Makalah sastra anak KKPK dan OOT

Perbandingan Pesan Moral
dalam Cerita KKPK dan Orang-Orang Tercinta
makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sastra Anak
dosen: Baban Banita M, Hum.

disusun oleh:

Elva Hafzah Alsya
180110120012

Universitas Padjadjaran
Fakultas Ilmu Budaya
Sastra Indonesia
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan kasih–Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbandingan Pesan
Moral dalam Cerita KKPK dan Orang-Orang Tercinta” ini selesai tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sastra Anak.
Selesainya makalah ini berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :
1. dosen mata kuliah Sastra Anak, Baban Banita, M. Hum;
2. semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya makalah ini.
Penulis mengakui makalah ini masih ada kekurangan, terutama disebabkan karena
keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pembaca sangat
diperlukan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan
umumnya bagi semua pembaca.

Jatinangor, Juni 2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagaimana halnya manusia dewasa, anak pun membutuhkan informasi tentang
dunia, tentang segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekelilingnya. Anak juga ingin
mengetahui berbagai informasi tentang apa saja yang dapat dijangkau pikirannya. Bukankah

banyak dijumpai anak-anak yang suka mendengarkan orang berbicara, bahkan sering
nimbrung ikut berbicarara, misalnya sewaktu ada tamu di rumah. Anak berhak untuk
memperoleh hal-hal tersebut dalam rangka pengembangan identitas diri dan kepribadiannya.
Pemenuhan hak-hak anak adalah tugas orang dewasa dan hal itu merupakan salah
satu bentuk apresiasi terhadap anak. Pemenuhan kebutuhan anak akan informasi tersebut
dapat dilakukan dan diberikan lewat cerita. Pada hakikatnya semua orang senang dan butuh
cerita, terlebih anak yang memang sedang berada dalam masa peka untuk memperoleh,
memupuk, dan mengembangkan berbagai aspek kehidupan. Lewat cerita anak, bahkan orang
dewasa pun dapat memperoleh, mempelajari dan menyikapi berbagai persoalan hidup dan
kehidupan, manusia dan kemanusiaan. Cerita menawarkan dan mendialogkan kehidupan
dengan cara-cara yang menarik dan konkret. Berbagai cerita yang dimaksudkan untuk
dikonsumsikan bkepada anak dapat diperoleh dan diberikan, antara lain, lewat sastra anak.
Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalana hidup
manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang
semuanya diungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas. Artinya, pengungkapan dalam
bahasa sastra berbeda dengan cara-cara pengungkapan yang telah menjadi biasa, lazim, atau
yang itu-itu saja. Dalam bahasa sastra terkandung unsure dan tujuan keindahan. Bahasa sastra

lebih bernuansa keindahan daripada kepraktisan. Karakteristik tersebut juga berlaku dalam
sastra anak.

Sudah banyak karya yang dihasilkan untuk bacaan anak-anak. Karya sastra anak
ditulis oleh dua sumber, yakni orang dewasa yang menulis cerita untuk anak, atau anak-anak
anak menulis cerita anak.
Dari keterangan di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis dua cerita dari
pengarang yang berbeda, yakni cerita anak yang ditulis oleh anak dan cerita anak yang di
tulis oleh orang dewasa. Untuk itu penulis melakukan perbandingan terhadap cerita anak
KKPK dan cerita anak Orang-Orang Tercinta.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, maka identifikasi masalah pada
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana nilai ditampilkan dalam KKPK?
2. Bagaimana nilai ditampilkan dalam Orang-Orang Tercinta?
3. Apa perbedaan signifikan antara cerita anak KKPK dengan cerita anak Orang-Orang
Tercinta?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mendefinisikan konflik yang diangkat dalam KKPK
2. Mendefinisikan konflik diangkat dalam Orang-Orang Tercinta
3. Mendefinisikan perbedaan signifikan antara cerita anak KKPK dengan cerita anak
Orang-Orang Tercinta


