hukum anti monopoli dan persaingan usaha

HUKUM PERSAINGAN
USAHA
Oleh : Ega Jalaludin, S.H., M.M.
STIE Bina Bangsa - Banten

Mengapa persaingan itu
penting ?
 Persaingan

memaksa perusahaan untuk
menekan biaya menjadi lebih rendah
 Persaingan memaksa perusahaan untuk
selalu menciptakan produk dan
berinovasi
 Persaingan memaksa terciptanya
pelayanan yang lebih baik
 Menguntungkan konsumen

Mengapa Hukum Persaingan
Usaha Penting







Persaingan perlu adanya aturan main, karena
terkadang tidak selamanya mekanisme pasar
dapat bekerja dengan baik (adanya informasi
yang asimetris dan monopoli)
Dalam Pasar, biasanya ada usaha-usaha dari
pelaku usaha untuk menghindari atau
menghilangkan terjadinya persaingan diantara
mereka
Berkurangnya atau hilangnya persaingan
memungkinkan pelaku usaha memperoleh
laba yang jauh lebih besar

Tujuan Utama Hukum
Persaingan Usaha








Agar persaingan antar pelaku usaha tetap
hidup
Agar persaingan yang dilakukan antar
pelaku usaha dilakukan secara sehat
Mencegah penyalahgunaan kekuatan
ekonomi
Melindungi kebebasan konsumen dan
produsen dalam berusaha
Efisiensi ekonomi
Meningkatkan kesejahteraan konsumen

Tujuan Tambahan dari Hukum
Persaingan Usaha
 Melindungi


usaha kecil
 Menciptakan keadilan dan kejujuran
dalam berusaha
 Mengendalikan inflasi

Pengaturan Hukum Persaingan
Usaha Sebelum UU No.5 Tahun
1999


1.

2.
3.
4.
5.

Sangat minim atau tidak komprehensif
(tersebar dalam beberapa pasal aturan

perundang-undangan) dan tidak memadai
serta tidak pernah diterapkan, seperti :
UU No.5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian, terdapat dalam Pasal 7 ayat
(2) dan ayat (3) dan Pasal 9 ayat (2)
KUH Pidana, Pasal 382 bis
KUH Perdata, Pasal 1365 KUH Perdata
UU No.1 Tahun 1995, Pasal 104 ayat (1)
UU No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil



1.
2.
3.
4.

Amerika Serikat perundang-undangan
tentang anti monopoli ini telah dimulai
sejak tahun 1890. Berbagai perundangundangan yang mengatur monopolisasi

dan praktek persaingan usaha tidak
sehat disebut “Antitrust Law”. Undangundang tersebut terdiri dari 4 (empat)
undang-undang utama, yaitu :
Sherman Act
Clayton Act
Robinson-Patman Act
Federal Trade Commission Act

 Asas

hukum persaingan usaha
adalah :

“ Pelaku usaha di Indonesia dalam
menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan
umum.(Pasal 2 UU No.5 Tahun 1999)




1.

2.

3.

4.

Tujuan hukum larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat( Pasal 3 UU No.5
tahun 1999) adalah :
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan

berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,
pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil
Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku
usaha
Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha



Istilah
Kata “monopoli” berasal dari kata Yunani yang berarti
“penjual tunggal”, disamping itu istilah monopoli di USA
sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang
sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya
sepadan dengan arti istilah “monopoli. Disamping itu
terdapat lagi istilah yang artinya mirip yaitu “kekuatan
pasar”. Dalam praktek keempat istilah tersebut, yaitu
istilah”monopoli”,”antitrust”, “kekuatan pasar”,

“dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat
istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu
keadaan di mana seseorang menguasai pasar, dimana
dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subsitusi atau
produk subsitusi yang potensial, dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan
harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti
hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan
dan penawaran pasar.








