Perang Dingin antara Fethullah Gulen dan

Perang Dingin antara Fethullah Gülen dan Recep Tayyip Erdoğan: Di
Balik Kudeta 15 Juli 2016
Ana Nadila
Ilmu Politik Universitas Indonesia
Email: ananadila.91@gmail.com
Abstrak
Di Turki, terdapat dua tokoh besar yang memiliki pengaruh penting dalam panggung
nasional politik Turki yaitu Fethullah Gülen dan Recep Tayyip Erdoğan. Fethullah Gülen
merupakan seorang ulama kharismatik sekaligus pebisnis dan pendidik yang memiliki
banyak pengikut sekaligus kader-kader. Kader-kader dari Fethullah Gülen ini banyak yang
menduduki struktur birokrasi kenegaaran Turki. Demikian juga dengan Recep Tayyip
Erdoğan yang merupakan Presiden Republik Turki. Erdoğan merupakan pemimpin
kharismatik yang terbukti selama kepemimpinannya dapat mencapai stabilitas politik,
ekonomi, dan bidang lainnya di Turki. Prestasi yang dicapai Erdoğan selama
kepemimpinannya mendapat dukungan dan kepercayaan dari rakyat Turki yangmana
terbukti melalui kemenangan Partai AKP setiap pemilu dari tahun 2002. Masing-masing
tokoh ini yang mempunyai pengaruh besar dalam panggung nasional Turki secara tidak
langsung dapat terlihat bentuk persaingan dalam mempertahankan eksistensi masingmasing. Contohnya terlihat ketika merasa terancamnya kekuasaan Erdoğan ketika mayoritas
kader-kader Gülen menduduki struktur birokrasi negara. Salah satu indikasinya terlihat
ketika Erdoğan secara spontan dan tanpa bukti yang valid langsung menuduh Gülen seagai
dalang kudeta 15 Juli 2016. Artikel ini mencoba mendeskrisikan bentuk perang dingin yang

terjadi antara Gülen dengan Erdoğan, menjabarkan prestasi masing-masing tokoh yang
membuat mereka mendapat banyak dukungan dari masyarakat, serta terakhir mencoba
mencari tahu apakah Gülen merupakan sosok terlibat dalam kudeta 15 Juli 2016.
Kata Kunci: Gülen, Erdoğan, Kudeta
Pendahuluan
Pertengahan tahun 2016 lalu tepatnya tanggal 15 Juli, panggung politik Turki
dipanaskan dengan aksi kudeta yang tiba-tiba dilakukan oleh militer terhadap kepemimpinan
Presiden Recep Tayyip Erdoğan. Sepanjang sejarah terbentuknya Republik Turki, upaya
kudeta yang dilakukan oleh militer telah terjadi sebanyak lima kali termasuk kudeta 15 Juli
2016. Kudeta pertama terjadi pada tahun 1960, disusul kemudian pada tahun 1970 sebagai
kudeta kedua, 1980 (kudeta ketiga), hingga 1997 (kudeta keempat). Namun, kudeta 15 Juli
2016 yang merupakan kudeta kelima yang terjadi di sepanjang eksistensi panggung politik
Turki ini dapat dikatakan kudeta yang paling unik. Tidak seperti kudeta-kudeta sebelumnya,
kudeta 15 Juli 2016 mengalami kegagalan. Selain itu, aksi protes sebagai bentuk penolakan
terhadap kudeta yang dilakukan oleh militer justru datang dari rakyat sipil dan pasukan polisi
Turki. Aksi penolakan terhadap kudeta tesebut dilakukan oleh rakyat sipil dengan turun ke

jalan melakukan bentrok dan menghalang laju tangki-tangki serta tentara yang bersenjata api
sebagai upaya menggagalkan kudeta. Aksi penolakan kudeta yang dilakukan militer
sedikitnya menewaskan sembilan puluh orang dan lebih dari seratus orang terluka1. Lalu,

