Seputar Zakat 2 (Tanah, Mobil & Kendaraan Kredit)

Seputar Zakat 2 (Tanah, Mobil & Kendaraan Kredit)
SEPUTAR ZAKAT 2
Pertanyaan Dari:
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Moga Pemalang Jawa Tengah
Pertanyaan:
1. Apakah tetap harus dikeluarkan zakatnya apabila bentuk simpanan berupa tanah tidak produktif
(harga tanah mencapai nisab)?
2.
Apakah mobil wajib dizakati?
3. Apakah kendaraan yang dibeli dengan cara kredit maupun cash harus dikeluarkan zakatnya?
4. Bila uang yang digunakan untuk membeli kendaraan adalah tabungan yang sudah dikeluarkan
zakatnya, apakah tetap pemilik kendaraan, harus mengeluarkan zakatnya? Kapan haulnya?
Jawab:
1.

a.
b.
c.
d.
e.
f.


Syariat Islam telah mewajibkan zakat. Al-Quran memang tidak memberikan ketegasan tentang
berbagai kekayaan yang wajib dizakati dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, serta seberapa
besar harus dizakatkan. Persoalan detail zakat seperti tersebut di atas dijelaskan oleh sunah Nabi
saw, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
Keadilan dan keringanan adalah prinsip-prinsip ajaran Islam sehingga tidak mungkin agama
akan memberikan beban yang seseorang tidak mampu menanggungnya. Oleh karena itu, Islam
memberikan batasan tentang sifat kekayaan yang wajib dizakati dan syarat-syaratnya. Menurut
Dr. Yusuf al-Qaradhawi ada beberapa syarat harta kekayaan yang wajib dizakati:
Milik penuh
Berkembang
Cukup senisab
Lebih dari kebutuhan biasa
Bebas dari hutang
Berlalu setahun (al-Qaradhawi, 2007, Hukum Zakat: 125)
Al-Qaradhawi juga menjelaskan, ada dua macam kepemilikan tanah, yaitu: Pertama, tanah
yang dimiliki atau dibeli dengan maksud untuk mencari laba. Tanah seperti ini termasuk tanah
yang setiap tahun harus dihitung harganya untuk mengetahui nisabnya lalu dikeluarkan zakatnya
(bila sudah senisab). Hukum zakat bagi tanah yang diperjualbelikan ini, merupakan pendapat
jumhur ulama yang tidak dipertentangkan lagi kecuali oleh Malikiyah. Menurut mazhab ini,

tanah tersebut wajib dizakati bila sudah laku terjual. Pendapat jumhur ini bisa dijadikan
pegangan, tetapi boleh juga pada kondisi tertentu kita mengikuti pendapat Malikiyah yaitu pada
saat mengalami kerugian misalnya harga tanah turun di bawah harga pembelian dan tidak ada
orang yang mau membelinya kecuali dengan harga yang rendah. Kedua, tanah yang dibeli atau
dimiliki bukan untuk diperjualbelikan. Misalnya untuk didirikan bangunan di atasnya maka tanah
seperti ini tidak wajib dizakati. Namun jika di bangun perumahan, misalnya untuk disewakan
maka harus dikeluarkan zakatnya dari hasil perumahan tersebut (al-Qaradhawi, 1995, FatwaFatwa Kontemporer 1: 368).

Terkait dengan pertanyaan saudara, apakah ada zakatnya untuk tanah yang tidak berkembang
walaupun harganya mencapai satu nisab, maka dapat kami jawab bahwa jika tanah itu saudara
niatkan semata-mata untuk diwariskan, maka tidak ada kewajiban zakatnya, karena tidak adanya
syarat yang kedua sebagaimana telah kami sebut di atas yaitu harta harus berkembang,
sedangkan bila tanah itu untuk diinvestasikan sehingga dimungkinkan untuk berkembang maka
ada zakatnya.
Pengertian berkembang adalah sifat kekayaan itu memberikan keuntungan, pendapatan,
keuntungan investasi atau pemasukan lainnya. Mewajibkan zakat atas kekayaan yang tidak
berkembang bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan dan tentunya akan memberatkan,
apalagi bila harus dilaksanakan tahun demi tahun.
Adapun yang dijadikan dasar syarat harus berkembang adalah hadis Rasulullah saw:
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: Tidak ada

kewajiban bagi seorang muslim untuk mengeluarkan zakat dari budak atau kuda miliknya.”
[HR. Muslim]
Hadis ini menjadi landasan bahwa kekayaan untuk pemakaian pribadi tidak ada kewajiban
zakatnya, Nabi saw hanya mewajibkan pada harta yang berkembang dan diinvestasikan. Hal ini
juga didukung oleh pendapat Imam an-Nawawi. Dalam perkara zakat kuda misalnya, Umar ibnu
al-Khatab berijtihad dengan tetap mengambil zakatnya karena memang pada masa itu, kuda
sudah diternak sedemikian rupa sehingga menjadi harta kekayaan yang besar, ini berbeda dengan
masa-masa sebelumnya.
Pada masa Nabi Muhammad saw harta-harta orang Islam berupa binatang-binatang penarik,
rumah-rumah kediaman, perkakas-perkakas kerja, perabot-perabot rumah tangga tidak
diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya karena semuanya itu tidak termasuk harta yang
berkembang.
Dengan demikian jelas bahwa simpanan yang berupa tanah tidak produktif tidak terkena
kewajiban zakat.
2.
Berkaitan dengan harta kekayaan yang berupa mobil, apakah harus dikeluarkan zakatnya atau
tidak, sebenarnya sudah pernah dibahas oleh Tim Fatwa Agama dan telah dimuat dalam Buku
Tanya Jawab Agama jilid 2 halaman 113 dan di Rubrik Fatwa Agama Majalah Suara
Muhammadiyah No. 20 Tahun ke-93/ Oktober 2008. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa
status atau kedudukan mobil itu harus diperjelas terlebih dahulu, apakah sebagai barang