Ketentuan Umum
Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau atas jasa tertentu oleh

satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
(Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1999)
Sedangkan yang dimaksud praktek monopoli adalah
pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum.(Pasal 1 angka 2 UU No.5 tahun 1999)
Pemusatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata
atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih
pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga
barang dan atau jasa ( Pasal 1 angka 3 UU No.5
tahun 1999 )





Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan

antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.(Pasal 1 angka 6 UU No.5 Tahun 1999)
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi.(Pasal 1 angka 5 UU No.5
Tahun 1999



Posisi dominan adalah keadaan di mana
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berati di pasar bersangkutan dalam

kaitannya dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai
posisi yang tertinggi diantara pesaingnya di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses
pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan
atau permintaan barang atau jasa tertentu.
(Pasal 1 anka 4 UU No. 5 Tahun 1999)





Pasar bersangkutan (relevan market) adalah
pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau
daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha
atas barang dan jasa yang sama atau sejenis atau
subsitusi dari barang dan/atau jasa tersebut.
( Pasal 1 angka 10 UU No. 5 Tahun 1999)
Struktur pasar adalah keadaan pasar yang
memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang
memiliki pengaruh penting terhadap perilaku
pelaku usaha dan kinerja pasar, antara lain
jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk
dan keluar pasar, keragaman produk, sistem
distribusi, dan penguasaan pasar.(Pasal 1 angka
11 UU No.5 Tahun 1999)

RUANG LINGKUP HUKUM ANTI
MONOPOLI


1.
2.
3.
4.
5.
6.

UU No.5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat mempunyai ruang lingkup
ketentuan sbb :
Perjanjian yang dilarang
Kegiatan yang dilarang
Penyalahgunaan posisi dominan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Sanksi-sanksi
Perkecualian-perkecualian

Perjanjian yang dilarang terdiri dari :
1. Oligopoli (pasal 4)
2. Penetapan harga/ price fixing (pasal 5),
diskriminasi harga (pasal 6), predatory pricing
(pasal 7), Resale price maintenance (pasal 8)
3. Pembagian wilayah (pasal 9)
4. Pemboikotan (pasal 10)
5. Kartel (pasal 11)
6. Trust (pasal 12)
7. Oligopsoni (pasal 13)
8. Integrasi vertikal (pasal 14)
9. Perjanjian tertutup (pasal 15)
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri (pasal 16)


1.
2.
3.

4.

Kegiatan yang dilarang terdiri atas :
Monopoli (pasal 17)
Monopsoni (pasal 18)
Penguasaan pasar (pasal 19),
predatory pricing (pasal 20),
penetapan biaya (pasal 21)
Persekongkolan (pasal 22),perolehan
rahasia perusahaan (pasal 23),
penghambatan produksi dan
pemasaran pesaing (pasal 24)


1.
2.
3.
4.

Penyalahgunaan posisi dominan terdiri
atas :
Penyalahgunaan posisi dominan (pasal
25)
Jabatan rangkap (pasal 26)
Kosentrasi kepemilikan saham (pasal
27)
Pengabungan, peleburan dan
pengambilalihan (merger, konsolidasi
dan akuisisi) pasal 28.



1.

2.

3.

4.

Pengecualian (pasal 50)
Undang-undang ini memuat berbagai pengecualian yang
menyangkut berbagai aktivitas seperti perbuatan dan atau
perjanjian yang dikecualikan :
Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan
intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta,
desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan
rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan
waralaba.
Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan
atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi
persaingan.
Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak
memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan
atau jasa dengan harga lebih rendah dari pada harga yang
telah diperjanjikan

5.

6.
7.

8.
9.

Perjanjian kerjasama penelitian untuk
peningkatan dan perbaikan standar
hidup masyarakat luas
Perjanjian internasional yang telah
diratifikasi oleh pemerintah RI
Perjanjian dan atau perbuatan yang
bertujuan untuk ekspor dan tidak
mengganggu kebutuhan dan atau
pemasokan pasar dalam negeri
Pelaku usaha yang tergolong usaha kecil
Kegiatan usaha koperasi yang secara
khusus bertujuan melayani anggotanya.