BAB II
LANDASAN TEORI
Menuruk Huck dkk. (1987:4-5) dalam Nurgiyantoro (2010:6), perlu adanya perhatian
terhadap perbedaan buku yang dimaksudkan sebagai bacaan anak dan dewasa. Buku bacaan
untuk dewasa tidak begitu saja dapat diberikan dan dikomsumsikan kepada anak karena adanya
berbagai kendala keterbatasan, baik yang menyangkut isi kandungan maupun unsur kebahasaan.
Isi kandungan yang terdapat pada sastra anak terbatas, sesuai dengan jangkauan emosional dan
psikologi anak itulah yang, anatara lain, merupakan karakterikstik sastra anak.
Menurut Hunt (1995:61) dalam Nurgiyantoro (2010:8) sastra anak dapat didefinisikan
sebagai buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus
pula memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut sebagai anak-anak.
Menurut Nurgiyantoro (2010:9) pengalaman anak masih terbatas, maka anak belum dapat
memahami cerita yang melibatkan pengalaman hidup yang kompleks. Berbagai pengalaman
abstrak dan nonverbal sebagaimana yang biasa dialami dewasa, misalnya pengalaman religius
yang amat mendalam, peristiwa sebab-akibat yang kompleks seperti cinta segitiga,
pengkhianatan, dan lain-lain belum dapat dijangkau dan dipahami oleh anak. Namun di pihak
lain, anak dapat atau lebih siap menerima fantasi daripada orang dewasa. Fantasi anak akan
mudah dan begitu saja menerima cerita binatang yang berbicara dan bertingkah laku seperti
manusi, cerita dewa-dewa atau manusia super, atau cerita-cerita yang termasuk kategori legenda

dan sejenisnya. Sesuatu yang bagi orang dewasa tidak masuk akal, bagi anak adalah hal yang
wajar.

BAB III
ANALISIS DATA
Nurgiyantoro (2010:48) berpendapat bahwa anak belum dapat memilih bacaan sastra
yang baik untuk dirinya sendiri. Jadi, orang dewasa yang harus menuntunnya untuk memberi
bacaan yang sesuai untuk anak.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bacaan sastra yang tepat akan menunjang
pertumbuhan dan perkembangan berbagai aspek kedirian anak. Untuk itu pemilihan bacaan harus
dilakukan dengan hati-hati.
KKPK atau Kecil-Kecil Punya Karya lahir pada Desember 2003. Penulis yang pertama
kali mengusung seri KKPK adalah Sri Izzati, 8 tahun, yang masih duduk di kelas V SD
Istiqamah, Bandung. Sri Izzati membuat karya berjudul Kado untuk Ummi. KKPK memang
diniatkan sebagai wadah yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak dalam menciptakan prestasi
pada bidang tulis-menulis.
Orang-Orang Tercinta ialah salah satu karya dari Soekanto SA. Soekanto SA adalah
orang dewasa yang menulis cerita anak. Ia tinggal di dalam kenangan banyak anak yang
sekarang sudah menjadi orang tua. Namanya langsung mengingatkan pada Si Kuncung, majalah
anak pada akhir tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1970-an. Ia juga dikenal sebagai

penulis cerita anak yang legendaris.
Baik KKPK maupun Orang-Orang Tercinta, kedua ceritanya berisi tentang anak-anak.
Namun, ada perbedaan yang sangat signifikan diantara kedua karya sastra anak ini. Salah satu
penyebabnya ialah segi kepengarangannya, KKPK dibuat oleh anak-anak sedangkan OrangOrang Tercinta dibuat oleh orang dewasa yakni Soekanto.
Untuk mengetahui apa saja perbedaan yang terkandumg pada kedua karya ini, maka
dilakukan analisis perbandingan antarkarya tersebut. Di bawah ini:
1. Koflik yang diangkat dalam KKPK
KKPK ialah karya anak yang diperuntukan untuk anak atau kata lainnya ialah dunia fiksi
anak, karena dibuat oleh anak, isinya tentang anak, dan untuk anak pula. Di salah satu sisi,
KKPK ini memang bermanfaat untuk membangun kreativitas anak. Namun, di sisi lain KKPK

dapat mengubah pola pikir anak. Karena, kebanyakan cerita yang dimuat dalam KKPK ini
menghidangkan hidup yang serba instan, serba mudah, tanpa memunculkan konflik yang berarti.
Kemudian penggambaran tokoh utama dalam karya-karya KKPK cenderung mirip.
Penulis telah membaca kurang lebih 7 karya KKPK dengan 7 pengarang yang berbeda.
Namun, dari ketujuh karya tersebut konflik yang diangkat hampir sama. Isinya pasti tentang
persahabatan, kompetisi, petualangan atau pindah keluar negri. Salah satu contoh adalah cerita
My Days in America(MDA) karya Sarah Asyfa S.
Cerita ini memiliki isi cerita yang cenderung sama (mirip) dengan beberapa KKPK
lainnya, yakni tokoh utama ialah anak perempuan, hal ini dapat dipengaruhi oleh pengarang yang

