KEDUDUKAN PENGGUGAT SEBAGAI SUBJEK HUKUM
KEDUDUKAN PENGGUGAT SEBAGAI SUBJEK HUKUM DAN
KEDUDUKAN PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI OBJEK
HUKUM
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
Semester I
Yang dibimbing oleh:
Nadia Maulisa S.H., M.H.
Disusun oleh:
Muti’ah Indah Novita
(1406547805)
Administrasi Perpajakan
ProgramVokasi Universitas Indonesia
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Pengantar Ilmu Hukum
ini.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
juga agar pembaca dapat memeperluas pengetahuan tentang kedudukan manusia sebagai
subjek hukum dan kedudukan Peraturan Pemerintah sebagai objek hukum.
Makalah ini penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari bebrbagai sumber
yang akurat dan terpercaya.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum,Ibu Nadia Maulisa S.H., M.H.yang telah
membimbing dan memberikan arahansehingga dapat membantu penulisdalam pembuatan
makalah ini.
Penulis sadar bahwa makalahini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis butuhkan untuk bahan referensi penulis kedepannya agar bisa
lebih baik lagi.Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Depok, 15Desember 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................... ......... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN. ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang. ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3Tujuan ..................................................................................................... 2
1.4Tinjauan Pustaka .................................................................................... 2
1.5Sistematika Penulisan ............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Ilmu Hukum Sebagai Ilmu pengertian................................................... 4
2.2 Penggolongan Hukum ........................................................................... 6
2.3 Sumber-sumber Hukum......................................................................... 8
2.4 Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial ........................................................ 9
2.5 Asas-asas Hukum Pajak ...................................................................... 11
BAB III ANALISIS DATA................................................................................... 14
3.1 Fakta Kasus terhadap Gugatan Kdin Dikabulkan MA ........................ 14
3.2 Hukum Sebagai Objek Ilmu Hukum ................................................... 15
3.3 Manusia Sebagai Subjek Hukum ......................................................... 17
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 21
4.1 Manusia (Pengusaha dan Petani) Berkedudukan Sebagai Subjek
Hukum ................................................................................................ 21
4.2 Kedudukan Peraturan Pemerintah Sebagai Objek Hukum .................. 21
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 23
5.1 Simpulan .............................................................................................. 23
5.2 Saran .................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 24
LAMPIRAN .......................................................................................................... 25
iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya penduduk di Indonesia dengan diikuti
kemajuan teknologi yang canggih mengikuti perubahan zaman yang ada. Berdasarkan data
yang didapat dari Badan Pusat Statistikjumlah penduduk saat ini mencapai 244.814.9 juta
jiwa dengan presentase 40% penduduk Indonesia berprofesi petani.
Dimana petani merupakan sebuah profesi yang mengandalkan mata pencaharian utama
dari usaha pertanian di lahannya sendiri. Dahulu profesi ini merupakan profesi terbesar
bangsa kita. Namun saat ini lahan terkikis habis karena terjadinya berubah peruntukan
menjadi pabrik, perkantoran, perumahan dan lain-lain.
Seperti yang kita ketahui saat ini jumlah petani semakin menipis karena lahan yang
terkikis habis pada setiap 10 tahunnya menurun sebesar 10% dikarenakan banyaknya petani
yang beralih profesi dari petani menjadi buruh tani dan petani yang kuat akan memperlebar
lahannya dengan cara membeli lahan milik petani lain yang sedang terhimpit hutang karena
modal pinjaman sementara hasil panen gagal.
Selain itu disebabkan karena pemerintah tidak mendukung sehingga petani harus berusaha
sendiri mulai dari pencarian lahan, pupuk, menghadapi gagal panen hingga penjualan hasil
panen. Bahkan rumah tangga yang menanam padi pun ikut menurun di dapat data dari Badan
Pusat Statistik pada tahun 2003 terdapat 14,2 juta rumah tangga yang menanam padi namun
pada tahun 2013 terdapat 14,1 juta rumah tangga yang menanam padi.
Belum lagi dengan pengenaan pajak terhadap perolehan petani yaitu PPN (Pajak
Pertambahan Nilai di tengah minimnya margin keuntungan. Dengan adanya pengenaan PPN
maka petani akan lebih memilih untuk mengekspor hasil pertaniannya karena bebas pajak
dibandingkan menjualnya di dalam negeri yang dikenakan PPN 10% (Pajak Pertambahan
Nilai). Juga dengan pembebasan PPN terhadap impor hasil pertanian yang akan
mempengaruhi persaingan dengan petani kecil sedangkan impor yang berlebihanpun dapat
merugikan pengusaha-pengusaha kecil karena barang impor cenderung lebih murah harganya
dibandingkan harga barang dalam negeri.
Oleh karena itu, penulis akan membahas pada makalah ini bagaimana pengusaha kelapa
sawit dapat melakukan gugatan kepada mahkamah agung dengan kedudukan pengusaha
1
sebagai subjek hukum dan bagaimana dengan kedudukan peraturan pemerintah itu yang dapat
dikatakan sebagai objek hukum.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana kedudukan pemohon dalam uji materil PP Nomor 31 Tahun 2007?
1.2.2 Bagaimana kedudukan PP Nomor 31 Tahun 2007 dalam uji materil?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui kedudukan pemohon dalam uji materil PP Nomor 31 Tahun 2007
1.3.2 Mengetahui kedudukan PP Nomor 31 Tahun 2007 dalam uji materil
1.4 Tinjauan Pustaka
2.1 Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Pengertian
2.2 Penggolongan Hukum
2.3 Sumber-sumber Hukum
2.4 Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial
2.5 Asas-asas Hukum Pajak
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3Tujuan Penelitian
1.4 Landasan Teori
1.5 Sistematika Penulisan
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Pengertian
2.2 Penggolongan Hukum
2.3 Sumber-sumber Hukum
2.4 Kaidah Hukum dan kaidah Sosial
2.5 Asas-asas Hukum Pajak
Bab IIIAnalisa Data
3.1 Fakta Kasus Terhadap Gugatan Kadin Dikabulkan MA
3.2Hukum Sebagai Objek Ilmu Hukum
3.3 Manusia Sebagai Subjek Hukum
Bab IVPembahasan
4.1 Manusia (pengusaha dan petani) Berkedudukan Sebagai Subjek Hukum
2
4.2 Kedudukan Peraturan Pemerintah sebagai Objek Hukum
Bab V Penutup
5.1 Simpulan
5.2 Saran
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU PENGERTIAN
2.1.1 Subjek Hukum
2.1.1.1 Pengertian
Subjek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum atau para
pendukung/pemilik hak dan kewajiban. Dalam kehidupan sehari-hari, yang
menjadi subjek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu
bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum
(perusahaan, organisasi, institusi).
Pengertian subjek hukum (rechts subjek) menurut Algra adalah setiap orang
mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum
(rechtsbevoegheid), sedangkan pengertian wewenang hukum itu sendiri adalah
kewenangan untuk menajdi subjek dari hak-hak.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subjek hukum memiliki wewenang,
wewenag subjek hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu:
•
Pertama, wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid), dan
•
Kedua, wewenang untuk melakukan (menjalankan) perbuatan hukum
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.1
2.1.1.2 Pembagian Subjek Hukum
Dalam dunia hukum, subjek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak,
yakni manusia dan badan hukum.
2.1.1.2.1 Manusia (naturlijke person)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subjek hukum
secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap
sebagai subjek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan
sampai ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan
pun bisa dianggap sebagai subjek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan
yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum
1
DR. H. ZAINAL ASIKIN, S.H., S.u.,PENGANTAR ILMU HUKUM.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2012.
Jl.Leuwinaggung Raya No. 112, hlm 33
4
dipandang sebagai subjek hukum yang “tidak cakap” hukum. Maka dalam
melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu
oleh orang lain.
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan
manusia sebagai subjek hukum, yaitu: Pertama, manusia mempunyai hak-hak
subjektif; dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum
berarti, kecakapan untuk menjadi subjek hukum, yaitu sebagai pendukung hak
dan kewajiban. Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam
kandungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai
kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orang yang
dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur
21 tahun atau sudah kawin), sedangkan orang-orang yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang
ditaruh di bawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330
KUH Perdata).2
2.1.1.2.2 Badan Hukum (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang
diberi status “persoon” oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban.
Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak
manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas
dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan
manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan
perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum
dimungkinkan dapat dibubarkan.
Terjadi banyak perdebatan mengenai bagaimana badan hukum dapat
menjadi subjek hukum seperti manusia. Banyak teori yang ada dan digunakan
dalam dunia akademis untuk menjelaskan hal tersebut, akan tetapi teori yang
paling berpengaruh dalam hukum positif adalah teori konsensi dimana pada
intinya berpendapat badan hukum dalam Negara tidak dapat memiliki
kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan), kecuali
diperkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti Negara sendiri.
Menurut sifatnya, badan hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu:
2
Ibid, hlm 34
5
•
Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh
pemerintah. Contoh: provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga, dan bankbank Negara.
•
Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang didirikan oleh privat
(bukan pemerintah). Contoh: Perhimpunan, Perseroan Terbatas,
Firma, Koperasi, Yayasan.3
2.1.2
Objek Hukum
Objek hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subjek hukum.
Atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari suatu perhubungan hukum. Objek
hukum dapat pula disebut sebagai benda. Merujuk pada KUH Perdata, benda adalah
tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Objek hukum menurut Pasal 499 KUH Perdata adalah benda, yakni “segala
sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum
atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik.”
Benda itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
2.1.2.1 Berwujud/Konkret/Materiil
•
Benda bergerak sendiri atau digerakkan untuk berpindah,
seperti: meja. Kursi, hewan, dan lain sebagainya;
• Benda tak bergerak, contoh: tanah, pohon-pohon, rumah, kapal
laut, pesawat udara, dan sebagainya.
2.1.2.2 Tidak berwujud/Abstrak/Immateriel
Contoh dari benda ini adalah aliran listrik, gas, pulsa, hak cipta, hak
paten, kehormatan, dan sebagainya.4
2.2
PENGGOLONGAN HUKUM
2.2.1 Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
Walaupun hukum itu terlalu luas, sehingga orang tak dapat membuat definisi
singkat yang meliputi segala-galanya, namun hukum dapat dibagi dalam beberapa
golongan hukum menurut beberapa asas pembagian, yaitu sebagai berikut.
2.2.1.1 Menurut Sumbernya
•
•
•
3
4
Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam
peraturan perundangan.
Hukum Kebiasaan (Adat), yaitu hukum yang terletak di dalam
peraturan-peraturan kebiasaan (adat.
Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negaranegara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat).
Ibid, hlm 35
Ibid,hlm 36
6
•
2.2.1.2
2.2.1.3
2.2.1.4
2.2.1.5
5
6
Hukum yurispudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena
keputusan hakim.
Menurut Bentuknya
Hukum tertulis, hukum ini dapat pula merupakan:
• Hukum tertulis yang dikodifikasikan
• Hukum tertulis tak dikodifikasikan
• Hukum tak tertulis (hukum kebiasaan)5
Menurut Tempat Berlakunya
• Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu
negara.
• Hukum Internasional, yaitu keseluruhan hukum yang untuk
sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat
untuk menaatinya.
• Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
• Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan
oleh Gereja untuk para anggota-angggotanya.
Menurut Waktu Berlakunya
• Ius Constitutum, (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku
sekagrang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah
tertentu. Singkatnya: Hukum yang berlaku bagi suatu
masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada
sarjana yang menamakan hukum positif itu “Tata Hukum”.
• Ius Constituendum,yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada
waktu yang akan datang.
• Hukum Asasi (Hukum), yaitu hukum yang berlaku di manamana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum
ini tak mengenal batas waktu, melainkan berlaku untuk selamalamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.6
Menurut Cara Mempertahankan
• Hukum Materiil, yaitu hukum yang membuat peraturanperaturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan laranganlarangan.
