis penyakit.
7. Jenis histologis
Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi
histologis menurut WHO tahun 1999 (Lampiran 1), tetapi untuk kebutuhan
klinis cukup jika hanya dapat diketahui :
1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)
Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi
Anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang
tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal
harusditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil
(KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC).
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
H. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti
terapi). Kenyataannya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya
diharapkan pada jenis histologi, derajat dan tampilan penderita saja tetapi
juga kondisi non-medis seperti fasilitas rumah sakit dan ekonomi penderita
juga merupakan faktor yang amat menentukan.
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK
stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine
modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK
stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan
intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava
superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor
direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi
maupun
pneumonektomi.
Segmentektomi
atau
reseksi
baji
hanya
dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan
diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan
bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis,
serta diperiksa secara patologi anatomis. (PDPI, 2003).
Penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan.
Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal
paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah
(AGD) :
Syarat untuk reseksi paru
Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,
VEP1>60%
Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%,
VEP1 > 60%
2. Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau
paliatif. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi
neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi
saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.Radiasi sering merupakan
tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan
penderita,seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi
tumor ke dinding dada dan metastasistumor di tulang atau otak.Penetapan
kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
-
Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy,
dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk
3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat
utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance
status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala
WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat
antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu,
penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah:
Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada
penilaian terjadi tumor progresif.
Regimen untuk KPKBSK adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebe/um kemoterapi
Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut,
dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau
jadual tertentu.
Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,
meski Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi
sesuai dengan penyebab anemia.
Granulosit > 1500/mm3
Trombosit > 100.000/mm3
Fungsi hati baik
Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit).
Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan
farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain,
mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan
rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk
rumusnya.
Luas
permukaan
parameter
tinggi
tubuh
badan
dan
(BSA)
diukur
dengan
berat
badan,
lalu
menggunakan
dihitung
dengan
menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram yang
berbentuk mistar)
Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka
dosis
dihitung
dengan
menggunakan
rumus
atau
nnenggunakan
nomogram. Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau
gromenular filtration rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah
penderita.
Evaluasi hasil pengobatan
Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila
penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi
dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA
setelah pemberian (sikius) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan
menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian.
Evaluasi dilakukan terhadap
- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal
- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat
badan
- Respons obyektif
- Efek samping obat
Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan
Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor
hilang 100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu.
Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran
tumor > 50% tetapi < 100%.
Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau
mengecil > 25% tetapi < 50%.
Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan
ukuran tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat
lain.
4. Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
5. Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
6. Terapi Gen
Tehnik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian
PENGOBATAN PALIATIF DAN REHABILITASI
A. Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda
karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner,
ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis. Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk
darah, sesak napas dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru
meliputi
radioterapi,
kemoterapi,
medikamentosa,
fisioterapi,
dan
psikososial. Pada beberapa keadaan intervensi bedah, pemasangan stent
dan cryotherapy dapat dilakukan.
B. Rehabilitasi Medik
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal
terutama akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa inviltrasi
ke vetebra atau pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan,
baal, nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan
akibat akhir terjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi.
Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau
tidak.
- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.
- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi
medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh
hasil optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi
pascabedah (misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan
mempercepat mobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus
yang nonoperabel adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan
kemampuan fungsional penderita yang dinilai berdasarkan skala Karnofsky.
Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif penderita kanker paru dan
layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah).
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
I. Pencegahan
Berhenti merokok adalah satu-satunya upaya pencegahan yang paling
efektif, meskipun risikonya tidak pernah kembali ke normal (setengah dari
semua orang yang didiagnosa kanker paru baru dulunya adalah perokok)
Diet tinggi buah dan sayuran terbukti mengurangi kanker
Antioksidan memiliki hasil campuran. Beberapa studi memperlihatkan
bahwa kadar retinoid dan vitamin E dapat mengurangi risiko kanker, tetapi
beberapa studi
J.
memperlihatkan peningkatan yang bermakna pada
perokok yang mengkonsumsi beta karoten (Brashers, 2007).
