Catatan Seputar Negara Kesatuan Republik

Abstrak
Sepanjang sejarah, tanpa kepemimpinan yang kuat dan efektif, mustahil
kemajuan dalam pembangunan dapat terlaksana dengan baik. Awal Soeharto
menjabat presiden, Indonesia melaksanakan kebijakan stabilisasi yang
ditandai dengan penciptaan iklim ekonomi dan politik yang baru. Pola
kebijakan pragmatisme yang terkendali menggantikan pola kebijakan lama
yaitu pola kebijakan ekstrimisme.

1. Prolog
Michael Vatikiotis, penulis buku Indonesia Politics Under Soeharto berpendapat,
Soeharto telah menciptakan stabilisasi di Indonesia. Kemudian, dia membawa stabilitas
itu ke negara-negara tetangga ASEAN. Karena itu, para pemimpin ASEAN berterima kasih
kepada Soeharto, “Tidak perlu dipertanyakan lagi, dia membawa stabilitas. Anda bisa
berdebat soal korupsi dan represi (di bawah rezimnya), tetapi Anda tidak bisa
mempertanyakan soal itu (stabilisasi)1.
Pada 12 Maret 1966, sehari setela suksesi kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada
Jenderal Soeharto, tindakan pertama Soeharto adalah menyatakan bahwa PKI sebagai
partai terlarang yang diikuti dengan pembubaran PKI dan pemberantasan kader maupun
simpatisan PKI. Awal dari orde baru pun bergulir di bawah kepemimpinan Jenderal
Soeharto, nama orde baru diciptakan demi membedakan dengan pemerintahan orde lama
di bawah Presiden Soekarno. Perbedaan nama rezim itu bukan saja secara harfiah,

maupun perbedaan sang pemimpin orde. Tapi juga berimplikasi kepada pergeseran
secara fundamental misi dari pemerintah serta metode yang tepat untuk mencapai misi
tersebut. Radius Prawiro yang mantan Deputi menteri untuk urusan Bank Sentral
merangkap Gubernur Bank Indonesia (1966-1973), dalam bukunya Pergulatan Indonesia
Membangun Ekonomi menyatakan bahwa, misi orde baru dapat disarikan sebagai
pembangunan ekonomi. Dalam pencapaian misi tersebut, disiplin ilmu ekonomi termasuk alat analisis ekonomi makro dan mikro - menjadi ujung tombak, padahal di
zaman orde lama ekonomi dianaktirikan, tanpa kebijakan ekonomi yang jitu dan
terencana, mustahil ekonomi Indonesia bisa sehat kembali. Faktor politik, budaya dan
sosial juga berperan penting dalam membangun budaya ekonomi baru itu 2.
Pada Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), memilih
Soeharto sebagai pejabat Presiden. Setahun kemudian MPRS memilih Soeharto sebagai
Presiden. Pada Juni 1968, presiden Soeharto mengangkat kabinet baru. R.E. Elson dalam
bukunya Soeharto, Sebuah Biografi Politik menuliskan bahwa diantara tugas-tugas
pertamanya sebagai presiden adalah membentuk kabinet baru, yang diberi nama Kabinet

1Kompas, Senin 28 Januari 2008

2Lihat Radius Prawiro dalam Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi.

Pembangunan Pertama untuk membedakan kabinet itu dari kabinet-kabinet sebelumnya

yang menekankan berbagai aspek rekayasa sosial yang berorientasi ideologi 3.

Presiden Soeharto mendukung penuh tim ekonomi pemerintah dan rekomendasi mereka
sekalipun kebijakan yang diambil tidak populer secara politis. Staf ahli ekonomi Presiden
Soeharto terkenal sebagai para teknokrat atau sering disebut “mafia Berkeley” karena
beberapa anggotanya alumni University of California at Berkeley. Tim ini terpisah dari
kabinet yang anggotanya terdiri dari Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Mohammad Sadli,
Subroto, dan Emil Salim. Selanjutnya beberapa tim menyusul seperti Rachmat Saleh,
Arifin Siregar, J.B. Sumarlin dan Radius Prawiro. Soeharto mempercayakan
mempercayakan Widjojo Nitisastro sebagai pemimpin informal dari tim ekonomi ini.
Radius Prawiro menyatakan ada 3 hal nilai yang menonjol dalam menciptakan tatanan
ekonomi baru, yaitu gotong royong, trilogi pembangunan dan Pragmatisme.