 Monopoli

dan atau pemusatan kegiatan
yang berkaitan dengan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak
serta cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara diatur dengan
undang-undang dan diselenggarakan
oleh Badan Usaha Milik Negara dan/
atau badan/ lembaga yang dibentuk atau
ditunjuk oleh pemerintah (Pasal 51 UU
No.5 Tahun 1999)

Dalam teori ilmu hukum
larangan dalam praktek
monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat pada garis besarnya
memakai salah satu atau
keduanya dari dua teori :
1. Teori Per Se (per se illegal)
2. Teori Rule of reason






Per se illegal adalah suatu pendekatan yang menyatakan
setiap perjanjian usaha atau kegiatan usaha tertentu sebagai
ilegal, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut atas dampak yang
ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.
Penerapan pendekatan per se illegal biasanya digunakan
dalam pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa
anak kalimat…yang dapat mengakibatkan, seperti perjanjian
penetapan harga (pasal 5)
Rule of reason adalah suatu pendekatan untuk mengevaluasi
akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna
menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut
bersifat menghambat atau mendukung persaingan.
penerapan pendekatan rule of reason ini dapat dilihat dari
ketentuan pasal-pasalnya, yakni pencantuman kata-kata
“yang dapat mengakibatkan” dan/ atau “patut dapat diduga”.
Kata-kata tersebut perlu penelitian lebih mendalam, apakah
suatu tindakan dapat menimbulkan praktik monopoli yang
bersifat menghambat persaingan, misal monopoli (pasal 17),
kartel (pasal 11)

Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU)


Pelaksanaan UU No.5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ,
diawasi oleh suatu komisi yang dibentuk untuk itu dan
diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi ini dibentuk dan merupakan suatu lembaga
independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
pemerintah dan pihak lain dan bertanggungjawab kepada
presiden (pasal 30 ayat (1),(2) dan (3)
Komisi ini terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota,
seorang Wakil ketua merangkap anggota dan sekurangkurangnya 7 orang anggota. Sebagai lembaga yang
independen, anggota komisi diangkat oleh presiden atas
persetujuan DPR untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
Pengangkatan anggota komisi dilakukan dengan
penyaringan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang
ditentukan dalam pasal 32. dan keanggotaan komisi
berhenti karena hal-hal yang ditentukan dalam pasal 33.

Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU)

1.

2.

3.

4.

Tugas KPPU (pasal 35)
Melakukan penilaian terhadap perjanjian-perjanjian
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam pasal 4 sampai dengan
pasal 16
Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 17
sampai dengan pasal 24
Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya
penyalahgunaan posisi dominan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28
Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
sebagaimana diatur dalam pasal 36

5.Memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
6.Menyusun pedoman dan atau
publikasi yang berkaitan dengan
dengan UU ini
7.Memberikan laporan secara berkala
atas hasil kerja Komisi kepada
presiden dan DPR


1.

2.

3.

4.

5.
6.

Wewenang KPPU meliputi :
Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha
tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat
Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha
dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat
Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus
dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha
atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya.
Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan
tentang ada atau tidaknya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat
Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini
Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap
orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap
ketentuan UU ini

7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku
usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana
dimaksud angka 5 dan angka 6, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi.
8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam
kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU ini.
9. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat dokumen ,
dan atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau
pemeriksaan
10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
11.Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha
yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat
12.Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU ini.



1.
2.
3.

Penegakan Hukum
Penegakan hukum dimulai dengan bagaimana cara penanganan
perkara jika terjadi pelanggaran atas undang-undang No.5 tahun
1999. Semua ketentuan yang mengatur penegakaan hukum
ditempatkan dalam BAB VII dan VIII mulai dari pasal 38 sampai
pasal 49. Bab VII mengatur mulai dari pelaporan pelanggaran UU
N0.5 tahun 1999 secara tertulis kepada Komisi sampai pada
penjatuhan putusan. Bab VIII diatur mengenai sanksi
administratif dan sanksi pidana pokok dan tambahan
Pelaporan pelanggaran menurut pasal 38 dapat dilakukan oleh :
Setiap orang yang mengetahui atau menduga adanya
pelanggaran
Pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggaran
Komisi tanpa laporan dapat mengadakan pemeriksaan pelaku
usaha kalau ada dugaan pelanggaran undang-undang ini.