mengapa aksi penolakan terhadap kudeta justru datang dari rakyat sipil? Dalam kudeta ini,
sungguh jelas terlihat bahwa terdapatnya usaha heroik dari rakyat sipil untuk tetap
mempertahankan eksistensi kepemimpinan Recep Tayyip Erdoğan sebagai Presiden Republik
Turki.
Keunikan lain dari aksi kudeta 15 Juli 2016 ini terlihat dari sosok tertuduh yang
menjadi dalang dibalik aksi kudeta ini adalah seorang ulama Islam Sufi yang kharismatik dan
memiliki banyak pengikut di Turki, Fethullah Gülen. Tuduhan tersebut disampaikan langsung
oleh Erdoğan melalui sebuah konferensi pers setelah berhasil menguasai keadaan dan
mengambil alih kepemimpinan kembali2. Lalu, hal yang patut menjadi perhatian adalah atas
alasan apakah Erdoğan menuduh Gülen sebagai dalang di balik aksi kudeta 15 Juli 2016
padalah telah jelas bahwa pelaku kudeta adalah militer? Berasarkan situs resmi Fethullah
Gülen, ia adalah intelektual Muslim Turki, penulis, pemikir, penyair, pemimpin sekaligus
pendidik yang mendudukung dialog antaragama dan antarbudaya, sains, teknologi,
spiritualitas, serta menentang kekerasan, dan berusaha menjadikan agama sebagai patokan
dalam berpolitik3. Dengan jelas, dapat dicerna bahwa Gülen merupakan sosok yang memiliki
pengaruh besar dalam kehidupan bermasyarakat termasuk dalam dunia perpolitikan di Turki.
Gülen bukanlah yang menjadi aktor utama dalam politik, tetapi menjadi sosok yang memberi
pengaruh utama pada aktor-aktor politik yang menjadi pengikutnya. Pengaruh yang kuat dari
sesosok ulama kharismatik seperti Gülen menjadi ancaman tersendiri bagi pemerintah yang
sedang berkuasa termasuk Erdoğan. Paham keagamaannya yang kuat dan cenderung Islamis

Tasawuf menjadikan Gülen sebagai sosok penebar pengaruh antisekuler hingga ke politik.
Dituduhnya Gülen sebagai sosok dalang yang merencanakan dan merancang kudeta 15
Juli 2016 oleh Erdoğan merupakan indikasi adanya konflik tidak langsung atau perang dingin
antara Gülen dan Erdoğan karena perbedaan pandangan dan dalam menebar pengaruh.
Konfilk dalam menebar pengaruh antara Gülen dan Erdoğan yang efeknya dapat terlihat
hingga ke dunia perpolitikan Turki. Berangkat dari hal tersebut, penulis melalui tulisan ini
1

Berita diakses melalui situs https://m.tempo.co/read/news/2016/07/16/117788109/pemimpin-kudeta-turkitewas-dikeroyok-pendukung-erdogan pada Jumat, 26 Mei 2017 pukul 00.54 WIB
2 Akhmad Rizqon Khamami, Erdoğan versus Gülen: Perebutan Pengaruh antara Islam Politik Post-Islamais
dengan Islam Kultural Apolitis, (Al-Tahrir: 2 November 2016), hlm 3
3 Diakses melalui situs https://www.city-journal.org/html/who-fethullah-g%C3%BClen-13504.html pada
Sabtu, 27 Mei 2017 pukul 11.40 WIB.

mencoba mendeskripsikan penyebab konflik yang terjadi antara Fethullah Gülen dan Recep
Tayyip Erdoğan. Lalu, untuk tidak berfokus pada “siapa yang benar dan siapa yang salah”,
penulis juga mendeskripsikan bentuk-bentuk perjuangan atau prestasi dari masing-masing
tokoh sehingga memiliki kharisma tersendiri bagi pengikut-pengikutnya. Terakhir, hal yang
menjadi poin utama dalam penulisan ini adalah apakah ada indikasi dari keterlibatan
Fethullah Gülen dalam kudeta 15 Juli 2016 seperti yang dituduhkan oleh Erdoğan.


Eksistensi Fethullah Gülen sebagai Sosok Ulama yang Kharismatik dan Asal
Mula dari Gerakan Hizmet
Beberapa hal yang dapat menjadi gambaran bahwa Gülen merupakan sosok ulama
kharismatik yang paling berpengaruh telah dijelaskan sebelumnya. Gülen merupakan seorang
ulama Islam Tasawuf, cendekiawan, pendidik, pebisnis, penulis, dan yang tidak kalah penting
adalah keinginannya untuk menjadikan Islam sebagai basis ideologi atau pegangan dalam
berpolitik. Dalam berdakwah dan menebar pengaruh, Gülen bersandar kepada ajaran Islam
Tasawuf. Gülen dengan konsisten berdakwah dan menebarkan nilai-nilai perdamian dan
toleransi di bawah payung ajaran-ajaran Islam murni atau Tasawuf. Awal mulanya inspirasi
dakwah Gülen yang Islam Tasawuf adalah ketika pertemuannya dengan salah satu murid dari
Badiuzzaman Said Nursi bernama Muzaffer Arslan pada tahun 1957. Arslan diutus oleh Nursi
ke Erzurum (kota kelahiran Gülen) untuk menyampaikan dakwah. Arslan tinggal selama lima
belas hari di Erzurum dan setiap malam membacakan serts menjelaskan Risalah Nur kepada
penduduk di sana. Ketika itu, Gülen terkesan dengan kepribadian Arslan dan dakwah yang
disampaikan olehnya4. Hal itulah yang kemudian menginspirasi Gülen dalam berdakwah
dengan menebarkan nilai-nilai perdamaian dan toleransi yang merupakan krisi utama dalam
dunia kontemporer. Sebagai seorang aktivis dan pemikir, Gülen mampu mempengaruhi
banyak orang melalui ide-ide dan kegiatan-kegiatan sosialnya. Kuatnya pengaruh Gülen
terlihat dari banyaknya pengikut setia Gülen bukan hanya masyarakat Turki, tetapi dunia