2. Gotong Royong

Banyak cara gotong royong yang telah diterjemahkan ke dalam tindakan politik dan
kebijakan lainnya. Dalam masa sulit, pemerintah telah mengimbau warga negara untuk
mendukung kebijakan yang merupakan langkah terbaik bagi kepentingan nasional
meskipun kebijakan tersebut menuntut pengorbanan dari banyak individu.
Terutama saat awal orde baru, gotong royong punya dua arti praktis. Pertama, konsep

ini merupakan alternatif budaya terhadap paham komunisme. Gotong royong menjadi
basis ideologi yang berakar pada budaya bangsa untuk memajukan kebijakan ekonomi
yang bertanggung jawab secara sosial, toleran terhadap kesejahteraan individu, dan tidak
bertentangan dengan ekonomi pasar bebas. Kedua, gotong royong punya pengaruh
memoderatkan proses perumusan kebijakan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
hubungan erat antara gotong royong dengan dua konsep budaya Indonesia lainnya;
musyawarah yang berarti dialog, dan mufakat yang berarti konsensus.

3. Trilogi Pembangunan

Trilogi Pembangunan terdiri dari stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. Pengalaman
hiperinflasi dan kekacauan politik yang melanda Indonesia membuat para pemimpin
negara menerapkan kebijakan stabilisasi sebagai kebutuhan mutlak untuk menjaga
kekuatan dan keutuhan nasional. Para pemimpin orde baru menilai bahwa kehilangan
stabilitas bisa memporak-porandakan fungsi pasar dan merusak basis perubahan sosial
masyarakat sipil. Pertumbuhan, khususnya untuk negara miskin seperti Indonesia
pertumbuhan mutlak diperlukan. Hanya dengan pertumbuhan ekonomi negara
berpeluang untuk melayani kebutuhan hidup rakyatnya.
Dan komponen ketiga dari trilogi pembagunan adalah pemerataan. Benar atau salah,
Indonesia cenderung melihat kolonialisme sebagai contoh kapitalisme dalam bentuk

terburuk. Kesenjangan pendapatan yang besar dan ketidakpedulian terhadap

3 Periksa R.E. Elson Soeharto, Sebuah Biografi Politik.

kesejahteraan anggota masyarakat lainnya
diasosiasikan dengan kapitalisme free-fight.

merupakan

karakteristik

yang

sering

4. Pragmatisme dan Kebijakan Ekonomi

Pragmatisme berarti dalam perumusan pengambilan keputusan kebijakan ekonomi,
tidak banyak pantangan. Sebelum pemerintah menyetujui kebijakan, ada dua kriteria
dasar yang perlu dipenuhi, yakni kebijakan itu harus mendukung pembangunan dan harus