Contoh Hukum Materiil: Hukum Pidana, Hukum Perdata, maka
yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil, Hukum
Perdata Materiil.
• Hukum Formal Hukum proses atau Hukum Acara, yaitu hukum
yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana
cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan
dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan.
Ibid, hlm 75
Ibid, hlm 76
7
Contoh Hukum Formal Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara
Perdata.
• Hukum Acara Pidana, yaitu peraturan-peraturan hukum yang
mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan
Hukum Pidana Meteriil atau peraturan-peraturan yang mengatur
bagaimana caranya mengajukan sesuatu perkara pidana ke
muka Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya hakim pidana
memberikan putusan.
• Hukum Acara Perdata, yaitu peraturan-peraturan hukum yang
mengatur
bagaimana
cara-cara
memelihara
dan
mempertahankan Hukum Perdata Materiil atau peraturanperaturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan
sesuatu perkara perdata ke muka Pengadilan Perdata dan
bagaimana caranya hakim perdata memberikan putusannya.
2.2.1.6 Menurut Sifatnya
• Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan
bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan mutlak.7
• Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap), yaitu hukum yang
dapat dikesampingkan apabila pihak yang bersangkutan telah
membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.
2.2.1.7 Menurut Wujudnya
• Hukum Objektif yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku
umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang
mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.
• Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari Hukum
Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih.
Hukum Subjektif disebut juga HAK. Pembagian hukum jenis
ini kini jarang digunakan orang.
2.2.1.8 Menurut Isinya
• Hukm privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur
hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang
lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
• Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapan antara
negara dengan perseorangan (warga negara).8
2.3
SUMBER-SUMBER HUKUM
Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah: segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni,
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
7
8
Ibid, hlm 77
Ibid, hlm 78
8
2.3.1
Sumber-sumber hukum material
Dapat ditinjau lagi dari pelbagai sudut, misalnya dari susut ekonomi,
sejarah,sosiologi, filsafat dan sebagainya.
Contoh:
•
2.3.2
Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan
ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya
Hukum;
• Seorang ahli kemasyarakatan (Sosioloog) akan mengatakan bahwa
yang menjadi sumber Hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam masyarakat.
Sumber hukum formal
2.3.2.1 Undang-Undang
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
Menurut BUYS, undang-undang itu mempunyai dua arti, yakni:
•
•
Undang-undang dalam arti formal: ialah setiap keputusan Pemerintah
yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya (misalnya:
dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan Parlemen);9
Undang-undang dalam arti material: ialah setiap keputusan Pemerintah
yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
2.4 KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH SOSIAL
Manusia adalah makhluk social atau “Zoon Politicon” kata Aristoteles. Sebagai makhluk
social selalu ingin hidup berkelompok, hidup bermasyarakat. Keinginan itu didiorong oleh
kebutuhan biologis:
•
Hasrat untuk memenuhi makan dan minum atau untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi.
•
Hasrat untuk membela diri.
•
Hasrat untuk mengadakan keturunan.
Dalam kehidupan bermasyarakat tersebut manusia mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan. Untuk itu diperlukan hubungan atau kontak antara anggota masyarakat dalam
rangka mencapai tujuannya dan melindungi kepentingannya.
9
Drs.CST.Kansil, S.H.,PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA. Jakarta:BALAI PUSTAKA,1986.
hlm 46
9
Sebagai pribadi manusia yang pada dasarnya dapat berbuat menurut kehendaknya secara
bebas. Akan tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut dibatasi oleh
ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan sikap tindak mereka. Apabila tidak ada
ketentuan-ketentuan tersebut akan terjadi ketidakadanya keseimbangan dalam masyarakat
dan pertentangan-pertentangan satu sama lain. Dengan pembawaan sikap pribadinya, manusia
biasanya ingin agar kepentingannya dipenuhi lebih dulu. Tanpa mengingat kepentingan orang
lain, kepentingan itu kadang-kadang sama tetapi juga tidak jarang terjadinya kepentingan
yang saling bertentangan. Apabila keadaan yang demikian itu tidak diatur atau tidak dibatasi,
maka yang lemah akan tertindas atau setidak-tidaknya timbul pertentangan-pertentangan.
Aturan yang dimaksud disebut kaidah sosial. Dengan demikian kaidah atau norma adalah
ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat. Kata kaidah itu sendiri berasal dari
bahasa Arab dan norma berasal dari bahasa Latin yang berarti ukuran.10
2.4.1 KAIDAH SOSIAL
Kaidah sosial yang mengatur tingkah laku manusia di dalam masyarakat ada bermacammacam, yang secara berurutan adalah:
2.4.1.1 Kaidah Kesopanan
Norma kesopanan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang timbul dari pergaulan
dalam masyarakat. Norma kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan, kepatutan
yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karenanya kesopanan dinamakan norma sopan
santun, tata krama atau adat istiadat.
Jadi norma kesopanan timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk
mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat
menghormati.
Norma sopan santun atau norma kesopanan ditujukan kepada sikap lahiriah atau
tingkah laku manusia demi untuk ketertiban masyarakat dalam pergaulan dalam rangka
mencapai suasana keakraban-keakraban dalam pergaulan, sehingga manusia sebagai
makhluk sosial dapat hidup bersama-sama serta hidup berdampingan di tengah-tengah
masyarakat.
Pelanggaran atas norma kesopanan menimbulkan celaan dari sesamanya. Celaan ini
dapat berwujud kata-kata tetapi akan lebih dirasakan apabila celaan itu berupa sikap
kebencian, pandangan rendah dari orang-orang sekelilingnya, sampai si pelakunya
dijauhi dalam pergaulan bahkan lebih hebat lagi dengan pemboikotan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sikap tersebut menimbulkan rasa malu, rasa hina, rasa kehilangan sesuatu,
dikucilkan sehingga merasakan penderitaan batin yang dapat dikatakan merupakan
sanksi hukuman.
Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya:
• Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua.
• Meminta izin lebih dahulu bila mau masuk rumah orang lain.
10
R.Soeroso, S.H.,PENGANTAR ILMU HUKUM. Jakarta:Sinar Grafika,2002. Jl.Sawo Raya No.18 hlm, 215‐216
10
•
Mempersilakan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam
kendaraan umum yang penuh penumpang.
• Mengenakan pakaian yang pantas bila menghadiri pesta.
• Menggunakan barang orang lain harus minta izin lebih dahulu dari
pemiliknya.
• Jangan meludah dihadapan orang lain.
Selanjutnya perasaan kesopanan dapat menjelma menjadi perasaan kebiasaan.
Norma kebiasaan dapat menjelma menjadi norma kesopanan yang wajib diindahkan
karena pelanggaran dianggap tidak bias dan dianggap salah oleh masyarakat.
Kebiasaan yang demiian itu disebut pula adat.11
2.4.1.2 Hubungan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah Kesopanan.
Kedua kaidah inipun saling mengisi, saling melengkapi maka hubungan antara
keduanya erat sekali. Anggota masyarakat yang mengetahui kaidah kesopanan akan
selaku bertingkah laku sopan, tidak mengganggu orang lain, sehingga jika semua
anggota masyarakat berperilaku seperti itu masyarakat akan tertib dan damai, maka
tujuan kaidah hukum dapat dicapai. Jika seseorang selalu melanggar kaidah
kesopanan, dirinya akan merasa terkucil ldan akibatnya seolah-olah dia hidup
menyendiri. Jika tidak disadari maka orang itu akan cenderung berbuat sesuai dengan
kehendaknya dan tidak mustahil bahwa suatu ketika ia akan melakukan perbuatan
yang melanggar kaidah hukum. Jika hal itu benar dilaksanakan maka ia akan
mendapat sanksi tegas dan keras dari masyarakat melalui lembaga pengadilan, ia akan
dihukum. Apabila kemudian setelah menjalani hukuman orang itu bertobat, maka
cepat atau lambat orang itu akan menjadi orang baik, akan selalu berbuat sopan dan
tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar kaidah hukum. Dengan lain kata
kaidah hukum juga mendukung tercapainya tujuan kaidah kesopanan.
2.4.1.3 Persamaan Kaidah Hukum dengan Kaidah Kesopanan
• Memandang manusia sebagai makhluk sosial.
• Sudah puas dengan perbuatan lahiriah saja.
• Heteronom (dikehendaki masyarakat).
• Memberikan kesempatan pihak yang bersangkutann untuk mengadakan
reaksi (geven aanspraken) (Surojo 1974:11).
• Sama memiliki wilayah berlakunya.
2.4.1.4Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
• Kaidah hukum memberi hak dan kewajiban, kaidah kesopanan hanya
memberi kewajiban saja.
• Sanksi kaidah hukum dipaksakan oleh masyarakat secara resmi, sanksi
kaidah kesopanan dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.12
2.5
ASAS-ASAS HUKUM PAJAK
Adapun yang dimaksudkan dengan pajak ialah iuran kepadan negara yang terhutang oleh
yang wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat
prestasi (balas jasa) kembali yang langsung.
11
12
Ibid, hlm 217
Ibid, hlm 220‐223
11
Guna pajak itu ialah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan
dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dari kesejahteraan rakyat. Jadai
hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak, tidak langsung kita peroleh dari
Pemerintah.13
2.5.1 PENGERTIAN HUKUM PAJAK
2.5.1.1 Arti Hukum Pajak
Pajak itu diadakan berdasarkan Undang-undang/oeraturan, artinya berdasarkan
hukum: jadi pajak itu tidak boleh dipungut/dikenakan secara sewenag-wenag.
Dalam UUD-1945 pasal 23 ditegaskan, bahwa segala pemungutan pajak untuk
keperluan Negara harus ditetapkan dengan Undang-Undang, yang berarti DPR
diikutsertakan, bahkan pada hakekatnya DPR lah yang memutuskannya.
Adapun yang dimaksud dengan Hukum Pajak, ialah himpunan peraturanperaturan yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan wajib-wajib pajak dan
antara lain mengatur siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak (objek pajak),
timbulnya kewajiban pajak, cara pemungutannya, cara penagihannya dan sebagainya.
2.5.1.1Hak-hak yang dipunyai wajib pajak
Adapun setiap wajib pajak mempunyai hak-hak yang antara lain:
•
•
•
•
•
13
Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangkan membebaskan
ketetapan pajak dalam hal: terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung tarif
ataupun terdapat kesalahan menentukan dasar penetapan pajak.
Mengajukan keberatan kepada Kepala Inspeksi Pajak/Direktur Jenderal Pajak
apabila wajib pajak keberatan terhadap ketetapan pajak (atas jumlah yang
dipakai dasar pengenaan pajak), yang harus diajukan dalam waktu tiga bulan
setelah tanggal surat ketetapan pajak.
Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak apabila wajib pajak
keberatan atas:
- Keputusan yang diambil oleh Kepala Inspeksi Pajak
terhadap surat keberatannya;
- Surat tagihan susulan/kemudian yang dikeluarkan oleh
Kepala Inspeksi Pajak.
Meminta pengembalian pajak (restitusi), meminta pemindahbukuan setoran
pajak ke setoran pajak lainnya atau setoran tahun berikutnya.
Wajib pajak dapat pula mengajukan gugatan pedata ataupun pidana kepada
Pengadilan Negeri atas dasar”perbuatan melanggar hukum=onrechtmatge daad”
ataupun pembocoran rahasia dari wajib pajak yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada wajib pajak.
Ibid, hlm 324
12
Majelis Pertimbangan Pajak yang berkedudukan di Jakarta ialah suatu Lembaga
yang bertugas dan berkewajiban untuk memutus pada tingkat tertingggi/terakhir
atas semua perselisihan-perselisihan pajak.