Internasional juga mengakui pemikiran-pemikiran Gülen yang solutif terkait permasalahan
yang terjadi di dunia kontemporer saat ini. Bahkan selama dua tahun terakhir ini, tidak
kurang dari sepuluh seminar bertaraf internasional diadakan untuk mengkaji pemikirannya
dan menghargai upaya-upayanya dalam menciptakan perdamaian dunia melalui dialog-dialog
lintas agama dan lain sebagainya5. Menurut Dr. Ali Unsal, Fethullah Gülen dengan
4 Latif Erdoğan (dalam Mulyadi, hlm. 42), Kücük Dünyam, hlm. 47
5 Ika Yunia Fauzia, Menguak Konsep Kebersandingan Fethullah Gülen dan Asimilasi Budaya Tariq
Ramadahan, ISLAMICA, 2009, hlm. 9

kepribadiannya yang rendah hati, kemampuan berbicara serta profilnya yang kharismatik
menjadikannya semakin populer di kalangan masyarakat umum sehingga jamaah yang ingin
mendengarkan ceramahnya menjadi semakin banyak sehingga pengaruhnya semakin luas.
Lanjut menurut Dr. Ali Unsal, sosok Gülen di mata pengikutnya ibarat sebuah kaca bening
yang dengannya mereka dapat melihat kepribadian Rasulullah dan Sahabatnya secara
langsung6.
Pengikut Gülen yang menganggapnya sebagai teladan dan kagum terhadap pemikiranpemikran yang mengedepankan perdamaian kemudian mengkategorikan diri mereka sebagai
pengikut gerakan Hizmet. Di situlah kemudian muncul cikal bakal bibit sebuah gerakan yang
bernama Hizmet. Gerakan

Hizmet muncul sebagai bentuk kefanatikan pengikut Gülen


terhadapnya yang terinspirasi kemudian berlomba-lomba mengikuti setiap instruksi dan
ajakan Gülen. Gerakan ini telah digagas sejak tahun 1966 dan merupakan sebuah embrio dari
gerakan besar nonpolitik yang tujuannya adalah melayani masyarakat Turki dan segenap
masyarakat dunia dalam bidang sosial dan pendidikan serta perlahan mempromosikan Islam
yang damai dan toleran sebagai tolok ukur dalam kehidupan sehari-hari7. Basis dari gerakan
ini adalah bergerak dalam bidang sosial. Gerakan ini mendirikan sekolah-sekolah, dernase,
asrama mahasiswa, koran, majalah, televisi, radio, perusahaan, institusi keuangan, lembaga
dialog antariman. Saat ini, gerakan Hizmet telah bergerak menjadi gerakan raksasa. Gerakan
ini melebarkan sayapnya hingga ke manca negara termasuk Indonesia. Di Indonesia, terdapat
sejumlah sekolah Gülen yaitu Pribadi Bilingual Boarding School (BBS) Depok, Semesta SBS
Semarang, Pribadi BBS Bandung, Fatih BBS Banda Aceh, Kharisma Bangsa BBS Tangerang,
Sragen BBS Sragen-Jawa Tengah, Teuku Nyak Arif Fatih BBS Banda Aceh, Kesatuan
Bangsa BBS Yogyakarta, SMAN Banua BBS Banjarmasin, SMAN 1 Sumatera Barat8.

Sepak Terjang Dakwah Gülen untuk Politik
Dalam berdakwah, Gülen berfokus menyebarkan ajaran-ajaran Tasawuf tentang Islam
sebagai agama yang rahmatalilalamin (rahmat bagi seluruh alam). Maka, tujuan utama
dakwah Gülen juga membentuk karakter umat Islam yang dapat mencerminkan bahwa Islam
benar-benar merupakan pembawa rahmat bagi seluruh alam. Begitu juga dakwah Gülen

6

Muhammad Mulki Mulyadi, Perjuangan Dakwah Fethullah Gülen di Turki (1956-1976), Skripsi, (Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2016), hlm. 61
7 Zulfahmi (dalam Mulyadi, hlm. 62), Fethullah Gülen: Sang Inspirator Gerakan Damai Masyarakat Sipil di
Turki, (Jakarta: UI Press, 2014)
8 Heri Setyawan (dalam Khamami, hlm. 9), “Nurturing Religious and Humanistic Values to Young
Generations in Gulen and Jesuit Schools in Indonesia,” RELIGIO: Jurnal Studi Agama-agama 6, no. 1
(Maret 2016): 30.