bisa dipertahankan secara politis. “Ekonomi sebagai pelayan politik”, dalam orba diganti
menjadi “politik biasanya dilaksanakan untuk mendukung ekonomi”.
Apa yang diungkapkan oleh Radius Prawiro diatas dalam bukunya Pergulatan Indonesia
Membangun Ekonomi sekiranya bisa menjadi sedikit pengetahuan bagi kita akan sejarah
dari awal kebijakan ekonomi dalam masa awal orde baru, terlepas dari berapa banyak
rakyat Indonesia melupakan Soeharto, tetap saja warisannya yang penting dan
berdampak luas tidak akan terlupakan. Mudah-mudahan para pemimpin kita bisa
mengambil pelajaran dari sejarah panjang bangsa ini, almuhafadzah ‘alal qodim al sholih
wal akhdu ‘alal jadid al ashlah‘ memelihara tradisi lama yang masih baik dan
mengambil/membuat tradisi baru yang lebih baik.
Banyak yang terabaikan oleh kebijakan masa lalu perihal identitas dan arah bangsa,
hasilnya sekarang setelah keruntuhan rezim Soeharto, adalah Indonesia yang terombangambing, tanpa landasan, tanpa kejelasan akan tujuan kemana Indonesia kelak, tanpa visi
yang disepakati akan ke arah mana hendak berjalan serta bagaimana sebaiknya
melakukan perjalanan tersebut. Saya sepakat dengan yang digambarkan R.E. Elson
bahwa tidak mengherankan bila persepsi kedaulatan yang defensif, yang dibesarbesarkan serta mudah dibangkitkan amarahnya, begitu dominan dalam bangsa Indonesia
kini. Warisan paradoksikal kekuasaan Soeharto adalah bahwa transformasi-transformasi
yang coba ia atasi adalah akibat langsung - walau awalnya tidak dimaksudkan demikian dari upaya-upayanya melakukan modernisasi sosial dan ekonomi. Masalah paling serius
bagi Indonesia adalah bahwa tidak adanya pemimpin yang tampak dapat
menggabungkan keterampilan-keterampilan politik dan strategi Soeharto dengan
pemahaman yang lebih luas dan manusiawi tentang dunia serta posisi Indonesia yang

tepat di dalamnya4.

5. Kerangka Pemikiran Orba

Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara
kekuasaan masa Sukarno(Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang
menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI tahun 1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
1) Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama;
2) Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia;
3) Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen;
4Bagian ini diadopsi dari artikel Andry Gunawan yang berjudul Sekilas Awal Orde Baru dan Kebijakan
Ekonomi; dipublikasikan oleh Lingkar Indonesia Muda pada edisi : 15 April 2008.

4) Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.

6. Jalanya Peristiwa Keberadaan Orde Baru
1) Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965;
2) Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30

September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung
lama;
3) Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%
sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga
bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat;
4) Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili;
5) Kesatuan aksi (KAMI, KAPI, KAPPI, KASI, dan sebagainya) yang ada di masyarakat
bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya
lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam
Gerakan 30 September 1965. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966
di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang
berisi :
a) Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya;
b) Pembersihan Kabinet Dwikora;
c) Penurunan Harga-harga barang.
6) Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet
Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet
tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September

1965;
7) Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965
tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub);
8) Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil
langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.

7. Upaya Menuju Kekuasaan Orde Baru
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di
dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya
Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah
karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi
pelaksana pemerintahan. Konflik Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai

puncak kekuasaannya karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan

kekuasaan pemerintahan kepada Suharto. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden
Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No.
XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali
mandat MPRS dari Presiden Sukarno.
12 Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde
Baru. Pada Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai
Presiden Republik Indonesia.

8. Upaya Untuk Melaksanakan Orde Baru
1) Melakukan pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara;
2) Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna mempercepat
proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur;
3) Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen;
4) Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-lembaga negara.


9. Pelaksanaan Orde Baru
Awalnya kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan. Perkembangannya,
kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin.
Untuk menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untuk menganut
sistem pemerintahan berdasarkan Trias Politika(dimana terdapat tiga pemisahan
kekuasaan di pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif, Legislatif) tetapi itupun tidak
diperhatikan/diabaikan.
Langkah yang diambil pemerintah untuk penataan kehidupan Politik :
a. Penataan Politik Dalam Negeri
Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA
dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu untuk
menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet
AMPERA adalah sebagai berikut :
a) Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan;
b) Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968;
c) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional;
d) Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk

dan manifestasinya.
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden
untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet
Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida, yang meliputi
Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi yang targetnya pada langkah-langkah sebagai :
a) Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama;
b) Pelaksanaan Pemilihan Umum;
c) Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September;

d) Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
Pembubaran PKI dan Organisasi masanya; Suharto sebagai pengemban Supersemar guna
menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka
melakukan :
a) Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan
dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966;
b) Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi
terlarang di Indonesia;
c) Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa
mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan
ketertiban.
Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan
berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah
partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi
atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosialpolitik, yaitu :
a) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan
Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai
politik Islam);
b) Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis);
c) Golongan Karya (Golkar)
Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam
kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987,
1992 dan 1997.
Pemilu 1971
a) Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana para
pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai peserta pemilu
dapat ikut menjadi calon partai secara formal;
b) Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu
sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
c) Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang anggota DPR
dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat;
d) Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236 kursi),
Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai
Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3
kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No.3
tahun 1975 yang mengatur mengenai penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan
bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan PDI) serta Golkar.
Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk
Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk PDI.
Pemilu 1982

a) Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan suara
Golkar secara nasional meningkat;
b) Golkar gagal memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan
Selatan Golkar berhasil merebut kemenangan dari PPP;
c) Golkar berhasil memperoleh tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI kehilangan
5 kursi.
Pemilu 1987
a) Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari Pemilu 1987
adalah:
b) PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan
pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan asas Islam
(pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan
diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang;
c) Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi;
d) PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI sebagai
hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
Pemilu 1992
a) Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan
perubahan yang cukup mengagetkan;
b) Hasilnya perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan
PPP memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
Pemilu 1997
Pemilu keenam dilaksanakan pada 29 Mei 1997; hasilnya:
a) Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51% dengan
perolehan kursi 325 kursi;
b) PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan perolehan
kursi 27 kursi;
c) PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11 kursi di
DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal dan terpecah antara PDI
Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa
demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan
dijiwai oleh asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan
Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang
selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi
perimbangan suara di MPR dan DPR.
Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia
selama enam periode pemilihan.
Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya
dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi
ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan
Dwifungsi ABRI.

Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan
pejuang tentara.
Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan
DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan.
Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai
pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia
Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam
sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila”
atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai
demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan
kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini
rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan
oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada
tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi
bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan
disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
b. Penataan Politik Luar Negeri
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan kembali kepada jalurnya
yaitu politik luar negeri yang bebas aktif.
Untuk itu maka MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik
luar negeri Indonesia.
Dimana politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan kepentingan nasional, seperti
permbangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.
Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi
bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia.
Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi
anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab
kepentingan nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan
Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi
anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi
anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari
pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua
Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan pemulihan
hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Filipina, Thailand, Australia, dan
sejumlah negara lainnya yang sempat remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.
Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan
dengan Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman (Dubes Pakistan untuk
Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan nota pengakuan terhadap Republik
Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew.
Akhirnya pemerintah Singapurapun menyampikan nota jawaban kesediaan untuk
mengadakan hubungan diplomatik.
Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di
Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:
a) Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah
mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia;
b) Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik;
c) Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan;
d) Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik
dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus 1966 dan
ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan
penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara 5.

10. Kehidupan Ekonomi Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi
seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi
swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada
usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966
yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun.
Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut :
a) Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi;
b) Kerja Sama Luar Negeri;
c) Pembangunan Nasional.
d) Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu :
e) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun;
f) Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun)
merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap
pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
Pelita I
5

Lihat Penakluk Rezim orde baru dan resume buku Peran politik birokrasi orde baru di indonesia.

a) Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal
pembangunan Orde Baru;
b) Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya;
c) Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani;
d) Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian;
e) Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16
Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia.
Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut
Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang
Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan
pembakaran barang-barang buatan Jepang.
Pelita II
a) Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979;
b) Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja;
c) Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7%
per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada
akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita
II, inflasi turun menjadi 9,5%.
Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan
masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada
segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
a) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan dan
perumahan;
b) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan;
c) Pemerataan pembagian pendapatan;
d) Pemerataan kesempatan kerja;
e) Pemerataan kesempatan berusaha;
f) Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi
generasi muda dan kaum perempuan;
g) Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air;
h) Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Pelita IV
 Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989;
 Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri;
 Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia.
 Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga
kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
Pelita V
 Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994;

 Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri;
 Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi
rata-rata 6,8 % per tahun;
 Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan
dengan peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
Pelita VI
 Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.
 Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai
penggerak utama pembangunan.
 Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh 6.

6
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Berakhirnya_Masa_Orde_Baru_dan_Lahirnya_Reformasi_9.2_(BAB_13)