Wajib pajak yang merasa belum mendapat perlakuan adil dari Instansi
Perpajakan dapat mengajukan permohonan banding kepada Majelis Pertimbangan
Pajak di Jakarta.
Dewasa ini hukum pajak diatur dalam:
•
•
•
14
Undang-undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan;
Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang-barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.14
Ibid, hlm 328
13
BAB III
ANALISIS DATA
3.1 Fakta Kasus Terhadap Gugatan Kadin Dikabulkan MA
“Petani Kena Pajak Gara-gara Gugatan Pengusaha Soal PPN Dikabulkan MA”
Jakarta dikabulkannya gugatan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) oleh Mahkamah Agung terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007
tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dampaknya menekan petani
kecil. Pasca dukabulkannya gugatan itu kini hasil pertanian petani jutru kena PPPN 10%.
Direktur Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementrian Pertanian Yusni
Emilia Harahap mengungkapkan. Gugatan Kadin yang dikabulkan MA dan bersifat final dan
mengikat serta tidak bisaa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ternyata berimplikasi
kemana-mana termasuk mengancam harga jual produk pertanian para petani. Karena petani
harus bayar PPN.
“Implikasinya kemana-mana, termasuk dapat menenkan harga jual petani atas produksi
pertaniannya. Salah satunya dikenakannya Pajak Pertambahan Nilai”. Kata Emilia kepada
wartawan di Kementrian Pertanian, Jumat (12/9/2014).
Seperti diketahui MA menetapkan Putusan MA Nomor 70 P/HUM/2013 yakni: Pasal 1 ayat
(1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c.
bertentangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN terakhir diubah UU Nomor
42 Tahun 2009, dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku umum. Putusan MA ini mulai berlaku
tanggal 22 Juli 2014.
“Akibat putusan tersebut barang hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan
dan hasil hutan seperti yang ditetapkan dalam Lampiran PP 31 Tahun 2007, yang semulanya
tidak kena pajak justru kena pajak”. Ungkapnya.
“Tapi kalau ekspor justru tidak kena PPN sama sekali alias 0%. Yang kami khawatir petani
atau pengusaha lebih memilih ekspor bahan baku dari pada jual di dalam negeri yang justru
kena PPN 10%,” ungkapnya.
Ia menjelaskan PP Nomor 31 Tahun 2007 mengatur barang hasil pertanian merupakan barang
strategis yang dibebaskan pajak. Namun, dalam Undang-Undang PPN Nomor 8 Tahun 1983
yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan hasil pertanian
dikalsifikasikan kena pajak.
“Dalam Putusan MA Nomor 70 tersebut di dalamnya MA memerintahkan agar Pemerintah
mencabut PP Nomor 31 Tahun 2007 dimana beberapa pasal termasuk barang hasil pertanian
seperti sawit, kakao, karet, kopi dan the yang semulanya digolongkan bebas PPN menjadi
barang kena PPN. Itu yag membuatnya pengusaha dan petani kaget”,ujar Emilia.
14
Emilia mengungkapkan gugatan ini sebenarnya atas inisiatif pengusaha sawit yang keberatan
ekspornya terkena PPN 10%. Sehingga mereka mengajukan gugatan ujin materil PP 31 Tahun
2007, karena merasa dirugikan. Dengan dikabulkannya gugatan tersebut pengusaha bias lebih
ringan mengkreditkan atau merestitusi pajak setelah memproduksi dan mengolah hasil
pertaniannya.
“Namun akibat dikabulkannya gugatan tersebut, ekspornya bebas PPN, tapi pengusaha
yang lain justru kena imbas, jadi antara pengusaha juga dirugikan, malah mereka yang terkena
PPN 10%,” tutupnya.15
3.2 Hukum Sebagai Objek Ilmu Hukum
3.2.1 Definisi Hukum Oleh Berbagai Pakar
3.2.1.1 Prof Mr.Dr.L.J.Van Apeldoorn
Di dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht”
Apeldoornn seorang juris Belanda memberikan pengertian sebagai berikut:
“Memberikan definisi/batasan hukum, sebenarnya hanya bersifat menyamaratakan
saja, dan itupun tergantung siapa yang memberikan”.
Sebenarnya Van Apeldoorn memang tidak mau membuat perumusan tentang
pengertian hukum. Namun demikianlah untuk mengetahui hukum, beliau
mendekatkannya dari sudut kenyataan, bukan dari dudut abstrak.
Tinjauan beliau terhadap hukum, dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu:
•
De ontwikkelde Leek (ontwikkelde = orang terpelajar, leek = awam)
Jadi ontwikkelde Leek adalah orang terpelajar tetapi awam. Hukum bagi “de
ontwikkelde Leel” adalah sama dengan rentetan pasal-pasal yang tidak ada habishabisnya, seperti yang dimuat di dalam Undang-undang, sehingga menurut
pandangannya sama dengan Udang-undang.
Karena dari sudut pandangnya demikian terhadap hukum, maka ia
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan hukum adalah membosankan dan abstrak.
Pandangan “de onrwikkelde Leek” terhadap hukum adalah negatif atau buruk, akan
tetapi dalam pandangannya tersebut memang mengandung unsur-unsur kebenaran.
Ia dapat mengajarkan, bahwa walaupun tidak dapat dilihat di dalam undangundang terlihat suatu tentang hukum, karena apa yang terlihat dalam undang-undang
bahkan menghafalkan pasal-pasalnya (yang jumlahnya ribuan), berarti akan mengerti
hukum, atau mengetahui apa yang disebut hukum.
•
The man in the street
15
http://finance.detik.com/read/2014/09/12/134122/2688670/4/2/petani‐kena‐pajak‐gara‐gara‐
gugatan‐pengusaha‐soal‐ppn‐dikabulkan‐ma
15
Yang artinya ialah orang di jalanan atau kebanyakan orang yang tidak
terpelajar, misalnya tukang becak, pedagang, pejalan kaki dan lain-lain. Bagi “the
man in the street”, apabila mendengar kata istilah hukum, maka ia akan treingat akan
polisi, jaksa, gedung pengadilan dan lain-lain.
Ia tak pernah melihat undang-undang, tetapi ia pernah di ruangan pengadilan
dan teringat pada suatu perkara. Hukum itu konkret dan menyangkut kehidupan
manusia sehari-hari, karena bagi mereka hukum dapat dilihat dan diraba.
Pada akhirnya Van Apeldoorn, juga tidak dapat menghindarkan diri dari suatu
perumusan/pengertian tentang hukum itu sendiri. Menurut Van Apeldoorn, hukum
adalah peraturan perhubungan hidup atara manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
-
-
Hukum itu terdiri dari peraturan-peraturan.
Objek dari peraturan-peraturan tersebut adalah perhubungan hidup
yang menampakkan diri di dalam perbuatan atau kelakuan manusia,
dan bukan soal-soal pribadi atau soal batin dari objeknya.
Peraturan hidup tersebut tidak berlaku untuk hewan atau tumbuhtumbuhan.
Dengan demikian hukum itu mengatur perhubungan antara manusia atau inter hukum
(inter = antara, hukum = manusia).16
3.2.1.2 W.Levensbergen
Hukum menurut W.Levensbergen, pertama-tama merupakan pengatur,
khususnya untuk pengaturan perbuatan manusia di dalam masyarakat.Kemudian
hukum itu merupakan norma agendi yaitu peraturan untuk perbuatan manusia. Norma
agenda adalah norma perbuatan. Kata agaendi dari kata “agree” kemudian menjadi
“agendum”, yang berarti “perbuatan”. Dari batasan hukum tersebut, nampaklah
bahwa menurut W.Levenbergen, yang menjadi objek hukum ialah perbuatan manusia
yang di dalam masyarakat.17
3.2.1.3 Kantorowich
Di dalam bukunya yang berjudul “The definition of Law”, Kantorowich
menyatakan bahwa:
“Law ia a body of social rule prescribing external conduct and considered justisi
able”.
Yang artinya:
16
R.Soeroso, S.H.,PENGANTAR ILMU HUKUM (Jakarta:Sinar Grafika,2002),Jl.Sawo Raya No.18 hlm, 28‐30
17
Ibid, hlm 30‐31
16
“Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan sosial yang mewajibkan perbuatan
lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan”.
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
-
-
Hukum, adalah terdiri dari peraturan-peraturan sosial. Peraturan sosial
ini merupakan suatu keseluruhan yang dapat dibedakan dengan
keseluruhan peran lain.
Peraturan sosial tersebut bersifat justisi able atau mewajibkan (das
Sollen = keharusan).
Peraturan sosial atau hukum itu harus dipandang justiciable, artinya
dapat dibenarkan atau bersifat keadilan.
Menurut Kantorowich, peraturan itu dirumuskan dengan cermat dan jelas, artinya
dibuat dengan tidak sembarangan, dengan batas-batas tertentu. Sedangkan yang
menentukan “justisi able” adalah lembaga-lembaga justisi yaitu:
-
D.P.R (Dewan Perwakilan Rakyat), selaku badan yang menentukan
undang-undang atau kekuasaan legislative.
Peradilan, yang ditegaskan untuk menentukan hukum/menerapkannya
di dalam suatu perkara.18
3.2.1.4 Prof.Mr.J.Van Kan
Seorang Dekan Fakultas Hukum pertama di Indonesia (Hindia-Belanda).
Hukum ialah keseluruhan ketentuan-ketentuan penghidupan yang bersifat memaksa
yang diadakan untuk melindungi kepentingan orang dalam masyarakat. (J.Van Kan,
Het byrgerlijk Wetboek en de Code Civil).19
3.2.1.5 Leon Duguit
Hukum ialah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.20
3.3 Manusia Sebagai Subyek Hukum
3.3.1 Pendapat Beberapa Pakar
Mengenai apa yang dimaksud dengan orang dapat dikemukakan pendapat beberapa
pakar hukum antara lain:
•
•
Menurut Prof.J.Hardjawidjaja, SH. Orang adalah merupakan pengertian
terhadap manusia.
Menurut Prof.Eggens yang dimaksud dengan orang adalah manusia sebagai
rechtspersoon.
18
Ibid, hlm 31
Ibid, hlm 37
20
Ibid, hlm 38
19
17
•
Prof.Ko Tjai Sing berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang tidak
hanya manusia biasa tetapi juga badan hukum. Manusia dan Badan Hukum
dapat mempunyai hak an dalam orang dapat diartikan sebagai subyek hukum.21
3.3.2 Pandangan Hukum Modern
Setiap orang/pribadi secara asasi merupakan pendukkung hak yang berlaku sama bagi
seluruh umat manusia, karena mereka sama-sama merupakan makhluk Tuhan Y.M.e.
Tiap persoon adalah
kewarganegaraannya.
subyek hukum dengan
tidak
memandang
agama
atau
Pasal 3 AB menyebutkan:
“Zoolange de wet niet bepaaldelijk het tegendeel vaststelt, is het burgerlijk en het
handels-recht hetzelfde zoowel voor vremdelingen als voor Nederlandsche onderdanen”.
(Sepanjang undang-undang tidak menentukan sebaliknya maka Hukum Perdata dan
Hukum Dagang adalah sama bagi orang-orang asing maupun warga negara Belanda).
3.3.3 Pandangan Dunia
Setiap manusia/pribadi menjadi subyek hukum sejak saat dia lahir yang berakhir
dengan kematiannya.
3.3.4 Pandangan Agama
Seorang manusia/pribadi menjadi subyek hukum sejak benih/pembibitan ada pada
kandungan ibunya, selama ia hidup dan setelah ia meninggal dunia sampai ke akhirat,
sehingga menurut hukum agama pengguguran kandungan merupakan pembunuhan anak
itu dan telah dilanggar hak sebagai subyek hukum dari anak yang akan lahir.