Komplikasi
Komplikasi pada penyakit kanker paru meliputi
Hiperkalsemia : Peningkatan kadar kalsium dalam darah
Efusi Pleura : Adanya cairan dalam rongga dada
Pneumonia : Adanya udara / gas dalam rongga dada
Metastese Otak : Penyebaran kanker pada cel-cel otak
KompresiMedula Spinalis : Penekanan pada medula spinalis
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas
sekret, keterbatasan gerakan dada/nyeri
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan invasi kanker ke
pleura atau dinding dada.
3. Pola pernafasan tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial oleh sekret,
perdarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses inflamsi.
4. Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian, tindakan diagnostik,
penyakit kronis.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat, peningkatan
metabolisme, proses keganasan.
L.
RENCANA KEPERAWATAN
1) Bersihan Jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas
sekret, keterbatasan gerakan dada/nyeri
Tujuan-Kriteria Hasil:
Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria :
o Menunjukan potensi jalan nafas.
o Cairan sekret mudah dikeluarkan/dibatukan.
o Bunyi nafas jelas.
o Whezing(-)/berkurang
Intervensi
1. Auskultasi bunyi dada, untuk karakter bunyi nafas dan adanya sekret.
2. Bantu untuk nafas dalam efektif anjurkan batuk dengan posisi duduk.
3. Observasi jumlah dan karakter sputum/aspirasi sekret.
4. Lakukan penghisapan dengan menggunakan suction. Bila klien tidak
dapat batuk.
5. Dorong masukan cairan/oral sedikitnya 2500 CC/hari dalam toleransi
jantung.
6. Kolaborasi : Berikan/bantu dengan IPBB , spirometri, meniup botol
7. Gunakan oksigen humidifikasi/nebulizer ultrasonik . Berikan cairan
tambahan melalui IV sesuai indikasi.
8. Berikan bronkodilator, ekspektoran, atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional
1. Pernafasan
bising,
ronki,
sekret/obstruksi jalan nafas
mengi
menunjukan
tertahannya
2. Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksinal, upaya batuk
untuk membuang sekret..
3. Perubahan sekret menunjukan progresifitas penyakit.
4. Penghisapan dapat merangsang batuk efektif.
5. Hidrasio adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/peningkatan
pengeluaran.
6. Memudahkan pembuangan sekret.
7. Memberikan
hidrasi
maksimal/pengenceran
sekret
untuk
meningkatkan pengeluaran
8. Menghilangkan
spasme
udara. Ekspektoiran
bronkus
meningkatkan
untuk
memperbaiki
produksi
mu.kus
aliran
untuk
mengencerkan secret
2)
Nyeri b/d. invasi kanker ke pleura atau dinding dada.
Tujuan-Kriteria
o
Nyeri hilang/ berkurang
o
Kriteria
o
:Klien nampak rileks.
o
Kliuen dapat tidur.
o
Berpartisi dalam aktivitas.
Intervensi
1.
Tanyakan pasien tentang nyeri, Tentukan karaktersitik nyeri
2.
Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
3.
Evaluasi keefektifan pemberian obat
4.
Berikan tindakan kenyamanan, ubah posisi, pijatan punggung dll.
5.
Berikan lingkungan tenang.
6.
Kolaborasi: Berikan analgesik rutin s/d indikasi.
Rasional
1.
Membantu dalam evaluasi gejala nyeri kanker yang dapat
melibatkan visera, saraf atau jaringan tulang
2.
Ketidaksesuaian antara verbal dan non verbal menunjukan.derajat
nyeri
3.
Memberikan obat berdasarkan aturan.
3)
4.
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian..
5.
Penurunan stress, menghemat energi
6.
Mempertahankan kadar obat, menghindari puncak periode nyeri.
Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial oleh bekuan darah,
sekret banyak, peradarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses
inflamsi
Tujuan-Kriteria
Pola nafas efektif.