juga perempuan,

agar lebih menjiwai ceritanya sehingga mempermudah pengarang

menyampaikan maksud cerita. Kemudian tokoh utama berada dalam keluarga sangat kaya,
memiliki sahabat yang juga anak dari orang kaya, sekolah di Luar Negri/sekolah elit dengan
berbagai fasilitas mewah, memiliki musuh (gang rese) di sekolah, namun di ujung cerita di tutup
dengan penyesalan musuh (gang rese), dan tokoh utama memaafkan dengan lapang dada dan
bersahabat dengan mantan musuh tersebut. Cerita selalu diakhiri dengan bahagia (happy ending).
Tokoh utama dalam cerita digambarkan sebagai tokoh protagonis yang ideal. Sangat
jarang tokoh utama yang diangkat dalam KKPK ialah tokoh antagonis atau buruk. Selain
penokohan, hal yang penting dalam suatu cerita ialah isi cerita itu sendiri. Di setiap cerita sudah
pasti dimunculkan konflik. Begitu pun pada cerita My Days in America. Namun, cerita ini
memiliki konflik yang kurang berarti, maksudnya konflik cerita tersebut tidak kompleks, artinya
suatu permasalah yang diangkat sangat mudah dipecahkan. Di bawah ini penggalan yang
menceritakan suatu sebab munculnya sebuah konflik dan penyelesaiannya.
Dalam cerita cerita My Days in America, dimunculkan beberapa konflik sebagai berikut:
Konflik pertama,
Pagi-pagi sekali aku terbangun. Ternyata, Vira sudah bangun lebih dulu. Aku
langsung menuju kamar mandi, mengambil wudhudan Shalat Subuh. Setelah itu, aku

mandi. Pagi ini, aku ingin berolahraga, keliling-keliling saja. Namun, Vira mengajak ke
stadion olahraga. Dia membawa bola basket dan raket.
Tante Vina memberi uang kepada kami untruk sarapan di luar. Oh, iya, Kak Lisa,
Lita, Kak Vita, dan Vika juga ikut. Aku dan Kak Lisa mengayuh sepeda. Lita, Vbika, dan
Vira naik skuter. Semetara, Kak Vita memakai sepatu roda.
Aku sudah memakai baju training, helm, dan sepatu. Setelah semua siap, kami
keluar apartemen dan berolahraga sambil jalan-jalan. Wah, di sini ada jalan khusus

untuk pengendara sepeda, skuter, dan yang bersepatu roda. Jadi, tidak usah berebut
jalan dengan pengendara mobil atau sepeda motor.
Tiba-tiba….
BRUK!!!
Lita tabrakan dengan seorang pengendara sepeda. Pengendara sepeda itu kabur!
Ya, ampun, lutut Lita berdarah! Lita menangis.
Huh, engga bertanggung jawab sekali, sih! Kataku dalam hati. Kak Vita yang
kebetulan membawa kotak P3K langsung membersihkan luka Lita dan memberinya obat
luka. Kami beristirahat sebentar….(MDA:31-32)
Konflik di atas dimunculkan dengan sederhana, yakni dengan tiba-tiba Lita tabrakan
dengan pengendara sepeda, lalu pengendara sepeda itu dianggap tidak bertanggung jawab karena
kabur. Menurut penulis, konflik di atas terlalu dipaksakan hadir, sehingga yang tercipta ialah