Agama menegaskan bahwa manusia adalah sebagai subyek hukum, sebagai makhluk yang
dimuliakan Tuhan.
Al Qur’an dalam Surat Al Isra menyebutkan:
“Dan sesungguhnya tidak kami muliakan anak-anak Adam, kami angkat mereka di darat
dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.
Menurut Undang-Undang Perkawinan, No 1 Tahun 1974 tanggal 1 hak dan kedudukan
istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami di rumah tanggga dan pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat, masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum.
Di dalam Undang-undang ini disebutkan pula adanya pembagian tugas antara suami dan
istri, suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga.
3.3.5 Pandangan Hukum di Indonesia
21
Ibid,hlm229
18
• Bahwa setiap manusia/pribadi adalah pendukung hak.
Pasal 7 UUDS 1950 menyebutkan:
Ayat 1:
Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap Undang-Undang.
Ayat 2:
Segala orang berhak menuntut perlindungan yang sma oleh UndangUndang.
Ayat 3:
Segala orang berhak menurut perlindungan yang sama terhadap tiaptiap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap pengahasutan untuk
melakukan pembelakangan demikian.
Ayat 4:
Setiap orang berhak mendapat bantuan hukum yang sungguh-sungguh
dari hakim-hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatanperbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan
kepadanya menurut hukum.
•
•
•
•
Dalam sidang pleno sidang pleno tanggal 11 September 1958 oleh
Konstituante diterima sebagai salah satu hak asasi manusia: setiap
orang berhak atas kehidupan dan penghidupan, kemerdekaan dan
keselamatan pribadinya.
Asas tersebut dalam UUD 1945 hanya dijamin secara tegas bagi warga
negara saja, tetapi dapat diperluas untuk warga negara asing sepanjang
tidak merugikan kedudukan warga negara Indonesia sendiri.
Ayat 1:
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Ayat 2:
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Mengenai hukum privat berlaku pasal 1 KUH Perdata menyebutkan
bahwa dalam menikmati hak-hak perdata tidak tergantung pada hakhak kenegaraan (het genot van burgerlijke reghten is onafhankelijk van
staatkundige reghten).
Di muka telah ditegaskan bahawa orang asingpun menjadi subyek
hukum asal perlindungan atas kedudukan orang asing itu tidak
merugikan kedudukan warga negara sendiri. Jadi orang asing tidak
mempunyai semua hak hukum yang dimiliki oleh warga negara. Pasal
19
23 UUDS 1950 menunjukkan hak-hak yang hanya dimiliki oleh warga
negara. Yang berbunyi:
Ayat 1:
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan
langsung atau dengan perantara wakil-wakil yang dipilih dengan bebas
menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang.
Ayat 2:
Setiap warga naegara dapat diangkat dalam tiap jabatan pemerintahan,
sedangkan orang asing boleh diangkat dalam jabatan pemerintahan
menurut peraturan yang ditetapkan oleh Undang-Undang.22
22
Ibid, hlm 230‐231
20
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Manusia (pengusaha dan petani) Berkedudukan Sebagai Subjek Hukum
Pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban disebut subjek
hukum. Jadi boleh dikatakan bahwa tiap manusia baik warga negara maupun orang asing
dengan tidak memandanng agama atau kebudayaannya adalah subjek hukum. Manusia
sebagai pembawa hak (subjek) mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk
melakukan tindakan umum. Ia dapat mengadakan persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan
sebagainya. Di samping manusia pribadi sebagai pembawa hak, terdapat badan-badan
(kumpulan manusia) yang oleh hukum diberi status “persoon” yang mempunyai hak dan
kewajiban seperti manusia yang disebut Badan Hukum sebagai pembawa hak yang tak
berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, memiliki kekayaan yang sama
sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Manusia sebagai makhluk hidup yang
berjiwa dan Badan hukum yang tak berjiwa dapat bertindak sebagai subjek hukum.
Berdasarkan pengertian subjek hukum itu sendiri ialah sebagai berikut:
-
-
Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk
melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk
bertindak dalam hukum.
Subjek hukum adalah sesuatu pendukung hak yang menurut hukum
berwenag/berkuasa bertindak menjadi pendukung hak (Rechtsbevoegdheid).
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menrut hukum mempunyai hak dan
kewajiban.
Menurut hukum yang berlaku setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan
kewajiban ini dilindungi oleh hukum misalnya:
-
Adanya larangan mengenai perampasan atas pendukung hak tersebut
mengakibatkan Burgelijke dood (kematian perdata), misal perbudakan dan
sebagainya.23
4.2 KedudukanPeraturan Pemerintah sebagai Objek Hukum
Berdasarkan hukum dalam arti keputusan penguasa dijelaskan:
Sebagai keputusan penguasa hukum merupakan serangkaian peraturan-peraturan
tertulis, seperti Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah. Peraturan tersebut dibuat oleh yang
berwenang, dalam hal ini badan legislatif misalnya Undang-Undang dibuat oleh Presiden
bersama DPR, peraturan Daerah Tingkat I oleh DPRD bersama Gubernur.
Putusan Hakim termasuk hukum sebagai keputusan Penguasa, Karena ia mempunyai
kekuatan hukum sebagai manifestasi atau perwujudan di dalam masyarakat Peraturan dari
23
Ibid, hlm 227‐228
21
Keputusan Penguasa adalah para penegak hukum. Mereka diberi wewenang oleh Pemerintah
untuk mengatur dan membimbing agar hubungan anggota masyarakat sesuai dengan
Peraturan-peraturan tersebut merupakan petunjuk bagaimana orang harus hidup
bermasyarakat (levensvoorschriften). Polisi, Jaksa dapat memaksa anggota masyarakat untuk
menaati hukum tersebut dan Hakim berkuasa untuk mengadillinya. Dengan demikian hukum
adalah Peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dan mempunyai sifat
memaksa.24
Dengan demikian peraturan pemerintah dapat dikatakan sebagai objek hukum karena
peraturan pemerintah tersebut dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum seperti yang telah
diketahui pada kasus di atas pengusaha sebagai wajib pajak mempunyai hak yang dimiliki
wajib pajak ialah: Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangkan membebaskan
ketetapan pajak dalam hal: terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung tarif ataupun terdapat
kesalahan menentukan dasar penetapan pajak. Hingga pada akhirnya permohonan pengusaha
sebagai subjek hukum dapat benar-benar terealisasikan dengan dikabulkannya gugatan
tersebut dan terciptanya keadilan.
24
Ibid, hlm 39‐40
22
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Pengusaha dan petani itu dapat dikatakan sebagai subjek hukum yang pada dasarnya
petani dan pengusaha itu adalah manusia yang merupakan pemegang hak dan
kewajiban.Manusia merupakan makhluk yang mempunya akal budi pekerti yang mempunyai
aturan norma-norma seperti norma kesopanan sehingga pengusaha disini dapat melakukan
gugatan uji materil kepada Mahkamah Agung atas perkara yang digugatnya karena, atas dasar
persamaan kaidah hukum dengan kaidah kesopanan yaitu memandang manusia sebagai
makhluk sosial dan memberikan kesempatan pihak yang bersangkutan untuk mengadakan
reaksi. Perkara ini menurut sumbernya merupakan sumber hukum formil yaitu Undangundang karena Peraturan Pemerintah yang ditetapkan pada kasus di atas berdasarkan cara
pembuatannya dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan Parlemen. Menurut bentuknya
merupakan tertulis dikodifikasikan, menurut tempat berlakunya merupakan hukum nasional
karena hukum ini hanya ada di Indonesia, menurut sifatnya merupakan hukum yang
memaksa, menurut isinya merupakan hukum negara karena masuk dalam tataran praktek
hukum administrasi negara yang meliputi hukum Pajak.Kemudian Peraturan Pemerintah itu
dapat dikatakan sebagai obyek hukum yang berwujud karena merupakan sesuatu yang
bermanfaat bagi subyeknya hingga terciptanya keadilan antara pengusaha dan negara. Selain
itu petani dan pengusaha sebagai wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban sebagai wajib
pajak seperti yang dilakukan oleh pengusaha pada kasus di atas ialah mengajukan permintaan
untuk membetulkan, mengurangkan membebaskan ketetapan pajak dalam hal: terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitung tarif ataupun terdapat kesalahan menentukan dasar
penetapan pajak sehingga terciptanya keadilan.
5.2 Saran
Sebagai makhluk yang mulia yang diberikan banyak keistimewaan oleh Pencipta kita
harus memanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar mendapatkan kesenangan tanpa menyakiti
dan merugikan orang lain maka kita harus selalu mematuhi aturan-aturan yang ada, aturan di
dunia maupun aturan Allah SWT agar terciptanya kedamaian.
23
DAFTAR PUSTAKA
DR. H. Asikin, Zainal, S.H., S.u. (2012). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:PT RajaGrafindo
Persada
Kansil, C.S.T. Drs. SH, (1973). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta:BALAI PUSTAKA
Soeroso, R. S.H. (2002). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:Sinar Grafika
Petani Kena Pajak Gara-gara Gugatan Pengusaha Soal PPN Dikabulkan MA.
http://finance.detik.com/read/2014/09/12/134122/2688670/4/2/petani-kena-pajak-gara-garagugatan-pengusaha-soal-ppn-dikabulkan-ma[9, Oktober 2014]
24
LAMPIRAN
Petani Kena Pajak Gara-gara Gugatan
Pengusaha Soal PPN Dikabulkan MA
Rista Rama Dhany - detikfinance
Jumat, 12/09/2014 13:41 WIB
Halaman 1 dari 2
Jakarta -Dikabulkannya gugatan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) oleh Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007
tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dampaknya menekan petani kecil.
Pasca dikabulkannya gugatan itu kini hasil pertanian petani justru kena PPN 10%.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Yusni
Emilia Harahap mengungkapkan, gugatan Kadin yang dikabulakan MA dan bersifat final dan
mengikat serta tidak bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ternyata berimplikasi kemanamana termasuk mengancam harga jual produk pertanian para petani, karena petani harus bayar
PPN.
"Implikasinya kemana-mana, termasuk dapat menekan harga jual petani atas produksi
pertaniannya, salah satunya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," kata Emilia kepada
wartawan di Kementnerian Pertanian, Jumat (12/9/2014).
Seperti diketahui MA menetapkan Putusan MA Nomor 70 P/HUM/2013 yakni:
Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2)
huruf c. Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN terakhir
25
diubah UU Nomor 42 Tahun 2009, dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku umum. Putusan MA
ini mulai berlaku tanggal 22 Juli 2014.
"Akibat putusan tersebut barang hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan dan
hasil hutan seperti yang ditetapkan dalam Lampiran PP 31 Tahun 2007, yang semulanya tidak
kena pajak justru terkena pajak," ungkapnya.
Emilia menambahkan, bahkan akibat putusan tersebut, petani yang menjual di dalam negeri atau
impor produk pertanian perkebunan, tanaman hias dan obat dan tanaman pangan dikenakan PPN
10%
"Tapi kalau ekspor justru tidak kena PPN sama sekali alias 0%. Yang kami khawatir petani atau pengusaha
lebih memilih ekspor bahan baku daripada jual di dalam negeri yang justru terkena PPN 10%,"
ungkapnya.
Ia menjelaskan PP Nomor 31 Tahun 2007 mengatur barang hasil pertanian merupakan barang strategis
yang dibebaskan pajak. Namun, dalam Undang‐Undang PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang diubah dalam
Undang‐Unndang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan hasil pertanian diklasifikasikan kena pajak.
"Dalam Putusan MA Nomor 70 tersebut di dalamnya MA memerintahkan agar Pemerintah mencabut PP
nomor 31 Tahun 2007 di mana beberapa pasal termasuk barang hasil pertanian seperti sawit, kakao,
karet, kopi dan teh yang semulanya digolongkan bebas PPN menjadi barang kena PPN. Itu yang
membuat banyak pengusaha dan petani kaget,"
KEDUDUKAN PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI OBJEK
HUKUM
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
Semester I
Yang dibimbing oleh:
Nadia Maulisa S.H., M.H.