Kriteria :
o
Frekuensi nafas dalam rentang normal
o
Suara paru jelas dan bersih.
o
Berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi
1. Kaji frekuensi , kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat
upaya pernafasan ( penggunaan otot bantu pernafasan )
2. Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas.
3. Observasi pola batuk dan karakter sekret
4. Dorong dalam nafas dalam.dan latihan batuk.
5. Kolaborasi:
a. Berikan oksigen tambahan.
b. Berikan humidifikasi tambahan.
c. Bantu fisioterapi dada.
d. Siapkan/bantu bronkoskopi
Rasional
1. Kedalamam pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.,
ekspansi pada terbatas terjadi pada atelektasis.
2. Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder.
3. Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritatif
4. Meningktkan banyaknya sputum.
5. Rasional kolaborasi
a. Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.
b. Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret.
c. Memudahkan upaya pernafasan dalam. Meningktkan drainase
sekret.
d. Kadang-kadang berguna untuk membuang bekuan darah, sekret
serta membersihkan jalan nafas.
4)
Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian, tindakan diagnostik,
penyakit kronis.
Tujuan-Kriteria
Ansietas hilang/ berkurang
Kriteria :
o
Klien tampak rileks
o
Klien dapat beristirahat.
o
Dapat bekerjasama dalam terapi.
Intervensi
1.
Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang
diagnosa.
2.
Akui rasa takut, masalah pasien, dan dorong mengekspresikan
perasaan.
3.
Kolaborasi : Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan
keperawatan
Rasional
1.
Pemahaman persepsi melibatkan susunan tekanan perawatan
individu dan memberikan informasi.
5)
2.
Memberi waktu untuk mengidentifikasi perasaan.
3.
Dapat memperbaiki perasaan control
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat, peningkatan
metabolisme, proses keganasan.
Tujuan-Kriteria
Nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
o
Menunjukan perubahan beratbadan.
o
Menunjukan perubahan pola makan.
o
Hb. Albumin dalam rentang normal.
Intervensi
1.
Catat ststus nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit,
berat badan dan derajat kekurangan berat badan
2.
Pastikan pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
3.
Awasi pemasukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik
4.
Selidiki
mual,
muntah,
anoreksia
dan
catat
kemungkinan
hubungannya dengan obat
5.
Berikan periode istirahat sering.
6.
Berikan perawatan mulut, sebelum dan sesudah tindakan
pernafasan.
7.
Berikan Diet TKTP.
8.
Kolaborasi :
a.
Rujuk ke ahli diet
b.
Awasi pemeriksaan lab. ( BUN, protein serum, albumin Hb.)
c.
Bila perlu berikan nutrisi parenteral
Rasional
1.
Berguna dalam mengidentifikasi derajat kurang nutrisi dan
menentukan pilihan intervensi.
2.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan
diet.
3.
Mengukur kefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4.
Mencari pemecahan masalah, untuk meningkatkan pemasukan
nutrien.
5.
Membantu
menghemat
energi.,
khususnya
bila
kebutuhan
metabolik meningkat
6.
Menurunkan perasaan tak enak, bekas sputum, obat merangsang
pusat muntah.
7.
Memaksimalkan masukan nutrisi.
8.
Nilai rendah menunjukan malnutrisi. Meningkatkan masukan
nutrisi adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1,
Penerbit EGC, Jakarta.
Corwin E., 2001, Patofisiologi, Cetakan I, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif., et all., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius Jakarta.
Perhimpunan Doter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia.
Alsagaff,H, dan Mukty, A,. Eds (2002). Dasar-dasar Ilmu Penyakit paru. Cetakan
Ketiga . Surabaya : Airlangga University Press.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.Jakarta
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Muttaqin, A dan Sari, K. 2007. Asuhan Keperawatan perioperatif Konsep,
Proses,dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Brashers, Valentina L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi : pemeriksaan dan
manajemen ; alih bahasa H.Y Kuncara ; editor edisi bahasa Indonesia,
Devi Yulianti, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, editors: Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p7-12