dalam politik. Walaupun Gülen merupakan seorang ulama yang apolitis, tetapi perjuangan
dakwahnya untuk membentuk politik yang sesuai dengan ajaran Rasulullah berfokus pada
aktor-aktor politik tersebut. Salah satu bentuk upaya Gülen dalam rangka mengislamkan
politik Turki di tengah prinsipnya yang apolitis terlihat ketika dukungannya terhadap kudeta
militer 1997. Dalam mendukung kudeta militer tahun 1997,

Gülen memposisikan diri

sebagai alat penguasa untuk menyerang kelompok Islam politik9. Dukungan Gülen terhadap
kudeta 1997 merupakan cara Gülen untuk memunculkan diri dan kelompoknya yang Islam

apolitis di panggung nasional Turki serta merebut dominasi wacana keagamaan dan pengaruh
sosial dan politik dengan memanfaatkan kesempatan di saat kelompok Islam politik sedang
berada di titik nadir pasca kudeta 1997. Dari dukungan Gülen terhadap kudeta 1997 dapat
dianalisis adanya bentuk ketegangan perseteruan antara subjek yang mengidentifikasikan
dirinya sebagai Islam politis dengan Islam apolitis seperti Gülen di panggung nasional Turki.
Selanjutnya, ada yang dinamakan strategi dominasi Gülen dalam menebar pengaruh
apolitisnya dalam perpolitikan di Turki. Strategi ini adalah dengan mendorong muruid-murid
sekolah Gülen untuk melanjutkan ke akademi militer dan mendaftarkan diri ke lembaga
negara lainnya. Gülen ingin menempatkan kader-kader terbaiknya di semua lembaga negara.
Cara ini merupakan bentuk kelanjutan dari cara Badiuzzaman Said Nursi yang diidolakan
oleh Gülen. Gülen bercita-cita untuk “mengislamkan pemegang lembaga” bukan
“mengislamkan lembaga”. Namun penempatan kader terbaik ini menurut penentang Gülen,
dianggap sebagai tindakan infiltrasi (penyusupan). Maka dari itu, hingga saat ini, Gülen
Movement diduga berhasil melakukan infiltasi ke tubuh Angkatan Bersenjata Turki, Lembaga
Kepolisian, Kehakiman, dan Kejaksaan. Kenyataan ini disadari oleh pemerintah yang
berkuasa saat ini di Turki yaitu Erdoğan yang beroposisi dengan Gülen. Oleh karena itu,
Erdoğan dapat dengan spontannya menuduh Gülen sebagai dalang kudeta 15 Juli 201610.

Sepak Terjang Erdogan dalam Perpolitikan di Turki
Dalam dunia politik, Recep Tayyip Erdoğan memulai karirnya pada tahun 2002

yangmana saat itu masih menjadi Perdana Menteri. Berasal dari Partai Keadilan dan
Pembangunan yang dalam bahasa Turki Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP) sekaligus menjadi
pemimpin partai tersebut. Partai yang dipimpin oleh Erdoğan ini berfokus prinsip publik yang
9

Bulent aras dan Omer Caha (dalam Khamami, hlm. 10), Fethullah Gülen and His Liberal ‘Turkish Islam’
Movement, (Middle East Review of International Affairs 14 no. 4: Desember 200), hlm. 36-37
10 Akhmad Rizqon Khamami, Erdoğan versus Gülen: Perebutan Pengaruh antara Islam Politik Post-Islamais
dengan Islam Kultural Apolitis. (Al-Tahrir: 2 November 2016), hlm. 10

keras terhadap dua strata kehidupan yaitu strata mengengah dan bawah. Selain itu, partai juga
banyak diterima oleh beberapa anggota Uni Eropa dan Amerika11. Berdasarkan pemaparan
dari Kartini, dkk (2015: 9), Erdoğan mencoba menegaskan bahwa AKP bukanlah partai
yang berporoskan agama, dalam hal ini adalah tradisi Islam, melainkan sebuah partai
konservatif seperti halnya partai dengan tradisi Eropa. Namun, beberapa kalangan di dalam
maupun luar negeri Turki mengkritisi bahwa partai tersebut memiliki agenda terselubung
(hidden agenda). Walapun demikian jelasnya bahwa partai AKP bukanlah partai yang
berporos Islam murni seperti partai-partai sebelumnya (Partai Refah), AKP mengadopsi
warna Islamis reformis.
Selama kepemimpinan Erdoğan, partai AKP merupakan partai yang mendapat banyak