dagangan untuk diperjual belikan, dijadikan taksi, ataukah sebagai alat transportasi pribadi/
keluarga yang sangat dibutuhkan. Dalam hal ini, apabila mobil tersebut sebagai harta dagangan,
berarti harta tersebut termasuk harta yang berkembang sehingga wajib dikeluarkan zakatnya,
yaitu 2,5% setiap satu tahun apabila sudah sampai nishab. Para ulama mengambil ketentuan
berkembang sebagai syarat bagi harta yang wajib dizakati berdasar sabda Rasulullah saw, baik
lisan maupun perbuatan, yang diperkuat oleh tindakan para khalifah dan shahabat Nabi
Muhammad saw, tidaklah mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan
pribadi. Seperti yang ditegaskan dalam hadits pada jawaban butir 1.
Imam an-Nawawi mengatakan bahwa hadits tersebut merupakan landasan bahwasanya
kekayaan untuk pemakaian pribadi tidak wajib dizakati. Nabi saw hanya mewajibkan atas
kekayaan yang berkembang dan diinvestasikan. Adapun jika mobil tersebut dijadikan modal
usaha, seperti dijadikan taksi, maka hasil dari usaha tersebut harus dizakati sebesar 2,5% setiap
tahunnya apabila sudah mencapai nishab. Sedangkan mobilnya sendiri hanya dizakati sekali saja
apabila uang yang digunakan untuk membeli mobil tersebut belum dizakati. Hal ini sebagaimana

tersebut dalam buku al-Amwal fil-Islam Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah terbitan PT. Percetakan Persatuan halaman 20.
3.
Saudara penanya yang budiman, sebenarnya bukan soal kendaraan yang dibeli dengan cara
kredit atau cash yang menyebabkan terjadinya kewajiban zakat, tetapi pada status atau

kedudukan kendaraan tersebut. Misalnya, kendaraan itu berkedudukan sebagai barang dagangan
atau digunakan untuk keperluan sehari-hari. Sepeda motor umpamanya. Orang mempunyai
sepeda motor, kalau sepeda motor itu sebagai barang dagangan yang dapat berkembang atau
menghasilkan keuntungan, maka motor itu sebagai harta yang wajib dizakati. Hampir sama
dengan itu, apabila sepeda motor itu berfungsi sebagai modal dalam mendapatkan hasil untuk
dikumpulkan seperti sepeda motor untuk ojek, hasil dari sepeda motor sebagai inventaris dizakati
pada waktu mencapai batas satu tahun sejumlah 2,5%. Selanjutnya, menurut yang tersebut dalam
buku “Al Amwal fil Islam” Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang
diterbitkan oleh PT. Percetakan Persatuan halaman 20, pada tiap akhir tahun dizakati 2,5%. Dari
harta itu, kecuali alat perlengkapan inventaris yang pernah dizakati tadi tidak perlu dizakati lagi.
Lain halnya jika memiliki sepeda motor sebagai alat transportasi sehari-hari untuk memenuhi
keperluan hidup dalam masyarakat, untuk pergi ke kantor, untuk pergi ke Masjid, dan untuk
keperluan pribadi atau keluarga yang lain, tidak wajib dizakati.
4.
Tabungan merupakan salah satu benda yang wajib dikeluarkan zakatnya sekali dalam setahun,
yaitu apabila telah memenuhi nishab dan haulnya. Apabila uang tabungan yang sudah dizakati
itu digunakan untuk membeli kendaraan, seperti mobil, kemudian mobil itu digunakan untuk
kepentingan pribadi seperti untuk pergi ke kantor, keluar kota atau berwisata, maka tidak wajib
dikeluarkan zakatnya karena ia termasuk benda yang tidak berkembang. Hal ini ditegaskan oleh
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim sebagaimana telah dikutip pada jawaban butir 1 di atas.

Namun, apabila mobil yang dibeli dari tabungan yang sudah dikeluarkan zakatnya tersebut
digunakan untuk mencari sumber penghasilan dengan menjadikanya mobil angkot, taksi atau
disewakan, maka pemiliki mobil harus mengeluarkan zakat dari hasil usaha mobilnya jika
memenuhi nisab 85 gram emas murni, kadar zakatnya 2,5% dan haulnya setelah sampai setahun
dihitung mulai dari awal dia merintis usahanya. Jadi, zakatnya itu bukan dari zat mobil itu
sendiri, karena objek zakatnya telah berubah dari tabungan menjadi mobil angkot yang
menghasilkan pendapatan atau keuntungan.
Allah swt berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [QS al-Baqarah, 2: 267]
Wallahu „alam bish-shawab. *putm)

Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
http://tarjihmuhammadiyah.blogspot.com