konflik yang rancu (ada hal yang menyimpang). Mengapa? Pertama, Lita diterangkan membawa
skuter, lalu pengarang menerangkan pengendara sepeda, skuter, dan yang bersepatu roda
memiliki jalur khusus. Tapi kenapa tabrakan itu bisa terjadi antara pengendara skuter dengan
pengendara sepeda? Kedua, sebuah tabrakan bisanya terjadi antar pengendara dengan jalur yang
berlawanan, berarti jalur yang berlawan pada jalan di Amerika sana di posisikan bersampingan?
Ketiga, mengapa tabrakan itu dapat terjadi? Apa Lita tidak berkonsentrasi ke depan sehingga ia
tidak menyadari pengendara lain di depannya hendak menambraknya? Terakhir, setelah kejadian
tabrakan tersebut apa yang lain tidak berkeinginan untuk mengejar si pelaku? Yang ada hanya
membiarkannya, dan mencibir tanpa tindakan yang berarti.
Selain konflik yang rancu, juga penyelesaian konflik yang rancu pula, yakni secara
kebetulan Kak Vita membawa kotak P3K, kemudian mengobati luka Lita. Hal rancunya ialah
bukankah Kak Vita diterangkan bersepatu roda, dapat dibayangkan repotnya Kak Vita bersepatu
roda dengan membawa kotak P3K (memang bukan hal yang tidak mungkin, bila mungkin pun
sepertinya sangat jarang terjadi). Mengapa tak tokoh Aku saja yang membawa sepedah,
bukankah bila memakai sepeda lebih masuk akal membawa kotak P3K, karena dapat di simpan
di keranjang sepedanya.
Konflik kedua,
…. Seusai makan, kami buru-buru ke stadion olahraga. Takutnya, stadion
olahraga dipenuhi lebih banyak pengunjung.
Setelah mendapat tiket, kami menuju tempat parkir. Aku memarkir sepeda di

tempat parkir khusus skuter. Yang memakai sepatu roda, bisa menyimpan sepatu rodanya
di tempat penitipan.
Sesampainya di arena basket, kami membuat tim dua tim basket. Aku bersama
kak Vita dan Lita. Vira bersama Kak Lisa dan Vika.

Saat sedang asyik-asyiknya bermain, tiba-tiba ….
GUBRAK!!!
Permainan basket terhenti. Semua melihat kea rah suara. Ternyata, Vira terjatuh
karena ada seseorang yang secara sengaja melempar bola basket ke kepala Vira. Ada
tiga anak perempuan berdiri di samping Vira dan menatap Vira dengan sinis.
Siapa, sih, mereka?
“Apa yang kalian lakukan?!” teriaku marah.
Tiga anak perempuan itu tertawa penuh kemenangan. “Hei! Santai, dong! Hanya
dilempar bola basket saja maarah. Lagian, bukan kamu yang menjadi korban,” jawab
mereka santai.
“Tapi, kami tidak mengganggu kalian! Kenapa dia dilempar bola?” balasku
tidak terima.
“Memangnya kenapa? Kan, terserah kami! Mau ini, mau itu. Jangan mengatur
kami, dong! Hahaha …!” cetus salah satu dari mereka sambil berkacak pinggang.
Mereka semua tertawa lagi.

Kemarahanku memuncak. Huh, seenaknya saja. Belum juga kenal, sudah berani
berkata begitu. Enggak sopan, kan?
Mereka yang tadi melempar bola ke kepala Vira pergi meninggalkan kami sambil
tertawa-tawa.
Aaargh!
“Sabar, Lifa.” Vira berusaha menenangkan aku yang masih marah.
“Ih, kamu sabar banget deh, Vir! Masa kamu dibegituin enggak tersinggung?
Seenaknya saja mereka. Belum juga kenal,” kataku, masih marah.
“Aku mengenal mereka,” sahut Vira.
Semua terkejut. Masa Vira berteman dengan abak-anak itu?
“Sebenarnya, mereka satu sekolah denganku saat Elementary School. Mereka
memang pembuat onar. Mereka suka sekali menjailiku.”
“Ya sudah. Kita pulang saja, yuk!”(MDA:33-37)
Sangat terlihat sekali, konflik diatas tidak menemukan penyelesaian yang berarti, setelah
Vira menjelaskan alasan mengapa anak-anak wanita itu menjailinya, tidak ada tindakan lebih
lanjut, Lifa yang sebelumnya digambarkan ngotot pun tidak memberi respon lebih lanjut.
Konflik kedua belum menemukan kejelasan sudah dimunculkan konflik lainnya, yakni hilangnya
sepeda yang di pakai Lifa (MDA:37-46). Kerancuan pun muncul pada bagian cerita ini, alasan
konflik dimunculkan dianggap tidak penting dan berlebihan. Sepeda Lifa tidak benar-benar
hilang, tapi Kak Vita dan Kak Lisa sengaja membawa secara diam-diam sepeda Lifa dari
parkiran dengan tujuan supaya Lifa, dan yang lain mencari dan mengikuti jejak sepeda itu
dengan petunjuk-petunjuk yang juga sengaja Kak Vita dan Kak Lisa buat. Dan hal itu mereka
lakukan hanya untuk mengatakan selamat datang di Amerika kepada Lifa.
“Hehehe… sebenarnya kami yang mengambil sepedamu, Lifa,” kata Kak Vita.
“Begini, aku mengajak Lisa ke toilet, padahal senetulnya kami tidak ke toilet. Kami
menyembunyikan sepedamu di dekat parkiran skuter. Lalu saat kamu lengah, kami cepat-