dukungan dan suara dari rakyat Turki yangmana terlihat ketika beberapa kali memenangi
pemilu. Memasuki pemilu 2002, AKP bentukan Erdoğan berhasil memengangi pemilihan
umum dengan perolehan suara 34,3 persen. Lalu pemilu 2007, AKP berhasil memenangi
pemilu dengan perolehan suara 46,5 persen12. Pemilu 2011, AKP menang lagi dengan
perolehan suara hampir 49,8 persen. Berikutnya pada tahun 2015, AKP memenangi pemilu
kembali dengan perolehan suara 40,9 persen pada bulan Juni, sedangkan pemilu november
2015 juga menang dengan suara 49,5 persen13. Begitu luar biasanya memang eksistensi Partai
AKP di Turki dan mendapatkan kepercayaan dari rakyat sehingga bisa memenangi pemilu
empat kali berturut-turut dari tahun 2002 hingga 2015.
Kemenangan Partai AKP pada pemilu 2002 mengantarkan Erdoğan meniti karir ke
dalam parlemen Turki menjadi Perdana Menteri pada tahun 2003. Berdasarkan pemaparan
Kartini, dkk (2015: 10) kesuksesan yang diraih Partai AKP pada November 2002 merupakan
titik balik bagi arah ekonomi dan politik Turki. Di bidang politik, 88% anggota parlemen
merupakan orang-orang baru dan akar dari AKP serta kepemimpinannya berkaitan dengan
partai-partai Islam terdahulu. Faktor-faktor ini menimbulkan perhatian, baik di dalam
maupun di luar negeri mengenai masa depan politik, demokrasi, ekonomi, dan sosial Turki.
Kecakapan kepemimpinan Erdoğan juga terlihat dalam meredam masalah Kurdi. Sejak
kepemimpinannya tahun 2002, Erdoğan berusaha mencari jalan baru dalam berinteraksi
dengan kurdi. Hal ini sangat jauh berbeda dengan cara tradisional militer Turki sebelumnya.
11 Berna Turam (dalam Kurnia, hlm. 17), Between Islam and State: The Politics of Engagement, (Stanford

California: Stanford University Press, 2007), hlm. 4
12 Filiz Baskan (dalam Khamami, hlm. 7), Religious versus Secular Groups in The Age of Globalization in
Turkey, (Totalitarian Movements and Political Religions 11 no. 2, Juni 2010), hlm. 176-177
13 Ali Carkoglu dan Kerem Yildirim (dalam Khamami, hlm. 7), Election Strom in Turkey: What Do The
Result of June and November 2015 Elections Tell Us? (Insight Turkey 17, no 4, 2015), hlm. 59

Dalam menangani masalah Kurdi, salah satu solusi alternatif yang dilakukan Erdoğan adalah
memberikan akses yang luas kepada warga Kurdi untuk ikut serta dalam proses-proses
politik, melakukan reformasi dan menguatkan demokrasi di kawasan Kurdi 14. Dalam rangka
menjaga dukungan dari masyarakat, Erdoğan dengan partai AKP nya yang berbasis Islamis
reformis berupaya menghilangkan pengaruh militer yang sekuler terhadap politik Turki
termasuk dalam hal menyelesaikan masalah Kurdi15. Pengaruh militer yang kuat sebelumnya
terhadap perpolitikan di Turki itulah yang menyebabkan kondisi Turki yang “sakit” di semua
bidang-bidang vital penunjang kehidupan bernegara. Pengaruh militer yang kuat terhadap
perpolitikan dikarenakan adanya undang-undang yang mengatur bahwa tugas militer adalah
membela sekularisme di Turki sebelum pemerintahan Erdoğan. Namun, setelah berkuasanya
undang-undang terjadilah semacam amandemen undang-undang yang menetapkan bahwa
tugas militer adalah membela negara dan bangsa dari ancaman yang datangnya dari luar. Jadi,
dikembalikanlah fungsi militer yang sesungguhnya yaitu hanya sekadar menjaga dan
membela negara dari serangan luar atau dengan istilah populer kembali ke barak.
Berkuasanya Erdoğan dengan AKP nya tidak hanya menciptakan stabilitas politik
dalam negeri yang semakin membaik, hubungan diplomasi Turki dengan negara-negara
Internasional juga memperlihatkan bentuk simbiosis mutualisme. Politik luar negeri Turki
yang kian membaik tidak lepas dari peran Menteri Luar Negeri Ahmet Davtoglu yang juga
berasal dari partai AKP (kini menjabat sebagai pemimpin AKP periode Agustus 2014 hingga
Mei 2016). Menurut Davtoglu dalam Sirjani (2015: 735) politik luar negeri Turki perlu
diletakkan sebuah konsep baru yang berlandaskan pada peleburan persoalan-persoalan politik
luar negeri dalam satu bingkai atau kerangka perumusan kebijakan-kebijakan. Hal itu
bertolok pada keragaman sejumlah identitas regional mulai dari perjalanan perdamaian di
Timur Tengah hingga stabilitas di Kaukasus. Sebagai contoh, perselisihan mengenai
persoalan Uni Eropa dan Siprus sudah masuk dalam agenda pada paruh pertama tahun 2004,
sedangkan pada paruh kedua dari tahun yang sama politik luar negeri Turki fokus pada
persoalan Irak, kemudian tragedi Gaza terdapat di urutan teratas (paling prioritas) dari agenda
akhir tahun 200816. Selain itu, hubungan diplomatik Turki dengan Rusia semakin membaik
dan tidak menganggap Rusia merupakan musuh bagi Turki. Terjalinnya hubungan Turki dan
14 Wira Kurnia, Diplomasi Turki: Studi tentang Langkah-langkah Turki untuk Menjadi Anggota Uni Eropa
pada Masa Pemerintahan Perdana Menteri Erdoğan (2002-2007), Skripsi, (Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2016), hlm. 18
15
16 Populant Aras, Davutoglu dan Politik Luar Negeri Baru Turki, (alih bahasa oleh Ath-Thahir Busahia, pusat
kajianAljazeera, 15 Juni 2009), www.aljazeera.net