Pemeriksaan yang dilakukan Komisi (pasal 39)
dalam 2(dua) tahap yaitu :
1. Pemeriksaan pendahuluan
2. Pemeriksaan lanjutan
Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
menerima laporan, Komisi wajib menetapkan
perlu tidaknya pemeriksaan lanjutan. Komisi
wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan
selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak
dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jangka waktu
pemeriksaan lanjutan ini dapat diperpanjang
paling lama 30 (tiga puluh) hari. Dalam akhir
pemeriksaan lanjutan dengan atau tidak
perpanjangan Komisi wajib mengambil keputusan
selambat-lambatnya 30 (tiga pulu) hari terhitung
sejak selesainya pemeriksaan lanjutan.



1.

2.
3.

Sikap pelaku usaha setelah putusan komisi :
Wajib melaksanakan putusan, dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima
pemberitahuan putusan komisi.
Menyampaikan laporan pelaksanaan putusan
Mengajukan keberatan kepada Pengadilan negeri,
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
menerima pemberitahuan putusan
Apabila sikap yang disebut dalam butir 1 dan 2
tidak dijalankan, maka komisi meyerahkan putusan
itu kepada penyidik untuk melakukan penyidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terhadap Penolakan oleh Pengadilan negeri
terhadap keberatan yang diajukan pengusaha, dapat
diajukan uapaya hukum kasasi ke MA


1.
2.
3.

Sanksi :
Tindakan Administratif
Pidana pokok
Pidana tambahan
KPPU hanya berwenang
menjatuhkan sanksi berupa tindakan
administratif terhadap pelaku usaha
yang melanggar UU ini


1.
2.
3.

4.
5.

6.
7.

Menurut Pasal 47 ayat (2), tindakan administratif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4, sampai dengan pasal 13, pasal 15, pasal16
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan
yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau
merugikan masyarakat.
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
penyalahgunaan posisi dominan
Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan
badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28.
Penetapan pembayaran ganti rugi
Pengenaan denda serendah-rendahnya 1 (satu) miliar
rupiah dan setinggi-tingginya 25(dua puluh lima) miliar
rupiah.



1.

2.

3.

Pidana Pokok
Pelanggaran atas beberapa ketentuan ditindak dengan
menjatuhkan (1) pidana denda (2) pidana kurungan penganti
Ada 3(tiga) kelompok pelanggaran yang berkaitan dengan
kedua sanksi tersebut yaitu :
Pelanggaran atas pasal 4, pasal 9 sampai pasal 14, pasal 16
sampai dengan pasal 19, pasal 25, pasal 27 dan pasal 28 UU ini
diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya 25 (dua
puluh lima) miliar rupiah setinggi tingginya 100 (seratus)
miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti denda selamalamanya 6 (enam) bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal
8, pasal 15, pasal 20 sampai dengan pasal 24, dan pasal 26 UU
ini diancam pidana denda serendah-rendahnya 5 (lima) miliar
dan setinggi tingginya 25 (dua puluh lima) miliar atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
Pelanggaran atas pasal 41 UU ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya 1 (satu) miliar rupiah dan setinggi
tingginya 5 (lima) miliar rupiah atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.


1.
2.

3.

Pidana Tambahan
Bentuk pidana tambahan adalah :
Pencabutan izin usaha, atau
Larangan kepada pelaku usaha yang
telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap UU ini untuk menduduki jabatan
direksi atau komisaris sekurangkurangnya 2 (dua) tahun dan selamalamanya 5 (lima) tahun, atau
Penghentian kegiatan atau tindakan
tertentu yang menyebabkan kerugian
pada pihak lain.