cepat melemparkan surat kearahmu agar kamu datang ke kebun mawar ini….”(MDA:4445)
Pertanyaan untuk hal tidak logis dalam kutipan diatas: Kemana sepatu roda Kak Lisa dan
skuter kak Vita?
Konflik terakhir dan mungkin konflik klimaks, dimunculkan pada bagian ‘Pertengkaran’
(MDA:71), dalam cerita tersebut Lifa di fitnah oleh Kelly, Sam, dan Addie (mereka geng usil,
yang pernah melempar bola basket ke kepala Vira) mengambil uang mereka, lalu
mengadukannya pada sahabat-sahabat Lifa, yakni Vira, Alicia, Christine, dan Shelby, anehnya
keempat sahabat Lifa percaya begitu saja dan menjauhi Lifa.
Dalam memunculkan konflik itu juga terlalu dipaksakan. Konflik dimunculkan tanpa
alasan yang meyakinkan. Mengapa sahabat Lifa lebih mempercayai anak-anak yang sebelumnya
pernah mencelakakan Vira, dan Vira juga mengapa percaya begitu saja pada orang yang dari
dahulu sering menjailinya? Hal ini benar-benar rancu (bila mungkin terjadi di kehidupannya,
dapat dikatakan kemungkinan terjadinya sangat kecil).
Kemudian penyelesaian konflik secara keseluruhan (konflik persahabatan) dengan cara
memunculkan sahabat lama Lifa yakni Rika (hlm. 79), Lifa merindukan Rika, tidak lama dari itu
Rika menelpon Lifa, saling menanyakan kabar. Percakapan mereka dilanjutkan melalui email.
Kemudian ketika Lifa menanyakan keadaan di Bandung (tempat tinggal Rika), Rika tak
membalas. Keesokan harinya, didapati berita adanya gempa di Yogyakarta. Lalu diketahui Lifa
bahwa Rika sedang berlibur di Yogyakarta. Kemudian Lifa terjatuh dari tangga dan pingsan
hingga cukup lama.
Sebelum adegan Lifa pingsan itu, Lifa telah diteraktir makan oleh Kak Lisa di sebuah
restoran, ketika pulang ia menyalakan televisi dan menemukan berita gempa tersebut, dia kaget
dan teringat Rika, namun ia lega karena yang ia tahu Rika tengah di Bandung. Kemudian ia
membuka email di kamarnya, ternyata Rika mengabarkan tengah berlibur di Yogyakarta dengan
Mely, dan Felli.
”APA?!” teriaku histeris.
BRUK! Aku tidak ingat apa-apa lagi.(MDA:88)
Jika di baca dengan teliti, banyak cerita yang dibuat berlebihan dan memunculkan
pertanyaan pada bagian ini, diantaranya. Lifa ditemukan pingsan oleh mamanya di dekat tangga
-diketahui bahwa sebelum Lifa pingsan ia membuka email (di kamarnya)- membuka email Rika,