Rusia yang kian membaik mempertimbangkan terhadap hal bahwa kenyataan letak geografis
antarkedua negara yang memungkin adanya kepentingan-kepentingan yang saling terkait
antarkeduanya.

Hubungan Fethullah Gülen dan Erdoğan serta Indikasi di Balik Kudeta 15 Juli
2016
Kenyataannya telah jelas bahwa baik Gülen ataupun Erdoğan sama-sama memiliki
pengaruh besar dan diidolakan oleh masyarakat Turki karena pemikiran dan kemampuannya
untuk menciptakan stabilitas atau kondisi yang lebih baik di negara tersebut. Masing-masing
kedua tokoh ini juga memiliki pengikut setia yang terinovasi akan sosok dari keduanya.
Gülen dengan pengikutnya juga telah membentuk gerakan Hizmet yang memiliki misi
mempromosikan nilai-nilai Islam yang damai dan toleran Kedua tokoh yang eksis dan
kharismatik ini memiliki hubungan saling mendukung karena terlihat adanya kesamaan
tujuan untuk menjadikan Turki negara nonsekuler. Saling mendukungnya antara Gülen
dengan Erdoğan terlihat ketika kemenangan partai AKP pada pemilu 2002. Kemenangan
partai pimpinan Erdoğan tersebut pada pemilu 2002 tidak lepas dari dukungan Gülen dan
pengikutnya17. Namun, hubungan yang saling mendukung ini antara Gülen dengan Erdoğan
tidak berlanjut untuk seterusnya bahkan mengalami konflik. Hubungan antara Gülen dengan
Erdoğan di panggung nasional Turki sangat jelas terlihat mengalami pasang surut.
Untuk menganalisis pasang surut hubungan antara Gülen dengan Erdoğan, penulis
mendasar kepada pendapat Havan Yavus dan Berna Arslan yang membagi fase
keberlangsungan Gülen Movement ke dalam lima fase atau tahap yangmana juga masingmasing fase memiliki tingkat hubungan dengan Erdoğan yang berbeda pula. Secara singkat,
fase Gülen Movement mengalami lima fase yaitu fase pertama (1970-1983) disebut fase
inisiasi atau pembetukan, fase kedua (1983-1997) disebut fase gerakan pendidikan, fase
ketiga (1997-2001) disebut fase persekusi dan liberalisasi paksa, fase keempat (sejak
kemenangan AKP dari tahun 2002 hingga 2010) disebut fase konsolidasi dengan negara dan
politik, dan fase kelima (2011-sekarang) disebut fase asertif. Selama fase pertama atau
inisiasi, Gülen Movement bergerak menghindari politik aktif18. Di antara kelima fase ini, fase
yang paling tepat memperlihatkan kerenggangan hubungan antara Gülen dengan Erdoğan
adalah fase keempat dan kelima. Fase dimana Gülen mendukung partai AKP pimpinan
17 Ikhawanul Kiram Mashuri, Erdogan, Kudeta, Sekularisme, dan Tuduhan pada Gulen, diakses melalui situs
http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/16/07/17/oagay6319-erdogan-kudeta-sekulerisme-dantuduhan-pada-gulen pada Senin, 29 Mei 2017 pukul 10.12 WIB.
18 Yavuz (dalam Khamami, hlm. 11), Gülen Movement: The Turkish Puritan, hlm. 31