Disusun oleh:
Muti’ah Indah Novita
(1406547805)
Administrasi Perpajakan
ProgramVokasi Universitas Indonesia
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Pengantar Ilmu Hukum
ini.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
juga agar pembaca dapat memeperluas pengetahuan tentang kedudukan manusia sebagai
subjek hukum dan kedudukan Peraturan Pemerintah sebagai objek hukum.
Makalah ini penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari bebrbagai sumber
yang akurat dan terpercaya.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum,Ibu Nadia Maulisa S.H., M.H.yang telah
membimbing dan memberikan arahansehingga dapat membantu penulisdalam pembuatan
makalah ini.
Penulis sadar bahwa makalahini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis butuhkan untuk bahan referensi penulis kedepannya agar bisa
lebih baik lagi.Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Depok, 15Desember 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................... ......... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN. ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang. ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3Tujuan ..................................................................................................... 2
1.4Tinjauan Pustaka .................................................................................... 2
1.5Sistematika Penulisan ............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Ilmu Hukum Sebagai Ilmu pengertian................................................... 4
2.2 Penggolongan Hukum ........................................................................... 6
2.3 Sumber-sumber Hukum......................................................................... 8
2.4 Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial ........................................................ 9
2.5 Asas-asas Hukum Pajak ...................................................................... 11
BAB III ANALISIS DATA................................................................................... 14
3.1 Fakta Kasus terhadap Gugatan Kdin Dikabulkan MA ........................ 14
3.2 Hukum Sebagai Objek Ilmu Hukum ................................................... 15
3.3 Manusia Sebagai Subjek Hukum ......................................................... 17
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 21
4.1 Manusia (Pengusaha dan Petani) Berkedudukan Sebagai Subjek
Hukum ................................................................................................ 21
4.2 Kedudukan Peraturan Pemerintah Sebagai Objek Hukum .................. 21
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 23
5.1 Simpulan .............................................................................................. 23
5.2 Saran .................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 24
LAMPIRAN .......................................................................................................... 25
iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya penduduk di Indonesia dengan diikuti
kemajuan teknologi yang canggih mengikuti perubahan zaman yang ada. Berdasarkan data
yang didapat dari Badan Pusat Statistikjumlah penduduk saat ini mencapai 244.814.9 juta
jiwa dengan presentase 40% penduduk Indonesia berprofesi petani.
Dimana petani merupakan sebuah profesi yang mengandalkan mata pencaharian utama
dari usaha pertanian di lahannya sendiri. Dahulu profesi ini merupakan profesi terbesar
bangsa kita. Namun saat ini lahan terkikis habis karena terjadinya berubah peruntukan
menjadi pabrik, perkantoran, perumahan dan lain-lain.
Seperti yang kita ketahui saat ini jumlah petani semakin menipis karena lahan yang
terkikis habis pada setiap 10 tahunnya menurun sebesar 10% dikarenakan banyaknya petani
yang beralih profesi dari petani menjadi buruh tani dan petani yang kuat akan memperlebar
lahannya dengan cara membeli lahan milik petani lain yang sedang terhimpit hutang karena
modal pinjaman sementara hasil panen gagal.
Selain itu disebabkan karena pemerintah tidak mendukung sehingga petani harus berusaha
sendiri mulai dari pencarian lahan, pupuk, menghadapi gagal panen hingga penjualan hasil
panen. Bahkan rumah tangga yang menanam padi pun ikut menurun di dapat data dari Badan
Pusat Statistik pada tahun 2003 terdapat 14,2 juta rumah tangga yang menanam padi namun
pada tahun 2013 terdapat 14,1 juta rumah tangga yang menanam padi.
Belum lagi dengan pengenaan pajak terhadap perolehan petani yaitu PPN (Pajak
Pertambahan Nilai di tengah minimnya margin keuntungan. Dengan adanya pengenaan PPN
maka petani akan lebih memilih untuk mengekspor hasil pertaniannya karena bebas pajak
dibandingkan menjualnya di dalam negeri yang dikenakan PPN 10% (Pajak Pertambahan
Nilai). Juga dengan pembebasan PPN terhadap impor hasil pertanian yang akan
mempengaruhi persaingan dengan petani kecil sedangkan impor yang berlebihanpun dapat
merugikan pengusaha-pengusaha kecil karena barang impor cenderung lebih murah harganya
dibandingkan harga barang dalam negeri.
Oleh karena itu, penulis akan membahas pada makalah ini bagaimana pengusaha kelapa
sawit dapat melakukan gugatan kepada mahkamah agung dengan kedudukan pengusaha
1
sebagai subjek hukum dan bagaimana dengan kedudukan peraturan pemerintah itu yang dapat
dikatakan sebagai objek hukum.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana kedudukan pemohon dalam uji materil PP Nomor 31 Tahun 2007?
1.2.2 Bagaimana kedudukan PP Nomor 31 Tahun 2007 dalam uji materil?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui kedudukan pemohon dalam uji materil PP Nomor 31 Tahun 2007
1.3.2 Mengetahui kedudukan PP Nomor 31 Tahun 2007 dalam uji materil
1.4 Tinjauan Pustaka
2.1 Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Pengertian
2.2 Penggolongan Hukum
2.3 Sumber-sumber Hukum
2.4 Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial
2.5 Asas-asas Hukum Pajak
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3Tujuan Penelitian
1.4 Landasan Teori
1.5 Sistematika Penulisan
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Pengertian
2.2 Penggolongan Hukum
2.3 Sumber-sumber Hukum
2.4 Kaidah Hukum dan kaidah Sosial
2.5 Asas-asas Hukum Pajak
Bab IIIAnalisa Data
3.1 Fakta Kasus Terhadap Gugatan Kadin Dikabulkan MA
3.2Hukum Sebagai Objek Ilmu Hukum
3.3 Manusia Sebagai Subjek Hukum
Bab IVPembahasan
4.1 Manusia (pengusaha dan petani) Berkedudukan Sebagai Subjek Hukum
2
4.2 Kedudukan Peraturan Pemerintah sebagai Objek Hukum
Bab V Penutup
5.1 Simpulan
5.2 Saran
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU PENGERTIAN
2.1.1 Subjek Hukum
2.1.1.1 Pengertian
Subjek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum atau para
pendukung/pemilik hak dan kewajiban. Dalam kehidupan sehari-hari, yang
menjadi subjek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu
bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum
(perusahaan, organisasi, institusi).
Pengertian subjek hukum (rechts subjek) menurut Algra adalah setiap orang
mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum
(rechtsbevoegheid), sedangkan pengertian wewenang hukum itu sendiri adalah
kewenangan untuk menajdi subjek dari hak-hak.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subjek hukum memiliki wewenang,
wewenag subjek hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu:
•
Pertama, wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid), dan
•
Kedua, wewenang untuk melakukan (menjalankan) perbuatan hukum
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.1
2.1.1.2 Pembagian Subjek Hukum
Dalam dunia hukum, subjek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak,
yakni manusia dan badan hukum.
2.1.1.2.1 Manusia (naturlijke person)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subjek hukum
secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap
sebagai subjek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan
sampai ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan
pun bisa dianggap sebagai subjek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan
yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum
1
DR. H. ZAINAL ASIKIN, S.H., S.u.,PENGANTAR ILMU HUKUM.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2012.
Jl.Leuwinaggung Raya No. 112, hlm 33
4
dipandang sebagai subjek hukum yang “tidak cakap” hukum. Maka dalam
melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu
oleh orang lain.
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan
manusia sebagai subjek hukum, yaitu: Pertama, manusia mempunyai hak-hak
subjektif; dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum
berarti, kecakapan untuk menjadi subjek hukum, yaitu sebagai pendukung hak
dan kewajiban. Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam
kandungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai
kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orang yang
dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur
21 tahun atau sudah kawin), sedangkan orang-orang yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang
ditaruh di bawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330
KUH Perdata).2
2.1.1.2.2 Badan Hukum (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang
diberi status “persoon” oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban.
Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak
manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas
dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan
manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan
perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum
dimungkinkan dapat dibubarkan.
Terjadi banyak perdebatan mengenai bagaimana badan hukum dapat
menjadi subjek hukum seperti manusia. Banyak teori yang ada dan digunakan
dalam dunia akademis untuk menjelaskan hal tersebut, akan tetapi teori yang
paling berpengaruh dalam hukum positif adalah teori konsensi dimana pada
intinya berpendapat badan hukum dalam Negara tidak dapat memiliki
kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan), kecuali
diperkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti Negara sendiri.
Menurut sifatnya, badan hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu:
2
Ibid, hlm 34
5
•
Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh
pemerintah. Contoh: provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga, dan bankbank Negara.
•
Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang didirikan oleh privat
(bukan pemerintah). Contoh: Perhimpunan, Perseroan Terbatas,
Firma, Koperasi, Yayasan.3
2.1.2
Objek Hukum
Objek hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subjek hukum.
Atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari suatu perhubungan hukum. Objek
hukum dapat pula disebut sebagai benda. Merujuk pada KUH Perdata, benda adalah
tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Objek hukum menurut Pasal 499 KUH Perdata adalah benda, yakni “segala
sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum
atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik.”
Benda itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
2.1.2.1 Berwujud/Konkret/Materiil
•
Benda bergerak sendiri atau digerakkan untuk berpindah,
seperti: meja. Kursi, hewan, dan lain sebagainya;
• Benda tak bergerak, contoh: tanah, pohon-pohon, rumah, kapal
laut, pesawat udara, dan sebagainya.
2.1.2.2 Tidak berwujud/Abstrak/Immateriel
Contoh dari benda ini adalah aliran listrik, gas, pulsa, hak cipta, hak
paten, kehormatan, dan sebagainya.4
2.2
PENGGOLONGAN HUKUM
2.2.1 Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
Walaupun hukum itu terlalu luas, sehingga orang tak dapat membuat definisi
singkat yang meliputi segala-galanya, namun hukum dapat dibagi dalam beberapa
golongan hukum menurut beberapa asas pembagian, yaitu sebagai berikut.
2.2.1.1 Menurut Sumbernya
•
•
•
3
4
Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam
peraturan perundangan.
Hukum Kebiasaan (Adat), yaitu hukum yang terletak di dalam
peraturan-peraturan kebiasaan (adat.
Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negaranegara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat).
Ibid, hlm 35
Ibid,hlm 36
6
•
2.2.1.2
2.2.1.3
2.2.1.4
2.2.1.5
5
6
Hukum yurispudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena
keputusan hakim.
Menurut Bentuknya
Hukum tertulis, hukum ini dapat pula merupakan:
• Hukum tertulis yang dikodifikasikan
• Hukum tertulis tak dikodifikasikan
• Hukum tak tertulis (hukum kebiasaan)5
Menurut Tempat Berlakunya
• Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu
negara.
• Hukum Internasional, yaitu keseluruhan hukum yang untuk
sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat
untuk menaatinya.
• Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
• Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan
oleh Gereja untuk para anggota-angggotanya.
Menurut Waktu Berlakunya
• Ius Constitutum, (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku
sekagrang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah
tertentu. Singkatnya: Hukum yang berlaku bagi suatu
masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada
sarjana yang menamakan hukum positif itu “Tata Hukum”.
• Ius Constituendum,yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada
waktu yang akan datang.
• Hukum Asasi (Hukum), yaitu hukum yang berlaku di manamana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum
ini tak mengenal batas waktu, melainkan berlaku untuk selamalamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.6
Menurut Cara Mempertahankan
• Hukum Materiil, yaitu hukum yang membuat peraturanperaturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan laranganlarangan.