terkejut dan barulah setelah itu pingsan tanpa dijelaskan alasan pingsan, sehingga penulis tidak
fokus pada bacaannya karena menduga-duga dan menjatuhkan pertanyaan, apa posisi kamar Lifa
dekat sekali dengan tangga, hingga setelah membaca email ia kemudian terjatuh dan pingsan,
atau setelah membaca email ia hendak memberitahukan mamanya karena terburu-buru ia
kemudian terpeleset di tangga, jatuh lalu pingsan hingga patah tulang?
Penyelesaian konflik yang lainnya ialah ketika di rumah sakit Lifa kedatangan
sahabatnya yang sebelumnya memusuhinya karena mempercayai tuduhan Kelly, Sam, dan
Addie. Ketika bagian ini dengan tiba-tiba mereka mengaku menyesal dan meminta maaf. Bukan
saja sahabat-sahabat Lifa yang meminta maaf, tetapi ketiga musuh Lifa pun meminta maaf tanpa
alasan yang pasti, dan Lifa pun senangtiasa memaafkan mereka.
Penutup cerita My Days in America ini diakhiri dengan kisah bahagia Lifa yang
sahabatnya kembali mempercayainya sekaligus bertambah jumlah sahabatnya karena Kelly, Sam
dan Addie memutuskan untuk menjadi sahabat Lifa.
Cerita di atas ialah contoh gambaran pemikiran anak-anak yang serba menganggap
mudah pada setiap permasalahan. Logika cerita cenderung sulit dicerna, sulit masuk akal, contoh
upaya tokoh utama anak-anak mempersepsikan diri atau tingkah laku layaknya orang dewasa,
misalnya anak yang masih duduk di sekolah dasar kelas satu menjadi tulang punggung untuk
keluarga dan bekerja layaknya orang dewasa. Kemudian, tokoh dalam KKPK cenderung dari
kalangan menengah ke atas.
Dalam KKPK, dunia anak dikontruksi sebagai sebuah dunia hybrid yang memadukan
unsure lokal dan global. Konstruksi hibriditas dalam narasi seri KKPK yang tampak dalam tiga
aspek yakni perilaku, bahasa, dan agama. Nilai perilaku yang diperlihatkan dalam KKPK sangat
bertolak belakang dengan identitasnya sebagai anak Indonesia, terbukti dalam beberapa cerita
KKPK mengusung cerita di luar negeri seperti Paris, Belanda, dan Amerika. Dan hal itu
memunculkan perilaku kebarat-baratan. Sampai nama-nama makanan, seperti spaghetti, burger,
chicken Kentucky, dll.
Dari judul, sudah dapat dinilai bagaimana nilai bahasa yang terkandung. Kecenderungan
judul dalam karya KKPK menggunakan bahasa asing, seperti inggris atau belanda. Salah satu
contohnya ialah buku yang dibahas di atas yakni My Days in America. Hal ini dapat direspon
positif, karena membuktikan bahwa anak bangsa kini menjadi lebih cerdas dan tanggap dalam

mempelajari bahasa asing. Namun, hal ini juga mengkhawatirkan karena anak-anak telah
mencampurkan struktur bahasa sehingga menjadi berbeda. Dan identitas bahasa Indonesianya
menjadi hilang.
Dari nilai agama, KKPK terang-terangan mengusung nilai islam lewat posisinya yang
berlawanan/bertolak belakang dengan perilaku. Islam menjadi cover namun isi cerita berupa
gambaran hedonisme, budaya instan, dan rasisme.
Cerita-cerita dalam KKPK menggambarkan pemikiran anak usia 06-11 tahun itu belum
dapat menyelesaikan masalah yang berat. Penyebabnya ialah pengaruh kehidupan instan, anak
tidak dikenalkan perjuangan oleh orang tuanya, mereka tidak mengenal sulitnya mendapatkan
sesuatu. Karena dari kecil mereka terpenuhi segala fasilitas seperti di sekolahkan di tempat yang
elite. Anak seperti sudah diberi patokan bahwa hidup itu seperti dalam KKPK. Sehingga
menciptakan gaya hidup yang hedonisme. Anak-anak mengagungkan kekayaan orang tuanya.
Tidak jarang anak-anak demikian menjadi rasis, membedakan dirinya dengan anak yang
memiliki kekurangan. Bila setiap anak berperilaku demikian, pantas saja jika moral bangsa
semakin bobrok. Karena pendidikan moral yang kurang dari pihak orang tua juga lingkungan.
KKPK ini sebagai bukti bahwa hedonisme kini diterapkan pada anak-anak. Karena cerita KKPK
tidak lain dipengaruhi oleh keseharian para pengarangnya.
2. Konflik yang diangkat dalam Orang-Orang tercinta
Sekali lagi, Soekanto SA dikenal sebagai penulis cerita anak yang legendaries, karyakaryanya tidak hanya indah, tetapi juga bermanfaat dan punya kemampuan membersihkan jiwa.
Maksud dari Orang-Orang Tercinta dalam cerita ini ialah orang-orang yang hadir disekitar tokoh
utama, misalnya ayah, ibu, kakek, nenek, dan tukang kebun sekolah.
Dalam Orang-Orang Tercinta terbagi menjadi dua bagian besar yakni orang-orang
tercinta dan anak-anak yang bahagia. Dari dua bagian pokok ini terbagi lagi menjadi beberapa
subbagian, yakni berupa beberapa cerita pendek. Keseluruhan cerita cenderung menceritakan
kejadian-kejadian yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Cerita-cerita yang begitu
sederhana. Mengambil latar yang sederhana pula yakni kampung halaman. Orang-orang yang
sederhana, hidup sederhana.