Erdoğan hingga memenangi pemilu tahun 2002 merupakan fase keempat. Kemenangan AKP
dalam pemilu 2002 menjadikannya sebagai sasaran militer Turki yang sekuler. Untuk
melindungi eksistensi partai, Erdoğan merapat ke Gülen Movement sebagai sesama
kelompok Islam untuk membentuk aliansi menahan serangan dari militer. Pengikut Gülen
yang tersebar di Lembaga Kepolisian dan Peradilan menjadi sekutu Erdoğan untuk melawan
militer19. Berkat pembentukan aliansi Erdoğan dengan Gülen Movement inilah yang
membuat AKP dapat selamat dari tudingan militer sebagai partai terlarang di Pengadilan
Konstitusi.
Aliansi kekuatan antara Erdoğan dengan Gülen Movement dalam rangka melindungi
AKP dari serangan militer berhasil memperkecil kekuasaan militer hingga muncul kasus
Ergenekon dan Sledgehammer20. Akibat dari munculnya Energekon dan Sledgehemmer ini
adalah ratusan perwira militer Turki aktif dipenjarakan dan sebagian pejabat tinggi militer
mengundurkan diri sebagai bentuk aksi protes. Banyaknya perwira yang dipenjarakan dan
pengunduran diri dari pejabat militer mengakibatkan terjadinya kekosongan kekuasaan di
tubuh militer. Kekosongan ini lalu segera diisi oleh kader-kader Gülen 21. Banyaknya kaderkader Gülen yang mengisi struktur lembaga negara membuat pengaruh dari Gülen Movement
semakin kuat di panggung nasional Turki.
Masa keretakan hubungan antara Gülen dengan Erdoğan terlihat jelas di fase kelima
atau asertif. Adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab keretakan hubungan tersebut.
Faktor pertama adalah menguatnya pengaruh Gülen di lembaga-lembaga negara. Kader-kader
Gülen berhasil mengisi pos-pos penting di militer sejak institusi ini berhasil di lumpuhkan.
Selain itu, lapis tengah jabatan militer Turki juga telah disi oleh kader-kader Gülen dan posisi
jendral juga demikian. Bukan hanya di militer, kader-kader Gülen juga berkarier di lembaga
kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Pengaruh Gülen yang kian marak ini mengancam
eksistensi Erdoğan22. Maka dari itu, Erdoğan secara langsung menganggap bahwa pengaruh
Gülen merupakan ancaman bagi kepemimpinannya. Erdoğan tidak ingin ada “matahari” lain.
Meninjam istilah Burak Bekdil, Erdoğan bertipe one man-Islamist show23. Berbagai fakta
19 Mustafa Akyol (dalam Khamami, hlm. 11), What You Should Know about Turkey’s AKP-Gulen Conflict,
(Al-Monitor, 3 Januari 2014)
20 Ergenekon adalah proses pengadilan gerakan bawah tanah bagi yang terdakwa melakukan penggulingan
pemerintahan AKP, sedangkan Sledgehammer adalah proses pengadilan atas tuduhan rencana kudeta yang
dilakukan oleh sejumlah petinggi militer Turki terhadap pemerintahan AKP, (dalam Khamami, hlm. 12)
21 Suku Kucuksahin (dalam Khamami, hlm. 12), The AKP’s Path To the Coup, (Al-Monitor, 28 Juli 2016)
22 Cornell (dalam Khamami, hlm. 12, Erdoğan’s Looming Downfall
23 Burak Bekdil (dalam Khamami, hlm. 13), Erdoğan’s One Man Islamist Show¸ (Middle East Quarterly 23
no. 2, Spring 2016)

telah membuktikan bentuk ketidaksenangan atau sentimen Erdoğan terhadap eksistensi kaderkader Gülen di panggung nasional Turki. Salah satunya melalui tuduhan bahwa kudeta 15 Juli
2016 merupakan perencanaan dari Gülen. Selain itu, penyebab konflik berikutnya adalah
faktor politik. Sesaat menjelang pemilu Juni 2011, Erdoğan mencoret kader dan simpatisan
Gülen dari daftar calon legislatif Partai AKP. Jumlah mereka sekitar enam puluh hingga tujuh
puluh orang. Tentunya, tindakan ini secara langsung membuat marah barisan Gülen.
Kemudian, dengan dalih mereformasi administrasi negara, pemerintahan AKP menggeser
pengikut Gülen dari jajaran birokrasi di Kementrian Pendidikan. Selama ini, Kementrian
Pendidikan telah menjadi darling Gülen Movement karena memayungi ratusan sekolah dan
lembaga bimbingan belajar gerakan ini24. Dengan sentiment Erdoğan terhadap Gülen lah
yang akhirnya menjadi dasar dituduhnya Gülen sebagai aktor di balik kudeta 15 Juli 2016.
Ditambah lagi, banyaknya kader-kader Gülen yang menempati posisi militer dan birokrasi
lainnya di Negara tersebut yangmana hal ini merupakan ancaman bagi kekuasaan Erdoğan.
Lalu, apakah benar terdapat keterlibatan Gülen dalam kudeta 15 Juli 2016 seperti yang
dituduhkan oleh Erdoğan? Ketika ditanyai hal ini, Gülen menolak mentah-mentah bahkan
mengatakan bahwa itu tuduhan Erdoğan yang memusuhinya. Namun, Mustafa Akyol
meyakini Gülen berada di alik kudeta tersebut25. munerutnya lagi, walapun secara tidak
langsung atau ahkan instruksi sama sekali berasal dari Gülen, tetapi bisa saja instruksi secara
langsung para imam lapis atas yang menempati kedudukan hierarki tertinggi dari Gülen
Movement26.