Contoh Hukum Materiil: Hukum Pidana, Hukum Perdata, maka
yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil, Hukum
Perdata Materiil.
• Hukum Formal Hukum proses atau Hukum Acara, yaitu hukum
yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana
cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan
dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan.
Ibid, hlm 75
Ibid, hlm 76
7
Contoh Hukum Formal Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara
Perdata.
• Hukum Acara Pidana, yaitu peraturan-peraturan hukum yang
mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan
Hukum Pidana Meteriil atau peraturan-peraturan yang mengatur
bagaimana caranya mengajukan sesuatu perkara pidana ke
muka Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya hakim pidana
memberikan putusan.
• Hukum Acara Perdata, yaitu peraturan-peraturan hukum yang
mengatur
bagaimana
cara-cara
memelihara
dan
mempertahankan Hukum Perdata Materiil atau peraturanperaturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan
sesuatu perkara perdata ke muka Pengadilan Perdata dan
bagaimana caranya hakim perdata memberikan putusannya.
2.2.1.6 Menurut Sifatnya
• Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan
bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan mutlak.7
• Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap), yaitu hukum yang
dapat dikesampingkan apabila pihak yang bersangkutan telah
membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.
2.2.1.7 Menurut Wujudnya
• Hukum Objektif yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku
umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang
mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.
• Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari Hukum
Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih.
Hukum Subjektif disebut juga HAK. Pembagian hukum jenis
ini kini jarang digunakan orang.
2.2.1.8 Menurut Isinya
• Hukm privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur
hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang
lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
• Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapan antara
negara dengan perseorangan (warga negara).8
2.3
SUMBER-SUMBER HUKUM
Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah: segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni,
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
7
8
Ibid, hlm 77
Ibid, hlm 78
8
2.3.1
Sumber-sumber hukum material
Dapat ditinjau lagi dari pelbagai sudut, misalnya dari susut ekonomi,
sejarah,sosiologi, filsafat dan sebagainya.
Contoh:
•
2.3.2
Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan
ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya
Hukum;
• Seorang ahli kemasyarakatan (Sosioloog) akan mengatakan bahwa
yang menjadi sumber Hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam masyarakat.
Sumber hukum formal
2.3.2.1 Undang-Undang
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
Menurut BUYS, undang-undang itu mempunyai dua arti, yakni:
•
•
Undang-undang dalam arti formal: ialah setiap keputusan Pemerintah
yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya (misalnya:
dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan Parlemen);9
Undang-undang dalam arti material: ialah setiap keputusan Pemerintah
yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
2.4 KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH SOSIAL
Manusia adalah makhluk social atau “Zoon Politicon” kata Aristoteles. Sebagai makhluk
social selalu ingin hidup berkelompok, hidup bermasyarakat. Keinginan itu didiorong oleh
kebutuhan biologis:
•
Hasrat untuk memenuhi makan dan minum atau untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi.
•
Hasrat untuk membela diri.
•
Hasrat untuk mengadakan keturunan.
Dalam kehidupan bermasyarakat tersebut manusia mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan. Untuk itu diperlukan hubungan atau kontak antara anggota masyarakat dalam
rangka mencapai tujuannya dan melindungi kepentingannya.
9
Drs.CST.Kansil, S.H.,PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA. Jakarta:BALAI PUSTAKA,1986.
hlm 46
9
Sebagai pribadi manusia yang pada dasarnya dapat berbuat menurut kehendaknya secara
bebas. Akan tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut dibatasi oleh
ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan sikap tindak mereka. Apabila tidak ada
ketentuan-ketentuan tersebut akan terjadi ketidakadanya keseimbangan dalam masyarakat
dan pertentangan-pertentangan satu sama lain. Dengan pembawaan sikap pribadinya, manusia
biasanya ingin agar kepentingannya dipenuhi lebih dulu. Tanpa mengingat kepentingan orang
lain, kepentingan itu kadang-kadang sama tetapi juga tidak jarang terjadinya kepentingan
yang saling bertentangan. Apabila keadaan yang demikian itu tidak diatur atau tidak dibatasi,
maka yang lemah akan tertindas atau setidak-tidaknya timbul pertentangan-pertentangan.
Aturan yang dimaksud disebut kaidah sosial. Dengan demikian kaidah atau norma adalah
ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat. Kata kaidah itu sendiri berasal dari
bahasa Arab dan norma berasal dari bahasa Latin yang berarti ukuran.10
2.4.1 KAIDAH SOSIAL
Kaidah sosial yang mengatur tingkah laku manusia di dalam masyarakat ada bermacammacam, yang secara berurutan adalah:
2.4.1.1 Kaidah Kesopanan
Norma kesopanan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang timbul dari pergaulan
dalam masyarakat. Norma kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan, kepatutan
yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karenanya kesopanan dinamakan norma sopan
santun, tata krama atau adat istiadat.
Jadi norma kesopanan timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk
mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat
menghormati.
Norma sopan santun atau norma kesopanan ditujukan kepada sikap lahiriah atau
tingkah laku manusia demi untuk ketertiban masyarakat dalam pergaulan dalam rangka
mencapai suasana keakraban-keakraban dalam pergaulan, sehingga manusia sebagai
makhluk sosial dapat hidup bersama-sama serta hidup berdampingan di tengah-tengah
masyarakat.
Pelanggaran atas norma kesopanan menimbulkan celaan dari sesamanya. Celaan ini
dapat berwujud kata-kata tetapi akan lebih dirasakan apabila celaan itu berupa sikap
kebencian, pandangan rendah dari orang-orang sekelilingnya, sampai si pelakunya
dijauhi dalam pergaulan bahkan lebih hebat lagi dengan pemboikotan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sikap tersebut menimbulkan rasa malu, rasa hina, rasa kehilangan sesuatu,
dikucilkan sehingga merasakan penderitaan batin yang dapat dikatakan merupakan
sanksi hukuman.
Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya:
• Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua.
• Meminta izin lebih dahulu bila mau masuk rumah orang lain.
10
R.Soeroso, S.H.,PENGANTAR ILMU HUKUM. Jakarta:Sinar Grafika,2002. Jl.Sawo Raya No.18 hlm, 215‐216
10
•
Mempersilakan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam
kendaraan umum yang penuh penumpang.
• Mengenakan pakaian yang pantas bila menghadiri pesta.
• Menggunakan barang orang lain harus minta izin lebih dahulu dari
pemiliknya.
• Jangan meludah dihadapan orang lain.
Selanjutnya perasaan kesopanan dapat menjelma menjadi perasaan kebiasaan.
Norma kebiasaan dapat menjelma menjadi norma kesopanan yang wajib diindahkan
karena pelanggaran dianggap tidak bias dan dianggap salah oleh masyarakat.
Kebiasaan yang demiian itu disebut pula adat.11
2.4.1.2 Hubungan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah Kesopanan.
Kedua kaidah inipun saling mengisi, saling melengkapi maka hubungan antara
keduanya erat sekali. Anggota masyarakat yang mengetahui kaidah kesopanan akan
selaku bertingkah laku sopan, tidak mengganggu orang lain, sehingga jika semua
anggota masyarakat berperilaku seperti itu masyarakat akan tertib dan damai, maka
tujuan kaidah hukum dapat dicapai. Jika seseorang selalu melanggar kaidah
kesopanan, dirinya akan merasa terkucil ldan akibatnya seolah-olah dia hidup
menyendiri. Jika tidak disadari maka orang itu akan cenderung berbuat sesuai dengan
kehendaknya dan tidak mustahil bahwa suatu ketika ia akan melakukan perbuatan
yang melanggar kaidah hukum. Jika hal itu benar dilaksanakan maka ia akan
mendapat sanksi tegas dan keras dari masyarakat melalui lembaga pengadilan, ia akan
dihukum. Apabila kemudian setelah menjalani hukuman orang itu bertobat, maka
cepat atau lambat orang itu akan menjadi orang baik, akan selalu berbuat sopan dan
tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar kaidah hukum. Dengan lain kata
kaidah hukum juga mendukung tercapainya tujuan kaidah kesopanan.
2.4.1.3 Persamaan Kaidah Hukum dengan Kaidah Kesopanan
• Memandang manusia sebagai makhluk sosial.
• Sudah puas dengan perbuatan lahiriah saja.
• Heteronom (dikehendaki masyarakat).
• Memberikan kesempatan pihak yang bersangkutann untuk mengadakan
reaksi (geven aanspraken) (Surojo 1974:11).
• Sama memiliki wilayah berlakunya.
2.4.1.4Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
• Kaidah hukum memberi hak dan kewajiban, kaidah kesopanan hanya
memberi kewajiban saja.
• Sanksi kaidah hukum dipaksakan oleh masyarakat secara resmi, sanksi
kaidah kesopanan dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.12
2.5
ASAS-ASAS HUKUM PAJAK
Adapun yang dimaksudkan dengan pajak ialah iuran kepadan negara yang terhutang oleh
yang wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat
prestasi (balas jasa) kembali yang langsung.
11
12
Ibid, hlm 217
Ibid, hlm 220‐223
11
Guna pajak itu ialah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan
dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dari kesejahteraan rakyat. Jadai
hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak, tidak langsung kita peroleh dari
Pemerintah.13
2.5.1 PENGERTIAN HUKUM PAJAK
2.5.1.1 Arti Hukum Pajak
Pajak itu diadakan berdasarkan Undang-undang/oeraturan, artinya berdasarkan
hukum: jadi pajak itu tidak boleh dipungut/dikenakan secara sewenag-wenag.
Dalam UUD-1945 pasal 23 ditegaskan, bahwa segala pemungutan pajak untuk
keperluan Negara harus ditetapkan dengan Undang-Undang, yang berarti DPR
diikutsertakan, bahkan pada hakekatnya DPR lah yang memutuskannya.
Adapun yang dimaksud dengan Hukum Pajak, ialah himpunan peraturanperaturan yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan wajib-wajib pajak dan
antara lain mengatur siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak (objek pajak),
timbulnya kewajiban pajak, cara pemungutannya, cara penagihannya dan sebagainya.
2.5.1.1Hak-hak yang dipunyai wajib pajak
Adapun setiap wajib pajak mempunyai hak-hak yang antara lain:
•
•
•
•
•
13
Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangkan membebaskan
ketetapan pajak dalam hal: terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung tarif
ataupun terdapat kesalahan menentukan dasar penetapan pajak.
Mengajukan keberatan kepada Kepala Inspeksi Pajak/Direktur Jenderal Pajak
apabila wajib pajak keberatan terhadap ketetapan pajak (atas jumlah yang
dipakai dasar pengenaan pajak), yang harus diajukan dalam waktu tiga bulan
setelah tanggal surat ketetapan pajak.
Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak apabila wajib pajak
keberatan atas:
- Keputusan yang diambil oleh Kepala Inspeksi Pajak
terhadap surat keberatannya;
- Surat tagihan susulan/kemudian yang dikeluarkan oleh
Kepala Inspeksi Pajak.
Meminta pengembalian pajak (restitusi), meminta pemindahbukuan setoran
pajak ke setoran pajak lainnya atau setoran tahun berikutnya.
Wajib pajak dapat pula mengajukan gugatan pedata ataupun pidana kepada
Pengadilan Negeri atas dasar”perbuatan melanggar hukum=onrechtmatge daad”
ataupun pembocoran rahasia dari wajib pajak yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada wajib pajak.
Ibid, hlm 324
12
Majelis Pertimbangan Pajak yang berkedudukan di Jakarta ialah suatu Lembaga
yang bertugas dan berkewajiban untuk memutus pada tingkat tertingggi/terakhir
atas semua perselisihan-perselisihan pajak.
Wajib pajak yang merasa belum mendapat perlakuan adil dari Instansi
Perpajakan dapat mengajukan permohonan banding kepada Majelis Pertimbangan
Pajak di Jakarta.