Konflik yang dimunculkan lebih matang dan terkonsep. Meski begitu, bahasa yang
digunakan adalah bahasa yang mudah dicerna oleh anak-anak. Hal ini disebabkan oleh
pengarangnya yakni orang dewasa sehingga konflik menjadi logis atau masuk akal. Menjadikan
hal yang sederhana, luar biasa maknanya. Dan yang paling penting, dalam cerita Orang-Orang
Tercinta mengusung nilai moral yang tinggi. Member dampak positif bagi anak maupun pembaca
dewasa.
Salah satu contoh cerita yang memiliki nilai moral ialah Tangan yang Terulur (hlm, 79).
Segalanya akan tetap terkesan. Mendalam sekali dalam lubuk hatiku karena cara
ayah menjelaskannya.
Suatu kali dengan manja aku bertanya :
“Betulkah Tuhan itu ada, ayah? Dan apa artinya bagi kita?”
Kuingat benar, karena pertanyaan itu ayahku tersenyum dan mengelus kepalaku.
Kemudian tak terduga sekali ayah memijiti hidungku.
Aku mengelak karena susah bernapas.
Lalu dengan lucunya pula ayah menutup mataku dengan saputangan.
Kemudian masih ada kelanjutannya: ayah menutup telingaku dengan kapas.
Aku tak dapat mendengar lagu merdu yang diputar ibu dari piringan hitam
kegemaranku.
Kemudian ayah bertubi-tubi menghujaniku dengan dengan pertanyaanpertanyaan.
“Dapatkah kau hidup bila tak ada udara yang ke luar masuk rongga dadamu?
Dapatkah kau melihat alam yang indah tanpa matamu? Dapatkah kau menikmati lagu
merdu tanpa telingamu? Kepada siapakah kau harus berterima kasih untuk semua itu?
Matahari yang menerangi bumi, siapakah penciptanya? Lalu alam tempat kita tinggal
dan hidup ini?”
Aku tersenyum melihat cara ayah yang mirip dengan orang berkhotbah.
“Nah, sekarang akan kujelaskan apa pula arti Tuhan bagimu, bagi kita. Sebelum
itu aku ingin bertanya, ingatkah kau semalam apa yang terjadi ketika listrik padam?”
Jawabku cepat:
“Gelap...”
“Apa lagi?”
“Ninik menangis...........memanggil-manggil Bapak...”
“Benar sekali...lalu?”
“Ia tertidur lagi..”
“Itu pun betul, tetapi mengapa Ninik tidak rewel lagi?”
“Karena ayah tidur di sebelahnya. Ia memang manja kepada ayah, lebih-lebih
kepada ibu.”
“Bukan itu sebabnya. Ninik tidak rewel lagi, karena dalam gelap itu aku
mengulurkan tangan. Dengan berpegangan tangan ayah Ninik kembali merasa aman
dan tidur lagi dengan tenangnya.”
Kukira aku mulai memahami arah pembicaraan ayah.
“Nah, apa yang terjadi dengan Ninik, terjadi dengan kita, aku, kau dan semua
manusia. Kita sesewaktu merasa memerlukan perlindungan, memerlukan bantuan,