Penutup

Fethullah Gülen adalah seorang ulama kharismatik yang dakwahnya berfokus pada
menyebaran nilai-nilai Islam yang damai dan toleran serta menunjukkan bahwasanya Islam
merupakan rahmat bagi seluruh alam. Maka dari itu, cara dakwahnya yang sederhana dan
damai membuat ia memiliki banyak pengikut darii berbagai kalangan masyarakat hingga
membentuk gerakan Hizmet atau Gülen Movement. Begitu juga dengan sosok Erdoğan yang
menjadi pemimpin paling fenomenal sepanjang perjalanan Republik Turki. Pasca
kemenangan Partai AKP pimpinannya memenangi pemilu 2002 hingga ia bisa dilantik
menjadi Perdana Menteri, begitu banyak perubahan positif yang pada panggung nasional
24 Cornell (dalam Khamami, hlm. 13, Erdoğan’s Looming Downfall
25 Mustafa Akyol (dalam Khamami, hlm. 16), Cause or Cult? What It Means to be a
Gulenist? (Al-Monitor, 2 Agustus 2016)
26 Mustafa Akyol (dalam Khamami, hlm. 16), Who was Behind the Coup Attempt in
Turkey?, (The New York Times, 22 Juli 2016)

Turki di berbagai bidang. Erdoğan yang berhaluan Islamis reformis mampu menekan
eksistensi militer yang sekuler dalam panggung politik Turki. Akibatnya, peran militer dalam
mengatur perpolitikan Turki dengan tetap mempertahankan basissekuler akhirnya tergantikan
dengan peran baru yaitu memelihara keamanan dan pertahanan Negara dari ancaman luar.
Pencapaian luar biasa Erdoğan dalam upaya mencipatakan stabilitas politik dan bidangbidang lainnya mendapat simpati dan kepercayaan dari rakyat kepada Erdoğan. Hal itu
terlihat ketika setiap kali diadakan pemilu partai AKP yang dipimpinnya selalu mendapatkan
suara terbanyak.
Karena telah diminimalisirnya peranan militer dalam panggung nasional Turki,
kekuatan besar yang saat ini saling berkompetisi dalam menebar pengaruh adalah Gülen dan
Erdoğan. Gülen dengan gerakan Hizmetnya atau Gülen Movement memiliki pengikut atau
kader yang tersebar ke dalam birokrasi Negara, mulai dari Lembaga Legislatif, Militer,
Lembaga Kepolisian, Yudikatif, hingga Kementrian. Banyaknya kader-kader Gülen yang
menjabat atau menduduki struktur birokrasi menjadi ancaman eksistensi kekuasaan Gülen
sebagai pemimpin di Turki. Seolah-olah tidak boleh ada “matahari” lain selain Erdoğan.
Meninjam istilah Burak Bekdil, Erdoğan bertipe one man-Islamist show. Secara langsung,
dapat kita analisis bahwa banyaknya kader-kader Gülen yang mengisi struktur birokrasi ini
lah yang juga membuat Erdoğan menuduh Gülen sebagai actor di balik terjadinya kudeta 15
Juli 2016 ditambah dengan semakin banyaknya kader-kader Gülen yang mengisi peranan
militer di Turki.

DAFTAR PUSTAKA

Fauzia, Ika Yunia. 2009. Menguak Konsep Kebersandingan Fethullah Gulen dan Asimilasi
Budaya Thariq Ramadhan. Surabaya: ISLAMICA.
Indiriana, K, ddk. 2015. Demokratisasi dan Fundamentalis Agama: Hindu di India, Buddha
di Sri Lanka dan Islam di Turki. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Khamami, Ahmad Rizqon. 2016. Erdoğan versus Gülen: Perebutan Pengaruh antara Islam
Politik dan Post-Islamis dengan Islam Kultural Apolitis. At-Thahrir Vol.2
Moyo, P. 2014. Jurang Ideologis di Balik Keretakan Erdogan dengan Fethullah Gulen
(online). Diakses melalui situs: http://www.dakwatuna.com/2014/01/09/44546/jurangideologis-di-balik-keretakan-erdogan-dengan-fethullah-gulen/#axzz4iQiVOG23 pada
Senin, 29 Mei 2017 pukul 13.05 WIB.
Rahman, A.A, dkk. 2017. Erdogan Bukan Pejuang Islam?. Kuala Lumpur: PTS Publications
and Distributors.
Sirjani, Raghib. 2015. The Harmony of Humanity: Teori Baru Pergaulan Antarbangsa
Berdasarkan Kesamaan Manusia. Jakarta: Pusataka Al Kautsar.
Syamsudini, HM. 2013. Cinta dan Toleransi Perspetif Fethullah Gulen. Sekolah Tinggi Ilmu
Agama Islam Negeri Jember.
Yapono, Abdurrahim. 2015. Strategi Penanaman Nilai Peradaban Islam dalam Merespon
Globalisasi. Jakarta: Sekolah Tinggi Islam Darunjannah.