Dewasa ini hukum pajak diatur dalam:
•
•
•
14
Undang-undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan;
Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang-barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.14
Ibid, hlm 328
13
BAB III
ANALISIS DATA
3.1 Fakta Kasus Terhadap Gugatan Kadin Dikabulkan MA
“Petani Kena Pajak Gara-gara Gugatan Pengusaha Soal PPN Dikabulkan MA”
Jakarta dikabulkannya gugatan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) oleh Mahkamah Agung terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007
tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dampaknya menekan petani
kecil. Pasca dukabulkannya gugatan itu kini hasil pertanian petani jutru kena PPPN 10%.
Direktur Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementrian Pertanian Yusni
Emilia Harahap mengungkapkan. Gugatan Kadin yang dikabulkan MA dan bersifat final dan
mengikat serta tidak bisaa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ternyata berimplikasi
kemana-mana termasuk mengancam harga jual produk pertanian para petani. Karena petani
harus bayar PPN.
“Implikasinya kemana-mana, termasuk dapat menenkan harga jual petani atas produksi
pertaniannya. Salah satunya dikenakannya Pajak Pertambahan Nilai”. Kata Emilia kepada
wartawan di Kementrian Pertanian, Jumat (12/9/2014).
Seperti diketahui MA menetapkan Putusan MA Nomor 70 P/HUM/2013 yakni: Pasal 1 ayat
(1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c.
bertentangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN terakhir diubah UU Nomor
42 Tahun 2009, dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku umum. Putusan MA ini mulai berlaku
tanggal 22 Juli 2014.
“Akibat putusan tersebut barang hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan
dan hasil hutan seperti yang ditetapkan dalam Lampiran PP 31 Tahun 2007, yang semulanya
tidak kena pajak justru kena pajak”. Ungkapnya.
“Tapi kalau ekspor justru tidak kena PPN sama sekali alias 0%. Yang kami khawatir petani
atau pengusaha lebih memilih ekspor bahan baku dari pada jual di dalam negeri yang justru
kena PPN 10%,” ungkapnya.
Ia menjelaskan PP Nomor 31 Tahun 2007 mengatur barang hasil pertanian merupakan barang
strategis yang dibebaskan pajak. Namun, dalam Undang-Undang PPN Nomor 8 Tahun 1983
yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan hasil pertanian
dikalsifikasikan kena pajak.
“Dalam Putusan MA Nomor 70 tersebut di dalamnya MA memerintahkan agar Pemerintah
mencabut PP Nomor 31 Tahun 2007 dimana beberapa pasal termasuk barang hasil pertanian
seperti sawit, kakao, karet, kopi dan the yang semulanya digolongkan bebas PPN menjadi
barang kena PPN. Itu yag membuatnya pengusaha dan petani kaget”,ujar Emilia.
14
Emilia mengungkapkan gugatan ini sebenarnya atas inisiatif pengusaha sawit yang keberatan
ekspornya terkena PPN 10%. Sehingga mereka mengajukan gugatan ujin materil PP 31 Tahun
2007, karena merasa dirugikan. Dengan dikabulkannya gugatan tersebut pengusaha bias lebih
ringan mengkreditkan atau merestitusi pajak setelah memproduksi dan mengolah hasil
pertaniannya.
“Namun akibat dikabulkannya gugatan tersebut, ekspornya bebas PPN, tapi pengusaha
yang lain justru kena imbas, jadi antara pengusaha juga dirugikan, malah mereka yang terkena
PPN 10%,” tutupnya.15
3.2 Hukum Sebagai Objek Ilmu Hukum
3.2.1 Definisi Hukum Oleh Berbagai Pakar
3.2.1.1 Prof Mr.Dr.L.J.Van Apeldoorn
Di dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht”
Apeldoornn seorang juris Belanda memberikan pengertian sebagai berikut:
“Memberikan definisi/batasan hukum, sebenarnya hanya bersifat menyamaratakan
saja, dan itupun tergantung siapa yang memberikan”.
Sebenarnya Van Apeldoorn memang tidak mau membuat perumusan tentang
pengertian hukum. Namun demikianlah untuk mengetahui hukum, beliau
mendekatkannya dari sudut kenyataan, bukan dari dudut abstrak.
Tinjauan beliau terhadap hukum, dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu:
•
De ontwikkelde Leek (ontwikkelde = orang terpelajar, leek = awam)
Jadi ontwikkelde Leek adalah orang terpelajar tetapi awam. Hukum bagi “de
ontwikkelde Leel” adalah sama dengan rentetan pasal-pasal yang tidak ada habishabisnya, seperti yang dimuat di dalam Undang-undang, sehingga menurut
pandangannya sama dengan Udang-undang.
Karena dari sudut pandangnya demikian terhadap hukum, maka ia
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan hukum adalah membosankan dan abstrak.
Pandangan “de onrwikkelde Leek” terhadap hukum adalah negatif atau buruk, akan
tetapi dalam pandangannya tersebut memang mengandung unsur-unsur kebenaran.
Ia dapat mengajarkan, bahwa walaupun tidak dapat dilihat di dalam undangundang terlihat suatu tentang hukum, karena apa yang terlihat dalam undang-undang
bahkan menghafalkan pasal-pasalnya (yang jumlahnya ribuan), berarti akan mengerti
hukum, atau mengetahui apa yang disebut hukum.
•
The man in the street
15
http://finance.detik.com/read/2014/09/12/134122/2688670/4/2/petani‐kena‐pajak‐gara‐gara‐
gugatan‐pengusaha‐soal‐ppn‐dikabulkan‐ma
15
Yang artinya ialah orang di jalanan atau kebanyakan orang yang tidak
terpelajar, misalnya tukang becak, pedagang, pejalan kaki dan lain-lain. Bagi “the
man in the street”, apabila mendengar kata istilah hukum, maka ia akan treingat akan
polisi, jaksa, gedung pengadilan dan lain-lain.
Ia tak pernah melihat undang-undang, tetapi ia pernah di ruangan pengadilan
dan teringat pada suatu perkara. Hukum itu konkret dan menyangkut kehidupan
manusia sehari-hari, karena bagi mereka hukum dapat dilihat dan diraba.
Pada akhirnya Van Apeldoorn, juga tidak dapat menghindarkan diri dari suatu
perumusan/pengertian tentang hukum itu sendiri. Menurut Van Apeldoorn, hukum
adalah peraturan perhubungan hidup atara manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
-
-
Hukum itu terdiri dari peraturan-peraturan.
Objek dari peraturan-peraturan tersebut adalah perhubungan hidup
yang menampakkan diri di dalam perbuatan atau kelakuan manusia,
dan bukan soal-soal pribadi atau soal batin dari objeknya.
Peraturan hidup tersebut tidak berlaku untuk hewan atau tumbuhtumbuhan.
Dengan demikian hukum itu mengatur perhubungan antara manusia atau inter hukum
(inter = antara, hukum = manusia).16
3.2.1.2 W.Levensbergen
Hukum menurut W.Levensbergen, pertama-tama merupakan pengatur,
khususnya untuk pengaturan perbuatan manusia di dalam masyarakat.Kemudian
hukum itu merupakan norma agendi yaitu peraturan untuk perbuatan manusia. Norma
agenda adalah norma perbuatan. Kata agaendi dari kata “agree” kemudian menjadi
“agendum”, yang berarti “perbuatan”. Dari batasan hukum tersebut, nampaklah
bahwa menurut W.Levenbergen, yang menjadi objek hukum ialah perbuatan manusia
yang di dalam masyarakat.17
3.2.1.3 Kantorowich
Di dalam bukunya yang berjudul “The definition of Law”, Kantorowich
menyatakan bahwa:
“Law ia a body of social rule prescribing external conduct and considered justisi
able”.
Yang artinya:
16
R.Soeroso, S.H.,PENGANTAR ILMU HUKUM (Jakarta:Sinar Grafika,2002),Jl.Sawo Raya No.18 hlm, 28‐30
17
Ibid, hlm 30‐31
16
“Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan sosial yang mewajibkan perbuatan
lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan”.
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
-
-
Hukum, adalah terdiri dari peraturan-peraturan sosial. Peraturan sosial
ini merupakan suatu keseluruhan yang dapat dibedakan dengan
keseluruhan peran lain.
Peraturan sosial tersebut bersifat justisi able atau mewajibkan (das
Sollen = keharusan).
Peraturan sosial atau hukum itu harus dipandang justiciable, artinya
dapat dibenarkan atau bersifat keadilan.
Menurut Kantorowich, peraturan itu dirumuskan dengan cermat dan jelas, artinya
dibuat dengan tidak sembarangan, dengan batas-batas tertentu. Sedangkan yang
menentukan “justisi able” adalah lembaga-lembaga justisi yaitu:
-
D.P.R (Dewan Perwakilan Rakyat), selaku badan yang menentukan
undang-undang atau kekuasaan legislative.
Peradilan, yang ditegaskan untuk menentukan hukum/menerapkannya
di dalam suatu perkara.18
3.2.1.4 Prof.Mr.J.Van Kan
Seorang Dekan Fakultas Hukum pertama di Indonesia (Hindia-Belanda).
Hukum ialah keseluruhan ketentuan-ketentuan penghidupan yang bersifat memaksa
yang diadakan untuk melindungi kepentingan orang dalam masyarakat. (J.Van Kan,
Het byrgerlijk Wetboek en de Code Civil).19
3.2.1.5 Leon Duguit
Hukum ialah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.20
3.3 Manusia Sebagai Subyek Hukum
3.3.1 Pendapat Beberapa Pakar
Mengenai apa yang dimaksud dengan orang dapat dikemukakan pendapat beberapa
pakar hukum antara lain:
•
•
Menurut Prof.J.Hardjawidjaja, SH. Orang adalah merupakan pengertian
terhadap manusia.
Menurut Prof.Eggens yang dimaksud dengan orang adalah manusia sebagai
rechtspersoon.
18
Ibid, hlm 31
Ibid, hlm 37
20
Ibid, hlm 38
19
17
•
Prof.Ko Tjai Sing berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang tidak
hanya manusia biasa tetapi juga badan hukum. Manusia dan Badan Hukum
dapat mempunyai hak an dalam orang dapat diartikan sebagai subyek hukum.21
3.3.2 Pandangan Hukum Modern
Setiap orang/pribadi secara asasi merupakan pendukkung hak yang berlaku sama bagi
seluruh umat manusia, karena mereka sama-sama merupakan makhluk Tuhan Y.M.e.
Tiap persoon adalah
kewarganegaraannya.
subyek hukum dengan
tidak
memandang
agama
atau
Pasal 3 AB menyebutkan:
“Zoolange de wet niet bepaaldelijk het tegendeel vaststelt, is het burgerlijk en het
handels-recht hetzelfde zoowel voor vremdelingen als voor Nederlandsche onderdanen”.
(Sepanjang undang-undang tidak menentukan sebaliknya maka Hukum Perdata dan
Hukum Dagang adalah sama bagi orang-orang asing maupun warga negara Belanda).
3.3.3 Pandangan Dunia
Setiap manusia/pribadi menjadi subyek hukum sejak saat dia lahir yang berakhir
dengan kematiannya.
3.3.4 Pandangan Agama
Seorang manusia/pribadi menjadi subyek hukum sejak benih/pembibitan ada pada
kandungan ibunya, selama ia hidup dan setelah ia meninggal dunia sampai ke akhirat,
sehingga menurut hukum agama pengguguran kandungan merupakan pembunuhan anak
itu dan telah dilanggar hak sebagai subyek hukum dari anak yang akan lahir.
Agama menegaskan bahwa manusia adalah sebagai subyek hukum, sebagai makhluk yang
dimuliakan Tuhan.