dorongan, tenaga hidup...dan semuanya itu kita peroleh jika kita menyadari bahwa
Tuhan itu ada dan selalu memayungi hidup kita. Dalam segala kesulitan dan kegelapan,
kita akan merasakan bahwa ada tangan yang terulur yang akan menopang hidup kita
dan membuat kita aman, tenteram dan bahagia dan seperti Ninik...memungkinkan tidur
kembali.”
Kukira aku memahami penjelasan ayah.
Dari contoh di atas, sang ayah terlihat bijak dalam menghadapi pertanyaan anaknya. Dia
tahu betul apa yang harus ia lakukan untuk membuat anaknya paham. Ia tidak langsung
menjawab, namun ia melalukan analogi-analogi sederhanya, pertama menutupi indera-indera
anaknya, kemudian analogy mati lampu dan adiknya. Keduanya berhubungan dengan pertanyaan
si anak. Dan akhirnya sang ayah menjelaskan lalu sang anak memahami sendiri analogi-analogi
itu.
Itu hanya satu contoh dari 38 cerita. Mungkin tergambar sebuah cerita yang sederhana
dengan konflik yang sederhana pula. Namun di balik itu ada nilai moral yang tinggi, sehingga
setelah membaca cerita si anak akan memetik sesuatu yang berharga dari setiap pesan yang
terkandung dalam cerita. Bukan hanya hiburan semata.
Hal inilah yang menjadi perbedaan yang signifikan antara cerita KKPK dengan OrangOrang Tercinta yaitu nilai moral yang terkandung. Kedua cerita anak ini dikatakan berbanding
terbalik, baik dari segi nilai maupun keseluruhan isi cerita. Dan sekali lagi, hal ini disebakan oleh
latar belakang pengarang, yakni pemikiran anak dan orang dewasa. Cerita anak yang dibuat anak
lebih bersifat polos dan apa adanya berdasarkan pengalaman mereka yang masih sedikit di
banding cerita anak yang dibuat oleh orang dewasa, akan lebih masuk akal dan banyak
pertimbangan guna mewujudkan pesan moral yang dapat dipahami anak-anak. Pengalaman
orang dewasa lebih banyak karena masa hidupnya yang lebih panjang (umur).

BAB IV
SIMPULAN
Berdasarkan analisis dengan disertai teori-teori mengkategorian bacaan anak, buku cerita
KKPK dan Orang-Orang Tercinta memiliki perbedaan yang signifikan. Terutama dalam segi nilai
moral yang terkandung dalam cerita.
Dalam KKPK, dunia anak dikontruksi sebagai sebuah dunia hybrid yang memadukan
unsure lokal dan global. Konstruksi hibriditas dalam narasi seri KKPK yang tampak dalam tiga
aspek yakni perilaku, bahasa, dan agama. KKPK terang-terangan mengusung nilai islam lewat
posisinya yang berlawanan/bertolak belakang dengan perilaku. Islam menjadi cover namun isi
cerita berupa gambaran hedonisme, budaya instan, dan rasisme. Logika cerita dalam KKPK
cenderung sulit dicerna, sulit masuk akal (oleh orang dewasa), contoh upaya tokoh utama anakanak mempersepsikan diri atau tingkah laku layaknya orang dewasa.
Sedangkan Orang-orang Tercinta mengusungkan nilai moral dalam setiap ceritanya,
cerita-ceritanya sederhana, konflik yang dimunculkan begitu sederhana namun berarti. Konflik
muncul seperti yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Penyelesaian koflik dilakukan dengan
logis dan teratur, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak. Tidak dengan
terang-terangan memneri gambaran religius, namun unsure keagamaan diselipi di beberapa cerita
dan memiliki nilai religius yang tinggi dan sesuai.
Perbedaan itu, disebabkan oleh segi pengarang yang jauh berbeda, KKPK adalah cerita
anak yang dibuat oleh anak sehingga ceritanya begitu polos sepolos pemikiran anak-anak,
sedangkan Orang-Orang Tercinta adalah cerita anak yang dibuat oleh orang dewasa sehingga
ceritanya lebih matang dan memberi pesan moral yang berdampak baik untuk anak maupun
orang dewasa.

DAFTAR PUSTAKA
Nurgiantoro, Burhan.2010.Sastra Anak:Pengantar Pemahaman Dunia Anak.Gadjah
Mada University Press:Yogyakarta.
Asyfa S., Sarah.__.My Days in America.Dari Mizan:Bandung
SA, Soekanto.2006.Orang-Orang Tercinta.Buku Kompas:Jakarta

LAMPIRAN