Al Qur’an dalam Surat Al Isra menyebutkan:
“Dan sesungguhnya tidak kami muliakan anak-anak Adam, kami angkat mereka di darat
dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.
Menurut Undang-Undang Perkawinan, No 1 Tahun 1974 tanggal 1 hak dan kedudukan
istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami di rumah tanggga dan pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat, masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum.
Di dalam Undang-undang ini disebutkan pula adanya pembagian tugas antara suami dan
istri, suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga.
3.3.5 Pandangan Hukum di Indonesia
21
Ibid,hlm229
18
• Bahwa setiap manusia/pribadi adalah pendukung hak.
Pasal 7 UUDS 1950 menyebutkan:
Ayat 1:
Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap Undang-Undang.
Ayat 2:
Segala orang berhak menuntut perlindungan yang sma oleh UndangUndang.
Ayat 3:
Segala orang berhak menurut perlindungan yang sama terhadap tiaptiap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap pengahasutan untuk
melakukan pembelakangan demikian.
Ayat 4:
Setiap orang berhak mendapat bantuan hukum yang sungguh-sungguh
dari hakim-hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatanperbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan
kepadanya menurut hukum.
•
•
•
•
Dalam sidang pleno sidang pleno tanggal 11 September 1958 oleh
Konstituante diterima sebagai salah satu hak asasi manusia: setiap
orang berhak atas kehidupan dan penghidupan, kemerdekaan dan
keselamatan pribadinya.
Asas tersebut dalam UUD 1945 hanya dijamin secara tegas bagi warga
negara saja, tetapi dapat diperluas untuk warga negara asing sepanjang
tidak merugikan kedudukan warga negara Indonesia sendiri.
Ayat 1:
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Ayat 2:
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Mengenai hukum privat berlaku pasal 1 KUH Perdata menyebutkan
bahwa dalam menikmati hak-hak perdata tidak tergantung pada hakhak kenegaraan (het genot van burgerlijke reghten is onafhankelijk van
staatkundige reghten).
Di muka telah ditegaskan bahawa orang asingpun menjadi subyek
hukum asal perlindungan atas kedudukan orang asing itu tidak
merugikan kedudukan warga negara sendiri. Jadi orang asing tidak
mempunyai semua hak hukum yang dimiliki oleh warga negara. Pasal
19
23 UUDS 1950 menunjukkan hak-hak yang hanya dimiliki oleh warga
negara. Yang berbunyi:
Ayat 1:
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan
langsung atau dengan perantara wakil-wakil yang dipilih dengan bebas
menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang.
Ayat 2:
Setiap warga naegara dapat diangkat dalam tiap jabatan pemerintahan,
sedangkan orang asing boleh diangkat dalam jabatan pemerintahan
menurut peraturan yang ditetapkan oleh Undang-Undang.22
22
Ibid, hlm 230‐231
20
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Manusia (pengusaha dan petani) Berkedudukan Sebagai Subjek Hukum
Pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban disebut subjek
hukum. Jadi boleh dikatakan bahwa tiap manusia baik warga negara maupun orang asing
dengan tidak memandanng agama atau kebudayaannya adalah subjek hukum. Manusia
sebagai pembawa hak (subjek) mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk
melakukan tindakan umum. Ia dapat mengadakan persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan
sebagainya. Di samping manusia pribadi sebagai pembawa hak, terdapat badan-badan
(kumpulan manusia) yang oleh hukum diberi status “persoon” yang mempunyai hak dan
kewajiban seperti manusia yang disebut Badan Hukum sebagai pembawa hak yang tak
berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, memiliki kekayaan yang sama
sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Manusia sebagai makhluk hidup yang
berjiwa dan Badan hukum yang tak berjiwa dapat bertindak sebagai subjek hukum.
Berdasarkan pengertian subjek hukum itu sendiri ialah sebagai berikut:
-
-
Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk
melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk
bertindak dalam hukum.
Subjek hukum adalah sesuatu pendukung hak yang menurut hukum
berwenag/berkuasa bertindak menjadi pendukung hak (Rechtsbevoegdheid).
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menrut hukum mempunyai hak dan
kewajiban.
Menurut hukum yang berlaku setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan
kewajiban ini dilindungi oleh hukum misalnya:
-
Adanya larangan mengenai perampasan atas pendukung hak tersebut
mengakibatkan Burgelijke dood (kematian perdata), misal perbudakan dan
sebagainya.23
4.2 KedudukanPeraturan Pemerintah sebagai Objek Hukum
Berdasarkan hukum dalam arti keputusan penguasa dijelaskan:
Sebagai keputusan penguasa hukum merupakan serangkaian peraturan-peraturan
tertulis, seperti Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah. Peraturan tersebut dibuat oleh yang
berwenang, dalam hal ini badan legislatif misalnya Undang-Undang dibuat oleh Presiden
bersama DPR, peraturan Daerah Tingkat I oleh DPRD bersama Gubernur.
Putusan Hakim termasuk hukum sebagai keputusan Penguasa, Karena ia mempunyai
kekuatan hukum sebagai manifestasi atau perwujudan di dalam masyarakat Peraturan dari
23
Ibid, hlm 227‐228
21
Keputusan Penguasa adalah para penegak hukum. Mereka diberi wewenang oleh Pemerintah
untuk mengatur dan membimbing agar hubungan anggota masyarakat sesuai dengan
Peraturan-peraturan tersebut merupakan petunjuk bagaimana orang harus hidup
bermasyarakat (levensvoorschriften). Polisi, Jaksa dapat memaksa anggota masyarakat untuk
menaati hukum tersebut dan Hakim berkuasa untuk mengadillinya. Dengan demikian hukum
adalah Peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dan mempunyai sifat
memaksa.24
Dengan demikian peraturan pemerintah dapat dikatakan sebagai objek hukum karena
peraturan pemerintah tersebut dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum seperti yang telah
diketahui pada kasus di atas pengusaha sebagai wajib pajak mempunyai hak yang dimiliki
wajib pajak ialah: Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangkan membebaskan
ketetapan pajak dalam hal: terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung tarif ataupun terdapat
kesalahan menentukan dasar penetapan pajak. Hingga pada akhirnya permohonan pengusaha
sebagai subjek hukum dapat benar-benar terealisasikan dengan dikabulkannya gugatan
tersebut dan terciptanya keadilan.
24
Ibid, hlm 39‐40
22
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Pengusaha dan petani itu dapat dikatakan sebagai subjek hukum yang pada dasarnya
petani dan pengusaha itu adalah manusia yang merupakan pemegang hak dan
kewajiban.Manusia merupakan makhluk yang mempunya akal budi pekerti yang mempunyai
aturan norma-norma seperti norma kesopanan sehingga pengusaha disini dapat melakukan
gugatan uji materil kepada Mahkamah Agung atas perkara yang digugatnya karena, atas dasar
persamaan kaidah hukum dengan kaidah kesopanan yaitu memandang manusia sebagai
makhluk sosial dan memberikan kesempatan pihak yang bersangkutan untuk mengadakan
reaksi. Perkara ini menurut sumbernya merupakan sumber hukum formil yaitu Undangundang karena Peraturan Pemerintah yang ditetapkan pada kasus di atas berdasarkan cara
pembuatannya dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan Parlemen. Menurut bentuknya
merupakan tertulis dikodifikasikan, menurut tempat berlakunya merupakan hukum nasional
karena hukum ini hanya ada di Indonesia, menurut sifatnya merupakan hukum yang
memaksa, menurut isinya merupakan hukum negara karena masuk dalam tataran praktek
hukum administrasi negara yang meliputi hukum Pajak.Kemudian Peraturan Pemerintah itu
dapat dikatakan sebagai obyek hukum yang berwujud karena merupakan sesuatu yang
bermanfaat bagi subyeknya hingga terciptanya keadilan antara pengusaha dan negara. Selain
itu petani dan pengusaha sebagai wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban sebagai wajib
pajak seperti yang dilakukan oleh pengusaha pada kasus di atas ialah mengajukan permintaan
untuk membetulkan, mengurangkan membebaskan ketetapan pajak dalam hal: terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitung tarif ataupun terdapat kesalahan menentukan dasar
penetapan pajak sehingga terciptanya keadilan.
5.2 Saran
Sebagai makhluk yang mulia yang diberikan banyak keistimewaan oleh Pencipta kita
harus memanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar mendapatkan kesenangan tanpa menyakiti
dan merugikan orang lain maka kita harus selalu mematuhi aturan-aturan yang ada, aturan di
dunia maupun aturan Allah SWT agar terciptanya kedamaian.
23
DAFTAR PUSTAKA
DR. H. Asikin, Zainal, S.H., S.u. (2012). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:PT RajaGrafindo
Persada
Kansil, C.S.T. Drs. SH, (1973). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta:BALAI PUSTAKA
Soeroso, R. S.H. (2002). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:Sinar Grafika
Petani Kena Pajak Gara-gara Gugatan Pengusaha Soal PPN Dikabulkan MA.
http://finance.detik.com/read/2014/09/12/134122/2688670/4/2/petani-kena-pajak-gara-garagugatan-pengusaha-soal-ppn-dikabulkan-ma[9, Oktober 2014]
24
LAMPIRAN
Petani Kena Pajak Gara-gara Gugatan
Pengusaha Soal PPN Dikabulkan MA
Rista Rama Dhany - detikfinance
Jumat, 12/09/2014 13:41 WIB
Halaman 1 dari 2
Jakarta -Dikabulkannya gugatan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) oleh Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007
tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dampaknya menekan petani kecil.
Pasca dikabulkannya gugatan itu kini hasil pertanian petani justru kena PPN 10%.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Yusni
Emilia Harahap mengungkapkan, gugatan Kadin yang dikabulakan MA dan bersifat final dan
mengikat serta tidak bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ternyata berimplikasi kemanamana termasuk mengancam harga jual produk pertanian para petani, karena petani harus bayar
PPN.
"Implikasinya kemana-mana, termasuk dapat menekan harga jual petani atas produksi
pertaniannya, salah satunya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," kata Emilia kepada
wartawan di Kementnerian Pertanian, Jumat (12/9/2014).
Seperti diketahui MA menetapkan Putusan MA Nomor 70 P/HUM/2013 yakni:
Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2)
huruf c. Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN terakhir
25
diubah UU Nomor 42 Tahun 2009, dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku umum. Putusan MA
ini mulai berlaku tanggal 22 Juli 2014.
"Akibat putusan tersebut barang hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan dan
hasil hutan seperti yang ditetapkan dalam Lampiran PP 31 Tahun 2007, yang semulanya tidak
kena pajak justru terkena pajak," ungkapnya.
Emilia menambahkan, bahkan akibat putusan tersebut, petani yang menjual di dalam negeri atau
impor produk pertanian perkebunan, tanaman hias dan obat dan tanaman pangan dikenakan PPN
10%
"Tapi kalau ekspor justru tidak kena PPN sama sekali alias 0%. Yang kami khawatir petani atau pengusaha
lebih memilih ekspor bahan baku daripada jual di dalam negeri yang justru terkena PPN 10%,"
ungkapnya.
Ia menjelaskan PP Nomor 31 Tahun 2007 mengatur barang hasil pertanian merupakan barang strategis
yang dibebaskan pajak. Namun, dalam Undang‐Undang PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang diubah dalam
Undang‐Unndang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan hasil pertanian diklasifikasikan kena pajak.
"Dalam Putusan MA Nomor 70 tersebut di dalamnya MA memerintahkan agar Pemerintah mencabut PP
nomor 31 Tahun 2007 di mana beberapa pasal termasuk barang hasil pertanian seperti sawit, kakao,
karet, kopi dan teh yang semulanya digolongkan bebas PPN menjadi barang kena PPN. Itu yang
membuat banyak pengusaha dan petani kaget,"